Anda di halaman 1dari 3

Sukuk Tabungan: Instrumen Investasi Inklusif

Oleh Eri Hariyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Kementerian Keuangan*)
Konsistensi Pengembangan Pasar Sukuk Negara
Dalam waktu dekat, pemerintah kembali akan mengeluarkan instrumen investasi baru untuk
investor individu Warga Negara Indonesia yaitu Sukuk Tabungan. Instrumen investasi ini
mirip dengan Sukuk Negara Ritel yang telah terbit sebelumnya, yaitu memberikan imbal
hasil tetap (fixed) dan imbal hasil dibayarkan secara periodik setiap bulan. Disebut sebagai
Sukuk Tabungan karena instrumen investasi ini bisa menjadi sarana menyimpan dana
masyarakat secara aman dan nyaman, sekaligus berinvestasi.
Pemerintah selaku penerbit berharap masyarakat dapat lebih lama menyimpan dananya
sehingga merasakan manfaat investasi berupa imbalan yang kompetitif dari pemerintah. Agar
investasi masyarakat tersebut bisa bertahan lebih lama, maka Sukuk Tabungan didesain nontradeable (tidak dapat diperdagangkan). Dengan begitu investor tidak dapat mencairkan
investasinya setiap saat dengan cara menjual kepada pihak lain. Namun demikian, pemerintah
memberikan opsi kepada investor sehingga dapat mencairkan pokok investasinya lebih awal
(early redemption) dengan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sebagai ilustrasi, A berinvestasi pada Sukuk Tabungan sebesar Rp10 juta. Lama
investasi (tenor) yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 2 tahun dengan opsi early
redemption 1 tahun sebesar maksimal 50% dari nilai investasi. Hal ini berarti bahwa A
berinvestasi di Sukuk Tabungan selama 2 tahun, tanpa bisa diperdagangkan atau
dipindahnamakan sampai jatuh tempo. Dalam hal diperlukan, A dapat mengambil opsi early
redemtion yaitu dengan cara mencairkan investasinya ketika telah berumur 1 tahun, dengan
nilai maksimal yang dapat dicairkan sebesar 50% atau sebesar Rp5 juta.
Bagi pemerintah, penerbitan Sukuk Tabungan selain dijadikan sebagai sarana pemenuhan
target defisit APBN juga dijadikan sebagai sarana pengembangan dan pendalaman pasar
Sukuk Negara (SBSN). Sebagaimana diketahui, pemerintah telah melakukan upaya
diversifikasi investor untuk mengembangkan pasar SBSN baik itu investor domestik maupun
asing, juga investor institusi (korporasi) maupun ritel. Khusus untuk investor ritel,
pemerintah telah menerbitkan Sukuk Negara Ritel yang telah memasuki seri ke delapan (SR008).
Penerbitan Sukuk Negara Ritel telah mencatatkan sukses baik dari sisi kontribusi terhadap
pembiayaan defisit APBN maupun dari pencapaian target investor. Namun demikian,
pemerintah melihat sisi-sisi yang dapat lebih dikembangkan dari penerbitan instrumen
investasi untuk investor ritel dengan melihat catatan-catatan dari penerbitan Sukuk Negara
Ritel. Beberapa catatan tersebut diantaranya adalah investor Sukuk Negara Ritel ternyata
masyarakat Indonesia dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hal ini terbukti dari
data penerbitan SR-008 bahwa mayoritas investornya (37,7%) yang berprofesi sebagai
wiraswasta atau pegawai dari institusi swasta berinvestasi pada kisaran 100 juta hingga 600
juta rupiah.
Dengan demikian, sebetulnya pasar Sukuk Negara dapat lebih dikembangkan lagi terutama
untuk investor ritel yang nilai investasinya di bawah 100 juta rupiah. Selain itu, berdasarkan

masukan masyarakat melalui sosialisasi Sukuk Negara yang dihimpun oleh Direktorat
Pembiayaan Syariah, banyak sekali calon investor individu yang mengharapkan agar nilai
investasi terendah pada Sukuk Negara Ritel dapat diturunkan sehingga dapat lebih terjangkau
oleh para investor pemula. Sedangkan berdasarkan pengamatan penulis, investor pemula dan
investor dengan nilai investasi yang relatif kecil cenderung untuk melakukan hold to maturity
atau menahan investasinya sampai dengan jatuh tempo. Karakteristik investor tersebut, tentu
sangat sesuai untuk berinvestasi pada Sukuk Tabungan.
Instrumen Investasi Inklusif
Sebuah instrumen investasi dapat dikatakan inklusif apabila instrumen investasi tersebut
dapat mengikutsertakan semua orang dari berbagai lapisan untuk berkontribusi karena
minimnya hambatan baik bersifat administratif maupun ekonomi. Sukuk Tabungan yang
akan diterbitkan oleh pemerintah dalam waktu dekat diharapkan dapat memenuhi
kriteria inklusifitas tersebut. Dari sisi administratif, persyaratan untuk berinvestasi pada
Sukuk Tabungan adalah Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda
Penduduk (KTP). Persyaratan ini tentu dengan mudah dapat dipenuhi karena setiap warga
negara resmi tentu mempunyai KTP. Sedangkan dari sisi ekonomi, pemerintah berencana
membuat nilai investasi terendah dari Sukuk Tabungan ini jauh dibawah Sukuk Negara Ritel
yaitu hanya sebesar 2 juta rupiah (minimal investasi Sukuk Negara Ritel 5 juta rupiah). Nilai
investasi tersebut, diharapkan akan lebih banyak menjangkau kalangan masyarakat dan
memenuhi nilai ekonomis terendah suatu investasi (apabila lebih rendah, hasil investasi tidak
dapat menutup biaya administrasi).
Rencananya Sukuk Tabungan masih akan menggunakan selling agents (agen penjual) yang
sama dengan Sukuk Negara Ritel yaitu perbankan dan perusahaan sekuritas. Dalam rangka
meningkatkan peran Sukuk Tabungan sebagai instrumen investasi yang inklusif dan
mengubah pola dari saving oriented society ke investment oriented society, maka perlu
dipikirkan untuk membuat channel distribution/selling agents yang bisa menjangkau
kalangan masyarakat yang lebih luas dan lebih mudah. Bila mengutip data dari TechiAsia,
disebutkan bahwa saat ini pengguna smartphone di Indonesia telah mencapai 55 juta orang.
Pemerintah sebenarnya dapat memanfaatkan hal tersebut untuk keperluan sosialisasi, maupun
mempermudah masyarakat untuk melakukan investasi (web base investment) seperti halnya
internet banking yang telah dilaksanakan dunia perbankan. Selain itu, perlu dipertimbangkan
pula untuk dapat menerbitkan instrumen ini secara periodik sehingga lebih banyak
kesempatan bagi masyarakat untuk berinvestasi.
Perubahan pola masyarakat menuju investment oriented society sebaiknya juga diikuti dengan
edukasi kepada masyarakat bahwa dalam setiap investasi selain memperoleh manfaat juga
selalu ada risiko yang mengikuti bahkan untuk investasi yang bersifat zero risk seperti Sukuk
Negara atau Surat Utang Negara. Dalam hal Sukuk Tabungan, ada beberapa risiko yang perlu
diperhatikan oleh masyarakat sebagai calon investor, yaitu:
1. Risiko Likuiditas (liqudity risk). Sukuk Tabungan merupakan instrumen yang tidak
diperdagangkan sehingga investor yang berinvestasi pada instrumen ini tidak dapat
menguangkan investasinya dengan menjualnya di pasar sekunder. Akibatnya, apabila
investor membutuhkan likuiditas harus menunggu saat pencairan lebih awal (early
redemption) atau pada waktu investasi jatuh tempo (maturity date).

2. Risiko Perubahan Tingkat Bunga (interest rate risk). Sukuk Tabungan merupakan
instrumen investasi yang memberikan imbalan tetap (fixed return) dan tidak dapat
diperdagangkan atau dipindahtangankan, apabila terjadi perubahan kondisi ekonomi
makro yang menyebabkan perubahan suku bunga yang dijadikan acuan (misal: tingkat
suku bunga SBI), yang diikiuti dengan perubahan imbalan instrumen investasi, maka
investor Sukuk Tabungan akan kehilangan kesempatan untuk menganti instrumen
investasi dengan tingkat imbalan yang lebih menarik.
Banyak pihak berharap agar masyarakat dapat lebih banyak berkontribusi pada instrumen
investasi yang diterbitkan oleh pemerintah, seperti Sukuk Negara karena dana yang dihimpun
dari masyarakat melalui Sukuk Negara, termasuk Sukuk Tabungan, dipergunakan untuk
memperbanyak pembangunan infrastruktur yang memberikan multiplier effect terhadap
pertumbuhan ekonomi.
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana
penulis bekerja.

Sumber : http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/sukuk-tabungan-instrumen-investasi-inklusif
Tanggal : 8 Agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai