I.
IDENTITAS PASIEN
Tn. N, laki-laki, 34 tahun, lahir pada tanggal 13 Oktober 1982, Islam, belum
menikah, tidak bekerja, pendidikan terakhir SMA, suku Jawa, tinggal di Dusun
Tirtoyoso Gang Gunung Agung No 08 Sukabumi, masuk rumah sakit pada
tanggal 22 Desember 2015 dengan nomor CM. 02XXXX. Dilakukan
pemeriksaan pada tanggal 27 Januari 2016 pada pukul 14.00 WIB.
II.
PEMERIKSAAN PSIKIATRI
Dilakukan autoanamnesis dari pasien dan alloanamnesis dari Tn. P, 55 tahun
pendidikan terakhir S1 (paman pasien).
II.1
II.2
Keluhan Utama
Marah tanpa sebab yang jelas hingga menyakiti ibu pasien
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan
keluhan sering marah tanpa sebab yang jelas hingga menyakiti ibu pasien,
mudah tersinggung, gelisah dan sulit tidur, sering mondar-mandir.
Menurut keluarga pasien, sebelum pasien sakit sekitar 13 tahun yang lalu
keluhan/ perubahan sikap tersebut timbul, pasien sering berbicara sendiri
tentang masalah agama dan sering berkotbah di depan keluarga mengenai
semua hal tentang agama serta merasa mengenal beberapa tokoh ulama
selama dia pergi untuk ikut mengaji di Jakarta dan Tanggerang. Keluhan ini
pertama kali muncul pada tahun 2003. Pasien sempat menempuh kuliah di
IAIN sampai semester 6, namun tidak sampai selesai karena pasien ikut
jihad dengan belajar mengaji dan meninggalkan kuliah. Kejadian ini sekitar
tahun 2000. Pasien pergi selama kurang lebih tiga tahun.
Pada tahun 2003 pasien kembali ke rumah dan mulai muncul gejala aneh
seperti berbicara tentang agama. Kemudian keluarga merasa ada yang aneh
1
dengan pasien lalu pasien dibawa berobat ke seorang ustad untuk diobati
karena keluarga yakin bahwa ini adalah penyakit kiriman karena pasien baru
pulang dari daerah Jawa. Saat itu pasien tidak mengamuk namun berbicara
banyak dan kacau. Pasien juga susah tidur dan sering bingung. Setelah
pulang dari rumah ustad tersebut pasien tidak ada perbaikan. Pasien tidak
bekerja hanya berada dirumah dan sering main ke rumah tetangga. Pasien
tetap berbicara mengenai agama seperti khotbah namun tidak sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada tahun 2005 pasien kemudian dibawa ke orang pintar di Provinsi
Banten karena pasien makin sering berbicara melantur dan mulai
mengganggu tetangga sekitar rumah pasien. Orang tua pasien awalnya tidak
mau untuk membawa anaknya ke orang pintar namun paman pasien
memaksa dan akhirnya pasien dibawa ke Banten. Menurut keluarga, pasien
sudah tidak terlalu banyak bicara. Keluarga mulai menganggap pasien
sembuh. Namun beberapa hari kemudian keluhan mulai muncul kembali.
Orang tua sempat meminta pasien untuk bekerja namun pasien tidak mau.
Orang tua juga meminta pasien untuk melanjutkan kuliah namun pasien
menolak dengan alasan sudah belajar mengaji di Tanggerang dan sudah
hebat tentang agama.
Pada tahun 2008 pasien kembali dibawa berobat ke orang pintar bernama
Abang Anom yang juga dipercaya sebagai orang pintar yang bisa
menyembuhkan penyakit. Pasien sempat disuruh minum ramuan semacam
jamu yang terbuat dari campuran tanaman tertentu namun keluarga lupa apa
jenis tanaman tersebut. Setelah sampai dirumah pasien tetap berbicara kacau
dan sering minta uang kepada ibu pasien untuk membeli rokok. Pasien
sering pergi keluar rumah dan main ke rumah tetangga kemudian pulang
sendiri.
Tahun 2010 karena keluarga sudah merasa kewalahan akhirnya dibawa ke
rumah ustad untuk di ruqiyah. Setelah di ruqiah pasien tidak sembuh juga.
Menurut paman pasien tidak ada perubahan dari pasien. Namun pasien
mulai sering minta uang dan berbicara keras serta membentak saat tidak
dikasih uang. Pasien juga sering mengamuk dan marah saat keinginannya
tidak dituruti. Pasien sering tidak tidur saat malam karena terus merokok.
Barulah pada tanggal 8 Juli 2014 pasien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa untuk
berobat. Menurut keluarga pasien sudah 1 minggu pasien mulai mengamuk,
berbicara keras dan membentak, sering marah kepada ibu pasien, berbicara
kacau, tampak bingung, selalu minta uang untuk membeli rokok bahkan
sampai 3-4 bungkus per hari serta pasien sulit tidur. Pasien berobat ke poli
dan langsung dirawat di RSJ. Pasien dirawat selama 1 bulan kemudian
setelah dirasa sembuh pasien pulang. Saat berada dirumah pasien tidak
bekerja, hanya membantu pekerjaan sehari-hari di rumah. Kemudian pasien
sempat kontrol ke poli RSJ pada tanggal 12 Agustus 2014. Pasien hanya
kontrol 1 kali saja. Kemudian tidak pernah berobat lagi.
Pada tanggal 12 Juni 2015 Pasien kembali berobat ke RSJ masuk melalui
UGD sekira pukul 20.05 WIB dengan keluhan gelisah terus menerus,
mondar-mandir, sulit tidur, senyum-senyum sendiri, mudah emosi dan
marah, serta merokok terus bisa 3 bungkus per harinya. Selama ini pasien
tidak pernah mengambil obat ke poli atau putus obat. Keluhan ini sudah 1
minggu dikeluhkan oleh keluarga. Namun saat ditanya pasien menjawab
tidak ingat dan selama ini tidak pernah marah-marah ke siapa pun karena
agama melarang. Pasien dirawat selama kurang lebih 4 bulan. Pasien
dipulangkan pada tanggal 1 Oktober 2015. Pasien juga tidak rutin kontrol ke
poli setelah dipulangkan.
Pada 22 Desember 2015 pasien masuk ke RSJ kembali. Pasien tidak ingat
kenapa dibawa ke RSJ. Sekitar 3 hari SMRS pasien tidak mau makan dan
minum dan tidak mau minum obat. Pasien tampak gelisah, tidak bisa tidur,
pasien sering mondar-mandir, sering marah-marah sampai memukul ibunya.
Pasien tampak gampang marah pada hal-hal yang kecil, misalnya pasien
meminta sesuatu namun tidak diturutin oleh keluarga. Pasien juga tampak
labil.
Menurut pasien, pasien tidak gila dilakukan wawancara pada tanggal 27
Februari 2016 pukul 14.00WIB, pasien mengaku yang dilakukan dirumah
sakit adalah suatu proses dalam hidup untuk menjadi orang yang lebih baik
dari sebelumnya dan untuk bisa memiliki kekuatan dan kelebihan dibanding
orang lain. Pasien mengatakan bahwa dia punya panglong kayu dan uang
dari panglong itu dia titipkan ke Ibunya. Pasien mengaku punya banyak
uang dari situlah dia bisa menaikkan dolar hingga seperti sekarang. Jaman
dahulu hidup susah sekarang sudah jaman Jokowi hidup sudah enak, seperti
itulah perkataan pasien. Pasien merasa dia adalah orang inceran nomor
wahid pada jaman sekarang ini. Karena dahulu saat belajar mengaji ke
Tanggerang diajarkan oleh gurunya ilmu tertentu, jika gurunya tidak bisa
maka dialah pengganti utama guru tersebut. Pasien juga mengaku selama
belajar mengaji pernah bertemu malaikat jibril atau menurut orang-orang
disebut ruhul kudus. Perasaan saat bertemu dengan malaikat adalah terasa
nyaman dan pasien pernah bergabung dengan para malaikat tersebut. Setelah
itu pasien memiliki sebuah
Semua pejabat yang pakai seragam maupun yang tidak pakai seragam dia
semua yang memegang dan memiliki kekuasaan atas mereka. Pasien merasa
dialah yang memegang belati limako karena sudah dipercaya oleh orang
banyak mampu memegang itu. Pasien merasa bahwa dialah dulu yang
membiayai pemerintahan. Pasien juga bisa mengatur segala urusan dari
jarak jauh atau memiliki kemampuan yang disebut acagol. Kemampuan
yang dimiliki karena Nabidir (malaikat jibril) yang sudah membersihkan dan
mengganti akal dia menjadi bersih.
Pasien juga mengaku pernah melihat malaikat jibril dalam bentuk ruhul
kudus dan Nabidir. Ruhul kudus tidak seperti manusia. Bentuk sempurna
malaikat jibril adalah Nabidir sebagai manusia. Pasien tidak pernah
mendengar suara-suara. Pasien juga tidak pernah mencium bau wangiwangian atau bau busuk. Pasien tidak merasa curiga kepada siapaun, tidak
merasa was-was atau takut.
II.3
Riwayat Penyakit Sebelumnya
II.3.1
Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien memiliki riwayat penyakit gangguan jiwa seperti ini
sebelumnya. Pasien di rawat di RSJ Prov. Lampung 2 kali pada tahun
2014 selama 1 bulan. Kemudian dirawat lagi pada tahun 2015 selama
4 bulan, kembali masuk RSJ pada tahun 2015 bulan Desember tanggal
22, pasien sering keluar masuk rumah sakit karena putus obat karena
tidak mau minum obat.
II.3.2
II.3.3
II.4
Riwayat Tumbuh Kembang
II.4.1
Periode Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
II.4.3
II.4.4
II.5
Periode Dewasa
II.5.1
Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan lulusan SMA, pernah menempuh pendidikan S1 di
IAIN sampai semester 6 lalu pasien keluar dari kuliah karena ikut
jihad ke Tanggerang. Pasien bersekolah SD dalam kurun waktu 6
tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Selama ini pasien terlihat sama
seperti anak yang lain saat bersekolah. Berdasarkan anamnesis dengan
keluarga, pasien termasuk orang yang rajin dan pintar dikelas karena
selalu mendapat peringkat saat masih sekolah. Saat masih sekolah
pasien tidak pernah ikut bergaul dengan teman yang nakal, pasien
tidak pernah merokok saat sekolah, tidak pernah terlibat dalam
tawuran atau perkelahian. Pasien juga tidak pernah minum alkohol dan
tidak pernah memakai narkoba.
II.5.2
Riwayat Pekerjaan
Setelah keluar dari perkuliahan pada tahun 2000 pasien langsung ikut
jihad untuk belajar mengaji ke Tanggerang dan Jakarta selama 3 tahun
lalu pulang 3 tahun kemudian. Setelah itu mulai muncul gejala pada
tahun 2003, hingga tahun 2014 sebelum masuk rumah sakit pasien
tidak bekerja. Pernah disuruh bekerja namun menolak, tetapi
kemudian pasien mulai semakin kacau dalam berbicara sehingga
orang tua membiarkan pasien menganggur dirumah. Pasien pernah
disuruh melanjutkan sekolah namun menolak.
II.5.3
Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah terjerat masalah hukum.
II.5.7
II.5.4
Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
II.5.5
II.5.6
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kekempat dari empat bersaudara. Saat ini
pasien tinggal dengan kedua orang tua dan kakak pasien yang ke 3,
bersama istri dan ketiga anaknya. Di dalam keluarga ada yang
memiliki keluhan serupa yakni secara kejiwaan dianggap memiliki
masalah.
Skema pedigree
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Keluarga dengan gangguan jiwa
: Satu rumah
curiga sama orang lain. Pasien juga tidak pernah merasa ada yang
berniat jahat kepada pasien.
II.5.8
II.5.9
III.
STATUS MENTAL
III.1
Deskripsi Umum
III.1.1 Penampilan
Seorang laki-laki sesuai dengan usia, berperawakan tinggi dengan tinggi
sekitar 175 cm, kesan gizi cukup baik, terlihat rapi, memakai pakaian
seragam RSJ Provinsi Lampung berwarna biru dengan celana training
warna biru, memakai alas kaki, kulit sawo matang, kuku rapi,
perawatan diri cukup.
III.1.2 Sikap terhadap pemeriksaan : kooperatif
III.1.3
Kesadaran: jernih (compos mentis)
III.1.4 Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, dengan sesekali
menoleh ke arah samping kanan dan kiri, kontak mata baik, sesekali
menggerakkan kedua matanya untuk melirik orang disekitarnya, tidak
merubah posisi arah badannya. Pasien terlihat bersemangat apabila
pemeriksa mengajak pasien berbicara. Tampak sesekali tersenyum saat
merasa bangga dengan dirinya.
III.1.5
Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi normal, volume keras, kualitas buruk,
artikulasi jelas, kuantitas banyak atau logore, amplitudo baik.
III.1.6
Keadaan Afektif
a. Mood
: ekspansif
b. Afek
: Terbatas
c. Keserasian
: appropriate
III.1.7
Persepsi :
Halusinasi : Auditorik (-), Visual (+),Taktil (-)
Ilusi : tidak ditemukan
Depersonalisasi : Tidak ditemukan
Derealisasi: tidak ditemukan
a.
b.
c.
d.
III.1.8
Proses Berpikir :
a. Produktivitas
b. Kontunuitas
c. Arus pikiran
d. Isi pikiran
: Cukup
: Koheren
: Asosiasi longgar dengan flight of idea
: Preokupasi (-), Obsesif (-), waham kebesaran (+),
Kognisi
a. Kesadaran: Compos mentis.
b. Orientasi (tempat, orang, waktu): cukup.
c. Daya ingat: segera, jangka pendek dan jangka panjang baik. Jangka
menengah cukup.
d. Konsentrasi dan perhatian: cukup.
e. Kemampuan visuospasial: cukup.
f. Abstraksi: buruk (konkret)
g. Intelegensi: kurang
h. Kemampuan menolong diri sendiri: baik.
i. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : tidak sesuai
dengan taraf pendidikan pasien
III.1.10
Daya Nilai
a. Norma sosial
b. Uji daya nilai
: baik
: baik
III.1.11
Tilikan
Tilikan 1 (satu). Penyangkalan total terhadap penyakitnya.
III.1.11 Penilaian terhadap realitas
Buruk
III.1.12
Pemeriksaan Fisik
Mata
: Tidak ditemukan kelainan
Hidung
: Tidak ditemukan kelainan
Telinga
: Tidak ditemukan kelainan
Paru
: Tidak ditemukan kelainan
Jantung
: Tidak ditemukan kelainan
Abdomen
: Tidak ditemukan kelainan
10
karena tidak mau minum obat. Pasien lulusan SMA tidak pernah tinggal kelas,
tidak bekerja dan belum menikah. Pasien anak kekempat dari empat bersaudara
tinggal dengan kedua orang tua dan kakak pasien yang ke 3, bersama istri dan
ketiga anaknya. Faktor herediter (+).
VI. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial, sehingga dapat disimpulkan
bahwa mengalami gangguan metal dan emosional.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisikdan
rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang
sebelumnya ataupun kelainan organik. Tidak pernah ada riwayat penggunaan zat
psikoaktif. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis
gangguan mental organik (F0) dan penggunaan zat psikoaktif (F1).
Pada pasien didapatkan waham kebesaran dan waham agama. Selain itu
ditemukan pula gangguan persepsi berupa halusinasi visual. Pembicaraan dan
perilaku pasien menjadi kacau. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis
bahwa pasien menderita skizofrenia paranoid (F.20.0).
Pada tahun 2014 pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama sudah 2 kali
masuk RSJ karena putus obat. Dari data ini diagnosis gangguan psikotik akut
(F.23) dapat disingkirkan.
Pasien dapat menyelesaikan pendidikan hingga lulus SMA, bahkan sudah masuk
universitas sampai semester 6, tidak pernah tinggal kelas, kemudian setelahnya
tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan bahkan beberrapa
kali pasien pun mendapat peringkat. Sehingga dapat disingkirkan kemungkinan
diagnosis retardasi mental (F70).
Pada aksis II tidak dapat dinilai adanya gangguan kepribadian akibat dari
diagnosis pada Aksis I.
Pada anamnesis tidak terdapat
penyakit. Hanya 1 kali sakit saat SD kelas 5 karena demam tifoid itupun tidak
11
dirawat. pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium darah lengkap serta SGOT dan
SGPT didapatkan hasil dalam keadaan normal. sehingga aksis III tidak
ditemukan sampai saat ini.
Pemahaman keluarga terhadap kondisi pasien masih kurang, hal ini ditandai
dengan pasien kurangnya kepatuhan pasien minum obat serta keluarga pasien
yang tidak perhatian dengan jam minum obat setiap harinya. Hal ini timbul
karena kurangnya pengawasan dari keluarga. Oleh karena itu didapatkan aksis
IV masalah berkaitan dengan pemahaman keluarga terkait dengan
primary support group.
Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya
menggunakan GAF (Global Assessment of Functioning) Scale. Menurut PPDGJ
III, pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat (GAF current) adalah 70-61,
yaitu
secara umum masih baik. GAF HLPY (Highest Level Past Year) adalah 50-41
yaitu gejala berat (serious), disabilitas berat.
EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia paranoid (F20.0)
DD/ Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
: Tidak ada
: Tidak ada untuk saat ini
: Masalah primary support group (keluarga)
: GAF 60 51 (current)
GAF 80 71 (HLPY)
: Dubia ad bonam
12
b. Quo ad functionam
c. Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
teratur.
Psikoedukasi:
Pasien
Membina hubungan
dengan
pasien
dan
membuat
pasien
13
X.
DISKUSI
1. Bagaimanakah agar pasien tidak dirawat kembali karena masalah putus
obat?
Setiap pasien yang mengalami gangguan jiwa harus ada yang disebut
dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Fungsi dari PMO ini adalah orang
memegang obat serta memberikan dan mengawasi pasien saat minum
obat. Karena kecil kemungkinan orang dengan gangguan jiwa dengan suka
rela minum obat secara mandiri. Untuk gangguan psikiatri skizofren akan
memakan waktu lama untuk minum obat yaitu minimal 5 tahun bebas
gejala. Pasien akan merasa bosan dan lama-lama tidak mau minum obat
lagi. Sehingga terjadilah kasus putus obat yang memicu kasus
kekambuhan. Oleh karena itu dukungan keluarga dalam hal ini sangat
dibutuhkan. Keluarga harus benar-benar mau merawat pasien hingga
sembuh. Mengingat fungsi dari keluarga itu sendiri. Serta juga dibutuhkan
peran dari pasien agar tetap rutin minum obat.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluraganya.
Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
mental anggota keluarga, juga
14
memberikan
status
pada
anggota
keluarga,
keluarga
tempat
16
17
b. Jenis kelamin
Komar dan Muhanti (2007) menemukan bahwa jenis kelamin memilik
pengaruh yang besar terhadap beban keluarga dalam mendukung
keluarga dengan skizoprenia, dimana perempuan memiliki beban yang
lebih berat jika dibandingkan dengan laki-laki. Misrha, Trivedi dan
Sinha (2005) juga melaporkan bahwa tingkat stres keluarga lebih tinggi
jika penderita adalah laki-laki. Dimana laki-laki merupakan salah satu
tulang punggung pada keluarga, apabila berperan sebagai suami atau
bapak, ini akan berdampak pada beban ekonomi keluarga apabila peran
sebagai pencari nafkah tidak lagi produktif akibat mengalami penyakit
yang parah.
c. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan
keluarga pasien, semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan lebih
memberikan dukungan dan pengambilan keputusan dalam merawat
anggota pasien perilaku kekerasan. Selain itu keluarga dengan kelas
sosial ekonomi yang berlebih secara finansial mempunyai tingkat
dukungan keluarga, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada
keluarga dengan kelas sosial ekonomi kurang secara finansial
(Friedman, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dari Suwardiman (2011) bahwa hubungan
dukungan sosial ekonomi dengan beban keluarga menunjukan
hubungan yang kuat dan ada hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial ekonomi dengan beban keluarga, semakin bertambah
dukungan sosial ekomomi semakin berkurang beban keluarga.
d. Pendidikan
Salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga terbentuk
oleh variabel pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman
18
memberikan
pelayanan
kesehatan
didalam
keluarganya,
Prognosis baik
Awitan lambat
Ada faktor presipitasi yang
Prognosis buruk
Awitan muda
Tidak ada faktor presipitasi
jelas
Awitan akut
Riwayat sosial, seksual, dan
Awitan insidious
Riwayat sosial, seksual, dan
(depresif)
Menikah
Riwayat keluarga dengan
diri
Lajang, cerai, duda
Riwayat keluarga
gangguan mood
Sistem pendukung baik
Gejala positif
skizofrenia
Sistem pendukung buruk
Gejala negatif
Nilai
Nilai
DAFTAR PUSTAKA
20
21
22