Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Setiap muslim itu adalah dai (yang mengajak) sebelum segala sesuatu. Terlepas
dari apapun profesinya, seorang muslim harus selalu membawa nilai-nilai Islam
dalam kehidupannya. Sehingga akan terwujudlah kehidupan yang madani karena
adanya sikap saling mengingatkan, berbagi, dan selalu introspeksi dalam menatap
visi ke depannya.
Begitu pulalah halnya dengan seorang Perawat. Nurses adalah orang yang paling
mengerti akan kebutuhan pasiennya. Kenapa? Karena waktunya lebih banyak
dihabiskan untuk mengurusi kebutuhan dasar dari pasien. Sebagai seorang perawat
yang taat kepada Allah dan RasulNya, sudah menjadi kewajiban baginya untuk
menanamkan nilai-nilai keislaman di setiap lingkungan hidupnya. Perawat yang
dirindukan itu adalah perawat yang mampu menyeimbangkan kebutuhan dunia dan
akhirat bagi pasiennya sebagai lingkungan dengan durasi terbanyak dalam hariharinya. Perawat yang memiliki visi seperti ini disebut sebagai perawat
transcendental. Perawat yang memiliki visi Transcendental adalah perawat yang
bertujuan tidak hanya kesejahteraan di dunia tetapi pengabdian dan perilakunya
ditujukan untuk ibadah dan kesejahteraan akherat (hereafter, afterlife, eternity).
B.

Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk membahas tentang :


1.

Bagaimana yang dikatakan dengan syarat dan rukun wudhu

2.

Bagaimana yang dikatakan dengan tayamum.

3.

Bagaimana syarat dan rukun wudhu dan tayamum bagi pasien bedrest.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Syarat dan Rukun Wudhu

1.

Pengertian Wudhu

Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah
(syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara

tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu
merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan
berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
Sebelum Niat Wudhu baca :
Bacaan Niat Wudhu :
"Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah."
Do'a Sesudah Wudhu :
"Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah yang Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya.
Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya
Allah jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan
jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."
2.

Syarat Sahnya Wudhu

Ada bebeapa syarat sahnya wudhu, yaitu:


a.

Islam

b.

Tamyiz, yakni bisa membedakan baik buruknya suatu pekerjaan

c.

Tidak berhadast besar

d. Dengan air suci lagi mensucikan


e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota tubuh wudhu,
misalnya getah, cat, dan sebagainya.
f.

Mengetahui mana yang wajib (farhu) dan mana yang sunnah.

3.

Rukun (fardhu) Wudhu:

Rukun wudhu ada 6 (enam) perkara, yaitu:


a.

Niat, lafaznya:

b. membasuh seluruh muka, mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah
dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri.
c.

membasuh kedua tangan sampai siku-siku

d. mengusap sebagian rambut kepala


e.

membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki

f.
tertib (berturut-turut, artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan dan
mengakhiri mana yang harus terakhir.
4.

Cara Berwudhu :

1. Apabila seorang muslim mau berwudhu maka hendaknya ia berniat di dalam


hatinya kemudian membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sebab Rasulullah SAW
bersabda "Tidak sah wudhu orang yg tidak menyebut nama Allah" . Dan apabila ia
lupa maka tidaklah mengapa. Jika hanya mengucapkan "Bismillah" saja maka
dianggap cukup.
2. Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali
sebelum memulai wudhu.
3.

Kemudian berkumur-kumur.

4.

Lalu menghirup air dgn hidung lalu mengeluarkannya.

Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dgn kuat kecuali jika dalam keadaan
berpuasa maka ia tidak mengeraskannya krn dikhawatirkan air masuk ke dalam
tenggorokan. Rasulullah bersabda "Keraskanlah di dalam menghirup air dgn hidung
kecuali jika kamu sedang berpuasa."
5. Lalu mencuci muka. Batas muka adl dari batas tumbuhnya rambut kepala
bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan
jika rambut yg ada pada muka tipis maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya.
Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja namun disunnahkan
mencelah-celahi rambut yg tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelahcelahi jenggotnya di saat berwudhu.
6. Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku krn Allah berfirman "dan kedua
tanganmu hingga siku."
7. Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali dimulai dari bagian
depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan
kepala. Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dgn air yg tersisa pada
tangannya.
8.

Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki krn Allah berfirman "dan

kedua kakimu hingga dua mata kaki." . Yang dimaksud mata kaki adl benjolan yg
ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dgn
kaki. Orang yg tangan atau kakinya terpotong maka ia mencuci bagian yg tersisa yg
wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup
mencuci bagian ujungnya saja.
9. Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan
tidak menunda pencucian salah satunya hingga yg sebelumnya kering. Hal ini
berdasar hadits yg diriwayatkan Ibn Umar Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah bahwa
Nabi senantiasa berwudu secara berurutan kemudian beliau bersabda "Inilah cara
berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang kecuali dgn wudu
seperti ini."
10.
B.
1.

Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.


Tayamum
Arti Definisi / Pengertian Tayamum

Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya
menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang
bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya.
Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir
halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia
tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap
mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia.
Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada
air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi
tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan
wudu dengan air.
2.

Sebab / Alasan Melakukan Tayamum :

a.

Dalam perjalanan jauh

b.

Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit

c.

Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan

d. Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan

e.

Air yang ada hanya untuk minum

f.

Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat

g.

Pada sumber air yang ada memiliki bahaya

h.

Sakit dan tidak boleh terkena air

3.

Syarat Sah Tayamum :

a.

Telah masuk waktu salat

b.

Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran

c.

Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum

d. Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu


e.

Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan

f.

Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

4.

Rukun Tayamum :

a.

Niat Tayamum.

b.

Menyapu muka dengan debu atau tanah.

c.

Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.

5.

Tata Cara / Praktek Tayamum :

a.

Membaca basmalah

b. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu


melekat.
c. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang
menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
d. Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala
(Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).

e.

Mengusap telapak tangan ke muka secara merata

f.

Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan

g. Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekantekan hingga debu melekat.
h. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang
menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
i.

Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri

C.

Syarat dan Rukun Wudhu Juga Tayamum Bagi Pasien Bedrest

Pertama
; Wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air yaitu dia wajib
berwudhu ketika terkena hadats ashgor (hadats kecil). Jika terkena hadats akbar
(hadats besar), dia diwajibkan untuk mandi wajib.
Kedua
; Jika tidak mampu bersuci dengan air karena tidak mampu atau karena
khawatir sakitnya bertambah parah, atau khawatir sakitnya bisa bertambah lama
sembuhnya, maka dia diharuskan untuk tayamum.
Ketiga
; Tata cara tayamum adalah dengan menepuk kedua telapak tangan ke
tanah yang suci dengan satu kali tepukan, lalu mengusap seluruh wajah dengan
kedua telapak tangan tadi, setelah itu mengusap kedua telapak tangan satu sama
lain.
Keempat
; Jika orang yang sakit tersebut tidak mampu bersuci sendiri, maka
orang lain boleh membantunya untuk berwudhu atau tayamum. (Misalnya
tayamum), orang yang dimintai tolong tersebut menepuk telapak tangannya ke
tanah yang suci, lalu dia mengusap wajah orang yang sakit tadi, diteruskan dengan
mengusap kedua telapak tangannya. Hal ini juga serupa jika orang yang sakit
tersebut tidak mampu berwudhu (namun masih mampu menggunakan air, pen),
maka orang lain pun bisa menolong dia dalam berwudhu (orang lain yang
membasuh anggota tubuhnya ketika wudhu, pen).
Kelima
; Jika pada sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat
luka, maka luka tersebut tetap dibasuh dengan air. Apabila dibasuh dengan air
berdampak sesuatu (membuat luka bertambah parah, pen), cukup bagian yang
terluka tersebut diusap dengan satu kali usapan. Caranya adalah tangan dibasahi
dengan air, lalu luka tadi diusap dengan tangan yang basah tadi. Jika diusap juga
berdampak sesuatu, pada saat ini diperbolehkan untuk bertayamum. Keterangan :
membasuh adalah dengan mengalirkan air pada anggota tubuh yang ingin
dibersihkan, sedangkan mengusap adalah cukup dengan membasahi tangan

dengan air, lalu tangan ini saja yang dipakai untuk mengusap, tidak dengan
mengalirkan air.
Keenam
; Jika sebagian anggota tubuh yang harus dibasuh mengalami patah,
lalu dibalut dengan kain (perban) atau gips, maka cukup anggota tubuh tadi diusap
dengan air sebagai ganti dari membasuh. Pada kondisi luka yang diperban seperti
ini tidak perlu beralih ke tayamum karena mengusap adalah pengganti dari
membasuh.
Ketujuh
; Boleh seseorang bertayamum pada tembok yang suci atau yang
lainnya, asalkan memiliki debu. Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan
sesuatu yang bukan tanah -seperti cat-, maka pada saat ini tidak boleh
bertayamum dari tembok tersebut kecuali jika ada debu.
Kedelapan ;
Jika tidak ditemukan tanah atau tembok yang memiliki debu,
maka tidak mengapa menggunakan debu yang dikumpulkan di suatu wadah atau di
sapu tangan, kemudian setelah itu bertayamum dari debu tadi.
Kesembilan ; Jika kita telah bertayamum dan kita masih dalam keadaan suci (belum
melakukan pembatal) hingga masuk waktu shalat berikutnya, maka kita cukup
mengerjakan shalat dengan menggunakan tayamum yang pertama tadi, tanpa
perlu mengulang tayamum lagi karena ini masih dalam keadaan thoharoh (suci)
selama belum melakukan pembatal.
Kesepuluh ;
Wajib bagi orang yang sakit untuk membersihkan badannya
dari setiap najis. Jika dia tidak mampu untuk menghilangkannya dan dia shalat
dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Kesebelas
; Wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian
yang suci. Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti
dengan pakaian yang suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat
dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Keduabelas ; Wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat pada tempat yang
suci. Apabila tempat shalatnya (seperti alas tidur atau bantal, pen) terkena najis,
wajib najis tersebut dicuci atau diganti dengan yang suci, atau mungkin diberi alas
lain yang suci. Jika tidak mampu untuk melakukan hal ini dan tetap shalat dalam
keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Ketigabelas ; Tidak boleh bagi orang yang sakit mengakhirkan shalat hingga keluar
waktunya dengan alasan karena tidak mampu untuk bersuci. Bahkan orang yang
sakit ini tetap wajib bersuci sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga dia
dapat shalat tepat waktu; walaupun badan, pakaian, atau tempat shalatnya dalam
keadaan najis dan tidak mampu dibersihkan (disucikan).

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah
(syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara
tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu
merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan
berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
Sebelum Niat Wudhu baca :
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya
menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang
bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya.
Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir
halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia
tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap
mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia.
Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
B.

Saran

Sesungguhnya shalat itu diwajibkan bagi umat manusia yang islam, maka tidak ada
istilah meninggalkannya. Baik kita dalam keadaan sehat maupun sakit, tapi dilkala
kita sedang sakit ada tata cara untuk orang yang sakit juga diberikan kemudahan.
DAFTAR PUSTAKA
Saadi, Adil dkk. Fiqhun nisa_Thaharoh sholat,(Jakarta Selatan: PT Mizan
Publika,2008).
saadi , Zakiah Drajat. dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983).
Dainuri, Muhamad. Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang :Sinar Jaya
Offset,1996).
Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 2008).

Ash-shiddieqy, Hasbi. Hukum-hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1970).


Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002).

Anda mungkin juga menyukai