Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerontologi, studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit yang berhubungan
dengan penuaan pada manusia, meliputi aspek biologis, fisiologis, psikososial, dan aspek
rohani dari penuaan. Perawat yang merencanakan dan memberikan perawatatn pada
orang diusianya yang telah lanjut mendukung dan mengembangkan teori yang menjadi
dasar untuk asuhan keperawatan selama tahap akhir kehidupan ini.
Lanjut usia merupakan suatu anugrah. Menjadi tua, dengan segenap
keterbatasanya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di Indonesia,
istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda.
Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada pula lanjut usia.
Sejak awal manusia telah berusaha menjelaskan bagaimana dan mengapa terjadi
penuaan, namun tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan proses penuaan. Setiap
orang akan mengalami penuaan, tetapi penuaan pada setiap individu akan berbeda
tergantung faktor herediter, stresor lingkungan, dan sejumlah besar faktor yang lain.
Walaupun tidak ada satu teori yang dapat menjelaskan peristiwa fisik, psikologis, dan
peristiwa sosial yang kompleks yang terjadi dari waktu ke waktu, suatu pemahaman dari
penelitian dan teori-teori yang dihasilkan sangat penting bagi perawat untuk membantu
orang lanjut usia memelihara kesehatan fisik dan psikis yang sempurna.
Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya
dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.
Penelitian yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator
yang dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler,
sedangkan ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bagaimana proses tersebut
dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penuaan


Menua (aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap
hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Orang mati bukan
karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan. Akan tetapi
proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus
diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.
Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan
lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas,
pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi
fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapain puncak maupun
menurunnya.
2.2 Batasan Lanjut Usia
Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998 mneyebutkan bahwa lanjut
usia (elderly) ialah kelompok usia 60 ke atas. Berdasarkan Smith dan Smith (dalam Tamher
dan Noorkasiani, 2009) menggolongkan lanjut usia menjadi 3 yaitu young old (65-74 tahun);
midle old (75-84 tahun); dan old (lebih dari 85 tahun).
Setyonegoro dalam (Tamher dan Noorkasiani, 2009) menyebutkan bahwa yang
disebut lanjut usia adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun, selanjutnya terbagi dalam
usia 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old). Bandiyah
(2009). Sedangkan menurut pendapat Sumiati (dalam Bandiyah, 2009) membagi periodisasi
biologis perkembangan manusia sebagai berikut: Umur 40 65 tahun : masa setengah umur
(prasenium), 65 tahun ke atas : masa lanjut usia (senium).
2.3 Teori Penuaan

Secara umum, teori penuaan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu teori
genetik dan teori nongenetik.
1. Teori Genetik
Teori genetik memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada nukleus
sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetik diantaranya yang berikut.
a. Teori Hayflick. Penuaan disebabkan oleh factor, antara lain perubahan fungsi sel,
efek kumulatif dari tidak normalnya sel, dan kemunduran sel dalam organ dan
jaringan.
b. Teori kesalahan. Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan dalam proses atau
mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek.
2. Teori Nongenetik
Teori nongenetik memfokuskan lokasi diluar nucleus sel, seperti organ,
jaringan, dan system. Teori yang berdasarkan nongenetik antara lain sebagai berikut.
a. Teori radikal bebas
Pada dasarnya radikal bebas adalah ion bermuatan listrik yang berada
diluar orbit dan berisi ion tak berpasangan. Radikal bebas mampu merusak sel,
lisosom, mitokondria, dan inti memberan melalui reaksi kimia yang disebut
peroksidasi lemak.
Teori radikal bebas pada penuaan ditunjukan oleh hormon. Perubahan hormon
pada penuaan menunjang reaksi radikal bebas dan akan meninggalkan efek
patologis, seperti kanker.
b. Teori autoimun
Menurut teori autoimun, penuaan diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi
terhadap sel normal yang merusak. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal
mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. Akibatnya, antibody
itu bereaksi terhadap sel normal, disamping sel abnormal yang menstimulasi
pembentukannya. Teori ini mendapat dukungan dari kenyataan bahwa jumlah
antibody autoimun meningkat pada lansia dan terdapat persamaan antara penyakit
imun (mis. Artritis, rheumatoid, diabetes, tiroiditis) dan fenomena menua.
c. Teori hormonal
Donner Denckle percaya bahwa pusat penuaan terletak pada otak.
Pernyataan ini didasarkan pada studi hipotiroidsme. Hipotiroidsme dapat menjadi
patal apabila tidak diobati dengan tiroksin.
Pada wanita manopouse merupakan peristiwa hormonal yang kronis, tetapi tidak
mengatur penuaan. Ovarium merupakan glandula endokrin yang kapasitas
fungsinya berkurang sejalan dengan penuaan normal. Pada laki-laki, produksi

androgen dari testis tidak mudah diperkirakan karean perbedaan pada tiap
individu.
d. Teori pembatasan energy
Roy Walford adalah penganut kuat diet yang didasarkan pada pembatasan
kalori, yang dikenal sebagai pembatasan energy. Diet nutrisi tinggi yang rendah
kalori berguna untuk meningkatkan fungsi tubuh agar tidak cepat tua. Tinggi
rendahnya diet mempengaruhi perkembangan umur dan adanya penyakit.
Termasuk dalam program diet adalah pantangan merokok, minum alcohol, dan
mengendalikan penyebap stress seperti kecemasan, frustasi atau stress yang
disebkan oleh kerja keras.
Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk
kelompok teori bilogis dan teori psikososial.
1. Teori Biologis
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut.
1) Teori jam genetik
Menurut Hayflick ( 1965 ), secara genetik sudah terprogram bahwa
material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan
frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies
tertentu memiliki harapan hidup ( life span ) yang tertentu pula. Manusia yang
memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan
hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi
2) Teori interaksi selular
Bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan memengaruhi.
Keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu
harmoni. Akan tetapi, bila tidak demikian, maka akan terjadi kegagalan
mekanisme feed back dimana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi
( Berger, 1994 ).
3) Teori mutagenesis somatik
Bahwa begitu terjadi pembelahan sel ( mitosis ), akan terjadi mutasi
spontan yang terus-menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada kematian
sel.
4) Teori eror katastrop
Bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan sintesis protein.
Masing-masing eror akan saling menambah pada eror yang lainnya dan
berkulminasi daalam eror yaang bersifat katastrop ( Kane, 1994 ).

5) Teori pemakaian dan keausan


Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan ( tear
and wear ), dimana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama-kelamaan
akan timbul deteriorasi.
2. Teori Psikososial
Adapun mengenai kelompok teori psikososial, berturut-turut dikemukakan
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Disengagement tehory
Kelompok teori ini dimulai dari University of Chicago, yaitu
Disengagement tehory, yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat
mengalami disengagement dalam suatu mutual withdrawl ( menarik diri ).
Memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang
berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.
2. Teori aktivitas
Menekankan pentinganya peran serta dalam kegiatan masyarakat bagi
kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang
bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila hal ini hilang, maka
akan berakibat negatif terhadap kepuasan hidupnya. Ditekankan pula bahwa mutu
dan jenis interaksi lebih menentukan dari pada jumlah interaksi. Hasil studi serupa
juga menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih berpengaruh daripada
aktivitas formal. Kerja yang menyibukkan tidaklah meningkatkan self esteem
seseoraang, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lainlah yang lebih
meningkatkan self esteem.
3. Teori kontinuitas
Berbeda dari kedua teori sebelumnya , disini ditekankan pentingnya
hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini,
ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama
sebelum seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaaran kepribadian itu juga
bersifat dinamis dan berkembang secara kontinu. Dengan menerapkan teori ini,
cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan
diri adalah dengan mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuaian
terhadap perubahan-perubahan selam hidupnya.

4. Teori subkultur
Pada teori subkultur ( Rose, 1962 ) dikatakan bahwa lansia sebagai
kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan
tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur. Akan tetapi,
mereka ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi
antar sesama mereka sendiri. Dikalangan lansia, status lebih ditekankan pada
bagaimana tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil
pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang pernah dicapainya. Kelompok-kelompok
lansia seperti ini bila terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya,
dimana secara teoretis oleh para pakar dikemukakan bahwa hubungan antar-peer
group dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.
5. Teori stratifikasi usia
Teori ini yang dikemukakan oleh Riley ( 1972 ) yang menerangkan adanya
saling ketergantungan antara usia dan sruktur sosial yang dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalaam bentuk kohor dalam
artian sosial,biologis,dan psikologis.
b. Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki pengalaman dan
selera tersendiri.
c. Suatu masyarakat dapat dibagi kedalam beberapa strata sesuai dengan lapiisan
usia dan peran.
d. Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan perannya
dalam masing-masing strata.
e. Terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan perubahan sosial.
Kesimpulannya adalah, lansia dan mayoritas masyarakat senantiasa saling
mempengaruhi dan selalu terjadi perubahan kohor maaupuun perubahan dalam
masyarakat.
6. Teori penyesuaian inndividu dengan lingkungan
Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori ini, bahwa ada
hubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya. Kompetensi disini
berupa segenap proses yang merupakan ciri fungsional individu, antara lain:
kekuatan, ego, keeterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kognitif, dan
fungsi sensorik. Adapun lingkungan yang dimaksud mengenai potensinya untuk
menimbulkan respon perilaku dari seseorang. Bahwa untuk tingkat kompetensi

sesorang terdapat suatu tingkatan suasana/tekanan lingkungan tertentu yang


menguntungkan baginya. Orang yaang berfungsi pada level kompetensi yang
rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang rendah pula,
dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering berlaku adalah semakin terganggu
( cacat ) seseorang, maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan semakin besar.
2.4 Aspek-aspek yang Mempengaruhi Proses Penuaan
Dalam ruang lingkung aging process, berikut ini akan diuraikan kedua aspek
utama yang melatarbelakanginya, yaitu aspek psikologis. Aspek Psikologi pada Proses
Penuaan yaitu.
Komponen yang berperan disini adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri
atas pembelajaran, memori ( daya ingat ), perasaan, kecerdasan, dan motivasi. Selain halhal tersebut, dari spek psikologis dikenal pula isu yang erat hubungannya dengan lansia,
yaitu teori mengenai timbulnya depresi, gangguan kognitif, stres, serta koping.
1) Teori kebutuhan manusia
Hal yang terkenal adalah hierarki kebutuhan ( menurut Maslow, 1954 ). Hierarki
kebutuhan berturut-turut dari tingkat rendah ke tingkat tinggi terdiri atas kebutuhan
fisiologis, keamanan dan keselamatan, rasa sayang dan memiliki, serta self esteem
dan aktualisasi diri. Disini berlaku prioritas pemenuhan kebutuhan menurut tingkatan.
Namun, orang senantiasa menginginkan untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.
Contohnya dari tingkatan ke-5 ( tingkatan tertinggi ) adalah mencapai otonomi,
kreatifitas, kemandirian, dan hubungan antar manusia yang positif.
2) Teori keberlangsungan hidup dan perkembanan kepribadian
Menurut teori ini keberlangsungan hidup seseorang terbagi dalam beberapa tahap dan
orang bergerak melewati tingkat-tingkat tersebut menurut pola tertentu, dimana
kesuksesan pada tahap yang satu menentukan kesuksesan pada tahap berikutnya.
Selanjutnya, tentang perkembangan kepribadian masih dipertanyakan apakah
kepribadian seseorang berubah-ubah ataukah tetap sama disepanjang masa hidupnya.
Terdapat para ahli yang berpandangan bahwa kepribadian seseorang tetap stabil dan
menurut mereka terdapat 4 tipe dasar kepribadian, yaitu: tipe integrasi ( matang ), tipe
bertahan, tipe bergantung/pasif, dan tipe tak terintegrasi. Tipe pertama mampu
mampu menyesuaikan diri secara positif dengan proses penuaan. Tipe kedua, ingin
tetap berada pada polanya semasa diusia pertengahan, atau bahkan mengisolasi diri.
Tipe ketiga, memperlihatkan sangat bergantung pada orang lain ( apatis, biasa disebut

tipe kursi goyang ). Tipe keempat ( tidak banyak terdapat ), termasuk mereka yang
memiliki kelainan jiwa, kebanyakan prilakunya aneh dan biasanya tidak dapat
menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Uraian mendetail tentang teori-teori
psikologis ini beserta kaitannya dengan kehidupan laansia selanjutnya tidak akan
dibahas, karena berada diluar ruang lingkup buku ini.
Memasuki usia lanjut, secara kejiwaan individu berpotensi untuk mengalami
perubahan sifat, seperti: bersifat kaku dalam berbagai hal, kehilangan minat, tidak
memiliki keinginan-keinginan tertentu, maupun kegemaran yang sebelumnya pernah
ada. Hal ini tentu erat kaitannya dengaan kemunduran dari aspek bio-fisiologis seperti
diuraikan diatas. Kemunduran-kemunduran itu dapat disimpulkan dalam bentuk
kemunduran kemampuan kognitif antara lain berupa berkurangnya ingatan ( suka
lupa ) di mana ingatan kepada hal-hal dimasa mudanya masih baik, namun ingatan
terhadap hal-hal yang baru terjadi sangat terganggu. Ungkapan untuk ini dikenal
dengan istilah shortterm memory versus longterm memory . Komponen yang
pertama dilupakan adalah nama-nama. Hal ini dikaitkan dengan kemunduran fungsi
pusat-pusat ingatan pada lobus frontalis dan lobus lainnya diotak besar ( serebrum ).
Pada usia lanjut, orientasinya secara umum serta persepsinya terhadap ruuang/tempat
dan waktu juga mundur karena biasanya pandangannya juga mulai menyempit dalam
berbagai hal. Dalam buku Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut ( Depkes RI
Jakarta, 2000 ) selanjutnya diuraikan meskipun mereka telah mempunyai banyak
pengalaman, tetapi hasil skor yang dicapai dalam tes-tes intelegensia menjadi lebih
rendah, serta tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
2.5 Perubahan pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, mental dan
psikososial.
1. Perubahan Fisik
a. Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah dan stamina
menurun.
b. Sikap badan yang semula tegap menjadi membungkuk, otot-otot mengecil,
hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan.
c. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan kulit
kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan
bentuk sel epidermis.

d. Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut dalam hidung dan
telinga mulai menebal.
e. Perubahan pada indera. Misal pada penglihatan, hilangnya respon terhadap sinar,
hilangnya daya akomodasi. Pada pendengaran pengumpulan cerumen dapat
terjadi karena meningkatnya keratin,
f. Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga rongga dada menjadi
kaku dan sulit bernafas.
2. Perubahan sosial
a. Perubahan peran post power syndrome, single woman, dan single parent.
b. Ketika lansia lainnya meninggal maka muncul perasaan kapan akan meninggal.
c. Terjadinya kepikunan yang dapat mengganggu dalam bersosialisasi.
d. Emosi mudah berubah, sering marah-marah dan mudah tersinggung.
3. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan depresi
dan kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai