A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Status
MRS
MR
Perawatan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny.I
Perempuan
47 tahun
Bumi Tamalanrea
Tidak bekerja
Sudah menikah
7 Februari 2016
744576
CVCU RSWS
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis terpimpin
: Nyeri dada
:
Dialami sejak 2,5 jam sebelum masuk UGD Rumah Sakit Wahidin.
Nyeri dada sebelah kiri dirasakan seperti tertekan benda berat, durasi
kurang lebih 30 menit, nyeri dada dirasakan menembus sampai belakang,
disertai keringat dingin. Keluhan disertai rasa mual, muntah tidak ada.
Sesak napas ada, dirasakan muncul bersamaan dengan keluhan
nyeri dada dan terasa memberat saat beraktifitas. Pasien tidak dapat tidur
dengan 1 bantal dan pasien pernah terbangun pada malam hari karena
sesak.
Demam (-), riwayat demam (-), nyeri ulu hati (-), pusing (-), nyeri
kepala (-), Mual (+) , muntah (-), bengkak pada kaki (-), batuk (-), lendir
(-), pusing (-), nyeri kepala (-).
Buang air kecil lancar
Buang air besar biasa
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
Keadaan umum:
Sakit sedang/Gizi Cukup/Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
BB: 70 kg, Tb: 165 cm, IMT: 25,73 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah : 150/90 MmHg
Nadi
: 80 x/menit
RR
: 24 x/menit
Suhu
: 36,50C
Pemeriksaan Kepala danLeher
Mata
: Anemis (-), ikterus (-)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: JVP R+2 cm H2O, limfadenopati (-),
Pembesaran gondok (-)
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris
kesan normal
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Batas paru belakang kanan
Batas paru belakang kiri
Auskultasi
: Sonor
: Sonor
: ICS IV dekstra
: CV Th. VIII dekstra
: CV Th. IX sinistra
: Bunyi pernapasan: vesikuler,
Bunyi tambahan: ronki -/- basal paru,
wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi
: Apeks jantung tidak teraba
Perkusi
: Batas jantung atas: ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas Batas jantung kanan: ICS IV Linea parasternalis
dextra
Batas jantung kiri: ICS V Linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung: S I/II reguler, murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
Perkusi
teraba
: Timpani (+) Ascites (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Extremitas hangat
Edema pretibial -/Edema dorsum pedis -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Interpretasi:
Ritme
: Sinus Ritmik
3
Heart Rate
Axis
PR Interval
QRS kompleks
ST Segmen
Gelombang T
Kesimpulan
: 100 bpm
: LAD
: 0,12 sec
: 0,08 sec
: ST Elevasi pada V1-V4
: T inverted pada V3-V4
: Sinus Ritmik, Heart Rate 100 bpm, infark
anteroseptal
Laboratorium
(07/02/2016)
Test
Result
WBC
7,8 x 103/uL
RBC
3,85 x 106/uL
HGB
HCT
PLT
13,4 g/dL
39 %
277 x 103/mm3
Na
143
3,8
Cl
107
GDS
173 mg/dl
Ureum
23 mg/dl
Creatinine
0,72 mg/dl
SGOT
22 U/L
SGPT
20 U/L
PT
10.4
APTT
20,3
INR
1,00
CK
154,00 U/L
CK-MB
12,3 U/L
Troponin I
0,01 ng/ml
Kesan :
Cardiomegaly disertai Dilatatio aortae
E. DIAGNOSIS
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) inferior onset <6 jam
F. TERAPI
Bed rest
5
DISKUSI
Infark Miokard Akut
1. Definisi
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
2. Patofisiologi
Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dari
plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini
berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan
menyebabkan
vasokonstriksi sehingga
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti
diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat
spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal).
proses
10
Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai
dasar mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama
disebabkan oleh pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups
yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups
bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling
akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi,
gangguan matriks ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat
aktivitas matrix metallo proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan
kolagen dan aktivitas inflammatory cytokines.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses
inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses potobiologis SKA, dimana vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses
inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat
bersifat
sistemik.
Inflamasi
juga
dapat
mengganggu
keseimbangan
11
3. Faktor Resiko
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih
dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik,
antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi
glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA.Penelitian
angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh
trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada
(pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran
patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik.
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,
aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
atas agregat trombosit dan fibrin.
12
Penjalaran
ke
leher,
lengan
kiri,
mandibula,
gigi,
makan
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara
gejala NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tandatanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang
tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan
muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien
lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
5. Diagnosis
Anamnesis.
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
13
mempunyai
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara
jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu
diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya
tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis,
ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap
SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang
dan
regurgitasi
katup
aorta
akibat
diseksi
aorta,
14
kardiak,
gagal
miokarditis/perikarditis.
jantung,
Keadaan
hipertrofi
ventrikel
kiri,
nonkardiak
yang
dapat
Pemeriksaan elektrokardiografi
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. EKG
memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Rekaman EKG
penting untuk membedakan STEMI dan SKA lainnya
No
Lokasi
Gambaran EKG
15
1
2
3
4
Anterior
Anteroseptal
Anterolateral
V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
Lateral
Inferolateral
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
Inferior
Inferoseptal
dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
True posterior
aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
8
9
RV Infraction
6. Penatalaksanaan
16
Umum
1. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
2. Pasang infus intravena: dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
3. Pantau tanda vital: setiap jam sampai stabil, kemudian tiap 4
jam atau sesuai dengan kebutuhan, catat jika frekuensi jantung
< 60 kali/mnt atau > 110 kali/mnt; tekanan darah < 90 mmHg
atau > 150 mmHg; frekuensi nafas < 8 kali/mnt atau > 22
kali/mnt.
4. Aktifitas istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di
samping tempat tidur dan mobilisasi sesuai toleransi setelah 12
jam.
5. Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya
diet jantung (kompleks karbohidrat 50-55% dari kalori,
17
konsumsi
oksigen
miokardium.
Terapi
atrio-ventrikler
yang
signifikan,
asma
6.1.2 Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi
vena yang mengakibatkan berkurangnya preload
dan
18
6.1.3
Sebaliknya
verapamil
dan
diltiazem
5.2. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda
indikasi kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan
dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan
yang diberikan.
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama
aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12
bulan
kecuali
ada
indikasi
kontra
seperti
risiko
perdarahan berlebih.
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole)
diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet therapy aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau
19
(pemberian
clopidogrel
kemudian
dihentikan).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak
bisa menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel
adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari.
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis
loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP)
direkomendasikan
untuk
pasien
yang
dijadwalkan
reseptor
ADP
menerima
yang
perlu
pengobatan
menjalani
20
7. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau
Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.
Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer)
diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG
adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala
telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan
perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki
fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik
rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang
atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2
jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke
pusat dengan fasilitas IKP.
8. Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan
dibandingkan dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim
yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
21
pengobatan,
drug-eluting
stents
(DES)
lebih
tambahan
untuk
aspirin.
Antikoagulan
22
Definisi
Mortalitas (%)
23
II
III
IV
6
17
30-40
60-80
Indeks Kardiak
PCWP (mmHg)
Mortalitas (%)
I
II
III
IV
(L/min/m2)
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2
<18
>18
<18
>18
3
9
23
51
8. Komplikasi
a) Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi
disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan
IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi,
namun
apabila
mikrovaskular,
terjadi
jejas
terutama
pada
transmural
dinding
dan/atau
anterior,
obstruksi
dapat
terjadi
dari
aritmia
yang
berkelanjutan
atau
sebagai
komplikasimekanis.
b) Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah
90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat
juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi
mekanis. Bila berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan
ginjal, acute tubular necrosis dan berkurangnya urine output.
c) Kongesti paru
24
DAFTAR PUSTAKAOVASKULAR
1. Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Kardiovaskular
Indonesia.
Pedoman
26
27
28