Mohr
Mohr
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BATUAN ANDESIT
Batuan andesit merupakan kelompok batuan beku ekstrusif dengan tekstur
afanitik. Mineral penyusun utama berupa plagioklas (lihat Tabel 2.1), mineral
penyusun lain yang dapat ditemukan berupa biotit, hornblende dan piroksen. Secara
umum memiliki struktur yang sama diorit.
Afanitik/
fanitik porfir
GRANIT
PORFIR
MONZONIT
KWARSA
PORFIR
MONZONIT
PORFIR
DASIT
GRANO
DIORIT
PORFIR
TONALIT
PORFIR
MONZONIT
KWARSA
Granular
KOMPOSISI
Karakteristik
Biotit
Horblende
Utama
(esensial)
TIPE BATUAN
GRANO
DIORIT
GRANIT
muskovit
ASAL KEJADIAN
LATIT
Ortoklas>
Plagioklas<
MONZONIT
KWARSA
Biotit
Biotit
Horn
Hornblende
blende
Piroksen
Piroksen
KWARSA HADIR
Ortoklas
Plagioklas
FELSIK
Ortoklas<
Plagioklas>
TONALT
Biotit
RIOLIT
TEKSTUR
PLUTONIK
VULKANIK
RIODASIT
ANDESIT
BASALT
FONOLIT
DIORIT
PORFIR
GABRO
PORFIR
LEUSIT
PORFIR
NEFLIN
PORFIR
GABRO
DIORIT
OLIVIN
GABRO
SYENIT
NEFELIN
ANORTOSIT
Biotit
Biotit
Hornblende
Hornblende
Hornblende
Piroksen
Piroksen
Piroksen
KWARSA ABSEN
Na >>
Plagioklas
Na >>
Plagioklas
Ca >>
Plagioklas
Feldspatoid
Leusit
MAFIK
ALKALIK
INTERMEDIER
Ortoklas
=A
.......................................................................................................(2.1)
Keterangan :
Vc = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
'
......................................................................................................(2.2)
'H a
Keterangan:
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas
yaitu :
a. Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.
Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
=-
Keterangan:
l
........................................................................................................(2.3)
a
Q = Nisbah Poisson
Hl = regangan lateral (%)
Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada
saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh
batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan
permukaan alat penekan saat pembebanan.
Kramadibrata
(1991)
mengatakan
bahwa
uji
kuat
tekan
uniaksial
10
11
disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat tarik langsung. Salah satu
uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test.
Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
2.F
.................................................................................................(2.4)
.D.L
12
L
.......................................................................................................(2.5)
tp
Vp
Keterangan:
temperatur
13
rongga atau ruang kosong di dalam batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang akan semakin kecil.
Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan merubah kecepatan
rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai porositas tertentu, kecepatan
rambat gelombang akan bertambah besar karena terjadinya peningkatan derajat
kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh
lebih besar dari di udara.
2.2.3.3 Temperatur
Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi
pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat
melalui contoh batuan.
14
Kohesi (C)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial,
diberi tekanan pemampatan (3) dan dibebani secara aksial (1) sampai runtuh. Pada
uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (2 = 3).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang
dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam aparatus
ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan (3) yang diberikan kepada
contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga
agar selalu konstan.
Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978)
15
contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan
tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin tekan
Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
16
Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva teganganregangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911
(Vutukuri & Katsuyama, 1994)
17
2.3.1.3 Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan
batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva
tegangan diferensial (deviatoric stress, 1-3) - regangan aksial untuk batuan granit
pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada
temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 8000C batuan
hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh
untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperatur
diabaikan.
Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensialregangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500
MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
18
disimpulkan terjadinya peningkatan laju deformasi akan menaikan kuat tekan batuan.
Donath & Fruth (1971) melakukan uji triaksial pada 69 contoh batuan pada
temperatur kamar dengan laju deformasi sebesar 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7/s. Pada
tekanan pemampatan 200 MPa, penurunan laju deformasi dari 10-3 hingga 10-7/s
menyebabkan penurunan kekuatan 33% untuk batu marmer, 8,4% untuk batu pasir
pada tingkat deformasi 2% (Vutkuri, Lama & Saluja, 1974).
Gambar 2.8 menunjukan hasil penelitian Logan dan Handin pada tahun 1970.
Dapat dilihat kenaikan kuat tekan batuan Westerley granite seiring dengan
bertambahnya laju deformasi.
Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekantekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan
Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
19
20
Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau
pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap
arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh
batuan karena tarikan.
Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi
plastis sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan).
Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya
tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut akan memiliki arah lateral ketika
terjadi tegangan tarik.
Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan
tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh
terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi
secara perlahan dari tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi
secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai
bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh
batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan
puncaknya (tipe 5).
21
22
pembebanan aksial diberikan kembali. Setelah pada siklus kedua batuan memasuki
kondisi tepat akan runtuh, pembebanan aksial kembali dihentikan. Untuk siklus
ketiga tekanan pemampatan diturunkan menjadi 5,9 MPa. Gambar 2.10.b dilakukan
langkah sebaliknya Dari hasil uji tersebut (lihat Gambar 2.10), disimpulkan bahwa
nilai tekanan aksial yang dicapai siklus pertama dan ketiga adalah sama, walaupun
pada siklus ketiga sebelumnya telah diberikan tekanan pemampatan yang berbeda.
Metode ini dapat diaplikasikan dengan mudah pada peralatan triaksial konvensional.
Sedangkan metode kedua atau metode Strain Controlled Test (lihat Gambar
2.11), tekanan pemampatan awal diberikan sampai menunjukkan tanda-tanda akan
runtuh (ditunjukkan oleh titik belok kurva tegangan-regangan garis A-B). Setelah itu
tegangan aksial dinaikkan kembali diiringi dengan penyesuaian tekanan pemampatan
agar tingkat peregangan dapat dikendalikan (garis A-B menjadi linier).
23
24
Gambar 2.11 Metode Strain Controlled Test oleh Kovari & Tisa, 1975
(Boediman, 2007)
25
26
Raton Shale
Lyons sandstone
Jenis Uji
Iderajat)
C (MPa)
Multitahap
Konvensional
Galat
Multitahap
Konvensional
Galat
Multitahap
4
6
23%
29
23
19%
48
1,41
1,42
1%
41
46
12%
45
Konvensional
59
28
Galat
19%
38%
27
digunakan bersifat brittle sehingga diperlukan modifikasi pada metode ini jika contoh
batuan bersifat ductile. Metode tersebut menggunakan perbandingan perubahan
volume maksimum. Namun, definisi dari volume maksimum itu sendiri tidak
dijelaskan.
28
rekahan contoh batuan akan memasuki kondisi unstable propagation pada saat
regangan volumetrik mulai membelok.
Pada metode ini pembebanan aksial dihentikan saat terjadi deflection point
pada kurva regangan volumetrik (lihat Gambar 2.14). Tegangan aksial diturunkan
hingga mencapai keadaan hidrostatiknya, lalu tekanan pemampatan dinaikkan dan
pembebanan aksial dilanjutkan. Pagulatos mengatakan bahwa metode ini lebih mudah
dan lebih aman dibandingkan metode yang digunakan oleh Wylie & Crawford
(1987).
Tegangan yang diperoleh adalah tegangan pada deflection point untuk setiap
siklus dan tegangan runtuh pada siklus terakhir. Selisih antara tegangan runtuh dan
deflection point pada siklus terakhir digunakan untuk memproyeksikan kurva runtuh
yang sebenarnya.
Hasil uji multitahap yang dilakukan Pagoulatos (2004) memberikan
pendekatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai yang didapatkan
dari uji konvensional (lihat Tabel 2.3). Hal ini dibuktikan dengan ekivalennya sudut
29
geser dalam hasil triaksial multitahap dengan triaksial konvensional, sedangkan nilai
kohesi dari triaksial multitahap hanya berbeda 6,8% dari nilai kohesi hasil dari
triaksial konvensional.
Tabel 2.3 Hasil Uji Konvensional dan Multitahap pada batupasir Berea
(Pagoulatos, 2004)
Kode Contoh
Batuan
Persamaan Mohr-Coulomb
I (derajat)
C
(MPa)
H1
W = 0,60Vn + 18,0
31
18
H11
W = 0,64Vn + 12,4
33
12,4
H16
W = 0,65Vn + 13,5
33
13,5
H26
W = 0,64Vn + 14,8
33
14,8
32
14,7
2,4
Triaksial konvensional
32
15,7
6,8 %
30
Tabel 2.4
HoekBrown
MohrCoulomb
Vc & Vt Lab
Triaksial
Konvensional
Triaksial
Multitahap
Triaksial
Konvensional
Triaksial
Multitahap
I
Boediman, A. R (2007)
I
Vc
Vt
38,7 3,75
C
-
Vc
24,3
Vt
-
C
-
50,0
7,1
1,0
50,0
9,6
1,9
29,6
5,4
6,3 44,0
30,6
6,5
8,4 32,0
33,5
6,9
7,6 41,0
m
-
m
-
31
1 -3
......................................................................................(2.7)
2
32
33
Berdasarkan geometri pada Gambar 2.17, tegangan normal (n) pada bidang
geser r-r dihitung melalui persamaan :
n =
1
1
(1 + 3 )+ (1 - 3 )cos2 .................................................................(2.10)
2
2
1
(1 - 3 )sin2 .....................................................................................(2.11)
2
.....................................................................(2.12)
(1 sin I ) 1 sin I
1
34
sin I
(1 sin I )
2 cos I
(2.15)
1
3
1 sin I
= k...(2.16)
1 sin I
Keterangan : k = kostanta dari kemiringan garis antara V1dan V3 (lihat gambar 2.17)
1
=A 3 + 1 .......................................................................................(2.17)
c
c
Keterangan:
k = konstanta
35
Wm
c
B m + 0,1 ..................................................................................(2.18)
c
1
=A 3 + 1
c
c
Kriteria II
Wm
c
A=5
A = 4,5
A = 4,0
A = 3,0
A = 3,0
B m + 0,1
c
B = 0,8
B = 0,78
B = 0,75
B = 0,7
B = 0,7
2
3
Tuff
Siltstone
Shale
Mudstone
Limestone
4
Quartzite
Sandstone
Dolorite
5
Norite
Granite
Quartzdiorit
36
'
Keterangan:
s, a
Vci
Untuk batuan utuh (intact rock), Hoek-Brown memodifikasi persamaan 2.19, dengan
mensubtitusi s = 1 dan a = 0,5, sehingga menjadi persamaan 2.20.
0,5
'
Tabel 2.7 Nilai konstanta m untuk beberapa jenis batuan (Rocklab 10)
Tipe Batuan
Sedimen
Beku
Metamorfik
Jenis Batuan
Nilai m
Sandstone
Shale
Dolomit
Andesit
Diorit
Granit
Slates
Schist
174
62
93
255
255
323
74
103
37