Anda di halaman 1dari 11

3. Gambarkan dan jelaskan Evolusi tektonik pulau jawa !

1.

Kapur Akhir Paleosen

Terdapatnya Komplek Melange Luk Ulo berumur Kapur di daera


Karangsambung,

menunjukkan

bahwa

pada

zaman

tersebut

daerah

Karangsambung merupakan bagian dari zona subduksi Lempeng Samudera


Hindia ke bawah Daratan Sunda.

Zona subduksi ini ke arah barat-baratdaya

menerus ke daerah Ciletuh di Jawa Barat dan ke arah timurlaut menerus ke


daerah Pegunungan Meratus dan

Pulau Laut

di

Kalimantan Tenggara

(Asikin, 1974; Hamilton, 1979; Suparka, 1988; Wakita, 2000). Zona ini oleh
Parkinson

dkk.

(1998)

disebut

sebagai

lajur

palung

Kapur

Akhir

Karangsambung-Bantimala dengan posisi lebih mengarah barat-timur daripada


posisinya yang sekarang. Komplek Bantimala disamping terdiri dari himpunan
tektonik batuan metamorf tekanan tinggi, rijang berumur Kapur Tengah, breksi,
batupasir, serpih dan melange, juga terdapat sekuen batuan sedimen (Paremba
sandstone) mengandung fosil Belemnit sp berumur Jura yang ditafsirkan
sebagai fragmen kontinen Gondwana (Wakita dkk., 1996). Komplek Bantimala
sekarang terletak terpisah di lengan selatan Sulawesi dan dianggap pada
mulanya merupakan bagian dari zona konvergen jalur Meratus. Terpisahnya
Komplek Bantimala dari jalur Meratus karena terjadinya pemekaran Selat
Makasar pada Eosen Tengah (Guntoro, 1996; Parkinson dkk., 1998; Wakita,
2000) sebelum terpisah karena pemekaran Selat Makasar, pada zaman Kapur
Tengah- Akhir (Late Albian) dalam pergerakannya ke arah baratlaut fragmen
kontinen Paremba sandstone menumbuk tepi timur Daratan Sunda di jalur
Meratus (Wakita dkk., 1996; Wakita, 2000). Mikrokontinen yang menumbuk
oleh Parkinson

dkk.(1998)

diinterpretasikan

tidak

hanya

terdiri

dari

Paremba sandstone tetapi juga meliputi fragmen kontinen Pasternoster, LolotoiMutis, dan Sumba. Tumbukan mikrokontinen ini menyebabkan berhentinya zona
subduksi Karangsambung-Meratus dan membentuk zona sutur Pegunungan
Meratus. Dalam menggambarkan proses tumbukan ini Parkinson dkk.(1998)
menafsirkan

adanya

sesar

mikrokontinen tersebut.

Di

mendatar
selatan

yang
sesar

membatasi
transform,

bagian
atau

di

selatan
timur

Karangsambung yang meliputi juga wilayah Jawa bagian timur, oleh Parkinson
dkk (1998) diinterpretasikan tidak terdapat mikrokontinen sehingga tumbukan
mikrokontinen yang terjadi di daerah Meratus tidak terjadi di daerah
Karangsambung.

Gambar 1. Rekonstruksi skematis perkembangan tektonik KapurPaleosen.

2.

Eosen Awal

Memasuki Kala Eosen, mengimbangi proses pengangkatan akibat


berhentinya subduksi di palung Karangsambung-Meratus, dalaman atau
cekungan yang sudah ada sejak Paleosen semakin berkembang sedangkan di
tempat lain terbentuk cekungan-cekungan baru yang dikontrol oleh struktur
lama, yakni struktur berarah timurlaut-baratdaya, yang searah dengan zona
subduksi, dan berarah timur-barat, sejajar dengan arah sebaran endapan Paleosen
di bagian timur Cekungan Jawa Timur. Batuan Eosen Awal tersingkap di
daerah

Bulukuning,

di

bagian

utara

daerah Karangsambung. Formasi

Bulukuning ini merupakan formasi baru yang diusulkan oleh penelitian ini
dengan ditemukannya fosil Grannulate Nummulites sp. berumur Eosen Awal.
Formasi ini sama dengan sekuen sedimen yang dipetakan oleh Ketner

dkk.

(1976) sebagai Pre-Eocene sedimentary sequence. Litologi, dari bawah ke


atas, terdiri dari batupasir berlapis, serpih dengan lensa-lensa konglomerat dan
sisipan batugamping. Serpih hitam mendominasi bagian atas sekuen. Lensa-lensa
konglomerat polimik terdapat didalam serpih. Komponen konglomerat terdiri dari
fragmen-fragmen urat kuarsa, batusabak, basalt, sedikit sekis,

dan

rijang,

kemasnya terbuka, dan sebagian ada yang menunjukan perlapisan chaotic.


Batas bagian atas dan bawah merupakan kontak sesar naik dengan batuan
Kelompok Melange Luk Ulo. Secara struktur Formasi Bulukuning umumnya
miring

ke

selatan

antara

17-30

dengan

ketebalan

mencapai

350

m.Terdapatnya sisipan lapisan batugamping bioklastik mengandung foram besar


Assilina dan Nummulites ini mengindikasikan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Hasil analisis provenan batupasir menunjukkan
recycled

orogen

yang

menunjukkan

tatanan

tektonik

bahwa Formasi Bulukuning ini

diendapkan secara lokal di daerah komplek akresi yang terangkat dan kemudian
membentuk cekungan lokal yang dikontrol oleh struktur lamanya. Umur Eosen
Tengah sampai Eosen Awal ditunjukkan oleh Formasi Karangsambung yang
dicirikan oleh dominasi batulempung berlingkungan laut dalam.

Hal

ini

menunjukkan bahwa disamping berkembang cekungan laut dangkal pada

bagian komplek akresi yang terangkat juga terdapat cekungan lebih dalam yang
diinterpretasikan menduduki daerah bekas palung subduksi Kapur.

Gambar 2. Rekonstruksi skematis perkembangan tektonik Eosen Awal.

3. Eosen Tengah
Sejarah pergerakan Lempeng Samudera Hindia menunjukkan antara 54jtl
45 jtl, terjadi reorganisasi lempeng yang ditandai dengan menurunnya secara
mencolok pergerakan ke utara India. Aktivitas pemekaran di sepanjang Wharton
Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan anomali 19 (atau
45 jtl). Menurunnya secara mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton
Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua India dengan
zona subduksi di selatan Asia (Liu dkk, 1983). Peristiwa ini juga
menyebabkan menurunnya kecepatan konvergen Lempeng Samudera Hindia
sehingga terjadi fase regangan di wilayah bagian timur Samudera Hindia
termasuk di daerah penelitian. Fase regangan ini merupakan fase pembentukan
cekungan besar- besaran di daerah penelitian. Di daerah Karangsambung bagian
selatan sedimen Eosen Tengah diwakili oleh Formasi Karangsambung. Bagian
bawah formasi ini terdiri dari batulempung bersisik (scaly) mengandung
fragmen batuan yang beragam terdiri dari batulempung, batupasir, batugamping,
konglomerat polimik, dan basalt. Sisipan batulanau dan batupasir menunjukkan
struktur lengseran (slump) dan perlapisan yang kacau (disrupted bedding).
Bagian atas, di sekitar lokasi batugamping Jatibungkus, dijumpai bongkah
batugamping yang terdiri dari batugamping terumbu, batugamping foram,
batugamping

klastik

dengan

fragmen

kongklomerat,

kuarsa,

rijang,

batulempung, dan sabak. Kearah barat, disekitar Desa Lohgandu, dijumpai


olistolit mirip dengan batugamping Jatibungkus berukuran lebih kecil dan blok
batugamping Asterocyclina sp. serta ditemukannya pertama kali blok
batugamping Orbitolina sp. Blok-blok batugamping ini mirip dengan yang
dijumpai di Komplek Larangan. Kandungan fosil foram dan nanno menunjukkan
Formasi Karangsambung diendapkan di lingkungan laut. Litologinya yang
terdiri dari lempung yang sebagian besar berstruktur bersisik (scaly),
mengandung bongkah-bongkah batugamping, konglomerat polimik, batupasir,
batulempung dan basalt, ditafsirkan sebagai hasil pengendapan longsoran
(olistostrom) di bawah permukaan air (Asikin, 1974). Di beberapa tempat
teramati

adanya

gejala

perlapisan, struktur perlapisan berangsur, yang

menunjukkan adanya pengaruh arus turbid. Peralihan dari pengendapan


lengseran (olistostrom) ke turbidit kemungkinan besar terjadi berulang-ulang. Di
beberapa tempat kadang dijumpai batulempung kerikilan (pebbly mudstone).
Pembentukan lapisan betulempung kerikilan ini kemungkinan dihasilkan dari
pencampuran antara sedimen kerikilan kerakalan yang diendapan dekat lereng
tepi cekungan atau tekuk lereng dengan endapan lempung yang terdapat di
bagian bawah lerengnya; pergerakan menuruni lereng akibat gravitasi akan
mengakibatkan terjadi akumulasi endapan lempung kerikilan di bagian dasar
lerengnya . Batulempung
batulempung

kerikilan

semacam

ini

sangat

mirip

dengan

Di beberapa tempat kadang dijumpai batulempung kerikilan

(pebblymudstone).

Gambar 3. Rekonstruksi skematis perkembangan tektonik Eosen Tengah.

4.

Eosen Akhir Oligosen Awal

Endapan Eosen Akhir di daerah penelitian pada umumnya dicirikan oleh


sedimen berbutir halus yang merupakan bagian atas dari formasi-formasi
berumur Eosen Tengah. Di daerah Karangsambung, Eosen Akhir dicirikan oleh
bagian atas Kompleks Larangan dan Formasi Karangsambung. Bagian atas
Formasi Karangsambung

berubah secara berangsur dengan bagian bawah

Formasi Totogan (Harsolumakso dkk, 1986) yang berciri litologi mirip dengan
sebagian besar Formasi Karangsambung, yaitu berupa endapan olistostrom. Di
daerah Nanggulan,

Eosen Akhir diwakili oleh Anggota Seputih (atau

Tegalsari Marl) yang menyusun bagian atas Formasi Nanggulan. Di daerah


Bayat, Eosen Akhir ditunjukkan oleh satuan batulempung yang merupakan
bagian atas Formasi Wungkal-Gamping. Eosen Akhir di Cekungan Jawa Timur
dicirikan bagian atas Formasi Ngimbang yang terdiri dari serpih (Ngimbang
shale)

dan

batugamping

(Ngimbang

carbonate).

Kemiripan

Formasi

Karangsambung dan Formasi Totogan seperti disinggung di atas menunjukkan


lingkungan laut dalam yang berkembang secara lokal di daerah Karangsambung
masih terus berlanjut. Demikian pula dengan daerah-daerah lainnya dimana
endapannya berkembang menghalus ke atas yang menunjukkan cekungan yang
semakin mendalam. Di daerah Jawa Timur fase transgresif ini ditandai dengan
pembentukan Ngimbang Carbonate di bagian tinggian dan pengendapan
Ngimbang shale di bagian cekungannya. Sebagian besar bagian atas sedimen
Eosen Akhir memiliki kontak tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang
berumur. Di daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili oleh Formasi
Totogan yang kontaknya dengan satuan batuan lebih tua menunjukkan ada yang
selaras dan tidak selaras. Di daerah Karangsambung selatan batas antara Formasi
KarangsambungdanFormasi

Totogan

sulit

ditentukan

dan

diperkirakan

berangsur, sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang langsung kontak
secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek Melange Luk Ulo. Litologi
Formasi Totogan disini umumnya dicirikan oleh kehadiran batulempung
kerakalan (pebbly mudstone) sampai breksi polimik dengan komponenkomponen fragmen batuan berasal dari Komplek Luk Ulo dan batuan Eosen. Di

daerah Larangan, Karangsambung utara, Formasi Totogan kontak tidak selaras


dengan Komplek Larangan berumur Eosen Akhir, yang oleh peneliti terdahulu
dipetakan sebagai bagian dari Komplek Melange Luk Ulo karena ciri batuannya
yang terdeformasi dengan kuat. Kondisi terdeformasi Komplek Larangan
menunjukkan bahwa pada Oligosen Awal terjadi proses tektonik sehingga
terjadi pengangkatan batuan yang lebih tua yang kemudian menjadi sumber
material bagi pengendapan Anggota Breksi Mondo yang terdiri dari fragmenfragmen batuan dari Komplek Melange Luk Ulo dan batuan Eosen sehingga
Breksi Mondo ini dapat disebut sebagai endapan syn-tectonic. Deformasi ini pula
yang kemungkinan besar menyebabkan Formasi Bulukuning mengalami
metamorfosa.
Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat diantara Anggota
Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan satuan

breksi volkanik Formasi

Kaligesing yang berumur Oligosen Tengah. Demikian pula di daerah Bayat,


bagian atas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Akhir. Tandatanda ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya fragmen-fragmen batuan
Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak yang berumur Oligosen
Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan Bayat merupakan ketidakselarasan
menyudut yang diakibatkan oleh deformasi tektonik yang sama yang
menyebabkan terdeformasinya Formasi Karangsambung, Komplek Larangan,
dan Formasi Bulukuning di daerah Karangsambung. Akibat deformasi ini di
daerah Cekungan Jawa Timur tidak jelas teramati karena endapan Eosen
Formasi Ngimbang disini pada umumnya selaras dengan endapan Oligosen
Formasi

Kujung.Deformasi

ini

kemungkinan

pergerakan ke utara Benua Australia.

juga

berkaitan

dengan

Ketika Wharton Ridge masih aktif

Benua Australia bergerak ke utara sangat lambat. Setelah matinya pusat


pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan Australia berada pada satu lempeng
tunggal dan bersama-sama bergerak ke utara. Pergerakan Australia ke utara
menjadi

lebih

cepat

Bertambahnya kecepatan

dibanding ketika
ini

Wharton Ridge

meningkatkan laju

masih

aktif.

kecepatan penunjaman

Lempeng Samudera Hindia di Palung Jawa dan mendorong ke arah barat,


sepanjang sesar mendatar yang keberadaannya diperkirakan, Mikrokontinen
Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional di daerah Karangsambung yang
mengakibatkan

terdeformasinya

Formasi

Karangsambung,

Komplek

Larangan dan Formasi Bulukuning serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan


formasi wungkal gamping di daerah bayat, klaten, provinsi jawa tengah

Gambar 4. Rekontruksi tektonik akhir eosen oligosen awal

5. Oligosen tengah
Meningkatnya laju pergerakan ke utara Benua Australia diperkirakan
masih berlangsung sampai Oligosen Tengah. Peristiwa ini memicu aktifitas
volkanisme yang kemungkinan berkaitan erat dengan munculnya zona
gunungapi di bagian selatan Jawa (Old Andesite Formation) yang sekarang
dikenal

sebagai

Zona Pegunungan Selatan. Aktifitas volkanisme ini tidak

menjangkau wilayah Jawa bagian utara dimana pengendapan karbonat dan


silisiklastik menerus di daerah ini. Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah
pergerakan ke utara India dan Australia berkurang secara mencolok karena
terjadinya benturan keras (hard collision) antara India dengan Benua Asia
membentuk Pegunungan Himalaya. Akibatnya laju penunjaman Lempeng
Samudera Hindia di palung Sunda juga berkurang secara drastis. Hard collision
India menyebabkan efek maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase
kompresi di wilayah Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian
besar endapan syn-rift Eosen. Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini
menginversi graben RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa,
kegiatan volkanik Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami
Pengangkatan

ini

ditandai

dengan

pengangkatan.

pengendapan karbonat besar-besaran

seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah dan Formasi Punung di Jawa Timur.
Sedangkan di bagian utara dengan aktifnya inversi berkembang endapan syninversi formasi-formasi

Gambar 5. Rekontruksi skema evolusi tektonik oligosen tengah

Anda mungkin juga menyukai