Anda di halaman 1dari 33

1.

Definisi
a. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis

adalah

peradangan

pada

selaput

meningen,

cairan

serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
b. Tuberkulosis (TB)
TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk kedalam
tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman
tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui penyebaran
darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh
lain (Sylvia Anderson 1995 : 753)
c. Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh
basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000).
Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah peradangan
pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis adalah
penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain.
Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi infeksi primer
dengan atau tanpa penyebaran milier.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis
tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan
spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat,
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder
sebagai akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain.
2. Anatomi Fisiologi
a. Meningen
Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang menyelubungi
otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok atau syok absosber

dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan serebospinalis ditemukan pada


sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid. Ketiga lapisan meningen terdiri dari :
1)

Duramater atau Dura (pakimenings)


Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa membran yang
padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar otak dan berlapis satu
sekitar medulla spinalis. Lapisan luar bertindak sebagai periosteum dan
terikat kuat pada tulang. Lapisan dalam terdapat dalam rongga subdural.
Lapisan dalam duramater terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya
sinus dura.

2)

Arakhnoid
Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang avaskular, rapuh,
tipis dan transparan. Seperti halnya dengan duramater, menyebrangi sulki
dan hanya menuju kedalam fisura-fisura utama saja. Dari membran
arakhnoid banyak trabekula halus menjurus kearah pia sehingga memberi
gambaran sebagai sarang laba-laba.
Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai endotel disebut
sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-sel tersebut tersusun
dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel menghadap kearah rongga sub
dural. Lapisan dalam arakhnoid dan trabekula ditutup oleh sel mesotelial
yang dapat memberikan respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat
membentuk fagosit.
Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang masuk kedalam
sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga badan pacchioni, masingmasing terdiri dari sejumlah villi arakhnoid yang berfungsi sebagai katup
satu arah yang melewatkan bahan-bahan dari cairan serebrospinal masuk
kedalam sinus-sinus.

3)

Piamater atau Pia (Leptomenings)


Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat dengan
jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap kontur (sulki dan
fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil yang memberi makanan pada
jaringan saraf dibawahnya.
Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit end feet yang berakhir di pia.
Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau penghalang masuknya
benda-benda dan organisme yang dapat merusak.

b.

Rongga Sub Arakhnoid


Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang terisi cairan
serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta medulla spinalis

melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi infeksi pada rongga ini,
maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena proses peradangan. Arteritis dan
flebitis dapat menyebabkan iskemi atau nekrosis jaringan otak.

Gambar 1. Anatomi meningen otak


Sumber : Van de Graff, Kent. M. (1984)
Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub dural, karena
itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub dural kecuali pada
meningitis oleh haemofilus influenza.
c.

Sisterna Rongga Sub Araknoid


Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis memiliki
variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar batang otak, pia dan
arakhnoid memisah dan membentuk beberapa rongga besar yang disebut
sisterna sub araknoid.
Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :

Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.

Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis dari


mesensefalon.

Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula atau
Pons medullary junction.

Dua sisterna di aspek posterior batang otak :

Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah satu


sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid medulla dan
serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam sisterna ini.

Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi permukaan


superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini ditemukan vena
serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli superior

d.

Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam otak yang
saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan serebrospinal yang
dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.
Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel lateralis
(kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga ini dihubungkan oleh
aquaduktus silvii.
Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan masingmasing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen interventrikularis dari
monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4 bagian yaitu :
Kornu anterior
Sela media
Kornu inferior atau temporal
Kornu posterior
Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis tengah,
diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV berhubungan dengan rongga
sub arakhnoid melalui kedua foramina dari luscka dan foramina magendi. Kedua
foramen dari luscka terletak dalam sudut pons dan medulla. Foramen magendi
terletak sebelah belakang medulla dan menghadap sisterna magna.
Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar adalah
pleksus khoroid ventrikel lateralis.

e.

Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal


1) Pleksus khoroid
Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-pembuluh
darah piamater yang menjorok kesetiap rongga ventrikel, membentuk filter
semi permeabel antara darah arteri dan cairan serebrospinal. Setiap
pleksus khoroid diliputi oleh satu lapisan epitel ependima.
Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran tipis
seperti

jaring

laba-laba

yang

melalui

foramen

interventrikularis,

berhubungan langsung dengan pleksus khoroid ventrikel III. Tela ini


dibentuk oleh invaginasi ependima oleh lipatan-lipatan vaskular.
2) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak berbau dan
hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di ventrikel-ventrikel
dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.
Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali susunan
saraf pusat terhadap trauma.

f.

Peredaran Darah Otak


1) Peredaran darah arterial
Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial pada
dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis interna dan kedua
arteri vertebralis.
a) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis komunis leher.
Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii, membelah sebagai suatu
pembuluh bentuk sigmoid di dalam sinus kavernosus.
Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga tengkorak, terdiri
dari :
(1) Arteri optalmika
Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri sentralis retinae
yang berjalan ditengah-tengah nervus optikus dan berakhir diretina.
(2) Arteri khoroidalis anterior
Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus sampai pada
ketinggian korpus genikulatum lateralis dan kemudian menjadi
bagian dari pleksus khoroid ventrikel lateralis.
Pembuluh

darah

ini

juga

memberi

cabang-cabang

ke

pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus, hipokampus


dan traktus optikus.
(3) Arteri serebri anterior dan media
Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri karotis
interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada lobus
frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri dapat ditemukan arteri
komunikans anterior. Cabang-cabang arteri serebri anterior berjalan
menuju sisi medial lobus frontalis dan parietalis, substansia perforata
anterior, septum pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum. Arteri
striata medialis memberi darah pada nukleus kaudatus, putamen dan
bagian anterior kapsula interna.Arteri serebri media memberi cabangcabang kesisi lateral lobus temporal dan parietal.
Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan kapsula
interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan ramus serebri
posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya memberi cabang ke
kapsula interna dan talamus
b) Arteri vertebralis

Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub klavia.


Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan posterior serta
arteriae serebelaris inferior posterior.
Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri vetrebralis,
berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-cabangnya meliputi arteriae
pontin, sereberalis inferior anterior, labirintin, serebralis superior dan
sereberalis posterior.
Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior lobus
oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal posterior ke
pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel lateralis.
c) Sirkulus willisi
Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan anterior dan
posterior serta bagian proksimal arteri-arteri serebri anterior, media dan
posterior.
Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang adekuat ke
otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau vertebralis. Banyak arteri
keluar dari lingkaran ini, masuk ke substansia otak dan arteri-arteri ini
sangat penting oleh karena selain berkaliber kecil sehingga mudah
tersumbat, juga merupakan end artery tanpa peredaran kolateral dan
memperdarahi daerah-daerah vital.
2) Peredaran darah vena
Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis tuberkulosis.
Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal. Tempat berakhirnya venavena otak ini di sinus-sinus duramater.
3. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda
meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium yaitu Mycobacterium
tubeculosis dan Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi
dan jarang pada manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran
0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium
tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan
yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal dan otak. Mycobacterium tidak
tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.
Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang

menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan


karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil
Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan
hidrokarbon rantai panjang yang disebut asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa
tumbuh lambat dengan double time dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya
memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.
4. Manifestasi Klinik
Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan. Terdapat riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki TB aktif atau riwayat batuk
lama, berkeringat malam dan penurunan berat badan beberapa hari sampai
beberapa bulan sebelum gejala infeksi susunan saraf pusat muncul.
Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya mirip
dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise), demam yang
tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah. Setelah gejala awal
berlangsung selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan
nyeri tengkuk yang berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus
kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai penyempitan dan
pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan iskemik dan infark serebri
dengan berbagai defisit neurologi sebagai akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII
dan VIII sering mengalami kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut
terjadi gerakan involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi
hidrosefalus.
Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa kejang,
stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau rigiditas dengan
atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan serebrospinalis.
5. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis
primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru. Tuberkulosis secara
primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah
manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel
droplet yang dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikelpartikel yang mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di
udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat.

Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya
terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang
alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah
kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paruparu berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks
Ghon. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk kedalam aliran
darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas selular
terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini untuk
membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit mononuklear dalam
aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi
sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri
dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan
sebagai pusatnya.
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat
lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik.
Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan
menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai tuberkulosis millier
diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang
efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa
tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10%
untuk berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan
terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel,
pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi,
lesi akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke jaringan
disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat
maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan ruang
sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai Focus Rich. Reaktivasi
dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil Tuberkulosis dan
antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel, sehingga terjadi
meningitis tuberkulosis.

Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis


Inhalasi kuman TB
Paru-paru
Penyebaran limfohematogen
TB paru primer

Dorman di otak

Organ lain

Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih


pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang
Tuberkel melunak dan pecah
Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid
Terbentuk eksudat
Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2
Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :
- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag
Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks
Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron
Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus kranial II,
III, IV, VI, VII, VIII
Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi
LCS
Hidrosefalus komunikan

6. Klasifikasi
Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi meningitis
dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia,
atau darah di ruang sub arakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus influenza.
c.

Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosis.


Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan perubahan yang

terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2 golongan yaitu :


a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater yang
disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah Mycobacterium
tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma dan ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater yang
meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus
haemoliticus,

Staphylococcus coli, Klebsiella pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa.
Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis penyakit
menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai berikut :
Stadium I

: Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis

meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik


dan kesadaran yang penuh.
Yang secara khas berahir selama 1-2 minggu yang ditandai oleh gejalagejala nonspesifik seperti demam, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk
dan malaise
Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III
Biasanya mulai lebih mendadak, tanda-tanda yang paling sering adalah
lesu, kaku kuduk, kejang-kejang, tanda kernig atau babinsky positif,
muntah, kelumpuhan syaraf cranial. Percepatan klinis biasanya
berkorelasi dengan perkembangan hidrosefalus, peningkatan tekanan
intracranial.
Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan
terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi), kemunduran
tanda-tanda vital.

7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain


a. Sistem Pernafasan
Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur pernafasan
sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas berubah sehingga
pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang, yang berakhir dengan kondisi
hipoksia. Kerusakan vaskular pada jaringan susunan saraf pusat akan
menghambat proses transportasi oksigen sehingga otak kekurangan oksigen
yang berdampak terjadinya kematian sel-sel jaringan otak, distres pernafasan
terjadi akibat penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan
tekanan intrakranial.
b. Sistem Kardiovaskular
Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada jaringan
selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan pola nafas
menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga perfusi jaringan menurun
yang ditandai dengan adanya sianosis pada beberapa bagian tubuh tekanan
darah meningkat atau menurun dan frekuensi nadi meningkat.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk menangani
dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan dari hipotalamus.
Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi asam lambung yang
menyebabkan hiper asiditas yang akan menimbulkan mual, muntah dan nafsu
makan berkurang. Pada kondisi yang kronis keadaan ini akan menimbulkan
iskemi mukosa lambung dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah
perdarahan lambung (stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi
klien tidak adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.
d. Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada kondisi
lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika
dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).
e. Sistem Persarafan
Proses

peradangan

meningen

dapat

menimbulkan

peningkatan

tekanan

intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol kesadaran


yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi penekanan pada saraf
pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola nafas tidak efektif. Pada saraf
kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan,
nervus optikus yang dapat mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI
yang dapat mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang

dapat mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan


menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan dalam
keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang ditandai dengan adanya
kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II, serta laseque positif.
f. Sistem muskuloskeletal
Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan dalam
perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan otot-otot dan
terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat melakukan aktifitas gerak
tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya kontraktur dapat memperberat kondisi.
g. Sistem Integumen
Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga
timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan, selain itu klien
dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus
berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan integritas kulit sebagai
dampak dari berbaring yang lama.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan
Rontgent thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran
tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thoraks, kadang-kadang
disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan
tuberkoloma. Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan
diagnosa meningitis tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin
menandakan

hanya
adanya

mendeteksi
infeksi

aktif

reaksi

hipersensitifitas

sehingga

lambat,

penggunaannya

tidak
untuk

mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih kurang sensitif.


Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak memiliki nilai diagnostik,
sementara pada orang dewasa hanya menandakan adanya riwayat kontak
dengan antigen tuberkulosis, dan dapat memberikan arah untuk pemeriksaan
selanjutnya.
c.

Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif untuk


mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal yang
karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.
2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm 3 dengan
predominan limfosit.
3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai glukosa
darah.
4) Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki akurasi
yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis tuberkulosis.
Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada
cairan serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium atau
respon tubuh penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong pemeriksaan
biokimia antara lain:
1) Bromide Partition Test (BPT)
2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)
3) Tuberculostearic Acid
f.

Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan
serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis antara lain:
1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)

9. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:
a. Perawatan umum
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan
dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan
nutrisi, posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta perawatan
umum lainnya sesuai dengan kondisi klien.
b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis

Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan


penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya, mencegah kematian akibat
tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps, mencegah penularan dan sekaligus
mencegah terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang
diberikan.
Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda dengan
terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa pilihan OAT
harus dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi yang cukup untuk
mengeliminir basil intra dan ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan
untuk meningitis tuberkulosis adalah :
1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.
2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.
3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.
4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai dengan
1500 mg / hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis 30-50
mg / kg BB / hari.
6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena dengan
dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini terutama jika
terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik maka dosis dapat
diturunkan secara bertahap.
Efek samping OAT
(a) Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari
kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah pemeriksaan
faal hati kembali normal pengobatan dapat dilaksanakan kembali
Efek samping ringan berupa
(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri otot
(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra
(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
(b) Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-kadang
disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan gagal ginjal
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri tulang,
nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.
(c) Pyrazinamid (Z)

Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan kadangkadang serangan penyakit gout.
(d) Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman
penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.
10. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis TB
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami gangguan
sistem persarafan, perawat dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, karena
tidak jarang kliennya mengalami penurunan kesadaran, sehingga perawat bekerja
sepihak. Walaupun kondisinya demikian perawat tetap harus menggunakan metoda
pendekatan pemecahan masalah (problem solving) melalui proses keperawatan.
Proses keperawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan,
merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu
klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara optimal.tindakan keperawatan
tersebut dilaksanakan secara komprehensif yang saling berkesinambungan dan
berkaitan satu sama lain dari mulai pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana pada
tahap ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil
wawancara, pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau
tim kesehatan lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk mendapatkan
diagnosa keperawatan yang merupakan masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri
dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit meningitis adalah:
- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat terjadi
pada semua umur, dewasa maupun anak.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi terhadap
pengetahuan klien tentang penyakit meningitis
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena dapat
menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh klien rendah
dan mudah jatuh sakit.
b) Identitas penanggung jawab meliputi:

Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.


2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama adalah
adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang disertai kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan keluhan
pada saat pengkajian, dikembangkan dengan menggunakan analisa
PQRST.
P: Provokatif/paliatif
Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta memberatkan
keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis biasanya disebabkan oleh
adanya iritasi meningen. Nyeri di rasakan bertambah bila beraktivitas dan
berkurang jika beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa sering
keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan sangat berat.
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan sejauh
mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang dan berat.
Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat

(skala : 5), dikarenakan

adanya iritasi meningen yang disertai kaku kuduk.


T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang,
dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan nyeri dirasakan
menetap/terus menerus karena iritasi meningen.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol, riwayat batuk
lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak atau tanpa dahak
(dahak berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan penderita TBC. Apakah
klien punya riwayat trauma kepala atau tulang belakang. Riwayat infeksi
lain seperti Otitis media dan mastoiditis.
d) Riwayat kesehatan keluarga.

Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit
yang

sama

dengan

klien,

riwayat demam disertai kejang. Adanya

penyakit menular seperti TBC.


3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan
dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak, ronkhi positif.
b) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan
tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pada kasus lebih
lanjut akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan capillary refil time (CRT)
lebih dari 3 detik.
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah serta
anoreksia bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus kranial pada nervus
vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan. Pada kondisi ini
akan menimbulkan hipersekresi HCl iskemia mukosa lambung dan
kerusakan barrier mukosa erosi hemoragik lambung (perdarahan
lambung) sehingga terjadi penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi
kurang kalori protein (KKP).
d) Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia urine.
Pada kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses
katabolisme terutama jika dalam kondisi KKP.
e) Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada kerusakan
motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di kaji rentang gerak dari
ekstremitas.
f) Sistem Integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai dampak infeksi
sistemik, selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan
kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat
terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
g) Sistem persarafan

Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan dengan


sistem persarafan sangat kompleks. Pada penyakit meningitis terjadi
peradangan

selaput otak dan parenkim otak yang merupakan pusat

sistem persarafan. Gangguan yang muncul tersebut antara lain: kerusakan


saraf pengontrol kesadaran yang dapat mengakibatkan penurunan
kesadaran, pola nafas tidak efektif akibat peningkatan tekanan intrakranial
yang menekan pusat pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu
nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus
kranial lain yang umum terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII. Pada
penyakit meningitis terdapat

tanda yang khas yaitu tanda-tanda iritasi

meningen: kaku kuduk positif, brudzinski I, II positif, kernig dan laseque


positif. Selain itu gejala awal yang sering terjadi pada meningitis adalah
sakit kepala dan demam yamg diakibatkan dari iritasi meningen, juga
didapat adanya manifestasi perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu
letargik, tidak responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga
akibat area fokal kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien
meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.

4) Pola aktivitas sehari-hari


a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anoreksia dan bila
pasien

mengalami

penurunan

kesadaran,

reflek

menelan

terjadi

penurunan, sehingga klien harus dipasang naso gastric tube (NGT).


b) Eliminasi
Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi
inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.
c) Istirahat tidur
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala hebat
akibat

peningkatan

tekanan

intra

kranial.

Hal

ini

merupakan

mecanoreceptor terhadap reticular activating system ( RAS ) sebagai


pusat tidur jaga.
d) Personal hygiene
Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal hygiene
akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan penurunan kesadaran.
5) Data psikologis

Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena


perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah sakit
akibat hospitalisasi.
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah akibat
perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak berharga, rendah diri
dan kehilangan peran.
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit
meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas disekitarnya baik
ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli dan
lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya.
7) Data spiritual
Pengkajian

ditujukan

terhadap

harapan

kesembuhan, kepercayaan

dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan yang dianut oleh
klien ataupun keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
(2) Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.
Karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis tuberkulosis
adalah :
(a) Warna CSF jernih
(b) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.
(c) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Klorida menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b)

Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya penyakit


saluran nafas sebagai infeksi primer.

c)

Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga sinus yang
mengalami sinusitis.

d)

Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak dan


medulaspinalis.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. Merupakan suatu proses
berpikir yang meliputi kegiatan pengelompokkan data dan menginterpretasikan
kelompok data dan membandingkan dengan standar yang normal serta
menentukan masalah atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis adalah:
Menurut Doenges, 1993 : 311-319
1)

Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman


patogen.

2)

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan oedema serebral.

3)

Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan kesadaran

4)

Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.

5)

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

6)

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.

7)

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

8)

Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut Tucker (1993:522-524).


9)

Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat


kesadaran.

10) Gangguan

keseimbangan

suhu

tubuh,

hypertermia

berhubungan

dengan proses inflamasi.


11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
2. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi dan
rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan
lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman
patogen secara hematogen.

Tujuan

: Penyebaran infeksi tidak terjadi.

Kriteria

- Suhu tubuh normal 36-37C


- Klien ditempatkan di ruang isolasi
No.
1
1.

Intervensi
2
tindakan

Berikan

isolasi

sebagai tindakan pencegahan

Pada

Rasional
3
fase awal meningitis

meningokokus

atau

infeksi

lainnya,

isolasi

diperlukan

sampai

ensepalitis
mungkin

organismenya

diketahui/dosis

antibiotik

yang

cocok

diberikan

untuk

telah

menurunkan

resiko penyebaran pada orang


lain.
2.

Pertahankan

teknik

aseptik

dan

teknik

cuci

tangan

yang

tepat

baik

klien

atau

Menurunkan
terkena

resiko

infeksi

klien

sekunder.

pengujung

Mengontrol penyebaran sumber

maupun staf. Pantau dan batasi

infeksi, mencegah pemajanan

pengunjung/staf sesuai kebutuhan.

pada

individu

terinfeksi

(misalnya:

individu

mengalami

infeksi

yang
saluran

pemafasan atas).
3.

Pantau suhu secara teratur. Catat

Terapi

obat

biasanya

akan

munculnya tanda-tanda klinis dari

diberikan terus selama kurang

proses infeksi.

dari 5 hari setelah suhu turun


(kembali normal) dan tandatanda klinisnya jelas. Timbulnya
tanda klinis yang terus menerus
merupakan

indikasi

perkembangan
meningokosemia

dari
akut

yang

dapat
bertahan

sampai

berminggu-

minggu/berbulan-bulan
terjadi

atau

No.

4.

Intervensi

Rasional
penyebaran patogen

secara

Teliti adanya keluhan dari dada,

hematogen/sepsis.
Infeksi
sekunder

berkembangnya

seperti

nadi

yang

tidak

teratur/disritmia atau demam yang

miokarditis/perikarditis

dapat

terus menerus.

berkembang dan memerlukan


intervensi
lanjut.

5.

Auskultasi

suara

nafas.

Pantau

Adanya rorchi/mengi, takhipne

kecepatan pernafasan dan usaha

dan

peningkatan

pernafasan.

pernafasan

kerja
mungkin

mencerminkan

adanya

akumulasi sekret dengan resiko


terjadinya infeksi pernafasan.
6.

Ubah posisi klien dengan teratur dan

Mobilisasi

anjurkan untuk melakukan nafas

meningkatkan

dalam.

sekret yang akan menurunkan


resiko

sekret

dan

kelancaran

terjadinya

komplikasi

terhadap pernafasan.
7.

Catat

karakteristik

urine,

seperti

warna, kejernihan dan bau

Urine

statis,

dehidrasi

kelemahan

dan
umum

meningkatkan resiko terhadap


infeksi

kandung

kemih/ginjal/awitan sepsis.
8.

Kolaborasi

Obat yang dipilih tergantung

Berikan terapi antibiotik IV sesuai

pada tipe infeksi dan sensitifitas

indikasi:

individu.

penisilin

G,

Ampisilin,

Catalan:

Obat

Kloramfenikol, Gentamisin,

intratekal mungkin diindikasikan

Amfoterisin B.

untuk

basilus

Gram-negatif,

jamur, amuba.

b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan oedema serebral.

Tujuan

: Tidak terjadi gangguan perfusi serebral

Kriteria :

No.
1
1.

Tingkat kesadaran membaik

Tanda-tanda vital stabil

Tidak adanya nyeri kepala

Tidak adanya tanda peningkatan TIK

Tentukan

Intervensi
2
faktor-faktor

berhubungan

dengan

yang

Menentukan

Rasional
3
pilihan

intervensi.

keadaan

Penurunan tanda/gejala neurologis atau

tertentu atau yang menyebabkan

kegagalan dalam pemulihannya setelah

koma / penurunan perfusi jaringan

serangan awal menunjukan klien itu

otak dan potensial peningkatan

perlu dipindahkan ke perawatan intensif

TIK

untuk mementau tekanan TIK atau


pembedahan.

2.

Pantau status neurologis secara

Mengkaji adanya kecenderungan pada

teratur dan bandingkan dengan

tingkat

nilai standar (misalnya: GCS)

peningkatan TIK dan bermanfaat dalam

kesadaran

menentukan,

lokasi,

dan

potensial

perluasan

dan

perkembangan kerusakan SSP.


3.

Pantau tanda-tanda vital meliputi

Peningkatan tekanan darah sistemik

TD, Nadi, Respirasi

yang diikuti oleh penurunan tekanan


darah

diastolik

merupakan

tanda

adanya peningkatan TIK nafas yang


tidak teratur dapat menunjukan lokasi
gangguan serebral dan tanda adanya
peningkatan serebral.
4.

Bantu klien untuk menghindari

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan

manuver valsava, seperti batuk,

intra thoraks yang akan meningkatkan

mengejan.

TIK

Perhatikan adanya gelisah yang

Petunjuk non verbal ini menunjukan

meningkat, peningkatan keluhan

adanya peningkatan TIK atau adanya

dan

nyeri kepala.

tingkah

sesuai.

laku

yang

tidak

Kaji adanya peningkatan rigiditas,

Merupakan

indikasi

regangan,

meningeal

yang

peka

rangsang,

serangan kejang.

dari

iritasi

dapat

terjadi

sehubungan dengan kerusakan dari


duramater atau perkembangan infeksi.

Tinggikan

kepala

klien

15-45

Meningkatkan aliran balik vena dari

derajat sesuai indikasi yang dapat

kepala

sehingga

ditoleransi.

kongesti

dan

akan

oedema

mengurangi
atau

resiko

peningkatan TIK.
8

Kolaborasi untuk pemberian obat

Menurunkan inflamasi yang selanjutnya

sesuai

menurunkan oedema jaringan.

indikasi

seperti

dexametason
c.

Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang


akibat iritasi korteks serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.

No.
1
1.

Intervensi
2
Monitor adanya kejang/ kedutan

Rasional
3
Mencerminkan adanya iritasi SSP

pada tangan, kaki dan mulut atau

secara umum yang memerlukan

otot wajah yang lain.

evaluasi segera dan intervensi


yang mungkin untuk mencegah
komplikasi.

2.

Berikan

keamanan

klien

Melindungi

dengan memberi bantalan pada

kejang.

penghalang

jalan

tempat

pertahankan
tempat

3.

pada

tidur

tidur,

penghalang
tetap

terpasang

klien

Catatan:

nafas

lunak

terjadi

Memasukan

buatan/

hanya

relaksasi,

jika

gulungan

jika

rahangnya

jangan

dipaksa,

dan pasang jalan nafas buatan

memasukan

plastik

mengatup karena dapat merusak

atau

gulungan

lunak

dan alat penghisap.

jaringan lunak.

Kolaborasi dengan medik untuk

Merupakan

pemberian obat sesuai indikasi,

penanganan

seperti

kejang.

Fenitoin

(dilantin),

ketika

indikasi

giginya

untuk

dan

pencegahan

Catatan:

Fenobarbital

diazepam

(valium),

dapat

fenobarbital (luminal)

menyebabkan

pernafasan
menutupi

dan

depresi

sedatif

tanda/

gejala

serta
dari

peningkatan TIK.

d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.
Tujuan

: Nyeri hilang

Kriteria :
-

Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

No.
1
1.

Intervensi
2
Berikan lingkungan yang tenang,

Rasional
3
Menurunkan reaksi

ruangan agak gelap sesuai indikasi

stimulasi

dari

terhadap

luar

atau

sensitivitas pada cahaya dan


meningkatkan istirahat/relaksasi.
2.

Letakan kantung es pada kepala,

Meningkatkan

pakaian dingin di atas mata.

menumpulkan persepsi sensori


yang

vasokontriksi,

selanjutnya

akan

menurunkan nyeri.
3.

4.

e.

Dukung untuk menemukan posisi

Menurunkan

yang nyaman, seperti kepala agak

resultan ketidak nyamanan lebih

tinggi sedikit.
Berikan latihan

lanjut.
Dapat

rentang

gerak

iritasi

meningeal,

membantu

aktif/pasif secara tepat dan lakukan

merelaksasikan ketegangan otot

massase otot daerah bahu atau

yang meningkatkan reduksi nyeri

leher.

atau rasa tidak nyaman tersebut.

Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat


kelemahan atau kerusakan neuromuskular.
Tujuan

: Mobilisasi fisik terpenuhi.

Kriteria

: Klien mampu melakukan mobilisasi.

No.
1
1.

Intervensi
2
Periksa kembali kemampuan

Rasional
3
Mengidentifikasi
kemungkinan

dan keadaan secara fungsional

kerusakan

pada kerusakan yang terjadi.

mempengaruhi dan pilihan intervensi

secara

fungsional

dan

yang akan dilakukan.


2.

Kaji derajat imobilisasi klien

Klien mampu mandiri (nilai 0) atau

dengan menggunakan

memerlukan bantuan/ peralatan yang

skala

ketergantungan

minimal (nilai 1); memerlukan bantuan


sedang

dengan

diajarkan
bantuan

pengawasan

(nilai
/

2);

peralatan

memerlukan
yang

terus

menerus dan alat khusus (nilai 3);


atau tergantung secara total pada
pemberian asuhan (nilai 4). seseorang
da lam semua kategori sama-sama
mempunyai resiko kecelakaan namun
kategori dengan nilai 2-4 mempunyai
resiko

terbesar

untuk

terjadinya

bahaya tersebut sehubungan dengan


imobilisasi.
3.

Berikan

atau

melakukan

bantu

latihan

untuk
rentang

gerak/ROM.
4.

Mempertahankan
fungsi

sendi

ekstremitas

Berikan

perawatan

dengan

cermat,

kulit
masase

dengan pelembab dan ganti

mobilisasi
/

posisi

dan

dan
normal

menurunkan

terjadinya vena yang statis


Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas
kulit

dan

menurunkan

resiko

terjadinya ekskoriasi kulit

linen / pakaian yang basah


dan

pertahankan

tersebut

tetap

bersih

linen
dan

bebas dari kerutan.

f.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.


Tujuan

: Tidak terjadi perubahan sensori

Kriteria

Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi


persepsi

No.
1
1.

Intervensi
2
Evaluasi secara teratur perubahan

Fungsi

Rasional
3
serebral bagian

atas

2.

orientasi, kemampuan berbicara,

biasanya terpengaruh lebih dulu

alam perasaan/afektif, sensorik dan

oleh adanya gangguan sirkulasi,

proses pikir.
Kaji kesadaran sensorik seperti

oksigenasi.
Informasi

respon

keamanan klien. Semua sistem

sentuhan,

tajam/tumpul,

panas/dingin,

dan

kesadaran

sensorik

penting
dapat

untuk

terpengaruh

terhadap gerakan dan letak tubuh,

dengan adanya perubahan yang

perhatikan

melibatkan peningkatkan atau

adanya

masalah

penglihatan atau sensasi yang lain.

penurunkan

sensitifitas

atau

kehilangan sensasi/kemampuan
untuk menerima dan berespon
secara sesuai dengan stimulus.
3.

Berikan stimulasi yang bermanfaat

Membantu

secara verbal, penciuman, taktil,

memisahkan pada realitas dari

pendengaran .

perubahan persepsi, gangguan


fungsi

klien

kognitif

penurunan
menjadi

untuk

dan

atau

penglihatan

dapat

potensi

timbulnya

disorientasi dan ansietas.


4.

Berikan kesempatan yang lebih

Menurunkan

frustrasi

yang

banyak untuk berkomunokasi dan

berhubungan dengan perubahan

melakukan aktifitas.

kemampuan atau pola respon


yang menunjang.

g. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.


Tujuan

: pola nafas efektif

Kriteria

Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt

Irama nafas reguler.

No.
1
1.

Intervensi
2
Kaji dan pantau frekuensi pola dan

Rasional
3
Perubahan pola nafas

irama nafas

efektif merupakan tanda berat


adanya

peningkatan

intrakranial

yang

medulla oblongata

tidak

tekanan
menekan

2.

Pertahankan
dengan
jalan

jalan

nafas

melakukan

nafas

efektif

Lendir yang berlebihan akan

pembersihan

menumpuk dan menimbulkan

seperti

pengisapan

obstruksi jalan nafas.

lendir dan oral hygiene.


3.

4.

Berikan O2 sesuai order dan monitor

Untuk

efektifitas

kebutuhan oksigen dalam darah

pemberian

oksigen

memenuhi

tersebut.

dan jaringan.

Pertahankan kepatenan jalan nafas

Posisi leher yang ekstensi /

dengan leher dan posisi netral.

menekuk mengakibatkan jalan


nafas terhambat.

h. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses


inflamasi
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.
Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 C, keringat berkurang, klien tidak merasakan
panas badan.
No.
1
1.

Intervensi
2
kompres dingin

Berikan
daerah

yang

banyak

darah

sampai

pada

pembuluh

suhu

badan

kembali normal.

Rasional
3
dingin

dapat

menimbulkan proses

konduksi

Kompres
dimana

terjadi perpindahan

panas dari satu objek ke objek


lain dengan kontak fisik antara

2.

Anjurkan

pada

mengenakan

klien

pakaian

tipis

untuk
dan

menyerap keringat.

kedua objek tersebut.


Dengan
pakaian
memudahkan
keringat

dan

tipis

penyerapan
memberi

rasa

3.

Observasi

vital

nyaman.
Untuk mengetahui lebih lanjut

4.

suhu, tensi, respirasi, dan nadi.


Kolaborasi
pemberian
terapi

tindakan yang akan dilakukan.


Antipiretik
berfungsi

antipiretik.

menghambat

tanda-tanda

panas

pada

hipotalamus.
i.

Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring


lama.
Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria : Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti :


kemerahan dan lecet pada kulit.
No.
1
1.

Intervensi
2
Atur dan rubah posisi tidur klien

Rasional
3
Dapat mengurangi tekanan yang

setiap 2 jam.

terus menerus yang menimbulkan


sirkulasi yang optimal pada daerah
penekanan.

2.

Berikan bantalan pada area tubuh

Dengan diberikan bantalan pada

yang menonjol dan berada pada

daerah

permukaan tempat tidur.

mengurangi tekanan efek sirkulasi

penekanan

akan

yang tidak lancar.


3.

Lakukan masase pada daerah

Tindakan masase sebagi stimulus

penekanan seperti bokong, siku dan

terhadap vasodilatasi bagi vaskuler

turn it setiap hari.

yang mengalami kontriksi pada


permukaan

sehingga

akan

membantu melancarkan sirkulasi


pada daerah tersebut.
4.

Observasi tanda dekubitus seperti

Bila

lecet, kemerahan pada siku, tumit,

dekubitus segera ambil tindakan

bokong dan daerah punggung setiap

untuk

hari

kerusakan

ditemukan

tanda-tanda

mengantisipasi
jaringan

terjadinya
kulit

yang

berlebihan.

j.

Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan


kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien dirumah.
Tujuan : cemas dapat diatasi
Kriteria :
-

Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.

Klien atau keluarga tampak rileks (tidak memperlihatkan kecemasan seperti


gelisah)

No.
1
1.

Intervensi
2
Kaji status mental dan tingkat

Rasional
3
Gangguan tingkat kesadaran

ansietas dari klien/keluarga. Catat

dapat

mempengaruhi

ekspresi

tanda-tanda verbal atau non verbal.

rasa takut tapi tidak menyangkal


keberadaannya. Derajat ansietas
akan

dipengaruhi

bagaimana

informasi tersebut diterima oleh


individu.
2.

Berikan
antara

penjelasan
proses

hubungan

penyakit

dan

Meningkatkan

pemahaman,

mengurangi rasa takut karena


ketidaktahuan

gejalanya.

dan

dapat

membantu menurunkan ansietas.


3.

Jelaskan dan persiapkan untuk

Dapat

tindakan

terutama

prosedur

sebelum

dilakukan.
4.

meringankan
ketika

ansietas

pemeriksaan

tersebut melibatkan otak.

Libatkan

klien/keluarga

perawatan,

perencanaan

kehidupan
membuat

dalam

sehari-hari,
keputusan

Meningkatkan perasaan kontrol


terhadap diri dan meningkatkan
kemandirian.

sebanyak

mungkin.

k.

Perubahan

nutrisi:kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

kelemahan reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah dan


anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
-

Disfagia dapat diatasi

Tidak terjadi aspirasi.

Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.

No.
1
1.

2.

Timbang

Intervensi
2
berat badan

Untuk

Rasional
3
mengetahui

efektivitas

seminggu sekali.

therapi.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

Ahli gizi adalah spesialis nutrisi

membantu

yang dapat membantu kebutuhan

makanan.

perencanaan

nutrisi

klien

dan

langsung

mempersiapkan kebutuhan nurisi

No.

Intervensi

Rasional
kliennya.

3.

Jika masukan makanan hanya

NPT

sedikit, BB terus menerus turun

kalori,asam lemak dan vitamin

selama

status

dapat diberikan IV bersama-sama

kekurangan

larutan NPT, protein, Karbohidrat

dengan

dan lemak penting untuk fungsi

hari,

menunjukkan
nutrisi

kolaborasi

dokter untuk pemberian nutrisi

mensuplai

protein

dan

dan perkembangan sel.

parenteral total (NPT).


4.

Bila

5.

terjadi

disfagia

kolaborasi

Dengan NGT dapat menghindari

dengan dokter untuk pemasangan

terjadinya

NGT.

kelemahan reflek menelan.

Kolaborasi

pemberian

obat H2

reseptor antagonis sesuai advis.

H2

aspirasi

reseptor

karena

antagonis

dapat

menghambat produksi HCl atau


menetralisir asam lambung.

l.

Resiko

tinggi

terhadap

kekurangan

volume

cairan :

dehidrasi

berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan


peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.
Kriteria :
-

Membran mukosa lembab.

Turgor kulit baik.

Pengisian kapiler cepat.

No.
1
1.

Intervensi
2
Kaji perubahan tanda vital.

Rasional
3
Peningkatan
suhu
demam meningkatkan
dan

/
laju

kehilangan cairan tubuh

melalui evaporasi.
2.

Kaji

turgor

kulit,

membran mukosa.

kelembaban

Indikator langsung keadekuatan


volume
membran

cairan,

meskipun

mukosa

mulut

mungkin kering karena nafas

No.

Intervensi

Rasional
mulut dan

melalui

oksigen

tambahan.
3.

4.

Catat / lapor keluhan mual atau

Adanya gejala menurunkan

muntah.

masukan oral.

Pantau intake dan output

Berikan

informasi

tentang

keadekuatan volume cairan dan


5.

Tekankan

cairan

sedikitnya

2500 ml/hari sesuai kondisi


6.

Berikan
misalnya

7.

obat

sesuai

kebutuhan pengganti.
Pemenuhan kebutuhan

dasar

cairan.
indikasi,

antipiretik,

Berguna

untuk

menurunkan

kehilangan

antiemetik.
Berikan cairan tambahan melalui IV

cairan.
Adanya

sesuai dengan kebutuhan.

masukan/banyak

penurunan

kehilangan,

penggunaan

parenteral
dapat

memperbaiki

mencegah
kekurangan cairan.

DAFTAR PUSTAKA
Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT. Dian Rakyat,
Jakarta.
Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
WHO, 2013. Meningitis. Article. Available at http://www.who.int/topics/meningitis/en/
Devarajan, V., Jan 10, 2012. Haemophilus Influenzae Infection. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/218271-overview#a0199
Yuliana, 2013. Tinjauan Histologi Sawar Darah Otak. Vol. 9. Jurnal Kedokteran. Bagian
Histologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat.
Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi
Pertama. Salemba Medika, Jakarta.

Mansjoer,

A.,dkk.,

2000.

Aesculapius, Jakarta.

Kapita

Selekta

Kedokteran,

Edisi

Ketiga.

Media

Anda mungkin juga menyukai