Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang
terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon
tiroid yang beredar dalam darah. Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi
kelenjar tiroid, hippofisis atau hipotalamus. Hipertiroid pada kehamilan
( morbus basodowi ) adalah hiperfungsi kelenjar tiroid ditandai dengan
naiknya metabolism basal15-20 %, kadang kala diserta pembesaran ringan
kelenjar tiroid. Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam
kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal, Pengaruh kehamilan
terhadap penyakit Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan
penderita tambah berat. Sejak mulai kehamilan terjadi perubahan-perubahan
pada fungsi kelenjar tiroid ibu, sedang pada janin kelenjar tiroid baru mulai
berfungsi pada umur kehamilan gestasi ke 12-16. TSH agaknya tidak dapat
melalui barier plasenta. Dengan demikian baik TSH ibu maupun TSH janin
tidak saling mempengaruhi. Baik T4 maupun T3 dapat melewati plasenta
dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat dianggap tidak saling
mempengaruhi. Telah kita ketahui bahwa terdapat kehamilan dimana kelenjar
tiroid mengalami hiperfungsi yang ditandai dengan naiknya metabolisme
basal sampai 15-25% dan kadang kala disertai pembesaran ringan. Keadaan
ini adalah dalam batas-batas normal.
2. Etiologi Hipertiroid
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan
disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap
pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan
gambamn kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan
balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus
akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Penyebab Utama
kelenjar tiroid biasanya kembali ke ukuran sebelumnya. Kadangkadang terjadi perubahan yang irreversible dan kelenjar tidak
mengalami regresi. Tiroid yang membesar dapat terus
memproduksi TH dalam jumlah berlebihan. Apabila individu tetap
mengalami hipertiroid, keadaan ini disebut goiter nodular toksik.
(Corwin, 2009)
o Solitary toxic adenoma; Biasanya terjadi pada usia dasawarsa
ke empat dan ke lima. Kelenjar tiroid mengandung nodul lunak
sampai keras, halus, berbatas tegas yang memperlihatkan ambilan
radioaktif kuat pada scan tanpa adanya ambilan radioaktif di
bagian lain kelenjar. Sebagian besar pasien dengan adenoma soliter
tidak menjadi tirotoksik. Jika menjadi tirotoksik, mereka biasanya
tidak terlalu toksik disbanding penderita penyakit Graves, dan
mereka tidak menderita oftalmopati atau miksidema pratibial.
Adenoma hipofisis pada sel-sel penghasil TSH atau penyakit
hipotalamus jarang terjadi.
Penyebab Lain
o Tiroiditis
o Penyakit troboblastis
o Ambilan hormone tiroid secara berlebihan.
o Pemakaian yodium yang berlebihan
o Kanker pituitary
o Obat-obatan seperti Amiodarone
3. Epidemiologi Hipertiroid
Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di
dunia. Di RS Soetomo , pasien diabetes mencapai 35.000 orang, sedangkan
pasien hipertiroid mencapai 1000 orang pada tahun 2003 (Harrison, 2000).
Berdasarkan distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat
bervariasi dari berbagai rumah sakit di Indonesia menunjukkan angka yang
bervariasi. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP
Palembang adalah 3,1:1, di RSCM Jakarta adalah 6:1, di RS Dr. Soetomo 8:1
yang terbanyak adalah pada usia 2130 tahun (41,73%) (Hermawan, 1990).
Faktor Resiko
a. Kondisi medis
Kondisi medis yang dapat meningkatkan resiko hipertiroidisme antara
lain:
Infeksi virus
Kehamilan; Hanya sedikit wanita yang mengalami tiroiditis
tahan panas
Kardiovaskuler ;Palpitasi, sesak nafas, angina,gagal jantung,
serta muntah.
Reproduksi : Oligomenorea, infertilitas
Kulit : warna kulit penderita biasanya agak kemerahan (flushing)
dengan warnah salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak
serta basah.. namun demikian, pasien yang berusia lanjut mungkin
kulitnya agak kering, tangan gemetarPruritus, eritema Palmaris,
kabur.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4
dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5
hingga 150 nmol/L).
b. T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3
total, dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi
TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat
atau menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya
merupakan
tanda
yang
akurat
untuk
menunjukan
adanya
Histopatologi.
Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,
jaringan diambil dengan biopsi insisi.
8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi
hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid)
atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
Obat antitiroid, digunakan dengan indikasi:
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikusis
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase seblum pengobatan,
operasi.
Operasi tiroidektomi subtotal.
Cara ini dipilih untuk pasien yang pembesaran kelenjar tiroidnya tidak bisa disembuhkan hanya dengan bantuan obatobatan, untuk wanita hamil (trimester kedua), dan untuk pasien
yang alergi terhadap obat/yodium radioaktif. Sekitar 25% dari
semua kasus terjadi penyembuhan spontan dalam waktu 1
tahun.
iv. Terapi obat anti hipertiroid
Obat-obat antitiroid selain yang disebutkan di atas adalah:
a. Carbimazole (karbimasol)
Berkhasiat dapat mengurangi produksi hormon tiroid.
Mula-mula dosisnya bisa sampai 3-8 tablet sehari, tetapi
bila sudah stabil bisa cukup 1-3 tablet saja sehari. Obat ini
cukup baik untuk penyakit hipertiroid. Efek sampingnya
yang agak serius adalah turunnya produksi sel darah putih
(agranulositosis) dan gangguan pada fungsi hati. Ciri-ciri
agranulositosis adalah sering sakit tenggorokan yang tidak
sembuh-sembuh dan juga mudah terkena infeksi serta
demam. Sedangkan ciri-ciri gangguan fungsi hati adalah
rasa mual, muntah, dan sakit pada perut sebelah kanan,
serta timbulnya warna kuning pada bagian putih mata,
kuku, dan kulit.
b. Kalmethasone (mengandung zat aktif deksametason)
Merupakan obat hormon kortikosteroid yang umumnya
dipakai sebagai obat anti peradangan. Obat ini dapat
digunakan untuk menghilangkan peradangan di kelenjar
tiroid (thyroiditis).
c. Artane (dengan zat aktif triheksilfenidil)
Ulkus Kornea
Ulkus kornea terjadi oleh karena pembengkakan kelenjar retroorbita dan
perubahan degenaratif otot occuler menyebabkan mata sulit di tutup sehingga
terjadi iritasi mata, lalu infeksi yang menyebabkan ulkus kornea.
Dermopati
Merupakan sebuah manifestasi klinis dari penyakit Graves yang jarang terjadi
dengan tanda dan gejala seperti kemerahan, bengkak dan kulit tipis. Biasanya
lokasi terjadinya dermopati di daerah tibial (tulang kering kaki).
Kegelisahan.
Kebingungan.
Provoking Incident ( P )
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi pembesaran
leher, seperti kemungkinan adanya gangguan hormon kelenjar tiroid, gangguan
autoimun.
Quality ( Q )
Menanyakan kepada klien seperti apa pembesaran leher yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah ada keluhan nyeri tekan atau nyeri saat menelan .
Region : radiation ( R )
Pada kasus, klien merasakan pembesaran pada lehernya
Severity (Scale) ( S )
Kaji seberapa jauh pembesaran yang dirasakan atau menerangkan seberapa jauh
pembesaran leher ini mempengaruhi kemampuan fungsinya, pada kasus lingkar
leher klien 33,5cm
Time ( T )
Kaji sejak kapan pembesaran leher pada klien berlangsung, dan apakah
pembesarannya bertambah buruk (semakin besar) dari waktu ke waktu..
Kaji pada klien atau keluarga, apakah ada riwayat penyakit grave, gondok
multinoduler toksik, dan adenoma toksik.
Pengobatan atau tindakan apa sajakah yang klien lakukan selama proses
penyembuhan dan obat-obatan apa saja yang di konsumsi klien.
b. Kebutuhan nutrisi
c. Kebutuhan eliminasi
H. Pengkajian psikososial
Stress emosional.
Pada pengkajian ini, mencakup laporan pasien atau keluarga mengenai
keadaan pasien yang mudah tersinggung (iritabel), serta peningkatan reaksi
2. Kepala
- Inspeksi bentuk simetris antara kanan dan kiri, bentuk
-
3. Mata
- Inspeksi : eksoftalmus +/+ (bola mata terdorong ke depan
dan mata menonjol dari tulang orbita), mata berair, dan
tidak dapat menutup dengan sempurna, konjungtiva pucat
(-), ikterik (-), penglihatan kabur, ulkus pada kornea, dan
sensitive cahaya
- Palpasi : kelopak mata ( ada bagian yang menonjol)
4. Telinga
- Inspeksi : ukuran , simetris antara kanan dan kiri, tidak ada
serumen pada lubang telinga, tidak ada benjolan
5. Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan
6. Mulut
- Inspeksi : bentuk mulut simetris, kebersihan lidah dan gigi
7. Leher
- Inspeksi : terdapat pembesaran leher, pada tiroid kanan
tampak nodul hipoechoik dengan batas tegas ( halo) dan
-
menstruasi)
Amenorrhoe (tidak ada/terhentinya haid secara abnormal)
Data
Etiologi
Hipertiroid
DS :
Jantung
Klien mengatakan
Hipersekresi T3, T4, TSI,
jantungnya
berdebar-debar
Klien mengatakan
lelah
TSH
Stimulasi terhadap medulla
adrenal
DO :
TD
mmHg
Nadi : 110 x /
menit
RR ; 24x/m
Klien cemas dan
130/100
Masalah keperawatan
Penurunan Curah
meningkat
tegang
Biosintesis katekolamin
oleh T3
Reseptor 1
Kerja jantung meningkat
CO menurun
Takikardi
Palpitasi
DS : -
DO :
BB turun
Muntah
Diare
Ketidakseimbangan
nutrisi
Hipertiroid
Hipermetabolisme
Nafsu makan
Penurunan BB
Ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan
tubuh
Hipertiroid
DS :
Pasien mengatakan
lemas
Pasien mengatakan
kesakitan
Hipermetabolisme
Kebutuhan O2
meningkat
Pada
muskulo
DO :
skeletal
Intoleransi Aktivitas
Pasien tampak
lemah
Pasien hanya tidur-
hipoksia
Terjadi
katabolis
tiduran di tempat
me otot
tidur
Aktivitas pasien
berlebih
dibantu oleh
keluarga atau
perawat
an
metabolisme
anaerob
terjadi
atrofi
otot &
lemah
asam laktat
kelelahan
Intoleransi Aktivitas
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Penurunan
Setelah dilakukan
Mandiri
cardiak output
tindakan keperawatan
Keperawatan
1
berhubungan
selama 1 X 24 jam CO
dengan
memungkinkan.
peningkatan kerja
KH :
jantung ditandai
oleh takikardi
TD (90-120/70-
90mmHg),
Denyut nadi
perifer normal
CRT <3 detik
pengisian kapiler
dada
3. Auskultasi suara jantung. Perhatikan
adanya bunyi jantung tambahan,
adanya irama gallop dan murmur
sistolik
4. Pantau EKG
normal, pengisian
kapiler normal,
Kolaborasi :
status mental
baik, dan tidak
ada distritmia
Perubahan nutrisi
Setelah dilakukan
kurang dari
tindakan keperawatan
kebutuhan b.d
peningkatan
metabolisme
metimazol)
Mandiri
1. Catat dan laporkan adanya anoreksia,
diberikan
Tidak terjadi
penurunan BB
dicerna
4. Informasikan pada klien dan
keluargatentang manfaat nutrisi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Keletihan b/d
Setelah dilakukan
status penyakit
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
kelelahan
respirasi)
2. Monitor dan catat pola dan jumlah
Kemampuan
tidur pasien
3. Jelaskan pada pasien hubungan
aktivitas adekuat
Keseimbangan
aktivitas
meningkatkan kelelahan
5. Anjurkan pasien melakukan yang
6. meningkatkan relaksasi (membaca,
danistirahat
Mengidentifikasi
faktor-faktor fisik
dan psikologis
yang
mendengarkan musik)
7. Batasi stimulasi lingkungan untuk
8. memfasilitasi relaksasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
menyebabkan
kelelahan
tinggi energi
Daftar Pustaka
1. Munifa. 2011. Pola Makan dan Merokok sebagai Faktor Resiko Kejadian
Hipertiroid. Yogyakarta: FKUGM.
2. Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
3. Price A, Sylvia. 1995. Pathofisiologi,Ed:2. Jakarta: EGC
4. Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University of IOWA. Jakarta :
EGC
5. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
6. Doenges, Marlyn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed: 3. Jakarta ; EGC