Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS
DI RUANG 27 RSSA
DEPARTEMEN MEDIKAL
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Oleh:
LIA DEWI MUSTIKA SARI
NIM: 125070200111010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN INDIVIDU
RUANG 27 RSSA MALANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal

LIA DEWI MUSTIKA SARI

Mengetahui,

Malang,

2016

Perseptor Akademik

Perseptor Klinik

NIP.

NIP.

Kepala Ruangan

NIP.

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang

secara

khas

ditandai

oleh

pembentukan

granuloma

dan

menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat


menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Menurut
Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya.
Terdapat beberap spesies Mycobacterium, antara lain: M.
Tuberculosis, M. Africanum, M.bovis, M.leprae dsb yang juga dikenal
sebagai bakteri Tahan Asam (BTA). Keompok bakteri mycobakterium
selain Mycobcterium Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan
pada saluran nafas dikenal dengan MOTT (Mycobacterium Other than
tberculosis) yang terkadang bisa menganggu penegakan diagnosis dan
pengbatan TB. Untuk itu pemeriksaan bakteriologis yang mampu
melakukan identifikasi terhada p mycobacterium tuberculosis menjadi
sarana ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) antara lain
adalah seagai berikut:
a. Berbentuk batang

dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6

mikron

b. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl


neelsen

c. Memerlukan media khusus biakan antara lain Lowenstein Jensen


Ogawa
d. Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam
pemeriksaan dibawh mikroskopik
e. Tahan erhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup
dalam jangka waktu lama pada suhu antara 40C sampai minus

f.

700C
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahar, dan sinar
ultraviolet

g. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar


kuman akan mati dlam waktu beberapa menit

h. Dalam dahak pada suhu 30-370C akan mati dalam waktu lebih
i.

kurang 1 minggu
Kuman bersifat dormant (tidur/tidak berkembang)
Menurut Atmosukarto (2000), kuman tuberkulosis dapat
bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembaba, gelap tanpa
sinar matahari sampai bertahun - tahun lamanya. Tetapi kuman
tuberkulosis akan mati bila terke na sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api Atmosukarto & Soewasti, 2000). Menurut
Girsang (1999), kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari
akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati
oleh tinctura iodi sela ma 5 menit da n juga oleh ethanol 80 %
dalam wa ktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu
24 jam.
Bakteri Mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri
lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80 %
volume

sel

bakteri

dan

merupakan

hal

essensial

untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould &


Brooker, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
patogen termasuk tuberkulosis. Menurut Gould & Brooker (2003),
bakteri Mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang
disukai. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik
yang tumbuh subur dalam rentang 25 40 C, tetapi akan tumbuh
secara optimal pada suhu 31-37 C (Gould & Brooker, 2003;
Gibson, 1996; Girsang, 1999; Salvato dalam Lubis, 1989).
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman
Mycobacterium tuberculosa (Gibson, 1996; Tambajong, 2000;
Atmosukarto, 2000). Kuman tuberkulosis menular melalui droplet
nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 1015 orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian pusat ekologi
kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di
lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang
penderita rata -rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat
hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi

ruangannya

menggunakan

pembersih

udara

yang

bisa

menangkap kuman TB (Atmosukarto & Soeswati, 2000).

2. PENULARAN TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik
renik dahak yang dikeluarkan. Namun, bukan berarti bahwa
pasien

TB

dengan

hasil

pemeriksaan

BTA negatif

tidak

mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja


terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh
uji dari 5000 kuman/cc dahak sehngga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung

b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkianan


menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA posistif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 265 sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan
foto thoraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang


mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam betuk percikan dahak atau droplet nuclei/percik
pernik. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.

3. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu1:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis Ekstra

Paru

adalah

tuberkulosis

yang

menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,


selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan
pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya: TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.

2) TB Ekstra-Paru Berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kencing dan alat kelamin.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,


yaitu pada Tb Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
-

hasilnya BTA positif.


1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.


1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman Tb positif
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif


Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto
toraks
abnormal
menunjukkan
gambaran
-

tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non

OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan


riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )

Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau


lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil

pemeriksaan

masih

BTA positif

setelah

selesai

pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

4. PERJALANAN ALAMIAH TB

5. EPIDEMIOLOGI
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan
beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000

kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000


kematian per tahunnya.

6. FAKTOR RESIKO
7. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada
waktu batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk dropler (percikan dahak.
a. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
-

primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:


Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution

ad integrum
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang

Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus


Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang

atelektasis

tersebut,

yang

dikenal

sebagai

epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan


maupun ke paru sebelahnya atau tertelan

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran


ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh

secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti


yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup

gawat

seperti

itu

berkulosismilier,

meningitis

tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga


dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya

tulang,

ginjal,

anak

ginjal,

genitalia

dan

sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin


berakhir dengan: Sembuh dengan meninggalkan sekuele
(misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat

ensefalomeningitis,

tuberkuloma)

dan

meninggal.

b. Infeksi post primer


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun
kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia
15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan

masyarakat,

karena

dapat

menjadi

sumber

penularan.

Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang


umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut:
- Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.
Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi
aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan
-

menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.


Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju
(jaringan

kaseosa).

dibatukkannya

Kaviti

jaringan

akan

keju

keluar.

muncul

dengan

Kaviti

awalnya

berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal


(kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan
pneumoni

baru.

Sarang

pneumoni

sarang
ini

akan

mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan


di atas.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan
disebut

tuberkuloma.

Tuberkuloma

dapat

mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula

aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.


Bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity,

atau

kaviti

membungkus

diri

dan

Kemungkinan

berakhir

menyembuh
akhirnya
sebagai

dengan
mengecil.

kaviti

yang

terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti


bintang (stellate shaped).

8. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan

yang

diraskan

pasien

pasien

tuberkulosis

dapat

bermacam-macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan


sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:

a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan
demam pertama dapat

sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat

timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza


ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.

b. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan dengan lama > 3 minggu. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggumimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuLuh darah yang pecah.

kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas, tetapi


dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak bernafas
pada

penyakit

ringan

(baru

tumbuh)belum

dirasakan

sesak

nafas.sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah


lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan
takipneu.

d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
.terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.

e. Malaise dan kelelahan


Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu
juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara
tidak teratur.
Takikardia
(Amin, 2007)

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung
luas dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis
dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya
apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru . Pada lesi luas dapat pula
ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan pleura.

b. Pemeriksaan Dahak

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,


menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagis-ewaktu (SPS) 9.
1. S(sewaktu):
Dahak ditampung pada sata terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulan, terduga
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua
2. P(pagi):
Dahak ditampung dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri ke petugas
difasyankes
3. S (sewaktu):
Dahak ditampung

di

fasyankes

pada

hari

kedua,

saat

menyerahkan dahak pagi

c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan


bronchus atau kerusakan paru karena TB.

d. Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Tes Tuberkulin: Mantoux Test (indurasi lebih dari 10-15mm)
f. Pemeriksaa Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain
atas indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus
dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila:
- Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
- Hemoptisis berulang atau berat
- Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
-

atas dan segmen superior lobus bawah paru.


Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak

berawan atau nodular


- Bayangan bercak milier.
- Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :

Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus

atas dan atau segmen superior lobus bawah.


Kalsifikasi
Penebalan pleura.

10. PENATALAKSANAAN
a. Prinsip pengobatan
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas
pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya
-

kekebalan terhadap OAT.


Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat,
pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).

b. Pengobatan TB
-

Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) dalam 2 bulan.


