TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.
Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan
pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah
penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang
kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi).
Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan
mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga
bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat
bulan (Dhania, 2009).
lain 2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati hanya 2,2%
kejadian PJB pada populasi yang diamati (Poulsen, 2009).
tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering
tidak terjadi pada bayi prematur karena otot
sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih
tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna
sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan
dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
c. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium
dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan
juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan
keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah
diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area
pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal
sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru
umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah
terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).
d. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi
dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan
leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia mingguminggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan
gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi
bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada
neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang
berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg (Roebiono, 2003).
e. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun
derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau
epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik
pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis
dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari
arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari
pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada
usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,
sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui
PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan
hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
f. Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan
pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular
terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang
abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau
mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang
kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising
sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
2. PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB
sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh
terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis
antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).
a. Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah
deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke
ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi
ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan
menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di
ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari
infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun
pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujungujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein,
2007).
arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperveskositas dapat
pula menyebabkan sianosis pada bayi normal. (Rahman, 2008).
2.2.
Perilaku Kesehatan
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan dan pandangan biologis
merupakan suatu aktivitas seseorang yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia
itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir,
persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan faktor penentu dari perilaku mahkluk
hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau
modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan
lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu
mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses
belajar (learning process) (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau
perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (perilaku nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau
rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan dan lingkungan. Dengan lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon,
baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit
yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (perilaku) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap
pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
Kriteria
pusat
pengetahuan
sekitar
pengertian
yang
membolehkan
membedakan di antara benar dan salah, seperti logika (pemikiran deduktif) dan metode
ilmiah (merumuskan dan menguji hipotesa). Tujuan puncak pengetahuan adalah kebenaran
(Badran, 1995).
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat, yakni:
1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima.
2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata- kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi- formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penialain itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2007).
Lima puluh sembilan persen dari orangtua dengan benar bisa menyebutkan kelainan
jantung anak mereka, tetapi hanya 29% bisa menunjukkan dengan diagram. Orangtua secara
umum bisa mengenali sifat dan maksud pembedahan sebelumnya (83% benar) dan intervensi
(91% benar) anak mereka, tetapi lebih tidak sering benar tentang maksud pemberian obatobatan (45%). Hanya sekitar 7% bisa menggambarkan akibat sampingan obat jantung yang
tertulis dalam resep bagi anak mereka. Lima puluh sembilan persen mengerti maksud latihan
fisik dan larangan. Walaupun sekitar separuh mengetahui keperluan untuk antibiotika pada
kunjungan dokter gigi, hanya 27% mempunyai kesadaran bahaya bakteri endocarditis.
Orangtua berpendidikan rata, pekerjaan, dan penyakit jantung kompleks di anak mereka
berhubung secara positif dengan pengetahuan PJB. Orangtua anak dengan PJB mempunyai
celah luas pengetahuan penting, dan bahwa pendekatan sampai keperluan pendidikan
orangtua untuk menjadi kebutuhan (Cheuk,2004).
Tiga puluh persen dari orangtua dengan benar mengetahui jenis kelainan jantung
bawaan anak mereka dan 21% dengan benar menunjukkan kelainan tersebut di atas diagram
jantung. Hanya dua puluh tujuh persen dari semua orangtua sudah mendengar infective
endocarditis (IE). Analisis dengan banyak variasi oleh kemunduran logistik nampak bahwa
diagnosis jantung, pencapaian kependidikan dan pekerjaan orangtua adalah penentu utama
pengetahuan orangtua, sifat mereka dengan PJB. Nilai untuk pengetahuan orangtua
menunjukkan bahwa 36% mempunyai pengetahuan baik (lebih dari 60% dari jawaban benar)
sedangkan pengetahuan buruk ditemukan di 64% dari orangtua (Mahdi, 2009).
Orangtua anak dengan PJB yang kompleks mempunyai kesulitan memahami kondisi
medis anak mereka dan kesulitan belajar bagaimana terbaik untuk memilihara mereka.
Sayangnya banyak orangtua anak dengan PJB mempunyai rentang pengetahuan berarti. Hal
itu mungkin karena ketidakmengertian atau kesulitan mengingat perintah penting. Banyak
orangtua merasakan frustasi luar biasa kalau bayi atau anak mereka mempunyai kesulitan
makan. Mereka tidak mengerti hubungan antara pemberian makanan dan masalah kondisi
jantung. Mereka dengan kurang hati-hati mungkin melelahkan anak selama pemberian
makanan atau kurang memperhitungkan pentingnya pemasukan kalori. Orangtua muka
kadang-kadang menakutkan tugas memilihara anak mereka dengan PJB kompleks (Kamm,
2006).
Delapan puluh dua koma sembilan persen orangtua tidak paham bahwa perdarahan
gusi merupakan resiko kesehatan serius pada anak dengan PJB. Sembilan puluh koma dua
persen tidak sadar bahwa suatu perlakuan gigi bisa menyulitkan kondisi jantung anak mereka.
Perlunya pendidikan kesehatan lisan bagi orangtua atau pengasuh dengan anak berPJB untuk
mencegah situasi dimana mereka membahayakan anak mereka karena ketidaktahuan.
Meskipun 92,7% dari orangtua mengetahui keuntungan penyikatan gigi; hanya 36,6%
menjamin penyikatan teratur bagi anak mereka (Agbelusi, 2005).
Sikap merujuk pada kecenderungan untuk bereaksi di cara tertentu untuk situasi tertentu
untuk melihat dan menterjemahkan peristiwa menurut kecenderungan tertentu atau
mengorganisasi pendapat ke dalam struktur masuk akal dan berhubungan (Badran, 1995).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu perilaku atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa
sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap
objek. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan objek.
2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau
salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
terhadap suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).
Saat seorang bayi didiagnosis dengan PJB, orangtua mengalami shock, ketidak
percayaan, ketakutan, kemarahan, dan sering berlarut dalam kesedihan.
Di tengah-tengah emosi ini mereka harus belajar memperhitungkan keperluan istimewa bayi
mereka. Mempersiapkan orangtua dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk memelihara
bayi mereka selama waktu menegangkan ini memerlukan usaha tim ahli yang bisa
menyediakan pengetahuan jelas, ringkas, dan komunikasi konsisten. Masing-masing orangtua
akan menanggapi secara unik, dan tanggapan orangtua mungkin tak selaras atau sangat
berlainan satu sama lain. Bapak mungkin merasakan keperluan untuk menjadi kuat bagi
orang lain dan di proses menyembunyikan emosi dan keperluan mereka sendiri. Potensi
untuk interaksi bayi dengan ibu terganggu, postpartum depresi risiko tinggi. Anjurkan baik
orang-tua mengungkapkan perasaan mereka, saling berbagi keprihatinan mereka, dan
mengenali ketakutan dan sumber tekanan (Green, 2003).
kekhawatiran yang luar biasa tentang keadaan anak mereka. Perilaku terbangun dan tergesagesa menuju tempat tidur anak mereka yang menderita PJB diakibatkan rasa kecemasan yang
berlebihan terhadap setiap suara yang terdengar pada malam hari dari daerah anak mereka
tertidur. Kebanyakan orangtua menggunakan suatu alat pemantau gerakan yang akan
membunyikan tanda bahaya untuk memantau keadaan anak mereka. Sering sekali muncul
tanda bahaya yang palsu yang selalu direspon orangtua berakibat kurang tidur dan
menyebabkan kegelisahan dan tekanan yang lebih dari sebelumnya. Mendapat tidur yang
lebih nyenyak lebih penting dalam mengurangi tingkat kegelisahan dan tekanan, dan
menolong orangtua memilihara anak mereka lebih efektif (Kamm, 2006).
Pemahaman orangtua terhadap PJB sangat kurang. Dua puluh enam persen orangtua
tidak mampu memberikan alasan mengapa mereka memperbolehkan penanganan oleh tenaga
profesional kesehatan dengan pengalaman yang sedikit tentang penyakit ini. Nilai
pengetahuan ibu lebih tinggi dari bapak. Tujuh puluh tiga persen orangtua memberikan
respon yang benar tentang kunjungan rutin ke dokter gigi, dan penggunaan antibiotik
prophylaxis bukan hanya untuk pemeriksaan rutin tetapi untuk terapi (Wray, 2004).
Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan mengalami kehilangan
harapan dan perasaan ketidakamanan di masa depan. Adanya suatu kepercayaan klinis yang
memandang bahwa sebaiknya anak meninggal di rumah dan sudah beberapa kejadian yang
menghasilkan penderitaan luar biasa akibat kepercayaan ini. Banyak keluarga yang tidak
memiliki dukungan dan bantuan yang memadai dari orangtua, saudara dekat dan teman untuk
memberikan bantuan dan perhatian penuh 24 jam kepada anak dengan PJB untuk lebih dari
beberapa hari. Sangat sedikit keluarga yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk
melakukan perawatan dan banyak melakukan kesalahan (Emery, 1989).