Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan suasana hati (mood disorder) merupakan hal yang umum dan
lazim (gangguan ini terbanyak ditemukan baik di pelayanan kesehatan mental
maupun dalm praktek dokter medis umum). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 512% pria pernah mengalami depresi yang gawat didalam kehidupan mereka.
Gangguan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan
berat. Pasien dengan mood yang meninggi (elevated), yaitu mania
menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat (flight of
ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan
kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi, yaitu-depresi merasakan hilangnya
energi-energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya
nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala
lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan
kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetative (seperti tidur, nafsu makan,
aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu
menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.(1)
Keadaan afek yang meningkat dengan peningkatan aktivitas fisik dan
mental yang berlebihan serta perasaan gembira luar biasa yang secara
keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa yang terjadi

merupakan

karakteristik dari mania. Bentuk mania yang lebih ringan disebut hipomania.
Mania dan hipomania agak sulit ditemukan karena kegembiraan jarang
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter. Pada penderita mania sebagian
besar tidak menyadari adanya sesuatu yang salah dengan kondisi mental
maupun perilakunya.3

Secara sederhana, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan


dan perasaan tidak ada harapan lagi. Pada saat ini, depresi menjadi gangguan
kejiwaan yang sangat mempengaruhi kehidupan, baik hubungan dengan orang
lain maupun dalam hal pekerjaan. WHO memprediksikan pada tahun 2020,
depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami
masyarakat dunia.4
Gangguan manik depresi atau yang lebih dikenal dengan gangguan
bipolar adalah gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 5.700.000 orang
Amerika. Gangguan ini memiliki ciri episode depresi dan manik yang
bergantian.

Gejala

gangguan

bipolar

sangat

bervariasi

dan

sering

mempengaruhi keseharian individu dan hubungan interpersonal. Gangguan


bipolar memiliki resiko bunuh diri yang besar.5
Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin pada celah
sinaps neuron khususnya pada sistem limbik. Sedangkan pada sindrom depresi
terjadi defisiensi dari salah satu atau beberapa neurotransmiter aminergic pada
celah sinap neuron khususnya di sistem limbik sehingga aktivitas reseptor
serotonin menurun. Mekanisme kerja obat antidepresan adalah dengan
menghambat

reuptake

neurotransmiter

aminergic

dan

menghambat

penghancuran neurotransmiter aminergic oleh enzim monoamine oxydase.6


Episode mania atau hipomania pada gangguan bipolar dapat diobati
dengan cara yang sama dengan mania akut. Pada penderita gangguan bipolar
sebaiknya diberikan obat yang dapat menstabilkan suasana hati misalnya
lithium. Episode depresi diobati dengan cara yang sama pada depresi. Sebagian
besar obat antidepresan bisa menyebabkan perubahan depresi menjadi
hipomania atau mania. Obat-obat tersebut digunakan hanya untuk jangka
pendek dan efeknya terhadap suasana hati harus diawasi secara ketat. Jika
terdapat tanda-tanda hipomania atau mania maka obat antidepresan segera
dihentikan. Psikoterapi bisa dilakukan secara individu maupun dalam suatu
kelompok. Terapi kelompok membantu penderita dan pasangannya atau

keluarganya untuk memahami penyakit yang dialami penderita dan


mengahadapi penyakit tersebut dengan lebih baik.3
Hampir pada semua kasus, gangguan bipolar mengalami kekambuhan.
Terkadang perubahan suasana perasaan dari depresi ke mania atau sebaliknya
tanpa melalui periode suasana hati yang normal terlebih dahulu. Sekitar 15%
penderita, terutama wanita, mengalami empat episode atau lebih setiap
tahunnya. Penderita yang sering mengalami kekambuhan, lebih sulit untuk
diobati. Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan bipolar. Namun
dengan mendapatkan perawatan secara dini pada awal gangguan kesehatan
mental dapat membantu mencegah gangguan bipolar atau kondisi kesehatan
mental yang lebih buruk.3
B. Tujuan
Secara umum makalah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
terapi bipolar dan obatnya. Secara khusus, diharapkan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber informasi praktis bagi Apoteker dalam
rangka menunjang pengobatan bipolar di Indonesia, melalui :
1) Bahan

informasi

dalam

rangka

pelayanan

komunikasi/konsultasi,

informasi dan edukasi (KIE) baik bagi penderita dalam pelayanan


langsung di tempat pelayanan
2) Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan lain, institusi, organisasi
profesi maupun masyarakat.
3) Penyediaan obat bipolar yang aman, efektif, bermutu, dan dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyakat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu
gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa
pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit
kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi
manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.8
B. Gejala Penyakit Bipolar
Orang-orang dengan penyakit bipolar mengalami keadaan-keadaan
emosional yang hebatnya tidak biasa yang terjadi pada periode-periode yang
beda yang disebut "mood episodes (episode-episode suasana hati)". Keadaan
yang sangat penuh kegembiraan disebut manic episode, dan keadaan yang
sangat sedih atau tanpa harapan disebut depressive episode. Adakalanya,
episode suasana hati termasuk gejala-gejala dari keduanya mania dan depresi.
Ini disebut keadaan campuran (mixed state). Orang-orang dengan penyakit
bipolar juga mungkin eksplosif dan teriritasi selama episode suasana hati
(mood episode).
Perubahan-perubahan yang ekstrim pada energi, aktivitas, tidur, dan
kelakuan berjalan bersama dengan perubahan-perubahan pada suasana hati ini.
Adalah mungkin untuk seseorang dengan penyakit bipolar untuk mengalami
periode yang berlangsung lama dari suasana-suasana hati yang tidak stabil
daripada episode-episode yang terpisah dari depresi atau mania.
Seseorang mungkin sedang mempunyai episode penyakit bipolar jika ia
mempunyai sejumlah gejala-gejala manic atau depresi untuk hampir sepanjang
hari, hampir setiap hari, untuk paling sedikit satu atau dua minggu. Adakalanya
gejala-gejalanya begitu parah sehingga orang itu tidak dapat berfungsi di
tempat kerja, sekolah, atau rumah.

Gejala-gejala dari penyakit bipolar digambarkan dibawah.


Gejala-gejala dari mania atau episode manic

Gejala-gejala dari depresi


atau episode depresi

termasuk:
Perubahan-Perubahan Suasana Hati

termasuk:
Perubahan-Perubahan
Suasana Hati

Periode yang panjang dari perasaan


"puncak", atau suasana hati yang sangat

gembira atau ramah

Periode yang panjang


dari perasaan khawatir
atau kosong

Suasana hati yang sangat teriritasi, agitasi,


merasakan "jumpy (gelisah)" atau "wired".

Perubahan-Perubahan Kelakuan

aktivitas-aktivitas yang
pernah dinikmati,

Berbicara sangat cepat, melompat dari

termasuk seks.

satu idea ke yang lainnya, mempunyai


pemikiran-pemikiran yang bergegas-gegas

Kehilangan minat pada

Perubahan-Perubahan
Kelakuan

Sangat mudah dikacaukan

Merasa lelah atau


"slowed down"

Aktivitas-aktivitas yang menuju tujuan


yang meningkat, seperti menerima proyek-

Mempunyai persoalanpersoalan berkonsentrasi,

proyek baru

mengingat, dan membuat

Menjadi gelisah

Tidur yang sedikit

keputusan-keputusan

Menjadi gelisah atau


teriritasi

Mempunyai kepercayaan yang tidak


realistik pada kemampuan-kemampuan
seseorang

Merubah kebiasaankebiasaan makan, tidur,


atau yang lain-lain

Berkelakuan secara impulsif dan


mengambil bagian pada banyak kelakuankelakuan yang menyenangkan dan berisiko

Memikirkan kematian

tinggi, seperti membelanjakan sprees, seks

atau bunuh diri, atau

yang impulsif, dan investasi-investasi bisnis

mencoba bunuh diri.

yang impulsif.
Sebagai tambahan pada mania dan depresi, penyakit bipolar dapat
menyebabkan jajaran dari suasana-suasana hati, seperti ditunjukan pada skala.

Satu sisi dari skala termasuk depresi yang parah, depresi yang sedang,
dan suasana hati rendah yang ringan. Depresi sedang mungkin menyebabkan
gejala-gejala yang kurang ekstrim, dan suasana hati rendah yang ringan disebut
dysthymia jika ia kronis atau berjangka panjang. Di tengah-tengah skala
adalah suasana hati yang normal atau seimbang.
Pada ujung lain dari skala adalah hypomania dan mania yang parah.
Beberpa orang-orang dengan penyakit bipolar mengalami hypomania. Selama
episode-episode hypomanic, seorang mungkin mempunyai energi dan tingkattingkat aktivitas yang meningkat yang adalah tidak separah khas mania, atau ia
mungkin mempunyai episode-episode yang berlangsung kurang dari satu
minggu dan tidak memerlukan perawatan gawat darurat. Seseorang yang
mempunyai episode hypomanic mungkin merasa sangat baik, berproduktif
sangat tinggi, dan berfungsi baik. Orang ini mungkin tidak merasa bahwa ada
sesuatu yang tidak benar bahkan ketika famili dan teman-teman mengenali
turun naiknya suasana hati sebagai kemungkinan penyakit bipolar. Tanpa
perawatan yang benar, bagaimanapun, orang-orang dengan hypomania
mungkin mengembangkan mania atau depresi yang parah.
Selama keadaan campuran, gejala-gejala seringkali termasuk agitasi,
kesulitan tidur, perubahan-perubahan utama pada nafsu makan, dan pikiran

bunuh diri. Orang-orang pada keadaan campuran mungkin merasa sangat sedih
atau putus asa sementara merasakan sangat bertenaga.
Adakalanya, seorang dengan episode-episode yang parah dari mania
atau depresi juga mempunyai gejala-gejala psychotic, seperti halusinasihalusinasi atau delusi-delusi (khayalan-khayalan). Gejala-gejala psychotic
cenderung mencerminkan suasana hati seseorang yang ekstrim. Contohnya,
gejala-gejala psychotic untuk seseorang yang mempunyai episode manic
mungkin termasuk kepercayaan bahwa ia terkenal, mempunyai banyak uang,
atau mempunyai kekuatan-kekuatan khusus. Pada cara yang sama, seseorang
yang mempunyai episode depresi mungkin percaya ia hancur dan tidak beruang
sepeserpun, atau telah melakukan kejahatan. Sebagai akibatnya, orang-orang
dengan penyakit bipolar yang mempunyai gejala-gejala psychotic adakalanya
salah didiagnosa sebagai mempunyai schizophrenia, penyakit mental parah
lainnya yang dihubungkan dengan halusinasi-halusinasi dan khayalankhayalan.
Orang-orang dengan penyakit bipolar mungkin juga mempunyai
persoalan-persoalan kelakuan. Mereka mungkin menyalahgunakan alkohol dan
unsur-unsur, mempunyai persoalan-persoalan hubungan, atau berkinerja buruk
di sekolah atau tempat keja. Pada mulanya, adalah tidak mudah untuk
mengenali persoalan-persoalan ini sebagai tanda-tanda dari penyakit mental
utama.
C. Patofisiologi
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan
virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun
pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20
tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15
tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu
mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek biopsikososial. Secarabiologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan

neurotransmitter di otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa


kana-kanak, stres yangmenyakitkan, stres kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktorlainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar
(adanyaepisode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada
generasinya,berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu
orangtua dengangangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering
unipolar (depresi saja). Jikaseorang orang tua mengidap gangguan bipolar
maka 27% anaknya memiliki resikomengidap gangguan alam perasaan. Bila
kedua orangtua mengidap gangguan bipolarmaka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunanpertama dari seseorang
yang menderita gangguan bipolar berisiko menderitagangguan serupa sebesar 7
kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggiterutama pada kembar
monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah,yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan
bipolar dengankromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus
mana darikromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya
yang telahdiselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23,
dan 21q22.Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom
Down (trisomi 21)berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala
bipolar,peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan
gangguan bipolar.Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan
noradrenalin. Gen-genyang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun
mulai diteliti seperti genyang mengkode monoamine oksidase A (MAOA),
tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT).7
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit iniyaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor
(BDNF). BDNFadalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas
sinaps, neurogenesis danperlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat

dalam mood. Gen yangmengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.


Terdapat 3 penelitian yang mencaritahu hubungan antara BDNF dengan
gangguan bipolar dan hasilnya positif.Kelainan pada otak juga dianggap dapat
menjadi penyebab penyakit ini. Terdapatperbedaan gambaran otak antara
kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melaluipencitraan magnetic
resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography(PET), didapatkan
jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang padakorteks
prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch GenPsychiatry
2003

pun

menemukan

volume

yang

kecil

pada

amygdala

dan

hipokampus.Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian


dari otak yangterlibat dalam respon emosi (mood dan afek).7
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang
pada otakpenderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan
membran myelinyang membungkus akson sehingga mampu mempercepat
hantaran konduksi antarsaraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka
dapat dipastikan komunikasi antarsaraf tidak berjalan lancar.7
D. Neurotransmiter Pada Gangguan Bipolar
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa
pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua
fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi
ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf
(neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan
pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di
dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah
sinaptik tersebut.
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar
adalah

dopamin,

asetilkolin.Selain

norepinefrin,
itu,

serotonin,

penelitian-penelitian

GABA,

juga

glutamat

menunjukksan

dan
adanya

kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania,


yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan

oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam


beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania
dibanding otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan
spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah
sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya
pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti
juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang
meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik
yang mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa
memperbaiki mania, seperti juga pada skizofrenia.
1) Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang
menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat
menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa
berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan
serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan
ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor
yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin
dapat memperbaiki depresi.
2) Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang
otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan
hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya
dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.
Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus
berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur
tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin
dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan.
Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian
dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap
5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan
serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan

depresi.Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di


daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak
mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang
agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun
pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan
mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai
riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif
juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan
dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan
fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.Hasil
metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi.
Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha
bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG
tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan
metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada
penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin
prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan
serotonin pada depresi.
3) Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin
terletak di locus ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks
serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan
dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan
korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi
perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan
juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal
dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi
aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun.
Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui
talamus
diteruskan
ke
LC,
selanjutnya
ke
komponen
simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif

dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap


stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di
otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku
yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar
norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan
anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil
metabolisme
norepinefrin
adalah
3-methoxy-4hydroxyphenilglycol (MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral
dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada penderita depresi.
Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
E. Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara
0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko
kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu
dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri
meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien.
Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.7
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia
remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru
menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada
remaja dan bahkan anak- anak.
Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I mempunyai
prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita.2 Lebih banyaknya wanita yang
tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang
ingin memberitahukan masalahnya kepada orang lain dan harapan untuk
mendapatkan bantuan atau dukungan sedangkan pada laki-laki cenderung
untuk memikirkan masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya.4
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja
dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia

tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting yaitu


peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa
sekolah ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas ke masa pernikahan.
Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari depresi terjadi pada usia
18-44 tahun.4 Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan insidensi
gangguan depresif berat meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. 2 Penurunan
kecenderungan depresi pada usia dewasa diduga karena berkurangnya respon
emosi seseorang seiring bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan
kekebalan terhadap pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu
stress.4
Onset gangguan bipolar I lebih awal dari daripada onset gangguan
depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.
Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.2
Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada
seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai
atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi
pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang yang menikah.2
F. Etiologi
1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan
yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat
substansi biokimiawi yaitu

neurotransmitter yang berfungsi sebagai

pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini


berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan
dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini
berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan
trisiklik dapat memicu mania.4
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan

depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi


metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat
ambilan kembali serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan
depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi
dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti
reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti
parkinson

disertai

juga

dengan

gejala

depresi.

Obat-obat

yang

meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan


bupropion

menurunkan

gejala

depresi.

Disfungsi

jalur

dopamin

mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada


depresi.2
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti
kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk
mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan
serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati
mania dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi
kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan
dan iskemia pembuluh darah.5
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.2
Regulasi

abnormal

pada

sumbu

neuroendokrin

mungkin

dikarenakan fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik.


Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid
dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood
mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan

prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron


pada laki-laki.2
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi
memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.
Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak
neuron pada hipokampus.2
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian
telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien
dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif
berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir
melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya
gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.2
Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan
pelepasan hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang
normal. Penelitian juga telah menemukan bahwa pasien dengan depresi
memiliki penumpulan respon terhadap peningkatan sekresi hormon
pertumbuhan yang diinduksi clonidine.2
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien
depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.
Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat
tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan
tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur
delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama
sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi
antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.2
Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien
depresi dan pada orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara,
pasangan atau teman dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang

melibatkan sistem imun menyebabkan gejala psikiatrik dan gangguan


mood pada beberapa pasien.2
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat
sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki
memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih
jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan
MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih
kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks
serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.2
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada
sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia
basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat
ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku
seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk,
terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah
beberapa gejala depresi yang

juga ditemukan pada penderita dengan

gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia


subkortikal lainnya.2
2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood
memiliki resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada
masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya
terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan
terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang
dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi
berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu
muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992)
dari

