Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pemikiran dan Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan

Kelompok 14
Turmudzi abdul azis
Tri asbahdin
Mulyani zahra paramata
Yoga wisnu

TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses pejalanan, Islam selalu memberi perubahan bagi suatu

Negara.

Perubahan-perubahan tersebut baik dalam bidang politik, ekonomi,maupun peradaban.


Di Indonesia, Islam sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan tentunya sangat
berbeda, yang mana sebelum kemerdekaan penyebaran islam itu melalui jalur-jalur, yaitu
seperti perdagangan, perkawinan, kesenian,dll. Lain halnya dengan setelah kemerdekaan,
banyak perubahan-perubahan dengan perkembangan, penyebaran, dan peradaban yang
seharusnya kita ketahui bersama.
Oleh karena itu kami akan mencoba menyajikan tentang perkembangan, penyebaran,
peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Peradaban Islam Islam Pasca Kemerdekaan Indonesia?
2. Bagaimana hubungan Pemikiran Islam dan Ideologi pancasila sebagai asas tunggal?
3. Bagaimana Penyebaran Islam Pasca Kemerdekaan Indonesia?
4. Apa sajakah hal hal terkait peradaban Islam di Indonesia?

BAB II
2

PEMBAHASAN
1. Perkembangan Islam Pasca Kemerdekaan
A. Islam masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Masa seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai
Rezim Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara. Pemerintahan
Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa dikategorikan kedalam dua
kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin
(1959-1966).
Pada awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah
pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara sekuler? Hal
ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta. Kedudukan golongan
Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang
merupakan mayoritas.
Misalnya saja, dalam KNIP dari 137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20
orang, di BPKNIP yang beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan.
Belum lagi dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang
dipercayakan kepada tokoh Islam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia. Dalam
usaha untuk menyelesaikan masalah perdebatan ideologi diambillah beberapa keputusan ,
salah satunya adalah dengan mendirikan Kementrian Agama.
B. Pembentukan Kementrian Agama
Pembentukan Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas
agar dalam Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian
tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian Agama
resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang diangkat pada
12 Maret 1946.
Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masingmasing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya
pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam
dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat
Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh
3

Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang)


Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan dan Fungsi Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1. Mengurus

serta

mengatur

pendidikan

agama

di

sekolah-sekolah

serta

membimbing perguruan-perguruan agama.


2. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan Agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
4. Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan hukum agama.
5. Mengurus dan mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren
luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
Meskipun Departemen Agama dibentuk, namun tidak meredakan konflik ideologi
pada masa sesudahnya.
Setelah Wakil Presiden mengeluarkan maklumat No.X pada 3 November 1945
tentang diperbolehkannya pendirian partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya
bertikai muncul kembali , Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai Sosialis
(dengan falsafah hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) yang Nasionalis
Sekuler. Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog ideologi secara terbuka dan
memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu : Islam, Pancasila dan Sosial Ekonomi.
Pada kurun waktu ini , umat Islam begitu kompak , buktinya dengan
ditandatanganinya Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta.
Selain itu , dalam menghadapi pasukan Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA, para
Kiyai dan Tokoh Islam mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan
merupakan fardhu ain, sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah. Hasil terpenting
dari kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan politik Indonesia.
Disisi lain, Syahrir yang merupakan pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya
rekonstruksi KNIP melalui petisi 50 negara KNIP, tujuannya agar kabinet tak didominasi oleh
kolaborator (jepang dan Belanda). Desakan ini kemudian dikabulkan oleh Presiden, dengan
demikian KNIP mendapatkan Hak legislatif untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Selain
itu, Syahrir dan kelompoknya juga mendesak untuk dilakukannya perubahan mendasar dalam
4

sistem pemerintahan Republik, kabinet bukan bertanggung jawab kepada Presiden, tapi
kepada KNIP, dengan begitu sistem pemerintahan bukan lagi presidentil, tetapi Parlementer.
Masyumi kurang sejalan dengan usulan Syahrir karena pada kenyatannya Syahrir
sangat erat berhubungan dengan Jepang dan ekspensor Belanda. Presiden pada waktu itu
setuju dengan usulan Syahrir, bahkan kemudian Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri
pada 14 November 1945. Hasilnya, dari 14 anggota parlemen, hanya satu orang yang dapat
dianggap mewakili tokoh Umat Islam, yaitu H. Rasyidi yang kemudian bertamabah pada 3
Januari 1946 dengan diangkatnya M. Natsir sebagai Menteri Penerangan. Sejak saat itu,
Masyumi menjadi oposisi dan baru pada Kabinet Amir Syarfudin Masyumi masuk sebagai
partai koalisi.
Selanjutnya dalam kabinet Hatta, ada empat masalah krusial yang harus dselesaikan ,
yaitu gerakan Darul Islam, konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan melalui
KMB dan penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun waktu 19501955 peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah pemilu 1955 dimana terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang
merupakan koalisi PNI, Masyumi dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena
ingin ikut serta dalam kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun keluar dari
kabinet karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani krisis di beberapa daerah.
Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada 1959, dikeluarkanlah Dekrit Presiden
tentang pembubaran konstituante dan sekaligus pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar
tahun 1945 dan usaha-usaha partai Islam untuk menegakan sIslam sebagai ideologi negara
dalam konstituante pun mengalami jalan buntu.
Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah untuk menyatakan bahwa Piagam
Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun tampaknya kemudian menjadi awal bergantinya
sistem demokrasi Liberal berganti menjadi demokrasi terpimpin.
C. Islam Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden Pada 1959, berakhirlah masa Demokrasi
liberal, berubah menjadi Demokrasi terpimpin Soekarno. Timbulnya pemusatan kekuasaan
mencuatkan konsekuensi yang variatif terhadap partai-partai islam.
Dengan beberapa Keppres, sejumlah Parpol dikebiri karena dianggap menciptakan
pemerintahan yang tidak efektif. Beberapa tindakan seperti kristalisasi NU dan PSII, ( namun
Perti yang dianggap wakil kelompok NASAKOM dibiarkan tetap ada), sedangkan yang
5

terjadi pada Masyumi, beberapa pemimpinnya yang dianggap pendukung sejati negara Islam
dan oposisi yang tak berkesudahan dipenjarakan dan Masyumi di bubarkan pada 1960.
Partai islam yang tersisa (NU, Perti dll) melakukan penyesuaian diri dengan keinginan
Soekarno yang didukung oleh ABRI dan PKI. Beberapa bentuk penyesuaiannya seperti
pemberian gelar Waly Al-Amr al-Dahruri bi al-Syaukahkepada Soekarno oleh NU,
dan Doktor Honoris Causa dari IAIN dengan promotor K.H. Saifudin Zuhri (salah satu
pimpinan NU). NU mendukung beberapa manipol Usdek Soekarno, sehingga pasca
dibubarkannya Masyumi, NU menjadi Partai Islam terbesar pada waktu itu. Beberapa pihak
menganggap NU sebagai partai oportunis karena sikap proaktifnya. Anggapan ini kemudian
dibantah oleh petinggi-petinggi Nu, merka beralasan hal ini sebagai bentuk pengimbangan
terhadap kekuatan PKI. Namun tetap saja secara keseluruhan peranan partai Islam mengalami
Kemerosotan. Tak ada jabatan menteri penting yang dipercayakan kepada tokoh Islam dalam
masa Demokrasi Terpimpin ini. Satu-satunya kepentingan Islam yang diluruskan adalah
keputusan MPRS tahun 1960 yangmemberlakukan pengajaran agama di Universitas dan
perguruan tinggi. Legislasi Islam sebagai ideologi negara dianggap mepmberi pengaruh
negatif terhadap pemerintahan.
Di masa Demokrasi terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya
NASAKOM (Nasionalis, Agamis,dan Komunis), suatu pemikiran yang ingin menyatukan
Nasionalis sekular, Islam dan Komunis. Gagasan ini adalah upaya untuk meredam gejolak
politik antara kelompok-kelompok tersebut. Dengan menampung ketiganya dalam satu
payung, Soekarno mencoba mengendalikan tiga unsur politik ini. Namun, dengan adanya
upaya ini maka implikasinya, peranan partai mengalami erosi karena , kecuali PKI yang
memainkan peranan penting.
Keadaan ini menimbulkan ketegangan antara Islam dan komunisme dan munculnya
ketidakpuasan dari pihak Nasionalis Sekuler dan angkatan bersenjata. Kemudian muncul
semacam anggapan adanya pengkhianatan Soekarno terhadap Pancasila. Soekarno dianggap
berselingkuh. Pancasila ditafsirkan sesuai dengan caranya sendiri. Meskipun dalam Pancasila
sendiri, unsur-unsur NASAKOM ini nampak jelas ada di dalamnya. Tetapi dengan
mengangkatnya dari sebuah substansi yang ada di dalam menjadi sebuah ideologi yang
setara, maka penduaan ini tidak terelakkan. Indonesia harus mengangkat Pancasila sekaligus
menjunjung NASAKOM-isme. Slogan-slogan, kemakmuran, kesejahteraan, nasionalisme
yang agamis berusaha diserukannya , mungkin untuk mengangkat citranya.
6

Akhirnya masa kejatuhan kekuasaannya pun tiba. Kondisi negara berkebalikan


dengan slogan-slogan Soekarno yang pada waktu itu ia gembar-gemborkan. Dengan inflasi
keuangan negara sebesar 600 persen, maka era Soekarno pun berakhir, dengan gagalnya
Geakan 30 September PKI tahun 1965, dimana umat Islam bersama ABRI dan golongan lain
bekerjasama menumpasnya
D. Perkembangan Islam Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Usaha partai-parti Islam untuk menegakkan Islam sebagai Idiologi negara dalam
konstituante mengalami jalan buntu. Partai-partai Islam itu melakukan penyesuaian terhadap
kebijakan Soekarno, tetapi secara keseluruhan peranan-peranan partai-partai Islam
mengalami kemerosotan. Tidak ada jabatan menteri berposisi penting yang diserahkan
kepada Islam sebagaimana yang terjadi pada masa demokrasi parlementer. Satu-satunya
kepentingan Islam yang diluluskan adalah keputusan MPRS tahun 1960 yang
memberlakukan pengajaran agama di Universitas dan perguruan Tinggi.
Meskipun ummat Islam merupakan 87% penduduk Indonesia dalam kehidupan
berbangsa ini, ide negara Islam secara terus-menerus ditolak. Bahkan partai-partai Islam
mulai dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan selalu mengalami kekalahan, kecuali
diawal pergerakan nasional.
Bahkan sekarang dengan pembaharuan politik partai-partai berideologi Islam pun
lenyap.
Kegiatan Islam semakin berkembang pada masa orde baru ini, diantaranya:
1.

Bangunan-bangunan baru Islam (Masjid dan Mushallah)

2.

Pembangunan Madrasah, Pesantren dan juga Universitas Islam.

3.

Adanya kegiatan bulan Ramadhan (Pesantren kilat)

4.

Aktivitas Sosial keagamaan.

5.

Puisitasi Islam, drama, dan pegelaran seni Islam lainnya.


Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965 bangsa Indonesia telah

memasuki pase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde Baru
berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan
pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda dam mahasiswa
7

melakukan demontrasi dijalan-jalan sebagian secara spontan sebagian lagi atas perencanaan
pihak lain mula-mula memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan sampai protes
terhadap Soekarno.
Sebagaimana dikemukakan diatas MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada
waktu itu sedang dilakukan upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI. Dalam
keputusannya bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian sejak
tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik
menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Periode ini disebut zaman Orde Baru
dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. pemerintah Orde Baru
bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni
dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan pendidikan agama
khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan
dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak
tahun 1973 hingga sekrang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan
agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 2
Tahun 1989).
Pembangunan nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan warga dan
masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan
keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, dengan sesama manusia dan
dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal
tonggak pembangunan bidang agama.
E. Perkembangan Islam pada Masa Reformasi (1998-sekarang)
Babak baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada pemilu yang dilangsungkan
tahun 1999, organisasi islam banyak mendirikan partai politik yang berasaskan islam dan
atau berbasis umat islam. Diantaranya: PPP, PAN, PKB, PNU, PBB, PK sekarang PKS, dll.
Pada masa itu simbol-simbol agama sangat mewarnai kancah perpolitikan indonesia.
8

Simbol-simbol keagamaan yang diekspresikan apparatus birokrasi, tentu memiliki makna


sosial. Bisa jadi ia merupakan representasi dari kesalehan dan kesadaran spiritual apparatus
birokrasi, tetapi juga bukan mustahil ia juga bisa berubah menjadi sumber pengumpulan
legitimasi. Hasil dari pemilu tahun 1999 tersebut membawa Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menjadi presiden RI ke-4.
Sejak pemilu tahun 1999 sampai dengan sekarang, umat islam mulai kebingungan
akan pilihan yang harus ia pegang. Sebab, semuanya mengaku bernafas islam dan
mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh partai politik-pun banyak mengalami perebutan
kepemimpinan dan atau pecah menjadi beberapa partai.
Perubahan setting politik pasca-Orde Baru tanpa diduga memberi ruang bagi
berkembangnya wacana penegakkan syariat islam di indonesia. Seperti yang telah dilakukan
oleh Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan penggunaan syariat islam.
Pada era reformasi pun muncul beberapa perkembangan yang memperkuat Islam
Budaya. Di antaranya lahir sejumlah undang-undang dan kebijaksanaan pemerintah yang
menunjang pelaksanaan hukum Islam. Undang-undang yang menunjang pelaksanaan hukum
Islam adalah Undang-undang tentang penyelenggaraan Ibadah Haji (UU No. 17 Tahun
1999) dan Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat (UU No. 38 Tahun 1999).
Sedang kebijaksanaan pemerintah yang memperkuat pelaksanaan hukum Islam
terutama terjadi di bidang ekonomi, yaitu lahirnya bank-bank syariah yang didirikan oleh
pemerintah yakni Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah BNI. Perkembangan ini juga
diikuti oleh sejumlah bank swasta.
Masih menguatnya Islam budaya lebih jelas lagi terkihat pada pelaksanaan Pemilu
1999 yang lalu. Pemilu ini diikuti 19 partai politik Islam dari 48 partai.
Tampaknya kelompok Islam modernis lebih menyukai partai politik yang memiliki
komitmen pada Islam, tetapi tidak membawa bendera Islam, seperti PAN dan Golkar.
Mereka berpandangan bahwa politik bukanlah tujuan, melainkan hanya satu sarana untuk
memperjuangkan aspirasi umat. Mereka menyadari bahwa aspirasi umat tidak hanya di
bidang politik, tetapi juga ekonomi dan pendidikan.
Peningkatan

pendidikan

umat

islam

menyandarkan

mereka

mengenai

keterbelakangan di bidang pengetahuan, teknologi dan ekonomi. Karena itu kemudian


aspirasi umat islam tidak hanya di bidang politik,tetapi juga perlunya memajukan kehidupan
ekonomi dan iptek. Namun reformasi ini tidak berarti bagi perkembengan Islam bila
kemudian muncul pemerintahan yang tidak berpihak kepada kepentingan Islam dan kaum
9

muslimin. Gerakan budaya dan politik Islam bisa jadi terhambat kalau pemerintah yang
berkuasa membatasi perkembangan Islam.
2. Pemikiran Islam dan Pancasila Sebagai Asas Tunggal
a. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki fungsi dan peran, meliputi: (a)
Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia. (b) Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia. (c) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. (d) Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. (e) Pancasila sebagai
perjanjian luhur Indonesia. (f) Pancasila sebagai pandangan hidup yang
mempersatukan bangsa Indoensia. (g) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia. (h) Pancasila sebagai moral pembangunan. (i) Pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila.
Ideologi juga merupakan sistem simbol atau kepercayaan yang berhubungan
dengan tindakan sosial atau praktik politik. Bahkan dengan ideologi, suatu
kelompok masyarakat atau kelompok sosial tertentu bisa melakukan kritik dan
reaksi terhadap fenomena yang terjadi. Karena itu, ideologi dapat dinyatakan
sebagai wajah kesadaran kelas yang diorientasikan pada tindakan politik. Dalam
mencari ideologi negara, bangsa Indonesia dapat berjalan dalam dua arah, negara
agama atau sepenuhnya secular.
b. Ideologi Islam vs Ideologi Pancasila
Dalam perjuangan untuk menegakkan Islam di bumi Nusantara, kelompok
Islam fundamental menggunakan kerangka ideologis revivalisme yang mencakup
kerangka-kerangka berikut: pertama, Islam adalah pandangan hidup yang total dan
lengkap. Agama integral dengan politik, hukum, dan masyarakat. Mereka
menggunakan al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama dalam menentukan
hukum dan kebijakan sehari-hari, padahal kita tahu bahwa al-Quran dan Hadits
ketika dipegang atau ditafsirkan- memiliki multitafsir. Kedua, kegagalan masyarakatmasyarakat Muslim disebabkan oleh penyimpangan mereka dari jalan lurus Islam
dan mengikuti jalan sekuler non- Islam dengan
1 ideologi dan nilai-nilai sekuler dan
0

materialistis. Ketiga, pembaruan masyarakat mensyaratkan kembali kepada Islam,


sebuah reformasi atau revolusi religio-politik, yang mengambil inspirasinya dari alQuran dan gerakan besar Islam yang dipimpin oleh Rasulullah. Keempat, untuk
memulihkan kekuasaan Tuhan dan meresmikan tatanan sosial Islam sejati, hukumhukum berinspirasi non-Islam harus digantikan dengan hukum Islam, yang satusatunya diterima oleh umat Islam.
Pancasila merupakan sebuah sintetis dari gagasan Islam modern, ide
demokrasi, Marxisme, dan gagasan demokrasi asli seperti yang dijumpai dalam
sebuah komunitas penduduk pribumi.
Yang penting, masalah upaya umat Islam di Indonesia untuk menerima
ideologi negara, yang dicontohkan oleh penerimaan NU atas Pancasila sebagai
ideologi nasional, mungkin merupakan bentuk Islam yang sepenuhnya sesuai
dengan perpolitikannasional sekuler, demokrasi, liberal, dan hubungan
nonkonfrontasional dengan dunia non-Muslim.
Jauh sebelum terjadinya perdebatan Islam dengan Pancasila yang kemudian
menjadi kekerasan bersenjata, KH Ahmad Sidiq yang kemudian dikutip oleh
Lukman Hakim30 mengatakan bahwa Islam bukan hasil pemikiran manusia bahkan
bukan hasil pemikiran rasul. Islam merupakan wahyu Ilahi. Oleh karenanya,
seorang pemeluk Islam sah-sah saja untuk berfilsafat, berideologi, berbudaya,
asalkan pemikiran-pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Agama dan ideologi harus ditempatkan pada tempatnya masing-masing.
Ideologi dan agama tidak selalu dipilih atau dibuang salah satunya. Keduanya dapat
sejalan, saling menunjang, dan saling mengokohkuatkan. Diingatkan, bahwa agama
saja dilarang berlebih-lebihan dalam menerapkan agama (ghuluw fid dn), maka
pantaslah kalau ada ghuluw fi Pancasila. Karena itu, sangatlah tepat jaminan
pemerintah bahwa Pancasila tidak akan di-agama-kan dan agama tidak akan diPancasila-kan. Karena itu, antara Pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan,
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Dan KH Ahmad Sidiq menyarankan:
1
1

sebaiknya kita menyebutkan/menuliskan Pancasila menurut UUD 1945, bukan


Pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, Pancasila tidak diberi makna berbeda
dengan UUD 1945.
Sedangkan menurut Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pancasila bisa diterima
jika dimaknai sebagai landasan filosofis negara, bukan sebagai ideologi negara.
Maksudnya, nilai-nilai luhur dan kebijksanaan yang terkandung dalam pancasila
perlu diamalkan dalam kehidupan bernegara. Sedangkan Pancasila sebagai ideologi
negara yang berfungsi sebagai landasan sistem politik dan hukum dipermasalahkan
oleh PKS. Karena menurut PKS, keberadaan Pancasila seharusnya tidak menjadi
penghalang bagi keberadaan agama dalam membentuk dasar-dasar bernegara.
Negara Pancasila mesti membuka pintu bagi agama sebagai sumber nilai dan
sumber konstitusi dan sekaligus hukum formal. Singkatnya, Pancasila jangan
dilawankan dengan syariat Islam dan tidak dijadikan benteng sekularisasi.
Pancasila juga tidak diposisikan sebagai satu-satunya ideologi yang menafikan
ideologi Islam. Bagi PKS, penerapan syariat Islam dalam konteks kemasyarakatan
dan hukum formal telah cukup sebagai perwujudan dari negara Islam tanpa
harus menyebutkan secara formal Negara Islam Indonesia.
Dengan demikian, PKS telah sadar untuk tidak menjadikan Negara Islam
Indonesia, karena: pertama, sejarah kelam perjuangan pembentukan Negara Islam
Indonesia. Kedua, menyadari akan kemajemukan agama, pemikiran, ideologi,
pandangan, dan kepentingannya. Ketiga, sorotan dunia atas gerakan Islam radikal.
Keempat, memaksakan agama kepada orang lain bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, bukan karena mempraktekkan asas toleransi beragama. Pemaksaan dalam
berdakwah akan menyebabkan konflik baru atas kerukunan umat beragama.
Dalam sejarah titik balik pergolakan Muslim untuk menjadikan ideologi
Islam sebagai sentral dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang telah
mengalami beberapa kegagalan, sehingga mereka harus mengkonsep kembali
revivalisme Islam Indonesia. Di sini beberapa fenomenafenomena yang umum pada
1
2

pengalaman Muslim kontemporer, karena: (1) krisis identitas yang diawali dengan
rasa kegagalan, kehilangan identitas, dan kurangnya penghargaan diri; (2)
kekecewaan terhadap non-Muslim, karena banyaknya penguasa Muslim yang
berkiblat kepada mereka dengan merespon kebutuhan politik dan sosial-ekonomi
masyarakat mereka; (3) perasaan bangga terhadap keberhasilan revolusi-revolusi
Islam di dunia; dan (4) pencarian identitas yang lebih otentik yang berakar pada
Islam zaman dulu.
Bahkan diterimanya Pancasila sebagai asas tunggal sebagai even memudarnya
sikap primordialistik, karena ada empat alasan: pertama, pencerminan adanya usaha
menjaga kestabilan harmonisasi dinamis dari keseragaman budaya dan agama
masyarakat Indonesia. Kedua, berfungsi sebagai pemersatu nilai yang memberikan
alternatif baru baik untuk individu maupun masyarakat untuk mencapai satu tujuan
sistem cita-cita dan pola berfikir nasional. Ketiga, sebagai ideologi yang mengandung
harapan baru untuk melangkah kepada kehidupan yang lebih baik. Keempat, mampu
mempengaruhi berbagai kehidupan dan corak keberagamaan masyarakat Indonesia
serta memiliki kemampuan untuk menyesuaikan pertumbuhan masyarakat.
3. Penyebaran Islam Pasca Kemerdekaan Indonesia
Penyebaran agama pasca kemerdekaan diwarnai dengan lahirnya tokoh-tokoh agama
dari berbagai corak pemikiran. Disamping itu juga ada gerakan-gerakan dakwah seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, Dewan Dakwah Islam. Kesemuanya itu
memunculkan dinamika penyebaran agama berdasarkan dengan pola pemikiran dan
pandangan dari masing-masing organisasi atau kelompok pemikir lainnya. Organisasiorganisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa
kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain lain.
Pada masa orde baru, pola penyebaran penyiaran Islam dilakukan melalui mimbar di
samping kegiatan organisasi keagamaan. Pada masa reformasi, dinamika penyebaran Islam
tidak lagi sama dengan orde lama dan orde baru. Penyebaran ajaran Islam memulai babak
baru dengan lepasnya ikatan yang menakutkan yang disebut era kebebasan. Dalam konteks
ini muncul kembali atribut-atribut gerakan Islam seperti : Forum Pembela Islam (FPI),
1
3

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad, Forum Komunikasi Ahli Sunnah
Waljamaah (FKSW), dan Hizbut Tahrir.
4. Hal hal yang berkaitan dengan peradaban Islam pasca Kemerdekaan
a. Departemen Agama
Sebagaimana telah disebutkan, sejak awal kebangkitan nasional, posisi agama sudah
mulai dibicarakan kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung
oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, Negara
Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah Negara sekuler, negara yang dengan
jelas memisahkan persoalan agama dan politik, sebagaimana diterapkan di Negara Turki oleh
Mustafa Kamal. Golongan lainnya berpendapat, Negara Indonesia merdeka adalah Negara
Islam. Kedua pendapat itu terlihat misalnya, sebelum kemerdekaan, dalam polemic antara
Soekarno dengan Agus Salim, kemudian dengan M. Natsir di akhir tahun 1930-an dan awal
1940-an; diskusi dan perdebatan di dalam siding-sidang BPUPKI yang menghasilkan Piagam
Jakarta. Setelah kemerdekaan, persoalan itu juga terangkat kembali di dalam siding-sidang
konstituante hasil pemilihan umum 1955 M yang berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden
5 Juli 1959, yaitu kembali kepada UUD 1945.
Meskipun persoalan itu belum selesai dipecahkan, tampaknya para pemimpin bangsa
Indonesia sudah bergerak jauh ke depan, memikirkan alternative jalan tengah dari dua
pendapat tersebut. Mereka menganjurkan suatu Negara yang mempunyai dasar keagamaan
secara umum dan pemerintahan mengakui nilai keagamaan yang positif, karena itu akan
memajukan kegiatan keagamaan. Dalam kerangka itulah, Departemen Agama didirikan.
Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masingmasing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya
pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal (Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam
dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat
Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh
Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang)
Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
b. Pendidikan
Pada periode pasca kemerdekaan, pendidikan Islam pada dasarnya masih bertumpu
pada sistem pendidikan sebelumnya, yaitu pesantren dan madrasah. Wewenang untuk
1
4

melakukan pembinaan terhadap Pesanteren dan Madrasah oleh pemerintah kemudian


diserahkan kepada Departemen Agama.
Dalam kabinet Wilopo, tugas Departemen Agama ditambah, yaitu melaksanakan
Pendidikan Keguruan untuk tenaga pengjar pengetahuan Agama di sekolah umum dan tenaga
pengajar pengetahuan umum di sekolah Agama. dari tugas tersebut kemudian mendirikan
beberapa sekolah khusus, yaitu :
a. Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun untuk menjadi guru Agama di Sekolah Rakyat.
b. Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) untuk menjadi Guru Agama disekolah
Menengah Pertama ditempuh 2 tahun dan mempunyai empat bagian Jurusan : bagian A
(Sastra), B (Ilmu Pasti), C (Ilmu Agama), dan Bagian D (Hukum Agama).
c. Perguruan Tinggi Agama Negri (PTAIN) untuk menjadi tenaga pengajar Sekolah
Menengah Atas.
d. Pendidikan Guru Agama (PGA) untuk menjadi Guru Umum pada sekolah-sekolah agama
tngkat rendah (SR).
Selain itu Departemen Agama juga mengelola beberapa lembaga Pendidikan lainnya,
seperti :
a. Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) sebagai perubahan dari SGHA bagian D (Hukum
Agama) lama Pendidikan 3 tahun
b. Sekolah Persiapan IAIN (SP.IAIN) sekolah ini di maksudkan untuk calon-calon
Mahasiswa IAIN dengan lama belajar 3 tahun selama tampat dari Madrasah Tsanawiyah
dan setelah tamat PGA 4 Tahun.
Untuk meningkatkan madrasah Kementrian Agama mengeluarkan Peraturan Menteri
Agama No. 7 Tahun 1952 tentang mengatur jenjang Pendidikan Madrasah. Menurut
peraturan ini, jenjang pendidikan pada Madrasah terdiri dari :
a. Madrasah Rendah (sekarang Madrasah Ibatidaiyah)
b. Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama (Sekarang Madrasah Tsanawiyah)
c. Madrasah Lanjutan Atas (Sekarang disebut Madrasah Aliah)
Selanjutnya di dorong oleh keinginan untuk memodernkan dunia pesantren dan
Madrasah, sekitar tahun 1958 departemen mengadakan pembaharuan hal itu di wujudkan
dengan mendirikan Madrasah Wajib Belajar, dengan masa setudi 8 tahun. Sedangkan materi
pelajaran yang diberikan Madrasah ini terdiri dari pelajaran Agama, Pengetahuan Umum, dan
1
5

Perkembangan Tangan/Kecekatan atau ketrampilan. Dengan perbandingan 25% untuk


pelajaran Agama,75% untuk Pengetahuan Umum dan Ketrampilan.
Mengenai Madrasah Aliah adalah Sekolah Umum yang bercirikan Khas Agama Islam.
Untuk perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan Pendidikan pada Madrasah Aliah pilihan
Ilmu-ilmu Agama maka di bentuk dengan Madrasah Aliah Program Khusu (MAPK) yang
bertujuan untuk menghasilkan siswa-siswa yang mempunyai bekal pengetahuan dasar dalam
ilmu-ilmu Agama dan Bahasa Arab yang diperlukan untuk melanjutkan jenjang Pendidikan
Islam yang lebih tinggi atau dapat bekerja di masyarakat dalam bidang pelayanaan
keagamaan.
Beberapa Tahun Kemudian muncil pemikiran dikalangan para tokoh Muslim untuk
meningkatkan efektifitas dan fungsi STI (Sekolah Tinggi Islam) yang sejak 10 April 1946
berpindah di Yogyakarta. Dari pemikiran tersebut kemudian melahirkan kesepakatan untuk
merubah STI menjadi Universitas. Yang pada akhirnya tanggal 22 Maret 1948,STI dirubah
menjadi Universitas Islam Indonesia, tetapi untuk Fakultas Agama di pisah menjadi
Perguruan Tinggi Agama Negeri (PTAIN). Pada tanggal 24 Agustus 1960 PTAIN di gabung
dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), sehingga menjadi Institut Agama Islam Negeri.
Sementara tahun 2000-an ada dua IAIN yaitu IAIN Syarif Hidayatullah dan IAIN Sunan
Kalijaga serta satu STAIN yaitu STAIN malang dikembangan menjadi Universitas Islam
Negeri.
c. Majelis Ulama Indonesia
Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa pemerintahan Soekarno yang
pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di
samping untuk tujuan pembinaan mental, rohani dan agama masyarakat. Di Jawa Barat
berdiri pada tanggal 12 Juli 1958 diketuai oleh seorang panglima Militer yang pada saat itu
untuk meredakan pemberontakan DI-TII tahun 1961, tetapi setelah pemberontakan itu
mereda, Majelis Ulama ini bergerak dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan,
seperti dakwah dan pendidikan.
Dalam pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia yang disahkan dalam kongres.
Majelis Ulama ini berfungsi antara lain:

1
6

a. Memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatn kepada
pemerintahan dan umat Islam umumnya sebagau amar maruf nahi mungkar, dalam usaha
meningkatkan ketahanan nasional.
b. Mempererat ukhuwah islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan
antarumat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Mewakili umat Islam dalam konsultasai antarumat beragama.
d. Penghubung antara ulama dan umara (pemerintahan) serta menjadi penerjemah timbal
balik antara pemerintahan dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional.
d. Hukum Islam
Salah saatu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen
Agama adalah hukum atau syariat. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada
soal-soal hukum muamalat bersifat peribadi. Hukum muamalat pun terbatas pada masalah
nikah, cerai, rujuk, hukum, dan waris
e. Haji
Setelah kemerdekaan, pada tahun 1970-an, banyak para pejabat tinggi pemerintah,
termasuk menteri, yang tidak ketinggalan berangkat ke tanah suci. Bahkan dari kalangan
merekalah amir al-hajj (pemimpin jamaah haji) Indonesia ditunjuk. Pada tahun 1950 sebuah
yayasan, yaitu perjalanan haji Indonesia, didirikan di jakarta.
Pemerintah juga memberikan kekuasaan kepada yayasan untuk menyelenggarakan
perjalanan haji. Sebuah bank, bank haji Indonesia dan sebuah perusahaan kapal, pelayaran
muslim Indonesia (musi) didirikan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Islam diawal kemerdekaan dihadapi dengan masalah terbentunya kementrian
agama. Usulan terbentuknya kementrian agama dilakukukan beberapa kali.
1
7

Hingga akhirnya terbentuk kementrian agama, yang menjadi ketua pertama adalah
Sultan Syahrir.
2. Pada masa demokrasi terpimpin pada pemerintahan Soekarno partai-partai islam
dipersempit dalam menduduki kursi parlemen. Pada masa orde baru dibawah
pimpinan Soeharto partai-partai islam dipersempit. Terbukti pada pemilu tahun
1977 hanya partai-partai islam hanya menginduk pada satu partai yaitu PPP.
3. Indonesia pada akhirnya menjadikan pancasila sebagai Asas tunggal dan ideologi
bangsa karena Pancasila mencakup seluruh agama yang ada di Indonesia tanpa
menkhususkan agama tertentu. Umat Islam pada saat itupun akhirnya menerima
adanya pancasila sebagai asas tunggal, dan tidak lagi menuntut Indonesia sebagai
negara Islam.
4. Peradaban islam setelah kemerdekaan mengalami perubahan yang pesat, mulai
dari pendidikan, hukum islam maupun dalam lembaga organisasi seperti
Departemen Agama dan MUI.

Daftar Pustaka
a. Amir, Zainal Abidin, Peta Islam Politik : Pasca Soeharto,(Jakarta:LP3ES,2003)
b. Andee Fellard, NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi Bentuk, dan Makna,
(Yogyakarta:Lkis,1999)
1
8

c. Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik


Islam:Perbandingan Partai Masyumi (indonesia) dan Partai Jamaat-i-Islami
(Pakistan),(Jakarta:Paramidana, 1999)
d. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1990-1945, cetakan keempat
(Jakarta:L3PES, 1988)
e. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam Indonesia:Pendekatan Fikih dalam poltik
(Jakarta: Gramedia,1998)
f. Ahmad Syafii Maarif,Islam dan Masalah kenegaraan : Studi tentang Peraturan
zzdan Konstituante (Jakarta: L3PES, 1996)
g. Mundzirin Yusuf,dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Yogyakarta: cetakan I
Pustaka,2006)
h. Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
i. Deliar Noer, Administrasi Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1983)
j. http://www.referensimakalah.com/2012/02/penyebaran-islam-di-indonesiapasca_3888.html
k. http://zenmasyafta.blogspot.com/2012/11/peradaban-islam-di-indonesia-pradan.html

1
9

Anda mungkin juga menyukai