B3
Post by Petrus Riski- Jan 19, 2016 - 0
Surabaya Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menyebut Jawa
Timur sebagai Darurat Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun), karena jutaan meter kubik
limbah dibuang secara sembarangan dan tidak diolah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah nomor 101 tahun 2014.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menyebut, setiap bulannya di Jawa Timur dihasilkan
sekitar 2 juta meter kubik limbah B3, yang karena sifat dan konsentrasi jumlahnya dapat
mencemari dan merusak lingkungan hidup beserta makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.
Selama proses industrialisasi di Indonesia, itu hanya satu tempat pengolahan limbah B3, yaitu
di Cileungsi, Bogor.. Di Jawa Timur belum ada, kata Prigi Arisandi.
Pembuangan limbah B3 di Bogor dikerjakan oleh PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri
(PPLI) Cileungsi, Bogor. Industri atau perusahaan yang menghasilkan limbah B3 harus
mengeluarkan biaya besar untuk membawa limbahnya ke Bogor, selain biaya pengolahan oleh
PT. PPLI.
Kegiatan membawa atau mengirim limbah, selama ini dijalankan oleh perusahaan atau pihak
ketiga selaku transporter. Prigi menyebut praktek transporter ini rawan dimainkan pihak-pihak
tertentu yang hanya ingin mendapatkan keuntungan.
Ongkos untuk transporternya cukup tinggi, per 1 meter kubik biayanya bisa mencapai Rp. 4-5
juta. Nah ini yang sering dipermainkan, karena limbah itu oleh transporter tidak dibawa ke
Bogor untuk diolah, tapi dibuang atau open dumping, ungkap Prigi .
Limbah B3 yang dihasilkan di Jawa Timur terdiri dari lumpur pengolahan limbah cair atau sludge
IPAL, partikulat fly ash dan bottom ash, steel slag, serta oli bekas dan bahan kimia bekas. Data
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur tahun 2014 menyebutkan, dari 51 jenis industri di
Jawa Timur, limbah B3 yang dihasilkan Kabupaten Gresik mencapai 13 juta ton per tahun atau
66 persen dari keseluruhan limbah B3 di Jawa Timur. Disusul Surabaya dengan 3,5 juta ton,
Pasuruan 1,6 juta ton, dan Jombang 690 ribu ton per tahun.
Hingga kini sebagian besar limbah B3 di Jawa Timur belum dikelola dengan benar, karena
kurangnya sarana pengolahan limbah B3 yang memenuhi standar keamanan lingkungan.
Limbah B3 sering dibuang sembarangan dan digunakan untuk pengurugan (penimbunan)
lahan, hingga dimanfaatkan sebagai campuran bahan bangunan.
Ini artinya kegagalan Pemprov Jawa Timur, terutama di BLH ada badan khusus yang
menangani yaitu Wasdal, pengawasan dan pengendalian. Dugaan kami ada oknum yang
bermai, karena 2 juta ton itu uang yang beredar sampai triliunan, ujar Prigi.
Bahan Berbahaya dan Beracun yang dibuang tanpa memperhatikaan lingkungan, dipastikan
dapat mencemari dan merusak lingkungan, sehingga makhluk hidup yang berada disitu menjadi
terancam. Prigi mengatakan penanganan khusus terhadap limbah B3 perlu dilakukan, dengan
melokalisir di tempat tertentu untuk meminimalisir dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan.
Pilihan tempat untuk pengolahan limbah B3 paling mungkin di Gresik, karena banyak industri di
Gresik, jadi supaya costnya tidak terlalu mahal. Kalau pun ada usulan di tempat lain boleh saja
yang penting Jawa Timur punya pengolahan sendiri, papar Prigi, yang menyebut rencana
pembangunan pengolahan B3 di Gresik beberapa tahun sebelumnya gagal karena terganjal
kepemilikan lahan milik politisi sekaligus anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.
Prigi juga menyoroti seringnya industri mengeluh mengenai besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk mengelola limbah, meski kenyataannya limbah B3 yang dibuang tidak dibawa oleh
perusahaan transporter ke Cileungsi, Bogor. Maka industri sangat setuju bila ada pengolahan
limbah khusus di Jawa Timur.
Temuan Pembuangan Limbah B3
Selama kurun waktu 2012 hingga 2015 pembuangan limbah B3 di Jawa Timur tidak terkontrol
dan dilakukan secara open dumping di beberapa lokasi, termasuk memanfaatkan lahan galian
C untuk menimbun limbah B3.
Pada tahun 2012 ditemukan kasus pengurugan (penimbunan) ribuan meter kubik limbah sisa
oembakaran besi, di Kawasan Industri Maspion (KIM) di Manyar, Gresik. Bahkan BLH Gresik
telah memberikan teguran resmi kepada pengelola KIM dan PT. Master Steel, untuk
menghentikan kegiatan pengurugan tanah.
Selanjutnya pada tahun 2014, BLH Gresik juga menemukan kasus pembuangan limbah B3 di
lahan pertanian di Manyarm Gresik, yang merupakan sisa pembakaran batu bara dan
limbah glycerin sisa pengolahan kelapa sawit.
Tim Investigasi Posko Ijo di tahun 2015 menemukan indikasi adanya jasa pengangkutan
limbah B3, dari industri di Jombang untuk bahan urugan bangunan dan batako di Mojokerto dan
Gresik, bahkan itu dari tahun 2004, kata Rulli Mustika, aktivis Posko Ijo.
Posko Ijo juga menemukan beberapa fakta mengenai limbah B3, seperti pembakaran PCB
elektronik dan Sludge Aluminium skala rumah tangga yang tidak memenuhi standard kesehatan
serta dampak lingkungan.
Dugaan pembuangan Limbah B3 Oleh PT Pakerin pada tahun 2015, dimana baku mutu limbah
cair yang ditemukan di Kali Porong melebihi ambang batas.
Fakta ini menunjukkan lemahnya pengawasan oleh Wasdal BLH Provinsi Jawa Timur, tandas
Rulli.
Prigi Arisandi Direktur Eksekutif LSM Ecological Observation and Wetlands
Conservation (Ecoton) mencontohkan, temuan dan pengungkapan oleh Polda Jawa Timur pada
April 2015 mengenai perdagangan limbah Rumah Sakit, menjadi bukti nyata lemahnya
pengawasan oleh aparat amupun BLH. Limbah Rumah Sakit sudah terlanjur diperjualbelikan
untuk apotik dan Rumah sakit di bali dan jawa Timur.
Selain itu pembuangan limbah B3 tanpa kontrol, dan dilakukan sembarangan tanpa
memperhatikan lingkungan, telah terbukti meyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat.
Dari uji laboratorium yang telah dilakukan, ditemukan adanya kandungan timbal pada darah
anak sekolah di Lamongan yang tinggal di kawasan pembakaran Accu bekas, itu diatas
standard WHO (10 Ug/DL), ujar Prigi.