Anda di halaman 1dari 19

16

Bab II

Mekanika Gelombang
Sampai awal tahun 1920 mekanika kuantum belum mempunyai landasan yang kokoh. Aplikasinya lebih ditekankan
pada/dengan menerapkan intuisi fisis yang baik pada kuantisasi problem yang bermacam-macam. Kondisi ini
berubah ketika disadari adanya dualime gelombang-partikel Karakter partikel suatu radiasi pertama kali telah
ditunjukkan oleh Einstein dalam efek fotolistrik dengan menganggap cahaya adalah foton. Sedangkan karakter
gelombang dari suatu partikel misalnya dapat kita lihat dari hamburan Compton dimana kita tidak meninjau berkas
sinar alpha sebagai partikel namum sebagai gelombang. Adalah De Broglie yang menyadari serta berani untuk
mengajukan gagasan bahwa suatu partikel(dicirikan oleh momentumnya) juga membawa/mengandung karakter
gelombang (dicirikan oleh panjang gelombangnya)yang terjalin dalam persamaan berikut

h
p

(2.1)

Meskipun suatu entitas memiliki sifat dual gelombang-partikel, namun perlu kita fahami bahwa kedua karakter
tersebut tidak dapat muncul bersamaan tapi muncul sendiri bergantung pada bagaimana kita melihat problem fisis
yang kita hadapi.

2.1 Persamaan Schrodinger


Hipotesa De Broglie memberi pengaruh yang mendasar dalam menangani system fisis
mikroskopik. Dari teori fisika klasik, maka sebuah gelombang yang menjalar dalam suatu ruangwaktu harus dapat dinyatakan dalam suatu persamaan gelombang. Persamaan gelombang secara
umum dapat dinyatakan sebagai beriktu
2

1 2
=0
p2 t 2

Solusi persamaan ini adalah


rr
r
(r , t ) = Ae i ( k .r t )

(2.2)

(2.3)

Menggunakan hasil-hasil teori relativitas bahwa E = hv dan p = hk maka fungsi gelombang


tersebut dapat kita tuliskan dengan
r r
r
(r , t ) = Ae i ( p.r Et ) / h

(2.4)

Untuk partikel kita mempunyai relasi berikut


p2
+ U (r ) = E
2m

(2.5)

Kita dapat mencoba memperoleh relasi ini dari solusi persamaan gelombang . Langkah utama
mengidentifikasi untuk merealisasikan ini dilakukan dengan menghubungkan p dan E dengan
persamaan

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

17
p ih

E ih

(2.6)

Dengan ini maka persamaan

h2 2

+ U (r ) = ih
2m
t

akan mememenuhi hokum kekekalan energi.

(2.7)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan

Schrodinger. Persamaan Schrodinger adalah persamaan gelombang untuk partikel. Kita akan
membahas persamaan Schrodinger lebih rinci pada sub-bab berikutnya. Yang penting disini
adalah muncul satu pertanyaan mendasar: Bagaimana untuk memahami kaitan antara fungsi
gelombang dan partikel yang digambarkan oleh gelombang?
2.2 Interpretasi Fungsi Gelombang
Kita tinjau kembali eksprimen difraksi electron yang dapat kita lihat seperti gambar di bawah
ini

Gambar 10. Pola difraksi elektron


Beberapa hal penting untuk fenomena ini adalah sebagai berikut
Berkas intensitas tinggi

formasi image cepat (fast image formation)

Berkas intensitas rendah

formasi image lambat (slow image formation)

Berkas intensitas sangat rendah from scattered dots to image


Ternyata kita amati Image (pola interferensi) adalah sama !! Jadi sifat gelombang elektron
adalah hasil statistik dari banyak elektron dari eksperimen yang sama. Ekivalen juga bahwa sifat
gelombang elektron hasil statistik dari banyak pengulangan eksperimen dari satu elektron.

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

18
2.3 Interpretasi Statistik Born
Untuk memberi arti fisis fungsi gelombang yang merupakan solusi persamaan
Schrodinger maka Max Born berusaha mengajukan gagasan.
Intensitas fungsi gelombang (kuadrat absolut fungsi gelombang) pada suatu
titik r dan waktu t adalah sebanding dengan probabilitas menemukan partikel
pada titik dan waktu yang sama
Misalkan, dW(x,y,zt) adalah probabilitas menemukan partikel dalam elemen volume antara x
x+dx, y y+dy, z z+dz pada waktu t, maka dW(x,y,zt) harus proporsional terhadap elemen
volume dV=dxdydz dan kuadrat absolut fungsi gelombang, menurut interprertasi statistik fungsi
gelombang , yaitu
2

dW ( x, y, z , t ) = C ( x, y, z , t ) dV
dengan

(2.8)

= * dan * adalah konjugat kompleks dari .

Ini adalah gelombang

probabilitas !
Interpretasi statistik Born untuk fungsi gelombang dapat kita gambarkan sebagai berikut.

Difraksi Elektron
Difraksi Maksimum

Difraksi Minimum

------------------------

----------------------

Intensitas tinggi

Intensitas rendah

Probabilitas tinggi
Menemukan elektron

Lebih banyak elektron

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

Probabilitas rendah/nol
Menemukan elektron

Sedikit atau tidak ada elektron

19
Perbandingan klasik dan kuantum menurut interpretasi Born dapat kita bandingkan sebagai
berikut;
Klasik : Variabel : x, p ; Sifat-sifat mekanik: E(x,p)
Kuantum: ( x, y, z , t ) menngambarkan keadaan kuantum
Karena dulitas gelombang-partikel, maka variabel x dan p tidak dapat ditentukan serempak pada
saat yang sama ketika partikel diberikan keadaan kuantumnya, besaran mekaniknya

dapat

memiliki banyak yang mungkin, masing-masing sesuai dengan probabilitasnya ayng diberikan
oleh fungsi gelombangnya.

Implikasi dualitas gelombang partikel ini akan lebih nyata pada

arumusan ketidakpastian Heisenberg.


2.4 Rapat Probabilitas
Selanjutnya bila rapat probabilitas diberikan oleh
w( x, y, z , t ) =

dW ( x, y, z , t )
2
= C ( x, y , z , t )
dV

(2.9)

Maka probabilitas meneumukan partikel di seluruh ruang adalah

dW ( x, y, z , t ) = C ( x, y, z , t ) dV
2

(2.10)

Integral ini harus sama dengan satu karena kita harus dapat menemukan satu partikel diseluruh
ruang, sehingga

C ( x, y, z , t ) dV = 1 C =

( x, y, z, t ) dV

(2.11)

2.5 Normalisasi Fungsi Gelombang


Probabilitas menemukan partikel bergantung pada intensitas relatif fungsi gelombang.
Intensitas absolut dalam hal ini tidak signifikan (berbeda dari cahaya dan gelombang suara!). Jika

adalah fungsi gelombang sebuah partikel, maka C dapat digunakan untuk menggambarkan
partikel yang sama selama C konstan. Kita dapat memilih harga C tersebut sedeemikian hingga

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

20

( x , y , z , t ) = C ( x, y , z , t )
dan

( x, y, z, t ) dV = 1
2

dW ( x , y , z , t ) = ( x , y , z , t ) dV

w(x, y, z,t) = (x, y, z,t)

(2.12)

Fungsi gelombang ( x, y, z , t ) yang memenuhi persamaan di atas dikatakan ternormalisasi dan C


disebut tetapan normalisasi. Sampai disini fungsi gelombang ternormalisasi masih belum unik
dan untuk keperluan ini dapat kita kalikan dengan e i . Dalam hal ini gelombang bidang tidak
dapat dinormalkan dengan cara ini.
2.6 Persamaan Difusi untuk Probabilitas
r
r 2
Seperti telah dikemukakan diatas, Max Born melihat (r ) = (r ) sebagai probabilitas
menemukan partikel dalam ruang-waktu. Dalam hal ini persamaan Schrodinger dapat kita lihat
sebagai persamaan difusi untuk probabilitas. Untuk melihat ini kita dapat mulai dari persamaan
Schrodinger untuk konjugat kompleksnya,
r
*
h2 2
ih
=
* +U (r ) *
t
2m

(2.12)

Mengalikan persamaan tersebut dengan * dan masing-masing, dan mengurangkan keduanya


maka diperoleh

*
h
+
=
( * 2 2 *)
t
t
2mi

(2.13)

Ini kemudian dapat ditulis sebagai


( * )
h
=
( * *)
t
2mi
Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.14)

21
Selanjutnya dapat dituliskan lagi menjadi
r

= J
t

r
h
J=
( * *)
2mi

Persamaan ini disebut persamaan kontinuitas.

(2.15)

Mengintegralkan ke seluruh volume akan

memberikan hasil
r
r r
r
r
r
r
1
( * (ih) + (ih) ) * da
= dr * = dr J = Jda =

t t
2m S
S

dr

dengan suku terakhir memberikan rapat yang masuk dan keluar permukaan S. Catatan jika kita
mengambil permukaan takberhingga dan menjamin bahwa 0 saat r , maka ruas kanan
akan menjadi nol. Ini berarti bahwa

dr * = 0. Oleh sebab itu jika pada awalnya kita

mempunyai fungsi gelombang ternormalisasi maka probabilitasnya akan tetap ternormalisasi


terhadap waktu.
2.7 Partikel Bebas
Untuk partikel bebas dimana tidak ada potensial pengganggu, dari persamaan Schrodinger
akan kita peroleh hubungan

h 2 2

= ih
2
2m x
t

(2.16)

Solusi persamaan ini adalah


r
1 ik x iFt / h
(r , t ) =
e
V
0

(2.17)

h 2 k 02
r
dan V adalah volume normalisasi sedemikian hingga integral dr * = 1.
denagan E =
2m
V
Akan tetapi partikel ini terdelokalisasi secara menyeluruh dalam ruang volume V, jadi ini tidak
sesuai dengan partikel seperti yang kita inginkan. Oleh karena itu kita ingin melokasisasi partikel
tersebut, yaitu dengan memberikan bungkus (envelope) Gaussian pada fungsi distribusi
probabilitas. Dalam cara ini kita melokasisasi partikel kita dalam luasan lebar kira a. Sehingga
untuk t = 0 maka
r
(r ,0) =

1
a 2

exp(

r
r
x 2 ik0 x
1
x2

P
x
=
r
r
=
exp(

)
)
(
,
0
)
*
(
,
0
)
(
,
0
)
2a 2
4a 2
a 2

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.18)

22
Jadi kita lihat partikel kita benar-benar terlokalisasi dalam ruang dengan memiliki momentum k0
seperti yang kita harapkan. Namun demikian, kita lihat Fourier transform
b( k ) =

1
2

r
ikx
dx (r ,0)e =

1
a (2 ) 3 / 4

dx exp(

x 2 i ( k0 k ) r
)e
=
4a 2

2a
2 0

( a ( k k0 ) 2 )

(2.19)

Jadi kita menemukan bahwa distribusi tersebut bukan fungsi delta dalam ruang k pada k0, tapi
Gaussian dengan lebar a disekitar k0. Sehingga kita mempunyai relasi sebagai berikut

xp = xhk = ah

1
= h/2
2a

(2.20)

Tampak bahwa sulit untuk melokalisir sebuah fungsi gelombang keduanya baik dalam ruang
momentum maupun ruang real. Kondisi ini akan kita tunjukkan lebih umum nanti. Ini juga
memberi implikasi bahwa kita tidak dapat meangatakan bahwa sebuah partikel mempunyai
momentum hk 0 . Ada fungsi probabilitas momentum. Momentum tersebut yang kita ukur berbeda
dari satu eksperimen ke eksperimen yang lain. Kita dapat, bagaimanapun juga, mencari rata-rata
momentum. Harga harap momentum untuk operator A adalah
r
A = dr * A

(2.21)

Jadi jika kita dapat melakukan sejumlah N

kali eksperimen, untuk N yang besar , maka

1
A = Ai denagn Ai adalah hasil pengukuran ke-i untuk variabel A. Untuk paket gelombang
N
Gaussian kita peroleh
p x = h dx * (k 0 + i

x
) = hk 0
2a

(2.22)

Marilah kita lihat kebergantungan waktu dari paket gelombang Gaussian. Jika masing-masing k
mempunyai energi berbeda E = h =

h2k 2
maka lebih cocok untuk membuat perubahan waktu
2m

dalam ruang k dan kemudian membuat transformasi Fourier kembali ke ruang real

( x, t ) =

1
2

dkb(k ) exp(i(kx t ))

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.23)

23
Menggunakan b(k) di atas, maka temukan
1
2

( x, t ) =

ikx '
dk dx' ( x' ,0)e exp(i(kx t )) =

dx' ( x' ,0) K ( x, x' , t )

(2.24)

dengan
K ( x, x ' , t ) =

1
2

dk exp(i(k ( x x' ) t ))

(2.25)

menggambarkan perubahan fungsi gelombang terhadap waktu. Setelah integrasi, kita temukan
untuk fungsi distribusi pada saat t adalah

P ( x, t ) =

1
a ' 2

exp(

(x vg t)
2a ' 2

) dengan a ' = 1 +

dan kecepatan groupnya adalah v g = hk 0 / m.

t 2 2
k 02 a 4

(2.26)

Oleh sebab itu, distribusi tetap Gaussian tapi

lebarnya, yang diberikan oleh a, bertambah terhadap waktu.


2.8 Ketidakpastian Heisenberg
Kita

telah

melihat

pada

paket

gelombang

Gaussian

bahwa

sulit

untuk

menempatkan/melokalisasi sebuag partikel keduan-duanya baik dalam ruang moemntum dan


reuang real. Ini adalah aspek umum gelombang yang diketahui dengan biak bagi praktisi analisis
Fourier. Sebuah gelombang bidang (yaitu terlokalisasi dalam ruang momentum) terdelokalisasi ke
seluruh ruang, sedangkan sebuah fungsi delta dapat diwakili dengan sebuah integrasi keseluruh
nilai k ( x) =

exp(ikx)dx .

Ini dapat dibuktikan lebih umum. Kita tahu bahwa

I ( ) = dx x + h

(2.27)

untuk sembarang . Jadi dapat kita evaluasi integral tersebut dengan


2

*
2
I ( ) = dx x + h (
x + x *
) + 2 h 2
(2.28)

x
x
x

Suku dengan dapat dievaluasi dengan integral parsial berikut

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

24

dx(

x + x *
) = dxx ( * ) = [ x * ] dx *
x
x
x

(2.29)

dengan kita telah memilih batas integasi sedemikian hinga suku pertama pada ras kanan dalah nol.
Dengan cara yang sama kita dapat menuliskan untuk suku 2

dx

2
*
= *
dx * 2
x x
x
x

(2.30)

ini memberikan hasil total

2
I ( ) = dx * x h dx * + (ih ) dx

x 2

(2.31)

I ( ) = x 2 h + 2 p x2 0

(2.32)

atau

Jika persamaan kuadrat

dalam ini tidak mempunyai solusi maka berarti determinannya

seharusnya kurang dari nol, yaitu


h2 4 x2

p x2 0 x 2

p x2

h2
4

(2.33)

Jika melihat simpangan dari nilai rata-rata, maka kita mempunyai


x =

x2 x

dan

p =

px

px

(2.34)

Kita selalu dpat memilih fungis gelombang sedemikian hingga x = p x = 0 . Ini memberikan
kita hasil
xp x

h
2

(2.35)

Relasi ini dikenal dengan azas ketidakpastian Heisenberg..


Marilah kita lihay lagi suku dengan yang kelihatannya mencegah kita untuk membuat
xp x = 0 . Kita dapat menuliskan kembali ini dengan menggunakan

dx

*
x = [ * x ] dx * ( x )
x
x

(2.36)

Ini memberikan hasil berikut




h dx * x x = h dx * = h
x x
Bentuk ini dapat juga dituliskan sebagai
Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.37)

25
x(ih x ) (ih x )( x ) = ih

(2.38)

aau dalam bentuk yang lebih elegan


xp x p x x = ih atau [x , p x ] = ih

(2.39)

[ ]

via komutator A , B = A B B A . Kita melihat komutator dua operator ini terkait ketidakpastian
Heisenberg. Jika dua operator tak komut maka A dan B tidak dapat diukur serempak, yaitu
tidak dapat menghasilkan nol pada waktu yang bersamaan.
2.9 Paket Gelombang
Pada sub-bab sebelumnya kita telah mengetahui bahwa fungsi Gaussian digunakan untuk
menggambarkan partikel. Sekarang kita akan mengulas lebih rinci lagi paket gelombang tersebut.
2a
Jika kita evaluasi fungsi berbentuk f ( x) = exp(ax 2 ) .

Fungsi ini adalah fungsi Gaussian ternormalisir. Ini dapat kita verifikasi sendiri, dimana kita akan
juga melihat bahwa nilai fungsi akan kurang dari 1/e = 0,368 dari nilai puncaknya untuk
x < 1 / a dan x > 1 / a . Fungsi ini dapat kita gunakan untuk mewakili gambaran partikel.
Secara prinsip, partikel dapat berada dimanapun dalam selang [-,] dan probabilitas untuk
partikel pada titik x akan diberikan oleh kuadrat fungsi di atas, yaitu
2

( x) =

2a

exp(2ax 2 )

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.40)

26
2

Kita lihat dari gambar bahwa sekali lagi bahwa ( x) < (1 / e) 2 13,6% dari nilai puncaknya
untuk

[x[ > 1 /

a.

Kemudian probabilitas total untuk partikel berada dalam daerah

[1 / a ,1 / a ] adalah

1/ a

p1 =

( x)

2a

ax =

1 / a

1/ a

exp(ax

)ax

(2.41)

1 / a

sedangkan partiekl akan mempuyai kesempatan berada diluar daerah ini dengan probabilitas 1- p1.
Selanjutnya dapat ditunjukkan dengan evaluasi langsung integral di atas bahwa partikel akan
mempunyai probabilitas sekitar 95% untk berada dalam daerah [1 / a ,1 / a ] . Probabilitas
partkel untuk berada dalam daerah [1 / a ,1 / a ] juga diberikan oleh luas dibawah kurva (x)

yang diikat dalam selang [1 / a ,1 / a ] . Tampak dari grafik bahwa partikel akan berada dalam
daerah ini paling lama. Oleh sebab itu 1 / a dapat kita gunakan untuk mewakili ukuran partikel.
2.10

Transformasi Fourier

Transformasi Fourier suatu fungsi dapat kita definisikan dengan

( x) =
( x) =

1
2
1
2

( x) exp(ikx)dk

(2.42)

( x) exp(ikx)dk

(2.43)

Kita sekarang mengevaluasi fungsi (k ) .

(k ) =

1 2a

2

1/ 4

exp(ax

ikx)dx

(2.44)

Kita tuliskan eksponen dalam kuadrat lengkap sebagai berikut


2

ik
k2

ax ikx = a x +

2a
4a

1 2a
(k ) =

2

1/ 4

(2.45)

exp( k / 4a ) exp( a ( x + ik /( 2a )) 2 dx
2

(2.46)

Untuk mengevaluasi integral ini kita kemudian daapt membuat variable substitusi seperti q = x +
ik/(2a). Integral akhir akan mencakup variable kompleks yaitu

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

27

exp(a[ x + ik ] /(2a)]2 )dx =

1/ 4

exp( k 2 / 4a) (2.47)


( x) = 1
2a
a

Jadi (x) adalah fungsi Gaussian variable k dengan lebarnya diberikan oleh 4 / a .
Sampai disini kita dapat membuat suatu kesimpulan-kesimpulan berikut:
1.

Bila exp(ikx) adalah gelombang bidang maka fungsi (x)=exp(-ax2) atau fungsi
sembarang yang lain dapat kita peroleh dari superposisi gelombang bidang

2.

Karena (x) tidak periodik, maka sejumlah tak hingga gelombang bidang diperlukan
untuk mewakili fungsi secara pasti.

3.

Kontribusi gelombang bidang exp(ikx) diberikan oleh |(x)|2 (spectrum)

4.

Momentum

p = hk mewakili nilai-nilai yang mungkin dari momentum artikel.

v
2
Probabilitas partikel mempunyai sebuah momentum hk diberikan oleh (k ) .
5.

Dari paket gelombang ini kita lihat bahwa sebaran partikel dalam ruang real adalah
x = 2 / a sedangkan dalam ruang momentum partikel akan menyebar (spreads) sebesar
p = hk = 4h a .

6.

Hasil kali kedua sebaran ini adalah tetapan dalam orde h yaitu xp =

2 4h a
~ h . Ini
a 2

adalah ketidakpastian Heisenberg.


2.11 Superposisi Keadaan-Keadaan Kuantum
Kita mengetahui bahwa gelombang suara dan gelombang cahaya di dalam fisika klasik
mematuhi prisip kombinasi (superposisi) sehingga kombinasi linear dua gelombang 1 dan 2
hasilnya =c11+c22 juga merupakan gelombang.

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

28
Keadaan (states) kuantum dapat dikombinasikan dengan cara yang sama. Sebagai contoh, di
dalam eksperimen celah ganda jika 1 mewakili gelombang yang melewati celah atas, dan 2
untuk celah bawah kemudian adalah fungsi gelobang yang mewakili keadan kuantum dititik
pada layar detekstor, maka =c11 + c22 adalah fungsi gelombang tersebut, dengan c1 dan c2
adalah bilangan kompleks.
Secara umum jika 1 dan 2 adalah dua keadaan yang mungkin dari suatu sistem, maka
kombinasi linearnya c11 + c22 adalah juga keadaan (state) yang mungkin dari sistem tersebut.
Kombinasi linear keadan kuantum memberi pengertian bahwa bila sebuah partikel di dalam
keadaan yang diberikan oleh = c11 + c22, maka partikel tersebut berada didalam kedua 1 dan
2.
Sebagai contoh, probabilitas pada suatu titik pada layar detector di dalam eksperimen celah
ganda diberikan oleh

= c1 1 + c 2 2

= (c1 * *1 + c *2 *2 )(c1 1 + c 2 2 )
2

= c1 1 + c 2 2 + c1 * c 2 *1 2 + c1c *2 1 *2

(2.48)

Dalam persamaan ini, c1|1|2 adalah probabilitas partikel mencapai layar lewat celah bagian atas,
sedangkan c2|2|2 adalah probabilitas partikel mencapai titik di layar melalui celah bagian bawah,
sedangkan c*1c2*12 dan c1c*21*2 adalah efek interferensi keduanya sehingga menghasilkan
pola difraksi. Kita catat disini bahwa ||2 c1I1|2+ c2|2|2.
Secara umum, sebuah keadaan kuantum boleh sebagai kombinasi linear dari banyak
keadaan-keadaan yang lain 1, 2, , n yaitu

= n c n n

(2.48)

dengan c1, c2,, cn adalah bilangan kompleks. Jika 1, 2, , n adalah keadaan-keadaan system
maka kombinasi linearnya juga menggambarkan keadaan system.

Jika system berada dalam

keadaan , maka secara sebagian berada dalam keadaan-keadan 1, 2, , n,. Pada difraksi
electron, maka setelah pantulan oleh permukaan kristal maka sebuah electron dapat berjalan
dengan momentum p. Fungsi gelombang untuk momentum ini adalah fungsi gelombang bidang,
r
rr
p (r , t ) = A exp(i ( p.r ET ) / h
(2.49)

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

29
Oleh karena itu fungsi gelombang yang menggambarkan seluruh system kemudian adalah
kombinasi linear keadaan-keaadaan dengan momentum
r
r
r
(r , t ) = c( p) p (r , t )
r
p

(2.50)

2.12 Fungsi Gelombang Umum


r
Hasil di atas dapat digenealsisasi untuk sembarang funsi gelombang (r , t ) . Sembarang
r
fungsi gelombang (r , t ) dapat dianggap sebagai kombinasi linear gelombang-gelombang bidang
denan momentum berbeda, yaitu

(2.51)
r
r
Dalam hal ini (r , t ) dan (r , t ) adalah transformasi Fourier satu sama lain, sehingga bila
r
salah satu diketahui maka yang lain dapat dicari. Perlu ditekankan disini maka (r , t ) dan
r
(r , t ) adalah dua wakilan yang berbeda untuk menggambarkan keadaan kuantum yang sama.
r
r
(r , t ) menggambarkan partikel menggunakan variable-variabel ruang real sedangkan (r ,t )
menggambarkan keaddan yang sma dengan wakilan momentum. Dalam bahasa sehari-hari, untuk
menyatakan nama sebuah benda kita bisa menggunakan dua bahasa yang berbeda.
2.13 Persamaan Gelombang Kuantum
Di dalam fisika klasik jika kita mengetahui keadaan partikel pada waktu t0 maka kita dapat
memprediksi geraknya untuk waktu berikutnya t > t0. Dengan cara yang sama dalam mekanika
kuantum maka jika kita tahu keadaan partikel pada waktu tertentu maka seharusnya pada waktu
berikutnya juga digambarkan dengan persamaan yang sesuai. Dalam fisika klasik keadaan partikel
digambarkan oleh posisi dan kecepatannya dan persaman geraknya oleh hukum Newton. Di dalam
mekanika kuantum maka keadaan kuantumpartikel digambarkan oleh fungsi gelombang. Kita oleh
Bab II Persamaan Schrodinger (1)

30
karena itu memerlukan persamaan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana fungsi gelomabgn
berubah terhadap waktu.
Oleh karena itu persamaan gelombang harus memnuhi beberapa syarat sehingga dapat diterima
untuk dapat menggambarkan keadaan system.
1. Persamaan tersebut harus mengandung turunan waktu funsi gelombang, karena itu harus
menggambarkan variasi waktu fungsi gelombang.
2. Persamaan harus linear, sehingga cocok dengan kaidah superposisi gelombang.
3. Koefisien-koefisien dalam gelombang hasil superposisi tidak boleh mengandung besaran
yang bergantung pada keadaan, mislnya energi, momentum dll.

Jika tidak maka

keberlakuan persamaan gelombang akan dibatasi.


Untuk mencari fungsi gelombang (persamaan) yang memenuhi persyaratan di atas maka kita dapat
tinjau partikel bebas terlebih dahulu kemudian kita perluas kembali ke yang lebih umum.
Fungsi gelombang partikel bebas dapat kita ambil sebagai berikut
r
rr
(r , t ) = A exp(i ( p.r Et ) / h)

(2.52)

Turunan terhadap waktu fungsi ini adlah


i

= E
t
h

(2.53)

Ini masih bukan persamaan yang kita perlukan karena koefisiennya msih mengandung E. Bila
fungsi gelombang dideferensialkan terhadap koordinat x maka
p2x
ip x
2
2 = 2
=
h
x
h
x

(2.54)

denagn cra yang sama untuk koordinat y dan z sehingga seluruhnya adalah
p2x
2 2 2
=

+
+
h2
x 2 y 2 z 2
Untuk partikel bebas maka E =
ih

h2 2
=

t
2m

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.55)

p2
sehingga membandingkan pers.(2.53) dan (2.55) kita peroleh
2m
(2.56)

31
Persamaan ini memenuhi semua persyaraan di atas. Selanjutnya kita dapat menuliskan pers.(2.53)
dan (2.55) dalam bentuk
E = ih

r r
( p p) = (ih) (ih)

dengan = i + j + k
x
y
z

(2.57)
(2.58)
(2.59)

Energi dan momentum partikel diperoleh dengan mengoperasikan operator-operator berikut pada
fungsi gelombang

E = ih
t

p = ih

(2.60)

Oleh karena itu untuk membangun persamaan Schrodinger partikel bebas, kita kalikan kedua sisi
pers.(2.56) dan mengganti besaran dengan operator yang sesuai dan kita peroleh
ih

h2 2

t
2m

(2.61)

Jika partikerl dikenai medan dan energi potensial partikel diberikan oleh U(r) maka
p2
E=
+ U (r )
2m

(2.62)

Seperti di atas, untuk mendapatkan persamaan Schrodinger, maka kita kalikan persamaan uini
dengan lalu mengganti E dan p dengan operator yang bersesuaian.

Kemudian bila kita

perkenalkan operator Hamiltonian berikut


h2 2
H =
+ U (r )
2m
maka persamaan Schrodinger dapat kita tuliskan dalam bentuk persamaan eigen
ih

= H (r )
t

Ini adalah persamaan yang sama dengan persamaan Schrodinger pers.(2.7) sebelumnya.
2.14 Sistem Banyak Partikel
r
r
r
Misalkan ada N buah partikel, yang masing-masing dicirikan oleh r 1, r 2,, r N dan
r
r
r
momentumnya p 1, p 2, , p N. Fungsi gelombang system oleh karena itu seharusnya fungsi N
r r
r
variabel yaitu (r1 , r2 ,..., rN , t ) dengan energi total system adalah

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

32
pi2
r r r
r
E=
+ U (r1 , r2 , r3 ,..., rN )
i 2 mi

(2.63)

Persamaan Schrodinger untuk system banyak partikel sama dengan satu partikel yaitu
ih

= H (r ) hanya saja Hamiltonian system adalah


t
H =
i

h2
2 mi

r r r
r
i2 + U (r1 , r2 , r3 ,..., rN )

(2.64)

2.15 Fungsi Gelombang


Fungsi gelombang kuantum yang mewakili keadaan system harus memenuhi kriteria-kriteria
berikut
1.

Fungsi gelombang harus berhingga. Jika nilai fungsi gelombang tahberhingga di


suatu titik dan pada saat t maka probabilitas menemukan partikel menjadi tak
berhingga dan ini tidak bermakna fisis.

2.

Fungsi gelombang harus fungsi kontinu. Ini karena rapat probabilitas dan rapat arus
harus kontinu. Demikian juga fungsi juga harus mempunyaiturunan kontinu.

3.

Fungsi gelombang juga harus fungsi bernilai tunggal supaya probabilitas


menemukan partikel di suatu ruang bersifat unik.

2.16 Keadaan-Keadaan Stasioner


Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita memperoleh (r,t)?

Fungsi gelombang

r
(r , t ) dapat diperoleh dari solusi persamaan Scheodinger . Sistem berbeda secara umum
r
mempunyai fungsi potensial U (r ) yang berbeda sehingga mempunyai solusi yang berbeda juga.
Secara umum fungsi potensial juga dapat merupakan fungsi koordinat dan waktu. Jika fungwi
r
potensial U (r ) bebas dari variabel waktu maka persamaan Schrodinger dapat diselesaikan dengan
metode separasi variabel. Kita coba melihat solusi berbentuk
r
(r , t ) = (r ) (t )
Jika ini kita sunstitusikann ke persamaan Schrodinger ih

= H (r ) maka akan kita peroleh dua


t

persamaan terpisah, dengan E adalah tetapan bersama


ih

d
= E
dt

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

(2.65)

33
dan
H = E

(2.66)

Solusi persamaan yang pewrtama adalah

(t ) = C exp(iEt / h)

(2.67)

r
Bila tetapan C ini kita masukkan ke solusi (r ) maka solusi total persamaan Schodinger adalah
r
r
(r , t ) = (r ) exp(iEt / h)
(2.68)
Hasil ini mirip dengan soluso problem osilator harmonik dengan frekuensi sudut adalah = E / h .
Oleh karena itu E adalah energi system. Keadaan system dengan energi E yang tertentu (definite)
disebut keadaan stasioner. Dan persamaan terakhir di atas disebut fungsi gelombang keadaan
stasioner.

Probabilitas menemukan partikel dalam ruang keadaan stasioner tidak bergantung


r
waktu . Fungsi gelombang (r ) dalam hal inio dapat diselesaikam dengan

(2.69)
r
untuk system yang ditinjau. Fungsi (r ) dapat juga disebut fungsi gelombang karena dengan
r
mengetahui (r , t ) .

2.17 Operator Energi


Kita tinjau kembali dua buah persaman sebelumnya yaitu

Bila persmaan pertama kita kalikan dengan (r ) dan persamaan kedua denagn (t ) maka akan kita
peroleh

(2.70a,b)

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

34
r
h2 2

dan
+ U (r ) adalah ekivalen, sehingga disebut operator-opeator
Kedua operator ih
t
2m
energi.
2.18 Fungsi Eigen
Pewrsamaan umum H = E mewakili persamaan untuk problem eigen. E adalah eigennilai dari H sedangkan adalah eigen-fungsinya. Bila suatu system digambarkan oleh eigen
fungsinya maka partikel mempunyai energi total tertentu (definite) dan energinya diberikan oleh
eigennolai dari operatir eneginya.
Kuncu pokok menyelesaian probelem keadaan siasioner adalah harus menemukan fungsi
r
gelombang yang mungkin (r , t ) dan eigen nilai yang bersesuaian. Jika fungsi gelombang ini
mempunyai bentuk
(2.71)
maka

problem

akan

direduksi

menjadi

problem

menyelesaikan

persamaan

(2.72)
untuk menemukan eigennilai E dan fungsi gelombang (r ) .
2.19 Solusi Umum
Jika En adalah eigennilai operator energi ke-n, dan n adalah eigenfungsi yang bersesuaian
maka fungsi gelombang keadan stasioner ke-n dari sitem adlah

(2.73)
Solusi umujm persamaan Schrodinger (bergantung waktu) dapat merupakan kombinasi linear yang
bernentuk

(2.74)
denagn cn adalah tetapan.

Bab II Persamaan Schrodinger (1)

Anda mungkin juga menyukai