Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan suasana perasaan (gangguan mood [afektif]) merupakan
sekelompok penyakit yang biasanya mengarah ke depresi atau elasi (suasana
perasaan yang meningkat).1 Pasien dengan mood yang meninggi menunjukkan
sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat, penurunan kebutuhan tidur,
peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood yang
terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang kematian dan bunuh
diri.2
Hampir pada semua kasus, gangguan bipolar mengalami kekambuhan.
Terkadang perubahan suasana perasaan dari depresi ke mania atau sebaliknya
tanpa melalui periode suasana hati yang normal terlebih dahulu. Sekitar 15%
penderita, terutama wanita, mengalami empat episode atau lebih setiap
tahunnya. Penderita yang sering mengalami kekambuhan, lebih sulit untuk
diobati. Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan bipolar. Namun
dengan mendapatkan perawatan secara dini pada awal gangguan kesehatan
mental dapat membantu mencegah gangguan bipolar atau kondisi kesehatan
mental yang lebih buruk.3
B. Tujuan
Secara umum makalah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
terapi bipolar dan obatnya. Secara khusus, diharapkan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber informasi praktis bagi Apoteker dalam
rangka menunjang pengobatan bipolar di Indonesia, melalui :
1) Bahan

informasi

dalam

rangka

pelayanan

komunikasi/konsultasi,

informasi dan edukasi (KIE) baik bagi penderita dalam pelayanan


langsung di tempat pelayanan

2) Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan lain, institusi, organisasi


profesi maupun masyarakat.
3) Penyediaan obat bipolar yang aman, efektif, bermutu, dan dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyakat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi,
yaitu gangguanpada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang
tidak biasa pada suasanaperasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
karena penyakit kejiwaan inididominasi adanya fluktuasi periodik dua

kutub, yakni kondisi manik (bergairahtinggi yang tidak terkendali) dan


depresi.8

b. Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar
antara 0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis.
Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya
kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh
diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak
diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3
per 1000 pasien.7
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di
usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu
seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar
telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak- anak.
c. Gambaran Klinis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV,
gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik
sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik.
Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun
sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut
perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah
paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya
terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap
dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat
berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan
episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode
manik.

Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik.


Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila
sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe
depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode
hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang
menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara
2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung
lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanakkanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda
berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka
risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya
yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala
psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan
yang sedang dalam masa ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki yang
dimabuk

cinta.

Perasaan

senang,

sangat

bersemangat

untuk

beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa


contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada
manik karena gejala- gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi
sosial.
Pada

manik,

gejala-gejalanya

sudah

cukup

berat

hingga

mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri


membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung

dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya dapat
berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga
logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga
menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham
kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian
berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak
sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang
menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu
ditegakkan.
d. Diagnosis Dan Klasifikasi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV,
gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode
yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai
dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam
klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami
penderita.
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III
(F31)
F31.0
F31.1
F31.2
F31.3
F31.4
F31.5
F31.6
F31.7
F31.8
F31.9

Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik


Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
Gangguan afektif bipolar lainnya
Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurangkurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu
terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas
depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama
dibanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam
perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya episode
mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai
(dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis
jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi sekalisekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
tanpa gejala psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania


dengan gejala psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau
Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya
gejala somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa
Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
GejalaPsikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.

Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi


atau tidak serasi dengan afeknya.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Pedoman diagnostic
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanikdan depresif yangtercampur atau bergantian dengan
cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok
selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan
telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
e. Komorbid
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja
tetapi juga menderita gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh
Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J Psychiatry 2006, menyebutkan
bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata sebanyak
38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5%
gangguan cemas menyeluruh, dan
19% gangguan panik.2 Sementara itu, attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering didapatkan pada
90% anak-anak dan 30% remaja yang bipolar.

f. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada
remaja dengan gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan
remaja yang menderita depresif akan mengalami gangguan bipolar,
klinisi harus mencatat gejala hipomanik yang mungkin terjadi selama
pemakaian fluoxetin dan anti depresan lain. Pada kasus tersebut
medikasi harus dihentikan untuk menentukan apakah episode
hipomanik selanjutnya menghilang. Tetapi, respon hipomanik terhadap
antidepresan tidak selalu meramalkan bahwa gangguan bipolar telah
terjadi.8 Gangguan bipolar pada masa anak-anak dan remaja adalah
diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang baik. Tetapi, anak-

anak yang memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas) dan


selanjutnya mengalami gangguan bipolar pada awal masa remaja
adalah lebih kecil kemungkinannya untuk berespon baik terhadap
lithium dibandingkan mereka yang tanpa gangguan perilaku.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk
mencari dan mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan
segala keterbatasannya lithium merupakan pengobatan untuk gangguan
bipolar yang telah lama digunakan meskipun banyak obat-obat
generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas pencegahan bunuh
diri masih belum jelas.
Garam Lithium (carbonate)

merupakan

antidepresan

yang

dianjurkan untuk gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode


depresi dan mania) dan penderita gangguan depresi. Lithium tidak
bersifat

sedative,

depresan

ataupun

eforian,

inilah

yang

membedakannya dari antidepresan lain.


Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum
diketahui, diduga akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas
ion lithium dengan ukuran yang amat kecil tersebar melalui membrana
biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion lithium menggantikan ion Na
mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan melestarikan
membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi
antara lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi
monovalent atau divalent kation oleh sel saraf.2 Aksi lithium disusunan
saraf pusat dispekulasikan merobah distribusi ion didalamsel susunan
saraf pusat, perhatian terpusat pada efek konsentrasi ionnya yang
rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan utama
dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.
Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi
gangguan bipolar. Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati
60-80% pasien. Pamornya semakin berkibar karena dapat menekan
ongkos perawatan dan angka kematian akibat bunuh diri.
Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat orang-orang yang
kurang memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan

riwayat cedera kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik),


dan yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaanya dihentikan
tiba-tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks
terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah.
Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena
akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar
toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak
ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena keterbatasan itulah,
penggunaan

lithium

mulai

ditinggalkan.2

Antipsikotik

mulai

digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950.


Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar
dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila
hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama
generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan
beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic malignant
syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi
respon terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi
lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat
adalah memberikan respon yang baik padakelompok rapid cycler.
Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun
mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik
tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek
samping dapat timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya
mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan
rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan adalah
loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20
mg/kg pada 7 hari selanjutnya. Pencarian obat alternatif terus
diupayakan. Salah satunya adalah lamotrigine.
Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk
mengobati

epilepsi.

Beberapa

studi

acak,

buta

ganda

telah

menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan

bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya,


lamotrigine kurang baik pada episode manik.

1) Litium
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan
bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.
Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan
dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang
berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14
hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi
keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk
terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,40,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai
terapi rumatan. Sebaliknya, gejalatoksisitas litium dapat terjadi
bila dosis 1,5 mEq/L.
2) Valproat.
Dosis:

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat


dalam serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan
siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50
ug/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20
mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari
hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 ug/mL. Efek
samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan
penurunan

leukosit

serta

trombosit

dapat

terjadi

bila

konsentrasi serum 100 ug/mL. Untuk terapi rumatan,


konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah
antara 75-100 ug/mL.
Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi
mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang
tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan
remaja, serta GB pada lanjut usia.
3) Lamotrigin
Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik
akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus
cepat.
Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Antipsikotika Atipik
1) Risperidon
Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk
sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan
adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga
mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan
4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat
pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg

setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis


dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan
2) Olanzapin
Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar
episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga
efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
3) Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800
mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release)
dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan
pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapinXR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun
rumatan.
4) Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30
mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg.
Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan
diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan
akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa

klinikus

mengatakan

bahwa dosis

awal

5 mg

dapat

meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode
campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I,
episode depresi.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.
Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka
panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk
menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan
hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan
antipsikotika atipik
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya,
cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi
interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagaibentuk
terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial
sangat perlu untukmempertahankan keadaan remisi.
b. Psikoterapi
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan
psikoterapi dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa
anak-anak dan remaja. Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk
mengajarkan keluarga tentang gangguan mood serius yang dapat terjadi
pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat. Pendekatan
psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan
pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang
biasanya digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi psikososial anak
yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk periode yang lama,
walaupun

setelah

episode

depresif

telah

menghilang,

intervensi

keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada beberapa


program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu
menegakkan keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi
adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.8

EPIDEMIOLOGI
Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat
pada wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I
mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. 2 Lebih
banyaknya wanita yang tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh
pola komunikasi wanita yang ingin memberitahukan masalahnya kepada
orang lain dan harapan untuk mendapatkan bantuan atau dukungan
sedangkan pada laki-laki cenderung untuk memikirkan masalahnya sendiri
dan jarang menunjukkan emosinya.4
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu
remaja dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi
karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan
yang penting yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja
ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas
ke masa pernikahan. Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari
depresi terjadi pada usia 18-44 tahun.4 Beberapa data epidemiologis barubaru ini menyatakan insidensi gangguan depresif berat meningkat pada
usia kurang dari 20 tahun.2 Penurunan kecenderungan depresi pada usia
dewasa diduga karena berkurangnya respon emosi seseorang seiring
bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan kekebalan terhadap
pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu stress.4
Onset gangguan bipolar I lebih awal dari daripada onset gangguan
depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.
Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.2

Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada


seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah
bercerai atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih
sering terjadi pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang
yang menikah.2
2.4.

ETIOLOGI

2.4.1. FAKTOR BIOLOGIS


Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan
yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat
substansi biokimiawi yaitu

neurotransmitter yang berfungsi sebagai

pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini


berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan
dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini
berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan
trisiklik dapat memicu mania.4
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat
ambilan kembali serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan
depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi
dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti
reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti
parkinson

disertai

juga

dengan

gejala

depresi.

Obat-obat

yang

meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan


bupropion

menurunkan

gejala

depresi.

Disfungsi

jalur

dopamin

mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada


depresi.2
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti
kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk
mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan
serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati
mania dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi
kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan
dan iskemia pembuluh darah.5
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.2
Regulasi

abnormal

pada

sumbu

neuroendokrin

mungkin

dikarenakan fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik.


Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid
dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood
mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan
prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron
pada laki-laki.2
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi
memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.
Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak
neuron pada hipokampus.2
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian
telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien
dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif
berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir

melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya


gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.2
Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan
pelepasan hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang
normal. Penelitian juga telah menemukan bahwa pasien dengan depresi
memiliki penumpulan respon terhadap peningkatan sekresi hormon
pertumbuhan yang diinduksi clonidine.2
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien
depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.
Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat
tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan
tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur
delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama
sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi
antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.2
Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien
depresi dan pada orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara,
pasangan atau teman dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang
melibatkan sistem imun menyebabkan gejala psikiatrik dan gangguan
mood pada beberapa pasien.2
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat
sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki
memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih
jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan
MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih
kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks
serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.2
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada
sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia

basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat
ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku
seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk,
terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah
beberapa gejala depresi yang

juga ditemukan pada penderita dengan

gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia


subkortikal lainnya.2
2.4.2. FAKTOR GENETIK
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood
memiliki resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada
masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya
terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan
terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang
dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi
berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu
muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992)
dari

Departemen

Psikiatri

Virginia

Commonwealth

University

menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik,


20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat
pertama dari penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali
lebih besar untuk menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih
besar untuk menderita gangguan depresi berat dibanding kelompok
kontrol. Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan depresif berat
kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita gangguan
bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita gangguan
depresif berat dibanding kelompok kontrol.2

Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika


derajat hubungan keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua
seperti sepupu lebih kecil kemungkinannya daripada keluarga derajat
pertama seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood. Sekitar
50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan
gangguan mood terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan
bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood sebesar
25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka
kemungkinan anaknya menderita gangguan mood adalah 50-75%.2
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan
gangguan mood tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka
telah dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan
mood. Orang tua biologis dari anak adopsi dengan gangguan mood
mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua dari
anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan
mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi
umumnya.2
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I
pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk
gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar
monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25%
untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita
gangguan depresif berat.2
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.2
Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait
lokus dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus
pada kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan

bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi


faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7
2.4.3. FAKTOR PSIKOSOSIAL
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan
penting dalam depresi.2
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga
dengan onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan
depresif berat. Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih
muda memiliki resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan,
orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak
semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan.
Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang
mudah terkena depresi sewaktu dewasa.4
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap
depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe
kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal,
antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi.2 Menurut Gordon
Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah
terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri
yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada
diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi.4
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan
objek dengan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi terhadap objek
yang hilang. Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan
pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi
mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta
yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai

tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain,


menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan
mengembalikan objek cinta yang hilang.2
E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari
ketegangan dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang
ada. Pasien yang terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan
ideal sehingga mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz
Kohut, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus
asa kerena tidak menerima respon yang diinginkan.2
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai
pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan
yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang
terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.2
2.5.

MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS


Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi
menjadi:
F30

EPISODE MANIK

Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai


peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan
mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya
untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk
gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jika ada
episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya
atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar. (F31).

F30.0 Hipomania

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek


yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas,
menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturutturut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi

apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak

disertai halusinasi atau waham.


Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial
memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila
kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania
(F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan


cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh

pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.


Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah
sehingga

terjadi

aktivitas

berlabihan,

percepatan

dan

kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide


perihal kebesaran/ grandiose ideas dan terlalu optimistik.
F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik

Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari

F30.1 (mania tanpa gejala psikotik).


Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur),
irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi sesuai dengan keadaan
afek tersebut (mood congruent).

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurangkurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penmbahan energi dan aktivitas

(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan


afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba
dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6
bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.


Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal
(F30).

EPISODE DEPRESIF

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):


Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit

saja) dan menurunnya aktivitas


Gejala lainnya :
(a) Kosentrasi dan perhatian berkurang
(b) Harga diri dan kepercayaan berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau
bunuh diri.
(f) Tidur terganggu
(g) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan

masa

sekurang-kurangnya

minggu

untuk

penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat


dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang


(F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-)

F32.0 Episode Depresif Ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

seperti tersebut diatas;


Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai

dengan (g).
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya

sekitar 2 minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang biasa dilakukannya.


Karakter kelima:
F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
TERAPI
2.7.1. TERAPI PSIKOSOSIAL
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi
dengan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan
depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif,
terapi interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam
terapi gangguan depresi berat.2
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan
terapi ini adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif
negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif, fleksibel dan positif serta
melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.2
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masingmasing. NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,

menemukan

bahwa

farmakoterapi,

baik

sendiri

maupun

dengan

psikoterapi merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan


depresif yang parah.2
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi
ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang
dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan
masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan
bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi
berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16
sesion.2
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik
positif dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan
memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk
berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan
yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas
pengobatan yang efektif untuk gangguan depresif berat.2
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan
perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata
untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri,
mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan
kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan
psikoanalisa.2
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan
mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan
kemungkinan relaps.2
Perawatan di rumah sakit diperlukan bila dibutuhkan prosedur
diagnostik lebih lanjut, resiko bunuh diri atau membunuh oaring lain dan
penurunan kemampuan pasien untuk merawat diri, memperoleh makanan,

tempat berlindung dan hancurnya sistem pendukung. Pasien dengan


depresi ringan atau hipomanik mengkin dapat diobati secara aman di
tempat praktek dokter. Pasien dengan gangguan mood yang berat
seringkali tidak mau dirawat dirumah sakit sehingga mereka perlu dibawa
secara involunter.2
2.7.2. FARMAKOTERAPI
ANTIDEPRESAN
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien
depresi dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor,
gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat
ambilan neurotransmiter aminergic dan menghambat penghancuran oleh
enzim monoamine oxydase (MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah
neurotransmiter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat
meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.6
Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria


berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam
perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai
kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya
yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak
mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik,
(10) bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.7
Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan
penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam
menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi
seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa
lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya.
Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya.
Obat yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan
agitasi sementara obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk
pasien yang mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor.

Berikut adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk


kepentingan klinik.8
ANTIDEPRESAN TRISIKLIK (TRICYCLIC ANTIDEPRESSANT;
TCA)
TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini
disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang
termasuk golongan ini adalah imipramine, desipramine, clomipramine,
trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline. Semua
TCA memiliki efek terapi yang sama, pilihannya tergantung dari toleransi
terhadap efek sampingnya serta lama kerjanya.8
Farmakokinetik
TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah
masuk

SSP.9

TCA

dosis

tinggi

dapat

memperlambat

aktivitas

gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung


sehingga

penyerapan

obat

menjadi

lebih

lama.

Konsentrasi

puncak dalam serum dicapai setelah beberapa jam.10 Obat ini


dimetabolisme di hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif melalui
ginjal.9
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.

Menghambat ambilan neurotransmiter


TCA menghambat ambilan neurotransmiter monoamine (norepinefrin
atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi neurotransmiter monoamine pada celah
sinaptik sehingga berefek antidepresan.

Penghambatan reseptor
TCA menghambat reseptor serotonin, -adrenergik, histamin dan
muskarinik.9

Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.

Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.

Farmakologi Klinik
TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan mental,
meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi pada 50-70%
pasien. Perbaikan alam pikiran memerlukan waktu dua minggu atau lebih. 9
TCA banyak digunakan untuk depresi sedang hingga berat terutama
dengan gangguan psikomotorik, insomnia atau nafsu makan yang buruk.
Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi yang lambat sehingga
pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu sebelum menyimpulkan
bahwa obat tersebut tidak efektif. Jika muncul respon parsial, pengobatan
harus dilanjutkan selama beberapa minggu lagi sebelum meningkatkan
dosis.11
Efek samping

Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan


penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi, memperberat

epilepsi dan glaukoma.


Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan
stimulasi

jantung

yang

berlebihan,

perlambatan

konduksi

atrioventrikular. Penghambatan reseptor -adrenergik menyebabkan


hipotensi ortostatik dan takikardi. Masalah ini harus diperhatikan

terutama pada orang tua.


Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas psikomotor

menurun, kemampuan kognitif menurun.


Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.6,9

Sediaan dan Dosis

Amitriptyline (generik, Elvail)


Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Clomipramine (generik, Anafranil)
Oral: 25; 50; 75 mg kapsul
Dosis: 75-300 mg/hari
Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)
Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Dosis: 75-200 mg/hari
Doxepine (generik, Sinequan)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat
Dosis: 75-300 mg/hari
Imipramine (generik, Tofranil)
Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul
(pamoat)
Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)
Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution
Dosis: 75-150 mg/hari
Protriptyline (generik, vivactil)
Oral: 5; 10 mg tablet
Dosis: 20-40 mg/hari
Trimipramine (Surmontil)
Oral: 25; 50; 100 mg kapsul
Dosis: 75-200 mg/hari

HETEROSIKLIK
Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan
ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agenagen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan generasi kedua dalah

amoxapine, maprotiline, trazodone dan bupiropion.

Generasi ketiga

adalah mirtazapine, venlafaxine dan nefazodone. Pada tahun 1990


diperkenalkan agen venlafaxine yang banyak digunakan di Eropa.
Farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat ini hampir sama
dengan TCA. Trazodone dan venlafaxine memiliki waktu paruh yang
pendek sehingga perlu mengatur pembagian dosis pada awal pemberian
terapi.8
Sediaan dan Dosis

Amoxapine (generik, Asendin)


Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet
Dosis: 150-300 mg/hari
Bupropion (Wellbutrin)
Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet
Dosis: 200-400 mg/hari
Maprotiline (generik, Ludiomil)
Oral: 25; 50; 75 mg tablet
Dosis: 75-300 mg/hari
Mitrazapine (Remeron)
Oral: 15; 30; 45 mg tablet
Dosis: 15-60 mg/hari
Nefazodone (generik, Desyrel)
Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet
Dosis: 200-600 mg/hari
Venlafaxine (Effecxor)
Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended
release tablet
Dosis: 75-225 mg/hari

INHIBITOR AMBILAN

KEMBALI

SEROTONIN

SELEKTIF

(SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR; SSRI)


SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan
serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki efek
antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini tersedia lima
macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline, fluvoxamine dan
citalopram.8
Farmakokinetik

Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap


dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi
metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine merupakan inhibitor kuat
isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati yang berfungsi untuk eliminasi
obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis -adrenergik.9
Farmakodinamik
SSRI merupakan golomgan obat yang secara spesifik meghambat ambilan
serotonin. Golongan ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik ataupun histaminergik.8
Farmakologi Klinik
Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi
mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan
TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat
badan. Dokter lebih sering meresepkan fluoxetine dan sekarang di
Amerika fluoxetine merupakan obat antidepresan yang paling banyak
diresepkan. Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa
dan gangguan obsesif kompulsif.9
Efek samping
Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat,
anorgasme dan mual.9
Sediaan dan Dosis

Citalopram (Celexa)
Oral: 20; 40 mg tablet
Dosis: 20-60 mg/hari
Fluoxetine (Prozac)
Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid
Dosis: 10-60 mg/hari
Fluvoxamine (Luvox)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 100-300 mg/hari
Paraxetine (Paxil)
Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg
controlled release tablet

Dosis: 20-50 mg/hari


Sertraline (Zoloft)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 50-200 mg/hari

INHIBITOR OKSIDASE MONOAMIN (MONOAMINE OXYDASE


INHIBITOR; MAOI)
MAO adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang berlebihan
di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat menonaktifkan enzim
MAO secara reversible atau irreversibel. Neurotransmiter tidak akan
mengalami degradasi sehingga menumpuk dalam neuron presinaptik dan
masuk ke dalam ruang sinaptik yang menimbulkan aktivitas antidepresan.9
Farmakokinetik
Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan
memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim yang dinonaktifkan
secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian
pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui
ginjal.9
Farmakodinamik
MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan
menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot
norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan selanjutnya
meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.9
Farmakologi Klinik
Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja
antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI digunakan untuk
pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap TCA atau
menderita ansietas hebat.9
Efek samping
Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur
merah diinaktifkan oleh MAO di dalam usus. Orang yang menggunakan
MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang menyebabkan lepasnya
katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan pada ujung terminal saraf

sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia dan


stroke. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk menghindari makanan
yang mengandung tiramin. Efek samping lainnya dari MAOI adalah
mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering, disuria
dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat
terjadi bahaya sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan
waktu enam minggu sebelum menggunakan obat yang lain.9
Sediaan dan Dosis

Phenelzine (Nardil)
Oral: 15 mg tablet
Dosis: 47-75 mg/hari
Tranylcypromine (Parnate)
Oral: 10 mg tablet
Dosis: 10-30 mg/hari

Tabel 3. Efek-efek farmakologi dari obat-obat antidepresan


Obat
Amitriptyline
Amoxapine
Bupropion
Citalopram
Clomipramine
Desipramine
Doxepine
Fluoxetine
Fluvoxamine
Imipramine
Maprotiline
Mirtazapine
Mianserin
Nortriptyline
Paroxetine
Protriptyline
Setraline
Trazodone
Venlafaxine

Keterangan:
+++
++

Hipotensi

Sedasi

Anti
muskarini

+++
++
+++
+
+++
+
++
++
+++
++
++
+
+
+++
-

k
+++
++
++
+
+++
+
++
++
+
++
++
-

k
+++
++
+/++
++
++
+/+/++
+
+
+
++
+/++
+/+
-

: Berat
: Sedang

Ortostati

Penyakat pompa amine untuk


Serotoni
Norepinefrin Dopamin
n
+++
++
+
++
+
+/+/?
+++
+++
+++
+++
++
+
+++
+/+/+++
+++
++
+++
+++
+++
++
+++
++
?
+++
?
+++
++
+++
++
+/-

+
+/?

: Ringan
: Tidak ada/ minimal sekali
: Tidak tentu
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 9th ed, 2009.

Pemilihan obat antidepresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek


samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,
penyakit fisik lainnya, jenis depresi.8
ANTIMANIA
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood stabilizer
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom mania
dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode berubahnya
mood pada umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
kehidupan. Gangguan biologis yang pasti belum diidentifikasi tapi
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan aktivitas katekolamin.
Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.6
LITHIUM
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa
lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan bipolar
khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien dengan
fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.8
Farmakokinetik
Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar
dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam. 12 Efek terapi terlihat
setelah 10 hari penggunaan.13 Ekskresi terutama melalui urin dengan
waktu paruh eliminasi 20 jam.12

Farmakodinamik

Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih dalam
penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:

Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion


Lithium

berhubungan

erat

dengan

natrium.

Lithium

dapat

menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan


pertukaran natrium melewati membran.

Efek terhadap neurotransmiter


Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan
Lithium

menurunkan

pengeluaran

norepinefrin

dan

dopamin,

menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis


asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa peningkatan
aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.

Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)


Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol
phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP 2 menjadi IP1 dan
konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan deplesi PIP 2
yang merupakan prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG merupakan
pembawa pesan kedua yang penting dalam transmisi -adrenergik
maupun transmisi muskarinik.8,12

Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Farmakologi Klinik
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar
terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan
penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan, lithium
sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu
ditambah clonazepam atau lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis
juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan
lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan.
Pada fase depresif gangguan bipolar, lithium sering dikombinasi dengan
antidepresan.8,12
Efek Samping

Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik, ataksia,

disartria dan afasia.


Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi
efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami
pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12

bulan.
Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun
bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi
lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal termasuk
nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan minimal
dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus telah
ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun gagal
ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk

mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.


Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi
natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema
namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan berat badan.

Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus
sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi

penggunaan lithium.
Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan
peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang
mengkonsumsi lithium terutama anomali Ebstein. Namun data terbaru
menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah. Lithium
didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai setengah dari
kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi,

sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.


Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis pada
penggunaan lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan lithium
selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada leukopoiesis.8

Preparat yang Tersedia


Lithium carbonate (generik, Eskalith)
Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450
mg tablet sustained release
300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li
Dosis: 250-500 mg/hari
ASAM VALPROAT (VALPROIC ACID; VALPROATE)
Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki
efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal
memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate
menunjukkan

keberhasilan

yang

setara

dengan

lithium

pada

awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan


psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase
kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania.
Banyak dokter tidak setuju

untuk menggabungkan valproate

lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.8

dengan

Preparat yang Tersedia


Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari
CARBAMAZEPINE
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk
lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk
mengobati

mania

akut

dan

juga

untuk

terapi

profilaksis.

Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari lithium
dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat digunakan sendiri
atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi dengan lithium. Cara
kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi sensitisasi otak
terhadap perubahan mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa dengan
efek antikonvulsinya. Meskipun efek diskrasia darah menonjol pada
penggunaannya sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi masalah besar
pada penggunaanya sebagai penstabil mood.8
Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;
200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul
Dosis: 400-600 mg/hari

Anda mungkin juga menyukai