DEFINISI
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi.
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional,
sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat
menimbulkan perubahan perubahan fungsi otak.
Cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma
kapitis/head
injury/trauma
kranioserebral/traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
B.
KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
a. Minor
1. GCS 13 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS 9 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS 3 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C.
ETIOLOGI
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
a. Trauma tumpul.
b. Trauma tajam (penetrasi).
D.
PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala
tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa
lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh
otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
E.
PATHWAY
Trauma kepala
Ekstra kranial
Tulang kranial
Terputusnya
kontinuitas jaringan
kulit, otot dan vaskuler
Terputusnya
kontinuitas
jaringan tulang
Gangguan suplai
darah
-Perdarahan
-Hematoma
Resiko
infeksi
Perubahan sirkulasi
CSS
Herniasi
unkus
Mesesenfalon
tertekan
Gangg.
kesadaran
Jaringan otak
rusak (kontusio,
laserasi)
-Perubahan
outoregulasi
-Odem cerebral
Nyeri
Iskemia
Kejang
Perubahan
perfusi
jaringan
Hipoksia
Peningkatan
TIK
Intra kranial
Gangg. fungsi
otak
Mual muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi
pendengaran
Nyeri kepala
Resiko
kurangnya
volume cairan
Tonsil cerebelum tergeser
Resiko
injuri
Immobilisa
si
Cemas
Defisit
Neurologis
1. Bersihan jln.
nafas
2. Obstruksi jln.
nafas
3. Dispnea
4. Henti nafas
5. Perub. Pola
nafas
Gangg.
persepsi
sensori
Resiko tidak
efektifnya jln.
nafas
Gangg.
Neurologis
fokal
Kompresi medula
oblongata
Resiko gangg.
integritas
kulit
Kurangnya
perawatan
diri
F.
MANIFESTASI KLINIS
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
G.
PENATALAKSANAAN KLINIK
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
H.
Observasi 24 jam
Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
Pemberian obat-obat analgetik.
Pembedahan bila ada indikasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan
atau ruptur atau fraktur).
b. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
c. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid
jika dicurigai.
d. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
e. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
f. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
g. Analisa Gas Darah
I.
FARMAKOLOGI
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30
mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam),
akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu
paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat
badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan
perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
J.
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.