Anda di halaman 1dari 26

1.

Definisi Leukemia
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan
tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan
gejala klinis.19 Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga
terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian
sel leukemia beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
2. Etiologi Leukemia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal
dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel

yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
3. Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel
asal yaitu:
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.32 Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal ratarata dalam 4-6 bulan.
o

Leukemia Limfositik Akut (LLA)


LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan

akumulasi

mengakibatkan

sel-sel

patologis

organomegali

dari

sistem

(pembesaran

limfopoetik

alat-alat

dalam)

yang
dan

kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7
tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang.

Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan
pada

orang

dewasa

(85%)

dibandingkan

anak-anak

(15%).20

Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan


dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan.

b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik
dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
o

Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif
yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK
cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk lakilaki.

Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik
yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95%
penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel
muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.

4. Faktor Resiko Leukemia


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
a. Host
i.

Umur, jenis kelamin, ras


Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39
tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).36 Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan
dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang
9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang
dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.
Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi
pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.

ii.

Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita

dengan

kelainan

kongenital

misalnya

agranulositosis

kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom,


anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan
sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi
pada kembar identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki
riwayat

keluarga positif

leukemia

berisiko untuk menderita LLA

(OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia

kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia


dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.
b. Agent
i.

Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai

salah

satu

penyebab

leukemia

yaitu

enzyme

reserve

transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti


diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus
tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel
pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di
antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
ii.

Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap
sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan
bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali
lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah
ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai
insidens 14 kali lebih banyak.

iii.

Zat Kimia
Zat-zat

kimia

(misal

benzene,

arsen,

pestisida,

kloramfenikol,

fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.


Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya
Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.

Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control


menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
iv.

Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk
menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan
risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control

memperlihatkan

bahwa

merokok

lebih

dari

10

tahun

meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya


orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10
tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di
Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan
kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan
bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko
terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi,
banyaknya, dan lamanya merokok.
c. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di
Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani.
Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini,
pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di
bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu
rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan
mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan
dibanding orang yang tidak menderita leukemia.

5. Gejala Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi,
pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan
anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai
terutama pada sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi
(lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak
napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan
metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan
berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan
penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada
fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan
limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung
lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat,
petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

6. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian
suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.

Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif


Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang
penatalaksanaan

medisnya

menggunakan

radiasi.

Untuk

petugas

radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi,


mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja.
Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik
radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.

Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia


Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan
benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan
memberikan

pengetahuan

atau

informasi

mengenai

bahan-bahan

karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan


langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.

Mengurangi frekuensi merokok


Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat
berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA
disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker
termasuk leukemia (LMA).

Pemeriksaan Kesehatan Pranikah


Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.
Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon
mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari
pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom
Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli
hematologi. Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap
menikah atau tidak.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit
atau

cedera

menuju

suatu

perkembangan

ke

arah

kerusakan

atau

ketidakmampuan.43 Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara


dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.
i. Diagnosis dini
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali
(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada,
ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan
hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada
gangguan penglihatan yang disebabkan adanya perdarahan
fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan
hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-gejala
hipermetabolisme

(penurunan

berat

badan,

berkeringat)

menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK


hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus.
Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan
hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan
retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadangkadang priapismus.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.
a. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis
(60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%). Pada
penderita

LMA

ditemukan

penurunan

eritrosit

dan

trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih


dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil

pemeriksaan

sumsum

tulang

pada

penderita

leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir

semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),


terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel
yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.20
Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata
oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang
berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh
peningkatan
LGK/LMK

limfosit
ditemukan

peningkatan

jumlah

B.

Sedangkan

keadaan

pada

penderita

hiperselular

megakariosit

dan

dengan
aktivitas

granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.


ii. Penatalaksanaan Medis
1. Kemoterapi
a. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun
tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.
i. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah
untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia
di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di
rumah

sakit

yang

panjang

karena

obat

menghancurkan banyak sel darah normal dalam


proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini
dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin,

vincristin,

prednison

dan

asparaginase.
ii. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan
terapi

intensifikasi

mengeliminasi

sel

yang
leukemia

bertujuan

untuk

residual

untuk

mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang

resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah


6 bulan kemudian.
iii. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis

SSP

kekambuhan

diberikan

pada

SSP.

untuk

mencegah

Perawatan

yang

digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada


dosis

yang

lebih

rendah.

Pada

tahap

ini

menggunakan obat kemoterapi yang berbeda,


kadang-kadang

dikombinasikan

dengan

terapi

radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak


dan sistem saraf pusat.
iv. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada

tahap

ini

dimaksudkan

untuk

mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya


memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan
pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95%
anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60%
menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
mencapai

remisi

lengkap

dan

sepertiganya

mengalami harapan hidup jangka panjang, yang


dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan
pada sumsum tulang dan SSP.
b. Kemoterapi pada penderita LMA
i. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang
intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai,
masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh
penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila

dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan


kekambuhan di masa yang akan datang.
ii. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut
dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya
terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang
sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan
pada fase induksi. Dengan pengobatan modern,
angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup
masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5
tahun hanya 10%

c. Kemoterapi pada penderita LLK


Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan
strategi

terapi

dan

prognosis.

Salah

satu

sistem

penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai


i. Stadium 0

: limfositosis darah tepi dan sumsum

tulang
ii.

Stadium I

iii. Stadium II

: limfositosis dan limfadenopati.


:

limfositosis

dan

splenomegali/

hepatomegali.
iv. Stadium III

: limfositosis dan anemia (Hb < 11

gr/dl).
v. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia
<100.000/mm3 dengan/tanpa gejala pembesaran
hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena
tujuan

terapi

bersifat

konvensional,

terutama

untuk

mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada


penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup.
Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi

adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV


diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun
dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien
dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata
10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau
IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun
d. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
i. Fase Kronik Busulfan dan hidroksiurea merupakan
obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas
dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen
dengan bermacam obat yang intensif merupakan
terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan
pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
ii. Fase Akselerasi, Sama dengan terapi leukemia
akut, tetapi respons sangat rendah.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh
sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap
limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel
leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti
proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan
cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena
pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum
tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum
tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi
atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga
berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena
kanker.49 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka
keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1
tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic

Antigen (HLA) yang sesuai.33 Pada penderita LMA transplantasi


bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.
Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

1.Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi
Anna Keliat, 1994)
Pengkajian pada leukemia meliputi:
a.Riwayat penyakit
b.Kaji adanya tanda-tanda anemia:
1).Pucat
2).Kelemahan
3).Sesak
4).Nafas cepat
c.Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:
1).Demam
2).Infeksi
d.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia:
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa
e.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola:
1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali
f.Kaji adanya pembesaran testis
g.Kaji adanya:
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal

4).Inflamasi disekitar rektal


5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani, 2001: 178)
2.Patofisiologi

dan

Penyimpangan

KDM

Proliferasi

sel

kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal, untuk mendapatkan nutrisi, Infiltrasi sel
normal digantikan dengan Sel kanker.
3.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana
perawat

bertanggung

gugat

(Wong,D.L,

2004:

331).

Menurut Wong, D.L (2004 :596 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
1.Resiko

infeksi

2.Intoleransi

berhubungan

aktivitas

dengan

berhubungan

menurunnya
dengan

sistem

kelemahan

pertahanan

tubuh

akibat

anemia

3.Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5.Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
6.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual

dan

7.Nyeri

muntah,

yang

efek

samping

berhubungan

dengan

kemoterapi
efek

dan

atau

stomatitis

fisiologis

dari

leukemia

8.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,


imobilitas.
9.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11.Antisipasi

berduka

4.Rencana keperawatan

berhubungan

dengan

perasaan

potensial

kehilangan

anak.

Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan
pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun
rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L: 2004)
a.

Resiko

infeksi

berhubungan

dengan

menurunnya

sistem

pertahanan

tubuh

1) Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi


2) Intervensi:
- Pantau suhu dengan teliti
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
- Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional: untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
- Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
-

Gunakan

teknik

aseptik

yang

cermat

untuk

semua

prosedur

invasif

Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi


- Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional: untuk intervensi dini penanganan infeksi
-

Inspeksi

membran

mukosa

mulut.

Bersihkan

mulut

dengan

baik

Rasional: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
- Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
- Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional: untuk mendukung pertahanan alami tubuh
- Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus

b.

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

akibat

anemia

1) Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas


2) Intervensi:
- Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
aktifitas sehari-hari
Rasional: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
- Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambunganjaringan
- Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
- Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit


1)

Tujuan:

klien

tidak

menunjukkan

bukti-bukti

perdarahan

2) Intervensi:
- Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional:

karena

perdarahan

memperberat

kondisi

- Cegah ulserasi oral dan rektal


Rasiona: karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
- Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional: untuk mencegah perdarahan

anak

dengan

adanya

anemia

- Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut


Rasional: untuk mencegah perdarahan
- Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional:

untuk

memberikan

intervensi

dini

dalam

mengatasi

perdarahan

- Hindari obat-obat yang mengandung aspirin


Rasional: karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
- Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional: untuk mencegah perdarahan
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
1) Tujuan:
- Tidak terjadi kekurangan volume cairan
- Pasien tidak mengalami mual dan muntah
2) Intervensi:
-

Berikan

antiemetik

awal

sebelum

dimulainya

kemoterapi

Rasional: untuk mencegah mual dan muntah


-

Berikan

antiemetik

secara

teratur

pada

waktu

dan

program

kemoterapi

Rasional: untuk mencegah episode berulang


-

Kaji respon anak terhadap anti emetik


Rasional: karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil

Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat


Rasional:

bau

yang

menyengat

dapat

menimbulkan

Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering


Rasional: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik

Berikan cairan intravena sesuai ketentuan

mual

dan

muntah

Rasional: untuk mempertahankan hidrasi


e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan efek samping
agen kemoterapi
1) Tujuan: pasien tidak mengalami mukositis oral
2) Intervensi:
- Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional: untuk mendapatkan tindakan yang segera
-Hindari mengukur suhu oral
Rasional: untuk mencegah trauma
- Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut kasa
Rasional: untuk menghindari trauma
- Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
Rasional: untuk menuingkatkan penyembuhan
- Gunakan pelembab bibir
Rasional: untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
-Hindari

penggunaan

larutan

lidokain

pada

anak

kecil

Rasional: karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan

resiko

aspirasi

dan

dapat

menyebabkan

kejang

- Berikan diet cair, lembut dan lunak


Rasional: agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
- Inspeksi mulut setiap hari
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
-

Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan


Rasional:

untuk

membantu

melewati

area

nyeri

- Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia


Rasional: dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa

Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan


Rasional: untuk mencegah atau mengatasi mukositis

Berikan analgetik
Rasional: untuk mengendalikan nyeri
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
1) Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
2) Intervensi:
- Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari
mual dan muntah serta kemoterapi
- Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan
untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
- Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk
atau suplemen yang dijual bebas
Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
- Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional: untuk mendorong agar anak mau makan
- Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional: karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
- Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting
dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
- Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya
g.

Nyeri

bila
yang

BB

dan

pengukuran

berhubungan

dengan

antropometri
efek

kurang

fisiologis

dari

dari

normal
leukemia

1) Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima anak
2) Intervensi:
- Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional: informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi
- Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
Rasional: untuk meminimalkan rasa tidak aman
-

Evaluasi

efektifitas

penghilang

nyeri

dengan

derajat

kesadaran

dan

sedasi

Rasional: untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
- Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional: sebagai analgetik tambahan
- Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional: untuk mencegah kambuhnya nyeri
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas
1) Tujuan: pasien mempertahankan integritas kulit
2) Intervensi:
- Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional: karena area ini cenderung mengalami ulserasi
- Ubah posisi dengan sering
Rasional: untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
- Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional: mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
-

Kaji

kulit

yang

kering

terhadap

efek

samping

terapi

Rasional: efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi

kanker

Anjurkan

pasien

untuk

tidak

menggaruk

dan

menepuk

kulit

yang

kering

Rasional: membantu mencegah friksi atau trauma kulit


- Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional: untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
- Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional: untuk meminimalkan iritasi tambahan
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan
1) Tujuan: pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
2) Intervensi:
- Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna
rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional: untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan
rambut
- Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau
dingin
Rasional: karena hilangnya perlindungan rambut
- Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional: untuk menyamarkan kebotakan parsial
- Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau
teksturnya agak berbeda
Rasional: untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
- Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig,
skarf,

topi,

tata

rias,

dan

pakaian

yang

menarik

Rasional: untuk meningkatkan penampilan


j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia
1) Tujuan: pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik
atau terapi

2)Intervensi:
-

Jelaskan

Rasional:

alasan
untuk

setiap

prosedur

meminimalkan

yang

akan

dilakukan

kekhawatiran

yang

pda

anak

tidak

perlu

- Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional:

untuk

mendorong

komunikasi

dan

ekspresi

perasaan

- Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani
kehidupan yang normal
Rasional:

untuk

meningkatkan

perkembangan

anak

yang

optimal

- Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum


diagnosa

dan

prospek

anak

untuk

bertahan

hidup

Rasional: memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut


secara realistis
- Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan
dan

kebutuhan

terhadap

pengobatan

dan

kemungkinan

terapi

tambahan

Rasional: untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur


- Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional: untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
1) Tujuan: pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
2) Intervensi:
- Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional: pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi
terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif
menghadapi kondisinya
- Berikan kontak yang konsisten pada keluarga

Rasional: untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi


- Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional: untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
- Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional: memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami

5.Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan,
penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Wong.
D.L. 2004: hal. 331).

Anda mungkin juga menyukai