Tahap Lanjut
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister


(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

c. Regimen Pengobatan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB
adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman
Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu
aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.
Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat

primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh
bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan
pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat
lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat,
Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin.
Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan
Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif,
dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan
Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan
kombinasi anti TB.
Rejimen pengobatan

TB

mempunyai

kode

standar

yang

menunjukkan tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian


(harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh :
2HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE.
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau
frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan
selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk
angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali
seminggu ( selama 4 bulan). Sebagai contoh, untuk TB kategori I
dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya :
Tahap awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing
masing OAT (HRZE) diberikan setiap hari.
Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan, masing
masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.

d. Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia

Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional


Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
- Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
- Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

1. KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2
bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru TB Paru BTA Positif.
- Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit
-

berat
Penderita TB Ekstra Paru berat

2. KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
- Penderita kambuh (relaps)
- Penderita gagal (failure)
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

3. KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan,
- Penderita TB ekstra paru ringan.

e. Efek samping obat OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan


tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi

dengan

obat

simtomatik

maka

pemberian

OAT

dapat

dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:


- Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan
pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot.
Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada
keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat
yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
-

sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.


Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa
demam, menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit
perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare,
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut
OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal


ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin
harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air
seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien
-

agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.


Pirazinamid

Efek

samping

utama

ialah

hepatitis

imbas

obat

(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus).


Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan
-

reaksi kulit yang lain.


Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila
dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali
normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko

kerusakan okuler sulit untuk dideteksi


Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko
efek

samping

tersebut

akan

meningkat

seiring

dengan

peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko


tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga
mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara
dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.
Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin. (http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)

ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempattempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.

Riwayat keluarga.

Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.

Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.

Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.


Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.

Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari,
jumlah anggota keluarga yang banyak.

Pola fungsi kesehatan.


1)

Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.


Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.

2)

Pola nutrisi - metabolik.


Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.

3)

Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.

4)

Pola aktifitas latihan


Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak

nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul


sesak nafas (nafas pendek).
5)

Pola tidur dan istirahat


sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.

6)

Pola kognitif perceptual


Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan

7)

Pola persepsi diri


Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat
kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)

8)

Pola peran hubungan


Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan

dalam hal

hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari


penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari

Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak


Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.

Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.

Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.

Palpasi
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik

a.

Pemeriksaan Laboratorium

Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk


usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi


10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.

Anemia bila penyakit berjalan menahun

Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa


kerusakan paru.

Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.

Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

b.

Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan
lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit

bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.


Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC

adalah

penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks


(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
Pemeriksaan fungsi paru

c.

Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio


udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.
Data Subyektif

Pasien mengeluh panas

Batuk/batuk berdarah

Sesak bernafas

Nyeri dada

Malaise dan kelelahan

Data Obyektif

Ronchi basah, kasar dan nyaring.

Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada


auskultasi memberi suara limforik.

Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara


pekak)

Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal


dan sub mandibula.

Kadang terjadi abses.

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental


atau

sekret

darah,

kelemahan,

upaya

batuk

buruk,

edema

trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran
alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan

keseimbangan

nutrisi,

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi


sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif

3) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
-

Klien

mengidentifikasi

penyebaran infeksi

interfensi

untuk

mencegah

resiko

Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup


dalam melakkan lingkungan yangnyaman.

TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi

Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara

selama

batuk,

bersin,meludah,

bicara,

tertawa

ataupun

menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi
program

pengobatan

Pemahaman

untukmencegah

bagaimana

penyakit

pengaktifan

berrulang.

disebarkan

dan

kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat


untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada
tisu, menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali
pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi
demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran
infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang
stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam
indikator adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun
adanya dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah
pola hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.

Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan


terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
-

pasien melaporkan sesak berkurang

pernafasan teratur

ekspandi dinding dada simetris

ronchi tidak ada

sputum berkurang atau tidak ada

frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri
1)

Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal


Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas

2)

Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan


Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi
derajat kelainan pernafasan
3)

Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke


belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak

4)

Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan


Untuk mengetahui keadaan umum pasien

5)

Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi


Meningkatkan ekspansi paru optimal

6)

Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan
sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga
jalan

7)

nafas klien kembali efektif

Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret

8)

Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi


Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi
yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga
jalan nafas klien kembali efektif

9)

Lakukan suction bila perlu


Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien

10)

kembali efektif secara mekanik

Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi


Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi

a. Berikan O2 sesuai indikasi


Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 3
Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

berkurangnya

keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler.


Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :

Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

Pasien melaporkan tidak letih atau lemas

Napas teratur

Tanda vital stabil

Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95100 mmH

Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan
otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi

kondisi

yang

memburuk.

Mencatat

adanya

hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta


dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan

untuk

dilakukan

tindakan

keperawatan

kritis

jika

diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker

Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,


oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan
Dx 4
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:

Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan


dengan

nilai

laboratoriurn

normal

dan

bebas

tanda

malnutrisi.
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

mempertahankan berat badan yang tepat.


Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.

3. Monitor intake dan output secara periodik.


Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.

6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.


Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.

2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).


Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:

Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol


Pasien tampak rileks

Intervensi:
Mandiri

1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki


perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.

3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,


musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.


Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama


episode batuk.
Alat untuk mengontrol

ketidaknyamanan

dada

sementara

meningkatkan keefektifan upaya batuk.


Kloaborasi

1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi


Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
-

Pasien melaporkan panas badannya turun.

Kulit tidak merah.

Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.

Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.

Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.

RR dalam batas normal : 16-20x/menit.

Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.

Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi


2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus
Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas


yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.

Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut


sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat

3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan


perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.

4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.


Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

Dx 8

Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi,

pengobatan,

pencegahan

berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak


akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
Menyatakan

pemahaman

proses

penyakit/prognosisdan

kebutuhan

pengobatan.

Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki


kesehatan

umurn

dan

menurunkan

resiko

pengaktifan

ulang

luberkulosis paru.
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi

1. Kaji ulang
kelelahan,

kemampuan
tingkat

belajar

partisipasi,

pasien

misalnya:

lingkungan

perhatian,

belajar,

tingkat

pengetahuan, media, orang dipercaya.


Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal


minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang
interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.

4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,


gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Mencegah

keraguan

terhadap

pengobatan

sehingga

mampu

menjalani terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.


Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.

8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.


Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak,

fibrosis,

efusi

pleura,

empierna,

bronkiektasis,

hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula bronkopleural,


Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya

No.
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. adanya eksudat di alveolus
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil:
No

Indikator

1.

Tidak didapatkan demam

2.

Tidak didapatkan kecemasan

3.

Frekuensi pernafasan sesuai


dengan yang diharapkan

4.

Pengeluaran sputum pada


jalan nafas

5.

Bebas dari suara nafas


tambahan

Keterangan:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat

Awal

Target

No
1.

Indikator

Awal

Masukan peroral
meningkat

2.

Porsi makan yang


disediakan habis

3.

Tidak terjadi penurunan


berat badan

4.

6.
7.
8.
9.

Target

3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
5= Tidak ada keluhan

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Dapat mengidentifikasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu pernafasan
kebutuhan nutrisi
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimlkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
2.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidaakmampuan mencerna, memasukkan, mengasorbsi makanan karena
faktor biologi.

NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi menjadi seimbang, dengan kriteria

Ket:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat
3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
5= Tidak ada keluhan
No

Indikator

Awal

1.

Mengenali faktor
penyebab

2.

Mengenali lamanya
(onset) sakit (skala,
intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)

3.

Menggunakan metode
non-analgetik untuk
mengurangi nyeri

4.

5.
6.

Melaporkan bahwa nyeri


berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal

Target
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kaji pola makan, kebiasaan makan dan makanan yang disukai


Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi hangat
Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
Anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuai indikasi
Ukur berat badan pasien
3.

Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury biologi


NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharapkan nyeri hilang/terkendali dengan
skala :

1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang

4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kaji nyeri secara komprehensif (skala, kualitas, lokasi dan intensitas)


Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
Jelaskan faktor penyebab nyeri
Gunakan komunikasi terapeutik
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Ajarkan teknik relaksasi (misal : nafas dalam, pijat punggung )
Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai