Perbedaan Individu Dan Implikasi Dalam
Perbedaan Individu Dan Implikasi Dalam
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan walaupun dalam
bentuk yang sederhana. Tak lupa shalawat dan salam kita haturkankapada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Makalah ini yang berjudul Perbedaan Individu dan Implikasi dalam
Pembelajaran merupakan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Makalah ini
merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami mata kuliah tersebut secara
mendalam, semoga makalah ini dapat berguna untuk mahasiswa pada umumnya.
Kami sebagai penulis mengharapkan kemaklumannya jika dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dari segi cara penulisan, tata
bahasa maupun dari isi mutu penulisan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati yang paling dalam kami harapkan saran dan kritikan yang sifatnya
membangun demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini
Akhirnya penulis menyadari, bahwa tak ada gading yang tak retak, tak
ada manusia yang luput dari salah dosa. Karena itulah siklus kehidupan manusia
yang penuh warna kekurangan, kekhilafan dan kelemahan. Begitupula dalam
penulisan karya tulis ini. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sangat
membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
Pengertian Intelegensia.........................................................................3
Mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran holistic .4
Budaya................................................................................................ 17
Konsep pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidik 20
Prinsip Perkembangan .........................................................................21
24
A. Kesimpulan
24
DAFTAR PUSTAKA
.25
KELOMPOK 1 :
Ira Anggriani Ridwan (1371042006)
Nurul Fauziyah (1571040013)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada
dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur
kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat
umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiaptiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut
secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh
mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau
kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.
Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia
berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu
menunjukkan
kedudukan
seseorang
sebagai
orang
perorangan
atau
hampir sama atau mirip, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati benar-benar
antara keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang segera dapat dikenal
oleh seorang guru tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi
badan, bentuk badan, warna kulit, bentuk muka, dan semacamnya.Dari fisiknya
seorang guru cepat mengenal siswa di kelasnya satu per satu. Ciri lain yang segera
dapat dikenal adalah tingkah laku masing-masing siswa, begitu pula suara mereka.
Ada siswa yang lincah, banyak gerak, pendiam, dam sebagainya. Ada siswa yag
nada suaranya kecil dan ada yang besar atau rendah, ada yang berbicara cepat dan
ada pula yang pelan-pelan. Apabila ditelusuri secara cermat siswa yang satu
dengan yang lain memiliki sifat psikis yang berbeda-beda.
Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu,
sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian
sekolah, adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki sekolah
dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara
teratur dalam tugas-tugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan faktor umur.
Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan mampu menangkap/
mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan materi dan
penyajiannya bagi semua siswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang
jelas tampak pada siswa untuk menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan
dengan
pengertian
faktor-faktor
seperti
kemalasan
atau
sikap
keras
Inteligensi
mempengaruhi
penyesuaian
diri
seseorang
terhadap
lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf inteligensinya
semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan
lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan
meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya.Seseorang yang
mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestasinya. Jika
prestasinya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain
terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri
seseorang.Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada
status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya
tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang
status sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap
anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki
konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status
ekonomi rendah.Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai
konsep diri yang tinggi.Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah
memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Intelegensia ?
2. Bagaimana mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran holistic
(humanisme) ?
3. Bagaimana budaya menanggapi perbedaan individu ?
4. Bagaimana konsep pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan ?
5. Apa saja prinsip dalam perkembangan ?
C. Tujuan
Untuk nemenuhi tugas kelompok matakuliah Psikologi Perkembangan peserta
didik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Intelegensia
1) Pengertian Inteligensi
Inteligensi adalah suatu istilah yang popular.Hampir semua orang sudah
mengenal istilah tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar
seorang mengatakan si A tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B
tergolong bodoh atau kurang cerdas (tidak inteligen). Istilah inteligen sudah lama
ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua
ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari
seseorang.Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa
Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latinyaitu
inteligensia. Sedangkan kata inteligensia itu sendiri berasal dari kata inter
dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga
inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu
penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Untuk memperjelas pengertian inteligensi, maka penulis memaparkan
beberapa
definisi
inteligensi
yang
di kemukakan
oleh
beberapa
ahli
Semiawan
C.,
(1977)
mengatakan,
Kemampuan
Perilaku
Menurut
Aliran
Holistik
(Humanisme)
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang
berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu
merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada
stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan
mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan
why
(mengapa).
What
(apa)
menunjukkan
kepada
tujuan
4. Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan
untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat
perkembangannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi)
yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik).
Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme
perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga
membentuk suatu siklus.
Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah
pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak
tercapai tujuan tersebut.Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan
memperoleh keseimbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan
tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa
atau dalam psikologi disebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan
beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning,
inteligensi). Jika akal sehatnya berani mengahadapi kenyataan maka dia akan
lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment).
Namun, jika akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya
lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian
diri yang keliru (maladjusment).
Bentuk perilaku salah (maldjustment), diantaranya : Agresi marah,
kecemasan tak berdaya, regresi (kemunduran perilaku), fiksasi, represi (menekan
perasaan), rasionalisasi (mencari alasan), proyeksi (melemparkan kesalahan
kepada lingkungan), sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang
proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran
manusia dengan alam.Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang
memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang
berguna bagi kehidupannya.
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam
perkembangan kepribadian manusia.Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadiankepribadian.Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan
hanya sebagai bidakbidak di dalam papan catur kebudayaan.Individu adalah
creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya.Di dalam hal ini studi
kebudayaan mengemukakan pengertian sebab-akibat sirkuler yang berarti
bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling
menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan
seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadiankepribadian
tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan
kebudayaan.Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan sematamata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian
yang kreatif.Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat
mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di
dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi
sejenis penjara yang memasung kreativitas peserta didik.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang
bisa dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan
seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang
dari orang dewasa dalam suatu generasi.Di sini kita lihat betapa pentingnya
peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.
Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam
kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para
ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari
rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia.
Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan
oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain
oleh kebudayaan di mana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999)
menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan
kepribadian manusia sebagai berikut.
1. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari
untuk belajar.
2. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksireaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang
terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk
terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
3. Kebudayaan mempunyai sistem reward and punishment terhadap
perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu
bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan
tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku
yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat
budaya tertentu.
4.
sebagai
upaya
mepertahankan
dan
memajukanperadabansecarakeseluruhan.
3. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berfikir merupakan garis
pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu pendidikan
hendaknya
diformat
memperhatikan
dan
dilaksanakan
pertumbuhan
dan
denmgan
perkembangan
terlebih
dahulu
potensi-potensi
merupakan
bagian
integral
dari
konstruksi
sebuah
individu
(individual
difference),
maksudnya
adalah
proses
sama
meskipun
lahir
kembar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latinyaitu
inteligensia. Sedangkan kata inteligensia itu sendiri berasal dari kata inter
dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga
inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu
penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Daftar Pustaka
Dalyono. M. 2007. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta Jakarta.
Depoter, Bobbi & Mike Hernachi 1999, Quantum Learning Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung
Hartono S., 1999. Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta, Jakarta