Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..i
Daftar Isi..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang.......
1
Rumusan
1.2.
Masalah
.2
1.3.
Tujuan
Masalah..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Prinsip-Prinsip Terwujutnya Persekutuan Masyarakat Desa........3
2.2. Fungsi Lingkungan Hidup Pedesaan....5
2.3. Karekteristik Kehidupan Masyarakat Desa..6
2.4. Tipologi Desa dan Tingkat Perkembangan Masyarakat Desa......7
2.5. Indikator Tingkat Perkembangan Desa........9
2.6. Tingkat Perkembangan Desa......10
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN...11
3..SARAN1
DAFTAR PUSTAKA13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Desa merupakan suatu pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat
yang bersifat agraris serta bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa yang
merupakan sutu wilayah yang penduduknya atau masyarakatnya bermatapencaharian poko
dibidang pertanian, bercocok tanam, atau agraria, nelayan. Jika dilihat dari segi social budaya,
desa tampak dari hubungan social antar penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan
kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan, kurang tampak adanya pengkotaan,
ataudengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong royong.
Telah diketahui sedikit pengertian dari desa serta sejarah desa yang mana untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia secara bersama-sama mewujudkan suatu masyarakat,
dan kemudian menempti territorial. Banyak alas an yang membuat mereka bertahan hidup salah
satunya ialah untuk mencapai kemajuan hidupnya.
Dari sinilah muncul berbagai tipe desa, ada desa petani, desa nelayan, desa petrnak dan
yang lainnya yang pada akhirnya memculkan suatu bentuk tipologi dan klasifikasi tingkat
perkembangan desa, karena adanya potensi-potensi dasar dalam menigkatkan pembangunan
desa, tipe-tipe desa dalam pembangunan yang diupayakan untuk meratakan pembanguanan
dalam rangka mempertinggi tingkat pendapatan sebagian besar masyarakat setempat.
Adanyaindikator-indikator tingkat perkembangan desa yang bisa menjadi tolak ukur dalam
melihat suatu hasil proses kegiatan dalam pembangunan desa yang telai dicapai. Serta Tingkat
klasifikasi perkembangan desa, yaitu desa swadaya, desa swakarya, desa swasembada.yang
dilihat berdasarkan kesamaan tingkat perembangannya atas dasar factor pembangunan.
1. Rumusan Masalah
a. Apakah faktor-faktor yang menjadi terwujudnya persekutuan masyarakat desa?
b. Bagaimana karakteristik masyarakat pedesaan?
c. Bagaimana tipikal masyarakat desa serta tingkat perkembangannya?
1.3. Tujuan
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor terwujudnya persekutuan dalam
masyarakat desa.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui karakteristik dari masyarakat pedesaan.
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui tipologi yang ada dalam masyarakat desa serta
tingkat perkembangan masyarakat desa.
d. Sebagai tugas makalah sosiologi pedesaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip prinsip terwujudnya persekutuan masyarakat desa
Dari berbagai sejarah desa, jika diperhatikan secara seksama diketahui bahwa ada sesuatu
nilai, yang abstrak atau sakral, selain sebab-sebab yang sifatnya material Nilai, norma dan aturan
itu dibutuhkan oleh masyarakat yang kemudian menjadi pengikat kelompok, seperti yang
dikemukakan oleh kontjaraningrat,
ada empat faktor, yaitu :
1. Hubungan kekerabatan (genealogis)
2. Hubungan tinggal dekat (territorial)
3.
4.
a. Faktor territorial
b. Faktor geneologis
c.
Sedangkan Mattulada, menggabungkan dua pendapat diatas menjadi lima faktor sebagai
prinsip terbentuknya persekutuan bangsa.
Kelima faktor kekuatan iu ialah :
1. Dalam persekutuan genealogis atau kekerabatan, tiap-tiap warga persekutuan desa itu
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh persekutuan karena ia adalah anggota dari
suatu kesatuan kerabat atau saudara.Hubungan kekerabatan diantara mereka terjalin
bagaikan jaringan yang menguasai semua sendi kehidupan. Kekuasaan ikatan
kekerabatan menjadi sumber terpenting dalam menilai sesuatu perbuatan. Pimpinan
persekutuan yang berdasarkan pada idea peternalistik atau keturunan kerabat yang tertua,
mewarnai organisasi kehidupan dalam persekutuan. Penghormatan kepada garis
keturunan, nenek moyang pertama, menata pandangan orang tentang masa lampau
sebagai patron atau pola bertingah laku.
2.
Dalam persekutuan hidup territorial atau hubungan tinggal dekat, maka rasa keterikatan
kepada wilayah (lingkungan geografis atau ekologi), menjadi pangkal penilaian utama,
atas hubungan-hubungan seseorang terhadap yang lainnya, baik berupa sesama warga
maupun benda-benda yang terdapat di dalamnya. Tata hubungan nilai hubungan diatur,
seringkali amat tajam, antara warga asli dengan pendatang baru dalam persekutuan.
Kekuasaan tertentu yang menjadi pedoman atau pengatur kehidupan persekutuan itu,
adalah keterikatan dan kesetiaan kepada kepemilikan asli atau yang terdekat kepadanya.
dalam persekutuan itu. Selain ikatan kekerabatan juga keterikatan kepada unsur geografis
dan ekologi menjadi pangkal pembentukan tata nilai.
4. Dalam persekutuan hidup yang mendasarkan diri pada prinsip tujuan khusus, seperti pada
desa-desa yang penduduknya terintegrasi secara fungsional seperti desa nelayan, desa
perkebunan, pertambangan dan sebagainya, Nampak adanya kekuasaan tertentu yang
menata tingkah laku, masyarakat berdasarkan nilai keahlian atau ketrampilan khusus.
5. Dalam persekutuan yag didasarkan pada prinsip ikatann dai atas. Tertanam sikap
menghargai atasan dan rasa ketergantuan kepada atasan , atau negeri induk, pusat
kerajaan, tampak sebagai sumber nilai yang menentukan pola tingkah laku warga
persekutuan itu. Apa yang datang dari atas, adalah bernilai pedoman yang harus ditaati.
Tata nilai dengan demikian dapat dilihat dari sudut prinsip-prinsip terbentuknya sesuatu
persekutuan desa. Apa yang paling dihargai orang dalam suatu persekutuan (masyarakat),
niscaya dapat dicari akarnya dari prinsip-prinsip yang melahirkan adanya semangat yang
mempersatukan warga persekutuan hidup itu. (Mattulada 1978 : 6-8).
B.
Yakni dasar dari desa yang brsangkutan dalam melaksanakan pembangunan, yang terdiri
dari potensi alam, potensi penduduk, dan lokasi atau letak desa terhadap pusat fasilitas. Potensi
dasar yang diolah dan dikembangkan oleh masyarakat serta menjadi sumber penghasilan
sebagian besar masyarakat desa.
2. Tipe Desa,
Ditentukan berdasarkan pendekatan potensi dominan yang diolah dan dikembangkan serta
telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar masyarakat desa. Tipe desa meliputi 8 tipe,
yaitu :
1) Desa Nelayan, ialah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung
pada potensi laut.
2) Desa Persawahan, ialah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya
bergantung pada potensi pertanian sawah, baik yang pengairan teknis, non teknis,
maupun tadah hujan.
3) Desa Perladangan, ialah desa yang sebagian kehidupan penduduknya bergantung
pada potensi pertanian tanah kering (ladang/tegal) baik di Tanami palawija
ataupun yang lainnya.
4) Desa Perkebunan ialah desa yang sebagian kehidupan penduduknya bergantung
pada potensi pertanian tanaman keras (lebih dari satu musim) dan monokultural.
5) Desa Peternakan, ialah desa yang sebagian kehidupan penduduknya bergantung
pada potensi peternakan.
6) Desa Kerajinan/Industri Kecil, yakni desa yang sebagian kehidupan pendduknya
bergantung pada potensi industry kerajinan ataupun industri-industri kecil.
7) Desa Industri Besar/Sedang, yakni desa yang sebagian kehidupan penduduknya
bergantung pada potensi industri besar ataupun indusri sedang.
8) Desa Jasa dan Perdagangan, ialah desa yang sebagaian kehidupan penduduknya
bergantung pada potensi perdagangan dan jasa.
Tipe kelurahan identik denagan tipe desa tersebut diatas selanjutnya desa-desa di
seluruh Indonesia di bangun dengan memperhatikan masing-masing tipe desa, yaitu
memprioritaskan potensi dominan yang telah diolah dan dikembangkan serta telah menjadi
sumber penghidupan sebagian besar masyarakat setempat tanpa mengabaikan potensi lainnya.
Denagan demikian upaya pembangunan guna meratakan pebangunan dalam rangka
mempertinggi penghasilan warga setempat.
D. Indikator Tingkat Perkembangan Desa,
Yakni keadaan yang memberikan petunjuk (tolak ukur) sejauh mana hasil proses suatu
kegiatan dalam pembangunan desa telah dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu. Adapun
indikator-indikator terpenting dalam sebuah pembangunan desa, sebagai berikut :
a. Aspek Ideologi politik :
Indikator pendididkan (PD), indikator ini dpakai untuk menilai tingkat keberhasilan
pendidikan.
d. Aspek Ketertiban dan Ketentraman
Indikator Kamtibmas (KT), menilai tingkat ketentraman dan ketertiban, sebagai berikut :
Perceraian
Kriminalitas
SARA
b) Desa Swakarya (Transisional), ialah desa setingkat lebih tinggi dari desa swadaya. Pada
desa swakarya ini, mulai mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri,
administrasi desa sudah terselenggaradenagan cukup baik dan LKMD (Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa) cukup berfungsi dalam mengorganisasikan dan
menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan secara terpadu.
c)
Desa Swasembada (Berkembang), ialah desa setingkat lebih tinggi dari desa swakarya.
Desa swasembada adalah desa yang telah mampu menyelengarakan urusan rumah tangga
sendiri, administrasi desa telah terselenggarakandngan baik dan LKMD (Lembaga
Ketahanan
Masyarakat
Desa)
telah
berfungsi
dalam
mengorganisasikan
BAB III
PENUTUP
dan
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan diatas telah dapat disimpulkan bahwa ada sesuatu nilai,
yang abstrak atau sakral, selain sebab-sebab yang sifatnya material Nilai, norma dan aturan itu
dibutuhkan oleh masyarakat yang kemudian menjadi pengikat kelompok,. Adapun factor-faktor
yang menjadi sebab terwujudnya suatu persekutuan dalam masyarakat, yaitu adanya Faktor
territorial, Faktor geneologis, Faktor campuran dari territorial dan geneologis. Serta adanya
karakteristik yang ada dalam masyarakat dan tipolog desa, yang dimaksud dengan tipologi yaitu
teknik untuk mengenal tipe-tipe desa berdasarkan cirri-ciri yang menonjol dari suatu masyarakat
yang dimiliki dalam kaitan dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Adapun klasifikasi tingkat perkembangan desa berdasarkan kesamaan tingkat yaitu
adanya suatu potensi dasar dari suatu desa yang bersangkutan dalam melaksanakan
pembangunan desa, adanya tipe-tipe desa yang dapat diolah terus dikembangkan yang kemudian
menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat, misalnya desa petani, desa peternakan, desa
nelayan, dan sebagainya. Adapun indicator-indikator tingkat perkembangan desa, yakni sutu
keadaan yang memberikan pentunjuk sebagai tolak ukur hasil proses suatu kegiatan dalam
pembangunan desa yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu, karena adanya aspek ideology
dan politik, aspek ekonomi, aspek social budaya, serta adanya aspek ketertiban dan ketentraman.
Masyarakat dilihat dari tingkat perkembangannya yaitu, adanya desa swadaya
(Tradisional) adalah, desa yang belummampu mandiri dalam penyelenggaraan urutan rumah
tangga sendiri, administrasi desa belum terselangara dengan baik dan LKMD (Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa) belum berfungsi dengan baik dalam mengorganisasikan dan
menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu. Desa Swakarya
(Transisional), ialah desa setingkat lebih tinggi dari desa swadaya. Pada desa swakarya ini, mulai
mampu
menyelenggarakan
urusan
rumah
tangga
sendiri,
administrasi
desa
sudah
terselenggaradenagan cukup baik dan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) cukup
berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan secara terpadu.
Desa swasembada (Berkembang), ialah desa setingkat lebih tinggi dari desa swakarya.
Desa swasembada adalah desa yang telah mampu menyelengarakan urusan rumah tangga sendiri,
administrasi desa telah terselenggarakandngan baik dan LKMD (Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa) telah berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan esa secara terpadu.
3.. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang Makalah Persekutuan Hidup Desa Menurut
Tingkat Perkembangan Masyarakat, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin
mengetahui lebih dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai
media yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
http//www.wikipedia.com
Beratha, I nyoman, 1982. Desa, masyarakat desa pembangunan desa, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Wiriaatmadjah, Soekandar, 1987, Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan, Jakarta : CV. Yasaguna.
Imam Asyari, Sapari, 1993, Sosiologi Kota Dan Desa, Surabaya : Usaha Nasional.
Leibo Jefta, SU, 1995, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta : Andi Offset.