Departemen

Psikiatri

Virginia

Commonwealth

University

menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik,

20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat
pertama dari penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali
lebih besar untuk menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih
besar untuk menderita gangguan depresi berat dibanding kelompok
kontrol. Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan depresif berat
kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita gangguan
bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita gangguan
depresif berat dibanding kelompok kontrol.2
Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika
derajat hubungan keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua
seperti sepupu lebih kecil kemungkinannya daripada keluarga derajat
pertama seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood. Sekitar
50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan
gangguan mood terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan
bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood sebesar
25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka
kemungkinan anaknya menderita gangguan mood adalah 50-75%.2
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan
gangguan mood tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka
telah dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan
mood. Orang tua biologis dari anak adopsi dengan gangguan mood
mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua dari
anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan
mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi
umumnya.2
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I
pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk
gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar
monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25%

untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita


gangguan depresif berat.2
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.2
Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait
lokus dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus
pada kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan
bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi
faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7
3. Faktor Psikososial
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan
penting dalam depresi.2
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga
dengan onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan
depresif berat. Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih
muda memiliki resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan,
orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak
semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan.
Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang
mudah terkena depresi sewaktu dewasa.4
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap
depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe
kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal,
antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi.2 Menurut Gordon
Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah
terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri

yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada


diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi.4
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan
objek dengan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi terhadap objek
yang hilang. Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan
pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi
mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta
yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai
tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain,
menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan
mengembalikan objek cinta yang hilang.2
E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari
ketegangan dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang
ada. Pasien yang terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan
ideal sehingga mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz
Kohut, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus
asa kerena tidak menerima respon yang diinginkan.2
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai
pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan
yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang
terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.2
G. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan
bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya
adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada
gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli
menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2
terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut
perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling

tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode


manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I.
Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap
maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun
didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik.
Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya
didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum
episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan
suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan
ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta
peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih
lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak
sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun.
Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih
berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu
hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik.
Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam
masa ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan
senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang
meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih
ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut tidak mengakibatkan
disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan
hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi

dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak
daripada elasi. Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa
kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif,
euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga
menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham
kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai
wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya.
Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania
dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.
H. Klasifikasi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan
bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar
I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi,
sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ
III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini
yang dialami penderita.
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III
(F31)
F31.0
F31.1
F31.2
F31.3
F31.4
F31.5
F31.6
F31.7
F31.8
F31.9

Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik


Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
Gangguan afektif bipolar lainnya
Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
Penyakit bipolar biasanya berlangsung seumur hidup. Episode-episode

dari mania dan depresi secara khas datang kembali melalui waktu. Antara
episode-episode, banyak orang-orang dengan penyakit bipolar bebas dari

gejala-gejala, namun beberapa orang-orang mungkin mempunyai gejala-gejala


yang tetap hidup.
Dokter-dokter

biasanya

mendiagnosa

penyakit-penyakit

mental

menggunakan petunjuk-petunjuk dari Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, atau DSM. Menurut DSM, ada empat tipe-tipe dasar dari
penyakit bipolar:
1.

Penyakit Bipolar I terutama ditentukan oleh episode-episode manic atau


campuran yang berlangsung paling sedikit tujuh hari, atau oleh gejala-gejala
manic yang begitu parah sehingga orang itu perlu segera perawatan rumah
sakit. Biasanya, orang itu juga mempunyai episode-episode depresi, secara
khas berlangsung paling sedikit dua minggu. Gejala-gejala dari mania atau
depresi harus menjadi perubahan utama dari kelakuan normal seseorang.

2.

Penyakit Bipolar II ditentukan oleh pola dari episode-episode depresi


yang berubah mondar-mandir dengan episode-episode hypomanic, namun
bukan sepenuhnya episode-episode manic atau campuran.

3.

Bipolar Disorder Not Otherwise Specified (BP-NOS) didiagnosa ketika


seseorang mempunyai gejala-gejala dari penyakit yang tidak memenuhi kriteria
diagnostik untuk salah satu dari bipolar I atau II. Gejala-gejala mungkin tidak
berlangsung cukup lama, atau orang itu mungkin mempunyai terlalu sedikit
gejala-gejala, untuk didiagnosa dengan bipolar I atau II. Bagaimanapun, gejalagejala adalah dengan jelas keluar dari batasan kelakuan normal seseorang.

4.

Penyakit Cyclothymic, atau Cyclothymia, adalah bentuk ringan dari


penyakit bipolar. Orang-orang yang mempunyai cyclothymia mempunyai
episode-episode dari hypomania yang berubah mondar mandir dengan depresi
ringan untuk paling sedikit dua tahun. Bagaimanapun, gejala-gejala tidak
memenuhi kebutuhan-kebutuhan diagnostik untuk tipe lain apa saja dari
penyakit bipolar.
Beberapa orang-orang mungkin didiagnosa dengan rapid-cycling
bipolar disorder. Ini adalah ketika seorang mempunyai empat atau lebih
episode-episode dari depresi utama, mania, hypomania, atau gejala-gejala
campuran dalam satu tahun. Beberapa orang-orang mengalami lebih dari satu

episode dalam satu minggu, atau bahkan dalam satu hari. Rapid cycling
nampaknya lebih umum pada orang-orang yang mempunyai penyakit bipolar
yang parah dan mungkin lebih umum pada orang-orang yang mempunyai
episode pertama mereka pada umur yang lebih muda. Satu studi menemukan
bahwa orang-orang rapid cycling mempunyai episode pertama mereka kira-kira
empat tahun lebih awal, selama pertengahan sampai akhir tahun-tahun remaja,
daripada orang-orang tanpa penyakit rapid cycling bipolar. Rapid cycling
mempengaruhi lebih banyak wanita-wanita daripada pria-pria.
Penyakit bipolar cenderung memburuk jika ia tidak dirawat. Melalui
waktu, seorang mungkin menderita episode-episode lebih sering dan lebih
parah daripada ketika penyakitnya pertama timbul. Juga, penundaanpenundaan dalam mendapatkan diagnosis dan perawatan yang benar membuat
seseorang lebih mungkin mengalami persoalan-persoalan pribadi, sosial, dan
yang berhubungan dengan pekerjaan.
I. Komorbid
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja
tetapi juga menderita gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh
Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J Psychiatry 2006, menyebutkan
bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata sebanyak
38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5%
gangguan cemas menyeluruh, dan
19% gangguan panik.2 Sementara itu, attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering didapatkan pada 90%
anak-anak dan 30% remaja yang bipolar.
H. Penatalaksanan Tarapi

1. Terapi Psikososial
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi
dengan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan
depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif,
terapi interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam
terapi gangguan depresi berat.2
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan
terapi ini adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah

rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif


negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif, fleksibel dan positif serta
melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.2
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masingmasing. NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,
menemukan

bahwa

farmakoterapi,

baik

sendiri

maupun

dengan

psikoterapi merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan


depresif yang parah.2
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi
ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang
dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan
masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan
bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi
berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16
sesion.2
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik
positif dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan
memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk
berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan
yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas
pengobatan yang efektif untuk gangguan depresif berat.2
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan
perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata
untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri,
mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan
kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan
psikoanalisa.2

Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan


mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan
kemungkinan relaps.2
Perawatan di rumah sakit diperlukan bila dibutuhkan prosedur
diagnostik lebih lanjut, resiko bunuh diri atau membunuh oaring lain dan
penurunan kemampuan pasien untuk merawat diri, memperoleh makanan,
tempat berlindung dan hancurnya sistem pendukung. Pasien dengan
depresi ringan atau hipomanik mengkin dapat diobati secara aman di
tempat praktek dokter. Pasien dengan gangguan mood yang berat
seringkali tidak mau dirawat dirumah sakit sehingga mereka perlu dibawa
secara involunter.2
2. Farmakoterapi
a. Antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien
depresi dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor,
gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat
ambilan neurotransmiter aminergic dan menghambat penghancuran
oleh enzim monoamine oxydase (MAO) sehingga terjadi peningkatan
jumlah neurotransmiter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat
meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.6

Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria


berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam
perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai
kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6)
biaya yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak
mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik,
(10) bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.7
Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan
penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam
menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai
bagi seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di
masa lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat
selanjutnya. Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek
samping lainnya. Obat yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk
keadaan gelisah dan agitasi sementara obat yang memiliki efek sedasi
yang rendah cocok untuk pasien yang mengalami penghentian atau

penurunan aktivitas psikomotor. Berikut adalah macam-macam


antidepresan yang banyak digunakan untuk kepentingan klinik.8
1) Antidepresan Trisiklik (TRICYCLIC ANTIDEPRESSANT; TCA)
TCA

sudah

digunakan

hampir

selama

empat

dekade.

Antidepresan ini disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga


cincin. Obat yang termasuk golongan ini adalah imipramine,
desipramine, clomipramine, trimipramine, amitriptyline, nortriptyline,
doxepine, protriptyline. Semua TCA memiliki efek terapi yang sama,
pilihannya tergantung dari toleransi terhadap efek sampingnya serta
lama kerjanya.8
a) Farmakokinetik
TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga
mudah masuk SSP.9 TCA dosis tinggi dapat memperlambat
aktivitas gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan
lambung

sehingga

penyerapan

obat

menjadi

lebih

lama.

Konsentrasi
puncak dalam serum dicapai setelah beberapa jam. 10 Obat ini
dimetabolisme di hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif
melalui ginjal.9
b) Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.

Menghambat ambilan neurotransmiter


TCA menghambat

ambilan neurotransmiter monoamine

(norepinefrin atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang


menyebabkan

peningkatan

konsentrasi

neurotransmiter

monoamine pada celah sinaptik sehingga berefek antidepresan.

Penghambatan reseptor
TCA menghambat reseptor serotonin, -adrenergik, histamin
dan muskarinik.9

Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.

Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.

c) Farmakologi Klinik
TCA
kewaspadaan

meningkatkan
mental,

aktifitas

meningkatkan

berfikir,
aktivitas

memperbaiki
fisik

dan

mengurangi gejala depresi pada 50-70% pasien. Perbaikan alam


pikiran memerlukan waktu dua minggu atau lebih.9 TCA banyak
digunakan untuk depresi sedang hingga berat terutama dengan
gangguan psikomotorik, insomnia atau nafsu makan yang buruk.
Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi yang lambat
sehingga pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu sebelum
menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak efektif. Jika muncul
respon parsial, pengobatan harus dilanjutkan selama beberapa
minggu lagi sebelum meningkatkan dosis.11
d) Efek samping
Antimuskarinik:

penghambatan

reseptor

asetilkolin

menyebabkan penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin,


konstipasi, memperberat epilepsi dan glaukoma.

Kardiovaskuler:

peningkatan

aktivitas

katekolamin

menyebabkan stimulasi jantung yang berlebihan, perlambatan


konduksi

atrioventrikular.

Penghambatan

reseptor

adrenergik menyebabkan hipotensi ortostatik dan takikardi.

Masalah ini harus diperhatikan terutama pada orang tua.


Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.


Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.6,9
e) Sediaan dan Dosis
Amitriptyline (generik, Elvail)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Clomipramine (generik, Anafranil)
Oral: 25; 50; 75 mg kapsul
Dosis: 75-300 mg/hari
Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)
Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Dosis: 75-200 mg/hari
Doxepine (generik, Sinequan)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL

konsentrat
Dosis: 75-300 mg/hari
Imipramine (generik, Tofranil)
Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg
kapsul (pamoat)
Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)
Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution
Dosis: 75-150 mg/hari
Protriptyline (generik, vivactil)
Oral: 5; 10 mg tablet
Dosis: 20-40 mg/hari
Trimipramine (Surmontil)
Oral: 25; 50; 100 mg kapsul
Dosis: 75-200 mg/hari

2) Heterosiklik

Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan


kedua dan ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara
khusus dari agen-agen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan
generasi kedua dalah amoxapine, maprotiline, trazodone dan
bupiropion. Generasi ketiga adalah mirtazapine, venlafaxine dan
nefazodone. Pada tahun 1990 diperkenalkan agen venlafaxine yang
banyak digunakan di Eropa.
Farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat ini
hampir sama dengan TCA. Trazodone dan venlafaxine memiliki
waktu paruh yang pendek sehingga perlu mengatur pembagian
dosis pada awal pemberian terapi.8
Sediaan dan Dosis

Amoxapine (generik, Asendin)


Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet
Dosis: 150-300 mg/hari
Bupropion (Wellbutrin)
Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet
Dosis: 200-400 mg/hari
Maprotiline (generik, Ludiomil)
Oral: 25; 50; 75 mg tablet
Dosis: 75-300 mg/hari
Mitrazapine (Remeron)
Oral: 15; 30; 45 mg tablet
Dosis: 15-60 mg/hari
Nefazodone (generik, Desyrel)
Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet
Dosis: 200-600 mg/hari
Venlafaxine (Effecxor)
Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended
release tablet
Dosis: 75-225 mg/hari

3) Inhibitor Ambilan Kembali Serotonin Selektif (SELECTIVE


SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR; SSRI)
SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat
ambilan serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki

efek antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini


tersedia lima macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline,
fluvoxamine dan citalopram.8
a) Farmakokinetik
Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang
mantap dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami
demetilasi menjadi metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine
merupakan inhibitor kuat isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati
yang berfungsi untuk eliminasi obat TCA, obat neuroleptik,
antiaritmia dan antagonis -adrenergik.9
b) Farmakodinamik
SSRI

merupakan

meghambat

golomgan

ambilan

memperlihatkan

obat

serotonin.

pengaruh

yang

secara

Golongan

terhadap

sistem

ini

spesifik
kurang

kolinergik,

adrenergik ataupun histaminergik.8


c) Farmakologi Klinik
Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan
depresi mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang
sering ditimbulkan TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi
ortostatik dan peningkatan berat badan. Dokter lebih sering
meresepkan fluoxetine dan sekarang di Amerika fluoxetine
merupakan obat antidepresan yang paling banyak diresepkan.
Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa
dan gangguan obsesif kompulsif.9
d) Efek samping
Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi
terlambat, anorgasme dan mual.9
e) Sediaan dan Dosis
Citalopram (Celexa)
Oral: 20; 40 mg tablet
Dosis: 20-60 mg/hari
Fluoxetine (Prozac)

Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid


Dosis: 10-60 mg/hari
Fluvoxamine (Luvox)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 100-300 mg/hari
Paraxetine (Paxil)
Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25

mg controlled release tablet


Dosis: 20-50 mg/hari
Sertraline (Zoloft)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 50-200 mg/hari
4) Inhibitor oksidase moamin (MONOAMINE

OXYDASE

INHIBITOR; MAOI)
MAO adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter
yang berlebihan di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat
menonaktifkan enzim MAO secara reversible atau irreversibel.
Neurotransmiter tidak akan mengalami degradasi sehingga
menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke dalam ruang
sinaptik yang menimbulkan aktivitas antidepresan.9
a) Farmakokinetik
Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti
depresan memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim
yang dinonaktifkan secara irreversibel biasanya terjadi beberapa
minggu setelah penghentian pengobatan. Obat ini dimetabolisme
dan diekskresi dengan cepat melalui ginjal.9
b) Farmakodinamik
MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim
dan menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini
meningkatkan depot norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam
neuron

dan

selanjutnya

meningkatkan

neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.9


c) Farmakologi Klinik

konsentrasi

Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan,


kerja antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI
digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif dan alergi
terhadap TCA atau menderita ansietas hebat.9
d) Efek samping
Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan
anggur merah diinaktifkan oleh MAO di dalam usus. Orang
yang menggunakan MAOI tidak dapat menguraikan tiramin
yang menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar
yang tersimpan pada ujung terminal saraf sehingga terjadi sakit
kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia dan stroke. Oleh
karena itu, pasien disarankan untuk menghindari makanan yang
mengandung tiramin. Efek samping lainnya dari MAOI adalah
mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut
kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan
bersamaan karena dapat terjadi bahaya sindrom serotonin yang
dapat mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum
menggunakan obat yang lain.9
e) Sediaan dan Dosis
Phenelzine (Nardil)
Oral: 15 mg tablet
Dosis: 47-75 mg/hari
Tranylcypromine (Parnate)
Oral: 10 mg tablet
Dosis: 10-30 mg/hari

Tabel 3. Efek-efek farmakologi dari obat-obat antidepresan


Obat
Amitriptyline
Amoxapine
Bupropion
Citalopram
Clomipramine
Desipramine
Doxepine
Fluoxetine
Fluvoxamine
Imipramine
Maprotiline
Mirtazapine
Mianserin
Nortriptyline
Paroxetine
Protriptyline
Setraline
Trazodone
Venlafaxine

Keterangan:
+++
++
+
+/?

Hipotensi

Sedasi

Anti
muskarini

+++
++
+++
+
+++
+
++
++
+++
++
++
+
+
+++
-

k
+++
++
++
+
+++
+
++
++
+
++
++
-

k
+++
++
+/++
++
++
+/+/++
+
+
+
++
+/++
+/+
-

Ortostati

Penyakat pompa amine untuk


Serotoni
Norepinefrin Dopamin
n
+++
++
+
++
+
+/+/?
+++
+++
+++
+++
++
+
+++
+/+/+++
+++
++
+++
+++
+++
++
+++
++
?
+++
?
+++
++
+++
++
+/-

: Berat
: Sedang
: Ringan
: Tidak ada/ minimal sekali
: Tidak tentu
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 9th ed, 2009.

Pemilihan obat antidepresi tergantung pada toleransi pasien terhadap


efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien
(usia, penyakit fisik lainnya, jenis depresi.8
b. Antimania
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood
stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala

sindrom mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien.


Episode berubahnya mood pada umumnya tidak berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa kehidupan. Gangguan biologis yang pasti belum
diidentifikasi tapi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas

katekolamin.

Berdasarkan

hipotesis,

sindrom

mania

disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron


khususnya pada sistem limbik.6
1) Lithium
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal
bahwa lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada
gangguan bipolar khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada
remisi pasien dengan fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.8
a) Farmakokinetik
Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam.
Kadar dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam. 12
Efek terapi terlihat setelah 10 hari penggunaan.13 Ekskresi
terutama melalui urin dengan waktu paruh eliminasi 20 jam.12
b) Farmakodinamik
Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih
dalam penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:

Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion


Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithium dapat
menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan
pertukaran natrium melewati membran.

Efek terhadap neurotransmiter


Lithium

tampaknya

meningkatkan

aktivitas

serotonin.

Diperkirakan Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan


dopamin,

menghambat

supersensitifitas

dopamin

dan

meningkatkan sintesis asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan


bahwa peningkatan aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.

Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)

Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol


phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP 2 menjadi IP1
dan konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan
deplesi PIP2 yang merupakan prekursor IP 3 dan DAG. IP3 dan
DAG merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam
transmisi -adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12
Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

c) Farmakologi Klinik
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan
bipolar terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang
menunjukkan penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih
tergolong ringan, lithium sendiri merupakan obat yang efektif. pada
kasus berat, hampir selalu perlu ditambah clonazepam atau
lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania
dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan lithium digunakan
bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan. Pada fase
depresif gangguan bipolar, lithium sering dikombinasi dengan
antidepresan.8,12
d) Efek Samping

Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,

ataksia, disartria dan afasia.


Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid
tapi efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien
mengalami

pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala

hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran

kadar TSH serum setiap 6-12 bulan.


Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun
bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi
lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal
termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan
minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi
glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai
azotemia maupun gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan
secara periodik untuk mendeteksi perubahan-perubahan pada

ginjal.
Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi
natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena
edema namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan

berat badan.
Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus
sehingga

sindrom

bradikardi

dan

takikardi

merupakan

kontraindikasi penggunaan lithium.


Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu
menyatakan peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi
dengan ibu yang mengkonsumsi lithium terutama anomali
Ebstein. Namun data terbaru menyebutkan resiko efek
teratogenik relatif rendah. Lithium didapatkan pada air susu
dengan kadar sepertiga sampai setengah dari kadar serum.
Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi, sianosis,
reflek moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.

Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan


folikulitis pada penggunaan lithium. Leukositosis selama
pengobatan dengan lithium selalu ada yang merefleksikan efek

langsung pada leukopoiesis.8


e) Preparat yang Tersedia
Lithium carbonate (generik, Eskalith)
Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup,
300; 450 mg tablet sustained release
300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li
Dosis: 250-500 mg/hari
2. Asam Valproat (VALPROIC ACID; VALPROATE)
Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti
memiliki efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang
gagal memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan,
valroate menunjukkan keberhasilan yang setara dengan lithium pada
awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan
psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase
kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan
baik. Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk
mania. Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkan valproate
dengan lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.8
Preparat yang Tersedia
Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari
3. Carbamazepine
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas
untuk lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan
untuk mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.

Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari


lithium dan kadang bahkan

lebih rendah. Carbamazepine dapat

digunakan sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi


dengan lithium. Cara kerja

carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat

mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan mood. Mekanisme


tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek
diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi,
namun tidak menjadi masalah besar pada penggunaanya sebagai
penstabil mood.8
Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;
200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul
Dosis: 400-600 mg/hari

BAB III
PEMBAHASAN
A. Studi Kasus
a. Simulasi Resep
Pasien perempuan bernama asti (25thn) mengalami perasaan gelisah, putus
asa, sakit kepala, cepat berubah mood, kadang-kadang mengalami depresi
dan belakangan ini keadaan perubahan mood asti semakin tidak terkontrol.
Dalam beberapa menit saja asti dapat berubah dari senang menjadi sedih
Berat badan pasien asti mengalami penurunan dan kurang nafsu makan.

Hasil pemeriksaan fisik oleh dokter penyakit depresi dan mood tak
terkontrol ini di diagnosa adalah penyakit bipolar disolder. Asti adalah
seorang karyawan pabrik yang mempunyai jam kerja yang panjang dan
mempunyai beban kerja yang banyak sehingga dapat menyebabkan
penderita mengalami depresi. Selain itu penderita berada dilingkungan
teman-teman yang dapat dianggap tidak peduli sesama dan juga pasien
memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga.
b. Analisis Resep
Kemudian dokter menuliskan resep sebagai berikut:
R/ Tegretol Tab 20 mg No. LX
S 2 dd 1
R/ Frisium Tab 2 mg No. XXX
S 2 dd 1
R/ Asam Folat Tab No. XXX
S 2 dd 1
R/ Ikaphen Tab No. XXX
S dd 1

9 Langkah PWDT
STEP 1 : Patient Database
Karakteristik klinik pasien/Deskripsi Pasien
Nama
: Ny. Yulia
Umur
:Alamat
:Jenis Kelamin
: Wanita
Pekerjaan
: Wiraswasta
Farmakoterapi pasien
a. Riwayat penyakit dahulu : b. Proses penyakit pasien
- Keluhan utama : Perubahan mood secara drasrtis
- Sejarah penyakit yang ada : - Sejarah obat pada masa lalu : - Review of system :
Pemeriksaan jasmani : Pemeriksaan laboratorium : Diagnosa sementara : Bipolar disorder
Obat yang diberikan : Tegretol, Asam folat, dan Clobazam
Step 2 : Drug, Disease dan Life style Factor

Drug

1.

Tegretol

2. Asam folat
3. Clobazam

Disease

Life Style : -

: 1. Bipolar disorder

STEP 3 : Mengidentifikasi DRP


Tidak ada DRP yang ditemukan dalam resep, karena indikasi, dosis, dam
obat yang diberikan sudah sesuai

STEP 4 : Menetapkan farmakoterapi dan pencegahan DRP


Tidak ditemukan adanya DRP.
STEP 5 : Alternatif lain untuk mengatasi DRP
Tidak ditemukan adanya DRP.
Step 6 : Implementasi dari rencana terapi yang terbaik
Tegretol dipilih untuk mengatasi perubahan mood secara drastis (sebagai
mood stab ilizer).
Dosis : awal 100-200 mg, 1-2 kali sehari. Dosis dapat dinaikkan bertahap
sampai 800-1200 mg/hari dalam dosis terbagi.
Asam Folat dipilih untuk mengatasi defisiensi asam folat akibat pemakaian
tegretol.
Dosis : permulaan, 5 mg sehari untuk 4 bulan; pemeliharaan, 5 mg setiap 1-7
hari tergantung penyakit dasarnya.
Penggunaan Clobazam sebagai penenang saat terjadi serangan.
Dosis : ansietas 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal sebelum
tidur, dinaikkan pada ansietas yang berat (pasien rawat inap) sampai dosis
maksimal 60mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk lansia 10-15mg perhari.
Step 7 : Desain pengobatan
Pengobatan Farmakologi
-

Pemberian Tegretol tiga kali sehari setengah tablet, diminum 1 jam sebelum
makan atau dua jam setelah makan. (liat iso)

Pemberian Asam folat satu kali sehari 3 tablet setelah makan.

Pemberian Clobazam satu kali sehari, setelah makan.

Pengobatan Non Farmakologi


Edukasi tentang psikologi penyakit bipolar, terapi, dan pemantauan yang
perlu dilakukan pasien dan keluarganya:
-

Tanda dan gejala awal mania dan depresi, dan pendataan

perubahan suasana hati yang terjadi


Pentingnya kepatuhan terhadap terapi

Pemicu stres psikososial ataupun fisik yang dapat memperburuk

episode
Pembatasan substansi dan obat yang dapat memicu episode

gangguan suasana hati


Strategi untuk mengatasi kehidupan dengan tingkat stres yang

tinggi
Pengembangan rencana untuk mengatasi krisis Psikoterapi
(misalnya: individu, kelompok. dan keluarga), terapi interpersonal.
Teknik untuk mengurangi stres, terapi relaksasi, pijat, yoga, dan
lain-lain. Tidur (jadwal tidur-bangun yang teratur; hindari
konsumsi alkohol atau kafein menjelang tidur). Nutrisi (konsumsi
makanan atau minuman kaya protein dan asam lemak esensial;
suplemen vitamin dan mineral). Olah raga (aerobik dan latihan
beban secara teratur minimal 3 kali seminggu).

Step 8 : Hasil terapi yang diharapkan


-

Diharapkan terjadi penurunan serangan.

Diharapkan

tidak

bertambah

parahnya

efek

depresi

yang

dapat

menimbulkan pikiran untuk bunuh diri.


-

Diharapkan tidak terjadi defisiensi asam folat

Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dijalani

Step 9 : Tindak lanjut


-

Pemantauan tingkat manik dan depresi secara berkala

Melakukan monitoring terhadap kemungkinan terjadinya efek samping

Jika kondisi pasien tidak membaik maka dilakukan evaluasi kembali


terhadap terapi yang sudah diberikan dan dilakukan identifikasi masalah
kembali yang disesuaikan dengan kondisi pasien sehingga dapat mengatasi
masalah pasien dan tujuan terapi dapat tercapai.

Time-table pemakaian obat


Waktu Pemakaian Obat
Pagi

Nama
Obat

Tegretol
Asam
Folat
Clobaza

Jumla

Siang

Malam

Obat

Sebelu

Sesuda

Sebelu

Sesuda

Sebelu

Sesuda

makan

makan

makan

makan

makan

makan

m
Catatan :
Sebelum makan : 1 jam sebelum makan
Sesudah makan : 2 jam sesudah makan

1
tablet
3
tablet
1
tablet

Data Obat
1 Tegretol
Komposisi
Indikasi

(IONI 2008 hal 323)


Karbamazepin
Epilepsi, semua jenis, kecuali petitmal, neuralgia, trigeminus; profilaksis

Dosis Lazim

pada manik depresif.


Dosis awal 100-200 mg, 1-2 kali sehari. Dosis dapat dinaikkan bertahap

Kontraindikasi
Efek samping

sampai 800-1200 mg/hari dalam dosis terbagi.


Gangguan konduksi AV riwayat depresi sumsum tulang, porfiria.
Mual, muntah, pusing, mengantuk, sakit kepala, ataksia, bingung dan
agitasi (lansia), gangguan penglihatan (terutama diplopia); konstipasi
atau diare; ruam dengan eritema (hentikan obat bila memburuk atau
disertai dengan gejala lain), leucopenia dan gangguan darah lain,
hepatitis, Syndroma Steven Johnson, artralgia, demam, proteinurea,
gangguan konduksi jantung, depresi, impotensi, ginekomastia, galaktore,

Interaksi obat

fotosensitifitas, hipersensitifitas paru, hiponatremia dan edema.


Karbamazepin merupakan penginduksi enzim yang sangat kuat. Interaksi
penting secara klinis dengan obat-obat atau zat-zat (termasuk obat-obat

Peringatan

kontrasepsi oral, alkohol) biasa terjadi


Gangguan hati atau gangguan ginjal, hamil, menyusui, hindari
pemutusan obat mendadak, riwayat penyakit jantung, glaucoma, riwayat
reaksi hematologic terhadap obat lain.

Asam Folat

(IONI 2008 hal. 641)

Komposisi
Indikasi
Dosis Lazim

Asam Folat
Defisiensi asam folat.
permulaan, 5 mg sehari untuk 4 bulan; pemeliharaan, 5 mg setiap 1-7

Kontraindikasi

hari tergantung penyakit dasarnya.


Pengobatan Anemia Pernisiosa dan Anemia megaloblastik lainnya yang

Efek Samping

diakibatkan defisiensi vitamin B 12.


Efek samping atau reaksi merugikan yang menyertai pemberian asam

Interaksi Obat
Peringatan

folat sangt jarang terjadi.


Antibakteri, antikoagulan, diuretik. (Cek,mims oop&iso)
Jangan diberikan secara tunggal untuk anemia pernisiosa, adison, dan
penyakit defisiensi B12 lainnya.

3 Clobazam
Komposisi
Indikasi
Dosis Lazim

(IONI 2008, hal 244-245)


Clobazam
Ansietas
Ansietas 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal sebelum
tidur, dinaikkan pada ansietas yang berat (pasien rawat inap) sampai
dosis maksimal 60mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk lansia 10-15mg

Kontraindikasi

perhari.
Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia grafis, insufisiensi
pulmoner akut, kondisi phobia dan obsesi, psikosis kronik, glaucoma
sedut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi
premature; tidak boleh digunakan sendiri pada depresi atau ansietas

Efek Samping

dengan depresi.
Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental, amnesia, ketergantungan, deprei pernapasan, kepala

Interaksi Obat

terasa ringan hari berikutnya.


Simetidin dapat mengurangi klirens plasma klobazam, meningkatkan

Peringatan

waktu paruh dan konsentrasi klobazam.


Dapat mengganggu kemampuan mengemudi, hamil, menyusui, bayi,
lansia, penyakit hati dan ginjal, penyakit pernapasan, kelemahan otot,
riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol.

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Informatorium
Onbat Nasional Indonesia.2008.Jakarta;Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai