STUDI KASUS
Disusun Oleh
AAAAAAAAAA
NIM. S00000000000
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi
600.000 kasus kematian tiap tahun. Kasus ini dilaporkan sebagai endemis di
Negara berkembang dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden
yang sebenarnya adalah 15 sampai 25 kali lebih dari yang terlihat seperti
fenomena gunung es. Indonesia merupakan salah satu Negara yang berkembang
dan beriklim tropis. Penyakit demam tifoid merupakan penyebab kematian umum
ke tiga di Rumah Sakit Umum dengan angka kejadian sebesar 3,5% (Depkes,
2002).
Umur penderita yang terkena dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus,
dengan angka kematian kasus atau case fatality rate (CFR) 1,6-3%. Kasus ini
tersebar secara merata di seluruh propinsi Indonesia dengan insiden di daerah
pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta kasus pertahun. Demam tifoid
merupakan salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di
Negara yang beriklim tropis. Sinonim demam tifoid adalah typhoid fever, enteric
fever, thyphus abdominalis dan masyarakat umum biasa menyebutnya tipes.
Penyakit ini pertama kali dilaporkan tentang klinis dan anatomisnya oleh
Bretoneau
(1813),
Cornwall
Hewett
(1826)
melaporkan
perubahan
patofisiologisnya lalu Piere Louise (1829) memberikan nama typos yang berasal
dari bahasa Yunani yang artinya asap atau kabut karena umumnya penderita sering
disertai gangguan kesadaran mulai dari ringan sampai berat. Penyakit ini termasuk
penyakit menular seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Penularan penyakit ini adalah dengan
rute 5F yaitu Feces (kotoran manusia), Fly (lalat), Food (makanan), Fecal (mulut)
dan finger (tangan) yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typosa.
Demam tifoid menjadi endemik yang dapat terjadi di mana saja, maka melakukan
pencegahan dini akan lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latarbelakang dan permasalahan di atas maka rumusan masalah dari studi
kasus adalah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan:
Typhoid Di Ruang Isolasi RSUD dr. Soedarso Pontianak Tahun 2014
membandingkan teori dan praktek. Berdasarkan fenomena ini maka masalah studi
kasus ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit typoid.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengertian penyakit typoid
b. Mengetahui penyebab penyakit typoid
c. Mengetahui tanda dan gejala penyakit typoid
d. Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit typoid
D. Ruang Lingkup Penulisan
Mengingat luasnya permasalahan pengelolaan penderita dengan gangguan
sistem pencernaan maka penulis membatasi dengan hanya mengambil kasus
gangguan sistem pencernaan: Tifoid Di Ruang Isolasi RSUD dr. Soedarso
Pontianak Tahun 2014 dengan lama perawatan selama 3 hari mulai dari tanggal 23
September 2014 sampai dengan 25 September 2014.
E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nikmatur Rohmah & Syaiful walid (2012) mendefinisikan diagnosa
keperawatan :
a. Pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok
tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau
untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.
b. Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat
perawat bertanggung jawab.
3. Perencanaan atau Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di identifikasi dalam
B. Tinjauan Teori
1. Definisi
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis
yang di sebabkan oleh Salmonella Paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda
kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih
ringan. Terminologi lain yang sering digunakan adalah typhoid fever,
paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus abdominalis atau demam enterik.
(dr. Widoyono, 2011, hal. 41).
Berbagai faktor ikut berpengaruh terhadap kejadian dan kematian
penyakit demam tifoid, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal termasuk virulensi kuman, mutasi genetik sehingga kuman menjadi
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja di
simpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem syarat yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defektasi. Jika defektasi tidak
terjadi sering kali material akan di kembalikan ke usus besar, dimana
penyerapan air akan kembali dilakukan jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang akan lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
4. Patofisiologi/pathway
Penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang
di kenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat di tularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thyipi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian
kuman akan dimasukan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid
ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotilial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Pathway :
Pembuluh Limfe
Peredaran darah
(bakteremia primer)
Berkembang biak di
hati dan limfa
Pembesaran hati
Dimusnahkan oleh
asam lambung
Pembesaran limfa
Endotoksin
Terjadi kerusakan sel
Merangsang melepas
epirogen oleh leukosit
Hepatomegali
Splenomegali
Mempengaruhi pusat
thermoregulator
dihipotalamus
Penurunan /
peningkatan mobilitas
usus
Penurunan /
peningkatan peristaltik
usus
Konstipasi/ diare
Ketidak efektifan
termoregulasi
Erosi
Nyeri
Resiko kekurangan
volume cairan
Peningkatan asam
lambung
Pendarahan masif
Anoreksia mual
muntah
Komplikasi perforasi
dan pendarahan usus
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. Manifestasi Klinis
imunisasi
pencegahan
tifoid
termasuk
dalam
program
makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan
kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu
dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Masalah yang lazim Muncul
a. Nyeri akut b/d proses peradangan
b. Ketidak efektifan termoregulasi b/d fluktuasi suhu lingkungan,
proses penyakit
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang tidak adekuat
d. Resiko kekurangan cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh
e. Diare b/d proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus
3. Intervensi
a. Nyeri akut b/d proses peradangan
Kriteria hasil:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi
-
manajemen nyeri
Mampu mengenali (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Tindakan:
-
Tindakan:
-
dibutuhkan
d. Resiko kekurangan cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh
Kriteria Hasil:
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB
-
Tindakan:
-
kalori harian
- Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Kolaborasi dengan dokter
e. Diare b/d proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus
Kriteria Hasil:
- Feses berbentuk, BAB sehari tiga kali
- Tidak mengalami diare
- Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
Tindakan:
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian
adalah
penelitian
deskriptif
kualitatif
dengan
Teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi data primer dan data
sekunder yaitu :
1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian. Adapun subjek dalam
penelitian ini adalah klien, keluarga, dan tenaga kesehatan.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit dr. Soedarso Pontianak Tahun 2014
yang mendukung untuk penelitian yaitu catatan medis dan catatan keperawatan
serta sumber data sekunder lainnya.
E. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
1. Transkripsi Data
Dari bahasa lisan ke bahasa tulisan dan mencatat data tertulis disesuaikan
dengan kategori data dalam asuhan keperawatan yaitu pengkajian, analisa data,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi ditulis
selama 3 hari masa perawatan.
2. Reduksi Data
Dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian
untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.
Dalam laporan studi kasus ini peneliti menggali data subjek penelitian secara
lebih detail sebagai data penelitian.
3. Penyajian Data
Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang
digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Dalam laporan
studi kasus ini peneliti memaparkan hasil penelitian dalam bentuk narasi pada
kasus typoid, dari pengkajian sampai evaluasi.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan
mencari makna setiap gejala atau fenomena yang diperolehnya dari lapangan
dan mengulas analisis dengan kajian-kajian yang sifatnya teoritis.
F. Pengujian Keabsahan Data