Anda di halaman 1dari 18

Nur Haris Munandar

H311 14 510

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
kehidupan. Hampir semua kegiatan yang dilakukan membutuhkan bahan bakar.
Bahan bakar yang digunakan sekarang berasal dari minyak mentah yang diambil
dari perut bumi. Namun minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga untuk beberapa tahun kedepan diperkirakan masyarakat
akan mengalami kekurangan bahan bakar.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharui
(renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari
berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak
tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar,
minyak biji kapuk/randu.
Beberapa penelitian tentang pembuatan biodiesel dari minyak nabati
antara lain dilakukan, penelitian ini tentang transesterifikasi minyak biji kapas
menggunakan katalis heterogen padatan basa. Pemanfaatan biji kapuk yang
merupakan limbah industri kapuk untuk pembuatan bahan bakar alternatif
biodiesel. Kinetika reaksi Etanolisis minyak jarak dengan katalisator NaOH dan
penambahan garam dapur pada tekanan di atas satu atm telah dilakukan.
Penelitian kinetika reaksi pembuatan biodiesel dengan esterifikasi asam lemak
dengan katalis neobium okside. Dalam penelitian ini akan ditentukan kinetika
reaksi pembuatan biodiesel dari minyak biji kapuk dengan pross trans esterifikasi
dengan katalis KOH.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati dengan proses Esterifikasi.Trans
esterifikasi atau sering disebut reaksi alkoholisis adalah reaksi antara trigliserida
1

Nur Haris Munandar


H311 14 510

(yang berasal dari minyak nabati). Dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa


minyak biji kapuk dapat dibuat biodiesel. Untuk merancang reaktor pembuatan
biodiesel dari minyak biji kapuk, diperlukan data kinetika reaksi antara lain
bagaimana bentuk persamaan kecepatan reaksinya dan berapa nilai konstanta
kecepatan

reaksinya,

kemudian

dari

data

kinetika

maupun

data

termodinamikanya, dapat ditentukan ukuran reaktor dan kondisi operasi yang


baik untuk reaksi tersebut. Karena biodiesel dari minyak biji kapuk ini sangat
potensial untuk dikembangkan dan diproduksi dalam skala industri menengah /
koperasi atau skala besar, terutama untuk home industri kapuk. Dari penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kinetika reaksi biodiesel dari
minyak biji kapuk sehingga dapat ditentukan ukuran reaktor untuk industri
biodiesel skala industri kecil.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
Bagaimana pengaruh kinetika reaksi biodiesel dari minyak biji kapuk?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Adapun maksud dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari pengaruh kinetika reaksi biodiesel dari minyak biji kapuk dengan
proses transesterifikasi dengan katalis KOH.
1.3.2

Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menengetahui pengaruh
kinetika reaksi biodiesel dari minyak biji kapuk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Biji Kapuk


2

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Pohon kapuk dikenal dengan nama ilmiah Cieba pentandra L. Tumbuhan


ini berasal dari India dan banyak ditemukan di beberapa perkebunan di Asia
Tenggara (Keko Hori, et al, 2000: 401). Tanaman ini juga berasal dari bagian utara
Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Karibia (KPH Kendal, 2011). Tumbuhan
ini tahan terhadap kekurangan air dan umumnya tumbuh di kawasan pinggir
pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 100 - 800 meter di atas permukaan
laut.
Berdasarkan taksonomi, tanaman kapuk dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Dilleniidae

Ordo

: Malvales

Famili

: Bombacaceae

Genus

: Ceiba

Spesies

: Ceiba pentandra L.
Tanaman kapuk menghasilkan buah kapuk antara 500 sampai 4.000 buah

dalam satu kali waktu dengan masing-masing buah mengandung 200 11 biji. Biji
kapuk sangat keras dengan ujung berbentuk kapsul dan berwarna hitam
kecoklatan (N. Norazahar, dkk, 2012: 542).
Biji kapuk ini dapat diproses menjadi minyak biji kapuk, sedangkan
bungkilnya dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman tembakau dan
3

Nur Haris Munandar


H311 14 510

sayuran, serta dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Biji buah kapuk
memiliki kandungan utama minyak sebesar 25,67 % sampai 40,64% (Murni
Yuniwati, 2012: 204). Sifat fisika dan kimia minyak biji kapuk dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Kapuk (Sopiana, 2011: 10)

Minyak biji kapuk berwarna kuning kecoklatan, berbau tengik dan dapat
diperoleh melalui proses pengepresan biji kapuk. Minyak biji kapuk terdiri dari
70% asam lemak jenuh dan 30% asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak
berupa asam linoleat sekitar 68,452%, asam palmitat 26,515% dan asam stearat
2,287% (Herawati Puspadiman, 2013: 54). Struktur minyak biji kapuk dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur minyak biji kapuk


2.2 Biodiesel (Metil Ester)
Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar diesel yang diproses dari
bahan hayati terutama minyak nabati dan lemak hewan dan secara kimiawi

Nur Haris Munandar


H311 14 510

dinyatakan sebagai monoalkil ester dari asam lemak rantai panjang yang
bersumber dari golongan lipida (Darnoko, 2000).
Biodiesel didefinisikan sebagai monoalkil ester rantai panjang dari
asam lemak yang diderivasi dari bahan yang dapat diperbaharui (renewable
feedstocks), untuk penggunaan penyudutan kompresi (compression-ignition) dari
mesin diesel. Biodiesel dianggap sebagai bahan bakar pengganti (alternatif)
dari bahan bakar konvensional
ester

diesel

solar

yang

tersusun

dari

metil

asam lemak (FAME) (Krawczyk, 1996).


Biodiesel memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan

solar diantarannya dapat diperbaharui dan ramah lingkungan karena tidak


mengandung senyawa aromatik dan sulfur sehingga mudah terurai dan tidak
beracun, juga dalam penggunaannya sebagai bahan bakar diesel dapat
mengurangi emisi gas buang sehingga tidak menambah efek rumah kaca, dan
bilangan setana yang lebih tinggi dari petroleum diesel (Elisabet, 2001)
2.3 Reaksi Transesterefikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dan reaksi balik
(reversible) yang membentuk tiga molar FAME dan satu molar gliserol (GL) dari
satu molar trigliserida (TG) dan tiga molar metanol. Digliserida (DG) dan
monogliserida (MG) merupakan hasil reaksi antara (intermediate). Katalis
diharapkan dapat mempengaruhi laju reaksi dalam memproduksi biodiesel secara
katalitik pada skala komersial (Susilo, 2006).
Mekanisme

reaksi

untuk

transesterifikasi

berkatalis

basa

dapat

diformulasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penyerangan atom karbon
karbonil dari molekul trigliserida oleh anion alkohol (ion metoksida) untuk

Nur Haris Munandar


H311 14 510

membentuk senyawa antara. Di tahap kedua, senyawa antara bereaksi dengan


alkohol (metanol) untuk meregenerasi anion alkohol (ion metoksida). Di
tahap terakhir, pembentukan kembali senyawa antara dihasilkan dalam bentuk
ester asam lemak dan digliserida. Ketika KOH dicampur dengan alkohol, (Ma
dan Hanna, 1999). Reaksi Transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi berkatalis basa dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksernal. Faktor internal di antaranya kualitas minyak itu sendiri seperti kadar air
dan asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal
dapat berupa jenis katalis, rasio mol antara alkohol dan minyak, suhu,
waktu reaksi, dan parameter-parameter pasca transesterifikasi (Gerpen dan
Knothe, 2004).
Faktor faktor yang mempengaruhi proses transesterifikasi pada
proses produksi biodiesel adalah :
1. Homogenisasi Reaksi (Pencampuran)
Homogenisasi campuran dalam reaksi merupakan parameter penting yang

Nur Haris Munandar


H311 14 510

mempengaruhi efektifitas reaksi karena dari kondisi ini maka reaksi


tumbukan akan terjadi yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju reaksi,
konstanta reaksi, energi aktivasi dan lama reaksi. Transesterifikasi tidak akan
berlangsung baik bila campuran
selama

tahap

awal

bahan

tidak

proses. Pengadukan

dihomogenisasi

yang

kuat (vigorous

terutama
stirring)

merupakan salah satu metode homogenisasi yang cukup berhasil untuk proses
yang dilakukan secara batch dan kontinyu (Darnoko, 2000).
2. Rasio Molar
Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati tergantung dari jenis katalis
yang digunakan, untuk menjamin reaksi transesterifikasi berlangsung ke arah
kanan maka direkomendasikan menggunakan katalis berlebih, perbandingan rasio
molar 6: 1 dari metanol terhadap katalis basa bisa digunakan untuk
mendapat rendemen ester yang maksimum (Freedman, 1986).
a. Metanol
Alkohol

yang

paling

umum

digunakan

untuk

transesterifikasi

adalah metanol. Proses metanolisis berkatalisis dapat dilakukan pada suhu


ruangan dan akan menghasilkan ester lebih dari 80% beberapa saat setelah ester
dilangsungkan (sekitar

menit).

Pemisahan

berlangsung cepat dan sempurna. Metanol


yang

mudah

fase

tersedia

ester

dalam

dan

gliserol

bentuk absolut

diperoleh, sehingga hidrolisa dan pembentukan sabun akibat air

yang terdapat dalam alkohol dapat diminimalkan (Syah, 2006).


Metanol juga merupakan jenis alkohol dengan berat molekul paling ringan
sehingga jumlah yang diperlukan lebih sedikit yaitu sekitar 15-20% dari
berat minyak sedangkan dengan etanol dibutuhkan 30% dari berat minyak.
Metanol diproduksi

secara

alami

oleh

metabolisme anaerobik dan


7

Nur Haris Munandar


H311 14 510

menghasilkan uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara setelah beberapa hari,
uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan

bantuan

sinar

matahari menjadi karbon dioksida dan air (Susilo, 2006).


b. Katalis
Katalis dalam proses produksi biodiesel (misalnya esterifikasi atau
transesterifikasi) merupakan suatu bahan (misalnya basa, asam atau enzim)
yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi
aktivasi (actifation energy, Ea) dan tidak mengubah kesetimbangan reaksi,
serta bersifat sangat spesifik. Proses produksi bisa berlangsung tanpa katalis
tetapi reaksi akan berlangsung sangat lambat dan membutuhkan suhu yang tinggi
dan tekanan yang tinggi untuk mencapai hasil atau rendemen yang maksimum
(Darnoko, 2000).
Saat ini hampir seluruh reaksi pengolahan biodiesel skala komersial
menggunakan katalis basa homogen. Katalis yang bersifat basa lebih umum
digunakan pada reaksi transesterifikasi karena menghasilkan metil ester yang
tinggi dan waktu yang cepat. Konsentrasi katalis yang umum digunakan
adalah 0,5-4% dari berat minyak (Mittelbach dan Remschit, 2004).
Secara komersial biodiesel banyak diproduksi dengan transesterifikasi
alkali (basa) di bawah tekanan atmosfir, diproses secara batch, dioperasikan pada
suhu 60 70oC dengan metanol dan akan terbentuk metil ester secara
maksimal dalam waktu 60 menit.

Hasil atau kandungan metil ester

yang

diperoleh sekitar 97 99% dan proses yang dipilih bergantung dari mutu
bahan baku (minyak nabati) awal, jika minyak mempunyai nilai FFA< 0,5 %
maka bisa langsung diproses dengan transesterifikasi dengan katalis basa, bila
kandungan FFA > 5 % maka

proses

harus

dilakukan

dengan

Es-trans
8

Nur Haris Munandar


H311 14 510

(esterifikasi-transesterifikasi), setelah reaksi selesai akan terbentuk 2 lapisan,


lapisan atas berupa metil ester atau biodiesel serta bagian bawah adalah gliserol
(Freedman, 1984).
Katalis

asam

dilakukan

dalam

rangka

yang mempunyai nilai FFA tinggi. Katalis asam

mensintesis

seperti asam

minyak

sulfat, asam

phospat, asam klorida cocok untuk reaksi yang mempunyai bilangan asam
lemak bebas tinggi. Reaksi katalis asam memerlukan waktu reaksi jauh
lebih panjang dibanding reaksi katalis basa (Van Gerpen, 2004).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
9

Nur Haris Munandar


H311 14 510

3.1 Metodologi percobaan


1. Uji FFA (Free Fatty Acid) atau Asam Lemak Bebas
Minyak yang didapat diuji kandungan asam lemak tak jenuhnya dengan
Alat GC- MS. Selanjutnya melakukan analisis FFA (free fatty acid) terhadap
minyak biji kapuk dengan metode titrasi. Titrasi dilakukan dengan menggunakan
larutan standar KOH 0,1 N dan 3 tetes indikator phenolfthalein sampai terjadi
perubahan warna (merah muda). Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. FFA
ditentukan dengan cara sebagai berikut : Minyak atau lemak sebanyak 10-20 gram
ditambah 50 mL alkohol netral 95% kemudian dipanaskan 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk dan ditutup pendingin balik. Alkohol berfungsi untuk
melarutkan asam lemak. Setelah didinginkan kemudian dititrasi dengan KOH
0,1 N menggunakan indikator phenolphtalein sampai tepat berwarna merah
jambu.
Kadar asam lemak bebas (%FFA) =

mL KOH x N KOH x Mr
Bobot contoh ( gram ) x 10

Keterangan :
Mr = Molekul relatif asam lemak yang paling banyak dalam minyak.
2. Proses pembuatan biodiesel
a. Pembuatan Biodiesel dengan Variasi Waktu Reaksi
Sebanyak 150 mL minyak dimasukkan dalam labu leher tiga dan
dipanaskan hingga mencapai suhu 50 owater bath. Sambil menuggu pemanasan,
sebanyak 57 ml methanol teknis 96 % dicampur dengan 1,25 gram KOH p.a dan
diaduk selama 5 menit. Kemudian mencampur larutan tersebut dengan minyak di
dalam labu leher tiga yang dipanaskan dengan water bath. Dimana suhu reaksi
dijaga 60oC dengan kecepatan pengadukan 600 rpm selama 60 menit.
10

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Memasukkan larutan ke dalam corong pemisah kemudian biarkan selama 24 jam


sampai terbentuk 2 lapisan. Memisahkan lapisan atas adalah metil ester
(biodiesel) dan lapisan bawah adalah gliserol. Mengulangi langkah langkah di
atas dengan variasi waktu reaksi yang berbeda-beda ( 60, 75, 90, 105 dan 120
menit).
b. Pembuatan Biodiesel dengan Variasi Suhu Reaksi
Sebanyak 150 mL minyak dimasukkan dalam labu leher tiga dan
dipanaskan hingga mencapai suhu 50oC dengan water bath. Sambil menuggu
pemanasan, sebanyak 50 mL methanol teknis 96 % dicampur dengan 1,25 gram
KOH p.a dan diaduk selama 60 menit, selanjutnya mencampur larutan tersebut
dengan minyak di dalam labu leher tiga yang dipanaskan. Suhu reaksi dijaga 60 oC
dengan kecepatan pengadukan 600 rpm selama 60 menit. Memasukkan larutan ke
dalam corong pemisah kemudian dibiarkan selama 24 jam sampai terbentuk 2
lapisan. Memisahkan antara kedua lapisan tersebut. Lapisan atas adalah metil
ester (biodiesel) dan lapisan bawah adalah gliserol. Mengulangi langkah langkah
di atas dengan variasi suhu reaksi yang berbeda-beda yakni (40o, 70o dan 90o C ).

3.2 Hasil dan Pembahasan


1. Analisis minyak biji kapuk
Minyak kapuk hasil pressing berwarna kuning kecoklatan kemudian
dianalisis kandungan asam lemaknya dengan alat GC-MS. Dari data GC-MS
diketahui bahwa asam lemak paling dominan adalah Asam linoleat sebanyak
50,89% diikuti dengan kandungan asam lemak lainnya sebesar 49,11% seperti
asam palmitat dan asam oleat. Hasil pemeriksaan contoh minyak biji kapuk
terdapat pada Tabel 1.
11

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Tabel 1. Hasil pemeriksaan contoh minyak biji kapuk

Dari hasil tersebut di atas maka minyak biji kapuk layak digunakan untuk bahan
baku pembuatan biodiesel.
2. Kadar FFA Minyak Biji kapuk
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa kadar asam lemak bebas (%FFA)
sebesar 4,8486 %. Minyak dengan kandungan FFA lebih besar dari 2% tidak dapat
langsung diolah menjadi biodiesel, melainkan harus diesterifikasi terlebih dahulu
agar kandungan FFAnya lebih rendah dari 2%. Proses esterifikasi dilakukan
dengan katalis asam seperti H2SO4. Oleh karena itu pada penelitian ini sebelum
proses transesterifikasi dilakukan proses esterifikasi dengan katalisator H 2SO4
(pekat) sebanyak 3 ml dan terjadi penurunan kadar FFA minyak biji kapuk
menjadi 1,56 % .
3. Kinetika reaksi Biodiesel
a. Pengaruh Waktu Reaksi
Pengaruh waktu reaksi terhadap konversi dipelajari pada variasi waktu 60, 75, 90,
105 dan 120 menit. Pada variasi waktu, variabel lain yaitu suhu reaksi dibuat tetap
pada 60oC .. Digunakan suhu 60 0C karena penelitian sebelumnya merupakan
suhu yang optimal untuk persen hasil biodiesel yang diperoleh.
Data konversi terhadap waktu pada suhu 60oC dapat dilihat pada Tabel 2.
12

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Tabel 2. Hasil Biodiesel pada variabel waktu

Dari data di atas menunjukkan semakin lama waktu reaksi maka konversi
semakin bertambah, konversi paling optimal pada waktu 105 menit, waktu reaksi
yang lebih lama konversinya menurun meski relatif sedikit, hal ini kemungkinan
disebabkan waktu 106 menit merupakan waktu saat dimana kesetimbangan reaksi
transesterifikasi tercapai. Transesterifikasi merupakan reaksi yang reversible
(bolak-balik) sehingga saat reaksi sudah mencapai kondisi optimum maka reaksi
akan bergeser ke kiri dan akan memperkecil produk yang diperoleh. Hal ini juga
sejalan dengan yang diungkapkan (Rosu, Rexana, et.al, 1999) bahwa semakin
lama waktu reaksi yang diberikan maka reaksi akan semakin berlangsung
sempurna hingga sampai pada titik maksimum dan kemudian untuk waktu yang
lebih lama lagi akan terjadi reaksi lain yaitu berupa reaksi hidrolisis ester. Dari
tabel 2, kemudian dihitung nilai tetapan reaksi (k) nya, diperoleh hasil seperti
yang disajikan dalam Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Harga k untuk variabel perubahan waktu reaksi

13

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Hubungan antara -ln(1-Xa) dengan waktu reaksi (t) dapat dilihat pada Gambar 1
dan dengan regresi linier didapatkan persamaan matematis sebagai berikut :

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa reaksi transesterifikasi minyak biji


kapuk dapat didekati dengan kinetika reaksi orde satu dengan nilai k = 0,005
(menit-1).

14

Nur Haris Munandar


H311 14 510

b. Pengaruh suhu reaksi


Pada penelitian dengan pengaruh suhu reaksi ini kondisi reaksi
transesterifikasi dijalankan selama 60 menit dengan kecepatan putaran
pengadukan 600 rpm, dan variasi suhu yaitu 40, 50 , 70 dan 90oC . Hasil variasi
suhu reaksi terhadap konversi tertera pada tabel 4
Tabel 4. Hasil Biodiesel pada variasi suhu reaksi

Dari Tabel 4 diketahui bahwa laju reaksi (k) sebanding dengan


meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu, laju pergerakan
setiap molekul akan semakin cepat, sehingga frekuensi tumbukan antar molekul
akan meningkat dan reaksi menjadi semakin cepat.
c. Penentuan Nilai Parameter Kinetika Reaksi
Data hubungan konversi sebagai fungsi suhu dan waktu dapat digunakan
sebagai data untuk menentukan harga setiap parameter pada model kinetika yang
diusulkan. Kinetika reaksi transesterifikasi didekati dengan orde satu semu
(metanol yang digunakan berlebih) :

dengan k mengikuti Persamaan Arrhenius sebagai berikut :

15

Nur Haris Munandar


H311 14 510

Linierisasi persamaan di atas :

Dengan data pada Tabel 5 diperoleh hasil seperti yang tercantum pada
Tabel 5.
Tabel 5 .Perhitungan parameter kinetika

Dari gambar 2 tersebut, diperoleh persamaan matematis sebagai berikut :

16

Nur Haris Munandar


H311 14 510

dengan mensubstitusi persamaan di atas pada persamaan sebelumnya, diperoleh


nilai E = 10390,84 J/mol dan A = 6.402573.
d. Hasil Analisis biodiesel.
Hasil analisis ditunjukan pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil Analissis Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk

Hasil pengukuran kalor pembakaran / nilai kalor rata-rata = 9798,4


kalori/gram Hasil analisis biodiesel dari minyak biji kapuk dan hasil pengukuran
kalor pembakaran / nilai kalor biodiesel menunjukkkan bahwa nilai-nilai dari sifat
fisis biodiesel yang dianalisa dan uji kalor telah memenuhi kriteria yang
disyaratkan dalam acuan Standar Mutu Biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551).

Resume
1. Reaksi transesterifikasi pada kondisi perbandingan mol minyak dan metanol
1:3 , dengan kecepatan putaran pengaduk 600 rpm selama 105 menit dan suhu
reaksi 90 0 C memberikan konversi tertinggi sebesar 0,916 mol (%).
17

Nur Haris Munandar


H311 14 510

2. Reaksi transeterifikasi minyak biji kapuk menjadi biodiesel mengikuti reaksi


orde 1.
3. Hasil analisis biodiesel dan uji kalor biodiesel yang di dapat menunjukkan
telah memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam acuan Standar Mutu
Biodiesel Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai