Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

AKNE VULGARIS
Ika Handayani, S.Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi
Fakultas Kedokteran Universitas Jambi

BAB I
PENDAHULUAN
Akne Vulgaris (AV) merupakan penyalit yang dapat sembuh sendiri. Berupa
peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor dan manifestasi
klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus serta kista.1,2
Pada umumnya AV dimulai pada usia 12-15 tahun dengan puncak tingkat
keparahan pada 17-21 tahun. AV adalah penyakit terbanyak remaja usia 15-18
tahun.1,2 Prevalensi penderita AV 80 85% pada remaja dengan puncak insidens usia
15 18 tahun, 12% pada wanita usia > 25 tahun dan 3% pada usia 35 44
tahun.Acne vulgaris yang berat terlihat pada laki-laki dan perokok. 1 Catatan
kelompokstudi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60%
penderita Akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Insiden jerawat
80-100% pada usia dewasa muda, yaitu 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun
pada pria. Pada umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan jerawat, bagi
mereka jerawat merupakan siksaan psikis.3,4,5
Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi acne
tinggi, yaitu 37%dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan
India 23%. Pada rasAsia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal,
yaitu 20% lesi inflamasi dan10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, acne
komedonal lebih sering dibandingkan acne inflamasi, yaitu 14% acne komedonal,
10% acne inflamasi.3,4,5
1.1

Etiologi
1

AV masih belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat, berupa


faktor

intrinsik

yaitu

genetik

dan

faktor

ekstrinsik

berupa

stres,

iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan.1,2


1.2

Patogenesis
Terdapat 4 patogenesis paling berpengaruh pada timbulnya AV, yaitu :
a. Produksi sebum yang meningkat1,2,6
Pada individu akne, secara umum ukuran folikel sebasea serta jumlah
lobul tiap kelenjar bertambah. Ekskresi sebum di bawah kontrol hormon
androgen. Produksi sebum dikaitkan dengan respons yang berbeda dari
unit folikel pilosebasea masing-masing organ target, atau adanya
peningkatan androgen sirkulasi atau keduanya. Misalnya, didapatkan
produksi sebum berlebih pada lokasi wajah, dada dan punggung,
meskipun

didapatkan

kadar

androgen

sirkulasi

tetap.

Sebagai

kesimpulan, androgen merupakan faktor penyebab pada akne, meskipun


pada umumnya individu dengan AV tidak mengalami gangguan fungsi
endokrin secara bermakna.
b. Hiperploriferasi folikel sebasea1,2,6
Penelitian

imunohistokimiawi

menunjukkan

adanya

peningkatan

proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal dari sel keratinosit


folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya kadar asam
linoleat sebasea. Lapisan granulosum menjadi menebal, tonofilamen dan
butir keratohialin meningkat, kandungan lipid bertambah sehingga lama
kelamaan menebal dan membentuk sumbatan pada orifisiumfolikel.
Proses ini pertama kali ditemukan pada pertemuan antara duktus sebasea
dengan epitel folikel. Bahan keratin mengisi folikel sehingga
menyebabkan folikel melebar. Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi
non inflamasi (open/closed comedo) atau lesi inflamasi bila P.acnes
berploriferasi dan menghasilkan mediator inflamasi.
c. Kolonisasi P.acnes1,2,6

PA merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di daerah infra


infundibulum dan PA dapat mencapai permukaan kulit dengan mengikuti
aliran

sebum.

PA akan

meningkat

jumlahnya

seiring

dengan

meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi


bagi PA.
d. Proses inflamasi1,2,6
P.acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan
menghasilkan faktor ketaktik dan enzim lipase yang akan mengubah
trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi
jalur klasik dan alternatif komplemen.

1.3

Gejala Klinis
AV mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher (99%), punggung
(60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang pasien mengeluh
gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit AV
cenderung lebih berminyak atau sebore, tetapi tidak semua orang dengan
sebore disertai AV.1,2
3

1.4

Diagnosis
AV ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Saat ini

klasifikasi yang digunakan di Indonesia untuk menentukan derajat AV, yaitu ringan,
sedang, berat adalah klasifikasi Lehmann dkk (2002). Klasifikasi tersebut diadopsi
dari 2nd Acne Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne
Management, 13 Januari 2003, Ho Chi Minh City Vietnam.1,2
Tabel 1. Gradasi Akne
Derajat
Akne Ringan

Lesi
Komedo < 20, atau
Lesi inflamasi < 15, atau

Akne Sedang

Total lesI < 30


Komedo 20-100, atau
Lesi inflamasi 15-50 atau

Akne Berat

Total lesi 30-125


Kista > 5 atau komedo < 100, atau
Lesi inflamasi > 50, atau
Total lesi > 125

1.5

Diagnosis banding
Adapun diagnosis banding dari akne vulgaris antara lain :1,2
1. Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit yang timbul secara akut atau subakut,
berupa peradangan folikular akibat adanya iritasi epitel duktus pilosebasea
yang terjadi karena eskresi substansi penyebab (obat) pada kelenjar kulit,
misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule,
monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo dapat
terjadi sekunder kemudian setelah sistem sebum ikut terganggu. Dapat
disertai demam, malaise dan umumnya tidak terasa gatal dan dapat terjadi
disemua usia.7
2. Rosasea (dulu : akne rosasea), merupakan penyakit peradangan kronik
didaerah muka dengan gejala eritema, pustul, telengiektasis dan kadangkadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali
bila kombinasi dengan akne 8
3. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustul, disekitar mulut yang terasa gatal.8
4

1.6

Tatalaksana
Penatalaksanaan AV bervariasi. Beberapa penelitian secara klinis telah
dilakukan untuk mencari penatalaksanaan yang sesuai. Penatalasanaan AV
terbagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan secara umum dan secara
medikamentosa. Secara umum yaitu dengan menhindari pemencetan lesi
dengan non higienis, memilih kosmetik yang non komedogenik, dan lakukan
perawatan kulit wajah. Sedangkan secara medikamentosa dibagi menurut
derajat keparahan dari AV itu sendiri.3,9 Secara teori manajemen AV yang
efektif adalah menurunkan atau mengeliminasi lesi primer secara klinik yaitu
mikrokomedo yang merupakan prekursor untuk semua lesi AV.3,10
Tujuan1,2 :
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah pembentukan akne baru
c. Mencegah jaringan parut yang permanen
Tatalaksana AV secara garis besar dibagi atas1,2 :
a. Prinsip umum
Diperlukan kerja sama antara dokter dan pasien
Harus berdasarkan penyebab, patogenesis, keadaan klinis,
gradasi akne, aspek psikologis
b. Diagnosis klinis dan gradasi
c. Tatalaksana umum : mencuci wajah minimal 2 kali sehari
d. Tatalaksana medikamentosa
Berdasarkan gradasi akne
Diikuti dengan terapi pemeliharaan/pencegahan

e. Tindakan
Kortikosteroid

intralesi,

ekstraksi

komedo,

laser,

electrosurgery,

krioterapi, terapi ultraviolet, blue light, red light, chemical peeling, dll

Tingkat Keparahan
Jerawat: Gejala Klinis
Ringan:

Pilihan Terapi
Lini Pertama
Retinoid topikal

Komedo
Papul/pustul

Papul/pustul

Retinoid topikal
Asam salisilat

Retinoid topikal

-Retinoid topikal ditambah

Antimikroba topikal:

antimikroba

Sedang:

Lini Kedua

Benzoil peroksida
Clindamycin
Erythromicin

Antibiotik Oral
Tetracyclin
Erythromicin
Trimethroprimsulfamethoxazole
Retinoid Topikal
Benzoil peroxide

- Asam salisilat

Antibiotik oral alternatif


Retinoid oral alternatif
Benzoil peroxide

Antibiotik Oral
Retinoid Topikal
Benzoil peroxida
Nodular

Isotretinoin Oral
Antibiotik oral
Retinoid topikal

Berat

Isotretinoin oral

Benzoil peroxide
Antibiotika Dosis tinggi
Retinoid topikal sebagai
terapi maintenance
Benzoil peroxide

Sebagian besar acne ringan sampai sedang membutuhkan terapi topikal.


Acne sedang sampai berat menggunakan kombinasi terapi topikal dan oral. Terapi
acne dimulai dari pembersihan wajah menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah
mengandung antibakteri, misalnya triclosan yang menghambat kokus positif gram.
Selainitu juga banyak sabun mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat.3,5
Bahan topikal untuk pengobatan acne sangat beragam. Sulfur, sodium
sulfasetamid, resorsinol, dan asam salisilat, sering ditemukan sebagai obat bebas.
Asam azaleat dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel 15% , memiliki efek
antimikroba dankomedolitik, selain mengurangi pigmentasi dengan berfungsi
6

sebagai inhibitor kompetitif tirosinase. Benzoil peroksida merupakan antimikroba


kuat, tetapi bukan antibiotik, sehingga tidak menimbulkan resistensi.5
Retinoid topikal secara umum bersifat komedolitik dan menghambat
pembentukkan mikrokomedo yang merupakan awal dari AV. Target kerja retinoid
yaitu pada proliferasi abnormal dan diferensiasi keratinosit serta mempunyai efek
antiinflamasi3,10 Retinoid merupakan turunan vitamin A yang mencegah
pembentukan komedo dengan menormalkan deskuamasi epitel folikular. Retinoid
topikal yang utama adalah tretinoin, tazaroten, dan adapalene. Tretinoin paling
banyak digunakan, bersifat komedolitik dan antiinflamasi poten. Secara umum,
semua retinoid dapat menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pasien dapat disarankan
menggunakan tretinoin dua malam sekalipada beberapa minggu pertama untuk
mengurangi efek iritasi. Tretinoin bersifat photolabile sehingga disarankan
aplikasipada malam hari.3,5
Antibiotik spektrum luas banyak digunakan dalam pengobatan akne vulgaris
inflamatori. Pada Akne vulgaris inflamatori dapat ditemukan papul eritem, pustul,
nodul dan kista sedangkan akne vulgaris non inflamatori hanya terdiri dari komedo.
Antibiotik sistemik diberikan pada akne derajat sedang sampai dengan berat, pada
pasien akne vulgaris yang gagal atau tidak respon terhadap pemberian antibiotik
topikal, dan pada pasien dengan akne vulgaris luas yang mengenai permukaan tubuh
selain wajah.3,10 Antibiotik sistemik pada akne vulgaris bekerja sebagai antibakteri,
antiinflamasi, dan imunomodulator. Antibiotik ini terbukti dapat menghambat lipase
bakteri dan menurunkan produksi asam lemak bebas. Terapi antibiotik yang efektif
dapat mengurangi populasi P.acnes sebesar <90%.3,11
Tetrasiklin banyak digunakan untuk acne inflamasi. Meskipun tidak
mengurangi produksi sebum tetapi dapat menurunkan konsentrasi asam lemak
bebasdan menekan pertumbuhan P .acnes. Akantetapi tetrasiklin tidak banyak
digunakan lagi karena angka resistensi P.acnes yang cukup tinggi. Turunan
tetrasiklin yaitu doksisiklin dan minosiklin menggantikan tetrasiklin sebagai terapi
antibiotik oral lini pertama untuk acne dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari.
Eritromisin dibatasi penggunaannya, yaitu hanya pada ibu hamil, karena mudah
terjadi resistensi P.acnes terhadap eritromisin. Resistensi dapat dicegah dengan

menghindari penggunaan antibiotik monoterapi, membatasi lama penggunaan


antibiotik, dan menggunakan antibiotik bersama benzoil peroksida jika
memungkinkan.3,5
Secara in vitro, P. acnes sangat sensitif terhadap beberapa antibiotik dari
golongan yang berbeda, termasuk makrolida, tetrasiklin, penisilin, klindamisin,
sefalosporin, trimetoprin, dan sulfonamid. Azitromisin merupakan antibakterial yang
mengandung nitrogen dan merupakan derivat metal dari eritromisin dengan
mekanisme kerja dan penggunaan yang mirip dengan eritromisin. Waktu paruh dan
aktivitas azitromisin lama karena itu azitromisin tidak membutuhkan dosis harian.
Efek samping azitromisin adalah gangguan gastrointestinal (3%), sakit kepala (12%), peningkatan enzim liver (<1%) dan penurunan leukosit (1%).3,11
Isotretinoin oral adalah obat yang palingefektif untuk acne. Dosis isotretinoin
yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg/kg/hari dengan dosis kumulatif 120-150 mg/kg
berat badan. Obat ini langsung menekan aktivitas kelenjar sebasea, menormalkan
keratinisasi folikel kelenjar sebasea, menghambat inflamasi,dan mengurangi
pertumbuhan P. Acnes secara tidak langsung. Isotretinoin paling efektif untuk acne
nodulokistik rekalsitran dan mencegah jaringan parut. Meskipun demikian,
isotretinoin tidak bersifat kuratif untuk acne. Penghentian obat ini tanpa disertai
terapi pemeliharaan yang memadai, akan menimbulkan kekambuhan acne. Selain
itu, penggunaan obat ini harus berhati-hati pada perempuan usia reproduksi karena
bersifat teratogenik. Penggunaan isotretinoin dan tetrasiklin bersamaan sebaiknya
dihindari karena meningkatkan risiko pseudo tumor serebri.3,5
Suntikan glukokortiokoid intralesi dapatdiberikan untuk lesi acne nodular
dan cepat mengurangi inflamasinya. Risiko tindakan ini adalah hipopigmentasi dan
atrofi. Modalitas lain yang dapat digunakan untuk mengatasiacne adalah radiasi
ultraviolet yang memiliki efek antiinflamasi terhadap acne. Radiasi UVB atau
kombinasi UVB dan UVA dapat bermanfaat untuk acne inflamasi, tetapi perlu
diwaspadai potensi karsinogeniknya.3,5

1.7

Pencegahan
Pencegahan akne dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor

pemicunya. Melakukan perawatan kulit wajah dengan benar. Menerapkan pola


hidup sehat mulai dari makanan, olah raga dan manajemen emosi dengan baik.3,4
Merokok dilaporkan berkontribusi terhadap prevalensi acne dan derajat acne. Rokok
mengandung banyak asam arakhidonat dan hidrokarbon aromatik polisiklik yang
menginduksi jalur inflamasi melalui fosfolipaseA2, dan selanjutnya merangsang
sintesis asam arakhidonat lebih banyak. Selain itu, diduga terdapat reseptor
asetilkolin nikotinik keratinosit yang menginduksi hiperkeratinisasi sehingga terjadi
komedo.3,5
Perokok pada umumnya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
lemak jenuh dan sedikit lemak tidak jenuh sehingga asupan asam linoleat lebih
sedikit dibandingkan dengan bukan perokok. Banyak penelitian belum dapat
menyimpulkan peranan diet terhadapacne dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.
American Academy of Dermatology mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2007
bahwa restriksi kalori tidak memiliki dampak pada pengobatan acne dan bukti bukti
yang ada belum cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi makanan tertentu
dengan acne. Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa produk olahan
susu memperberat acne.3,5 American Academy of Dermatology mengeluarkan
rekomendasi pada tahun 2007 bahwa restriksi kalori memiliki dampak pada
pengobatan acne dan bukti-bukti yang cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi
makanan tertentu dengan kejadian acne vulgaris. Beberapa penelitian menemukan
bahwa produk olahan susu memperburuk acne vulgaris. Produk olahan susu dan
makanan lainnya, mengandung hormon 5 reduktase dan prekursor DHT lain yang
merangsang kelenjar sebasea.
Selain itu, acne vulgaris dipengaruhi oleh hormon dan growth factors,
terutama insulin-like growth factor (IGF-1) yang bekerja pada kelenjar sebasea dan
keratinosit folikel rambut. Produk olahan susu mengandung enam puluh growth
factors, salah satunya akan meningkatkan IGF-1 langsung melalui
ketidakseimbangan peningkatan gula darah dan kadar insulin serum. Makanan
dengan indeks glikemik tinggi juga meningkatkan konsentrasi insulin serum melalui
9

IGF-1 dan meningkatkan DHT sehingga merangsang proliferasi sebosit dan


produksi sebum.3,12 Bersama dengan terapi antiacne standar,semua produk olahan
susu dan makanandengan indeks glikemik tinggi, sebaiknyadihentikan minimal 6
bulan. Suplementasi vitamin A dapat mengurangi sumbatan pori pada individu yang
kekurangan asupan vitamin A. Makanan mengandung asamlemak esensial omega 3
dapat mengurang iinflamasi.3,5 Terdapat hubungan antara penggunaan pembersih
wajah yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan sedang dan
berat yaitu jenis bahan pembersih wajah sebagai faktor pelindung (protektor) dalam
pembentukan derajat akne. Berdasarkan teori, pembersih yang digunakan harus
dapat menghilangkan kelebihan lipid barier kulit, menghindari pengikisan yang
berlebihan karena akan merangsang hiperaktifitas kelenjar sebasea untuk
meningkatkan produksinya sebagai mekanisme terhadap kehilangan lipid kulit.
Sebaiknya menggunakan bahan yang tidak iritatif. Membersihkan kulit tidak
menggunakan bahan yang kasar, cukup menggunakan ujung ujung jari.3,13
Penderita akne, terutama wanita sering merasa sulit untuk meninggalkan
kebiasaannya dalam memakai produk kosmetik. Oleh karena itu, perlu diberikan
edukasi yang baik mengenai bahaya pengunaan kosmetik yang berganti ganti
berupa cara efektif, mudah dilaksanakan dan murah dengan memakai pembersih dan
pelembab yang non-abrasif dan menghindari pemakaian produk kosmetik yang
meyebabkan timbulnya akne.3

10

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1

2.2

Identitas Pasien
Tanggal

: 15 Oktober 2016

Nama

: Elva Ramadani

Umur

: 20 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat

: Jerambah Bolong

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum menikah

Suku Bangsa

: Indonesia

Hobi

: Travelling

Anamnesis : Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2016


Keluhan Utama
Bintil-bintil kemerahan dan terasa gatal pada wajah sejak 1 minggu yang
lalu.
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul bintil-bintil kecil pada
kedua pipi. Pasien lalu mengobatinya dengan menggunakan obat temulawak.
Tetapi keluhan tidak berkurang. Bintil-bintil kecil semakin bertambah
kemudian menyebar ke seluruh wajah. Sebelum memakai obat temulawak,
pasien hanya menggunakan sabun wajah untuk membersihkan wajahnya dua
kali dalam satu hari. Pasien mengatakan bahwa pasien sering menggunakan
kosmetik. Selain itu pasien juga mengatakan sering makan pedas dan goreng
gorengan.

11

Sejak 1 minggu yang lalu, keluhan semakin memberat. Bintil-bintil kecil


menjadi kemerahan disertai rasa gatal dan ada yang disertai dengan nanah
pada bagian wajah. Sejak itu pasien tidak lagi menggunakan obat temulawak,
tetapi keluhan juga tidak berkurang.
Karena merasa keluhan tersebut tidak membaik, maka pasien akhirnya
memutuskan untuk berobat ke poli kulit dan kelamin RSUD Raden Mattaher
Jambi pada tanggal 15 Oktober 2016
Riwayat Penyakit Dahulu
Bintil merah biasanya muncul saat pasien sedang menstruasi tetapi hanya 1-2
buah. Keluhan kemudian hilang sendiri.
Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien
2.3

Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Generalis


Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Kompos Mentis

Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/80 mmHg


Nadi

: 80x/i

Pernafasan

: 16x/i

Suhu

: Afebris

Kepala
Bentuk
Mata

:
: Normochepali
: Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-).
Pupil isokor kiri kanan

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret (-)

12

Mulut

: Bibir kering (-),


dinding faring hiperemis (-)

Telinga

: Normal, tanda radang (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)


Peningkatan JVP (-)

Thoraks

Inspeksi

: Bentuk normal, gerak nafas kedua dada


Simetris, lesi kulit (-)

Palpasi

: Vokal fremitus (+/+) simetris

Perkusi

: Sonor dikedua paru

Auskultasi

Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen

Inspeksi

: Datar, lesi kulit (-)

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior

: akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

Ekstermitas Inferior

: akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

Genitalia

: tidak dilakukan pemeriksaan secara langsung

13

2.3.2 Status Dermatologis


1. Regio Oralis

Gambar 1. Regio Oralis

a. Papul eritem, milier, soliter, ukuran 0,1 cm , bentuk bulat,


sirkumkripta, diskret
b. Pustul eritem, milier, soliter, ukuran 0,2 cm, bentuk bulat,
sirkumskripta, diskret
2. Regio Zigomatica dan Buccalis
Gambar 2. Regio Zigomatica dan Buccalis Sinistra
a

a.Pustul eritem, lentikular, multiple, ukuran 0,1 - 0,3 cm, bentuk bulat,
sirkumskripta, diskret
b. Papul eritem, milier, multiple, ukuran 0,1 - 0,2 cm, bentuk bulat,
sirkumkripta, diskret
c. Komedo tertutup, milier, multiple, bulat, ukuran 0,1 cm ,bulat, b
sirkumkripta, diskret

a a
c

Gambar 3. Regio Zigomatica dan Buccalis Dektra

14
b
c b

a. Papul eritem, milier, multiple, ukuran 0,1-0,2 cm, bentuk bulat,


sirkumkripta, diskret
b. komedo tertutup, milier, multiple, bulat, ukuran

0,1 cm ,bulat,

sirkumkripta, diskret
c. Pustul eritem, soliter, ukuran 0,3 cm, bentuk bulat, sirkumkripta,
diskret
2.4

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan ekskohliasi sebum, yaitu yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan ekstraktor komedo. Sebum yang menyumbat folikel tampak
sebagai masa padat seperti lilin atau masa yang lebih lunak bagai nasi
yang ujungnya kadang berwarna hitam.
b. Pemeriksaan histopatologis ditemukan adanya serbukan sel radang
disekitar folikel pilosebasea dengan masa sebum dalam folikel. Pada kista
radang sudah diganti dengan jaringan ikat pembatas masa cair sebum yang
bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.

15

c. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang mempunyai peran


pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium
mikrobiologi yang lengkap. Untuk pemeriksaan susunan kadar lipid
permukaan kulit dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne
vulgaris kadar asam lemak bebas meningkat dan karena itu pada
pencegahan digunakan obat untuk menurunkannya.
Pada pasien ini disarankan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi gram
positif, dikarenakan propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif.
Propionibacterium acne mempertahankan zat warna metal ungu sewaktu
proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di
bawah mikroskop.
2.5

Diagnosis Banding
1. Akne Vulgaris
2. Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit yang timbul secara akut atau subakut,
berupa peradangan folikular akibat adanya iritasi epitel duktus pilosebasea
yang terjadi karena eskresi substansi penyebab (obat) pada kelenjar kulit,
misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule,
monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo dapat
terjadi sekunder kemudian setelah sistem sebum ikut terganggu. Dapat
disertai demam, malaise dan umumnya tidak terasa gatal dan dapat terjadi
disemua usia.
3. Rosasea (dulu : akne rosasea), merupakan penyakit peradangan kronik
didaerah muka dengan gejala eritema, pustul, telengiektasis dan kadangkadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali
bila kombinasi dengan akne.
4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustul, disekitar mulut yang terasa gatal.

2.6

Diagnosis Kerja
Akne Vulgaris

16

2.7 Penatalaksanaan
Preventif
-

Melakukan perawatan pembersihan kulit wajah untuk membersihkan

kulit dari kotoran dan jasad renik.


Menghindari faktor pemicu seperti hidup teratur dan sehat, istirahat
yang cukup, olah raga teratur, hindari stres, hindari penggunaan
kosmetik yang berlebihan, hindari

makanan pedas, menghindari

debu, dan pemencetan jerawat yang tidak lege artis.


Berikan informasi kepada pasien mengenai penyebab penyakit,
pencegahan, dan cara pengobatan serta lamanya pengobatan.

Kuratif
2.8

Topikal dengan retinoid dan benzoil peroxide 2,5%


Sistemik dengan tetrasiklin 3 x 250 mg per hari

Prognosis
-

Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: Bonam
: Bonam
: Bonam

BAB III
PEMBAHASAN

17

Akne Vulgaris (AV) merupakan penyalit yang dapat sembuh sendiri. Berupa
peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor dan manifestasi
klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus serta kista.
Fakta
Sejak 1 bulan yang lalu pasien

Anamnesis
Teori
Akne vulgaris yang merupakan

mengeluh timbul bintil-bintil kecil pada

penyakit peradangan menahun

kedua pipi disertai rasa gatal. Pasien lalu

folikel

pilosebasea

yang

mengobatinya dengan menggunakan

umumnya

terjadi

masa

obat temulawak. Tetapi keluhan tidak

remaja dan dapat sembuh sendiri.

berkurang. Bintil-bintil kecil semakin

Insidensi umumnya terjadi pada

bertambah kemudian menyebar ke

usia 14-17 pada wanita dan 16-19

seluruh wajah.

tahun pada pria. Pada wanita

Sebelum memakai obat temulawak,

akne vulgaris dapat menetap

pasien hanya menggunakan sabun wajah

sampai usia 30-an atau bahkan

untuk membersihkan wajahnya dua kali


dalam satu hari. Pasien mengatakan

pada

lebih.
Predileksi akne yaitu pada muka,

bahwa pasien sering menggunakan

bahu, dada bagian atas, dan

kosmetik. Selain itu pasien juga

punggung

mengatakan sering makan pedas dan

kadang-kadang

goreng gorengan.

Sejak 1 minggu yang lalu, keluhan


semakin memberat. Bintil-bintil kecil
menjadi kemerahan dan ada yang
disertai dengan nanah pada bagian
wajah. Sejak itu pasien tidak lagi
menggunakan obat temulawak, tetapi

bagian

atas,

glutea

dan
juga

terkena.
Lesi yang muncul dapat berupa
lesi noninflamasi berupa komedo
tertutup

maupun

komedo

terbuka. Dan lesi inflamatori


berupa papul, pustul, nodul, dan
kista.

keluhan juga tidak berkurang.

Fakta

Status Dermatologis
Teori

18

Pustul

eritem,

lentikular,

multiple, ukuran 0,1 - 0,3 cm,


bentuk

bulat,

diskret

di

dekstraa

dan

sisnistra,

kadang-kadang glutea juga

regio

regio oralis.
Papul eritem, milier, multiple,
ukuran 0,1 - 0,2 cm, bentuk
bulat, sirkumkripta, diskret di
regio zigomatica dekstraa dan
sisnistra, regio buccalis dekstra

punggung bagian atas, dan

zigomatica

buccalis dekstra dan sinistra, dan

bahu, dada bagian atas, dan

sirkumskripta,

regio

Predileksi akne yaitu pada muka,

terkena.
Lesi yang muncul dapat berupa
lesi noninflamasi berupa komedo
tertutup

maupun

komedo

terbuka. Dan lesi inflamatori


berupa papul, pustul, nodul, dan
kista.

dan sinistra, dan regio oralis.


Komedo
tertutup,
milier,
multiple, bulat, ukuran 0,1 cm,
bulat, sirkumkripta, diskret di
regio zigomatica dekstraa dan
sisnistra, regio buccalis dekstra
dan sinistra, dan regio oralis.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah :


1. Akne Vulgaris
2. Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit yang timbul secara akut atau subakut,
berupa peradangan folikular akibat adanya iritasi epitel duktus pilosebasea
yang terjadi karena eskresi substansi penyebab (obat) pada kelenjar kulit,
misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule,
monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo dapat
terjadi sekunder kemudian setelah sistem sebum ikut terganggu. Dapat
disertai demam, malaise dan umumnya tidak terasa gatal dan dapat terjadi
disemua usia.
19

3. Rosasea (dulu : akne rosasea), merupakan penyakit peradangan kronik


didaerah muka dengan gejala eritema, pustul, telengiektasis dan kadangkadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali
bila kombinasi dengan akne.
4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustul, disekitar mulut yang terasa gatal.
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi pencegahan terjadinya erupsi dan
menghilangkan akne. Keduanya harus dilakukan bersamaan karena akne merupakan
penyakit multifaktorial baik dari faktor internal maupun eksternal. Yang mungkin
masih dapat dihindari oleh penderita. Untuk gradasi ringan hanya diberikan obatobatan topikal dan gradasi sedang sampai berat diberikan obat-obatan topikal dan
sistemik.
Pencegahan:
-

Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum.


Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne.
Memberikan informasi yang cukup pada pasien tentang penyakitnya.

Pengobatan :
-

Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah terbentuknya komedo,

menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi.


Pengobatan sistemik dilakukan untuk menekan aktifitas jasad renik
disamping itu dapat juga untuk mengurangi reaksi radang, menekan
produksi sebum dan mempengaruhikeseimbangan hormonal.

Pengobatan yang diterapkan pada pasien ini yaitu dengan menggunakan


topikal retinoid dan benzoil peroksida 2,5% dan untuk pengobatan sistemik
diberikan tetrasiklin 3x250 mg/hari.
Retinoid merupakan turunan vitamin A yang mencegah pembentukan
komedo dengan menormalkan deskuamasi epitel folikular. Retinoid topikal yang
utama adalah tretinoin, tazaroten, dan adapalene.Tretinoin paling banyak digunakan,
bersifat komedolitik dan antiinflamasi poten. Secara umum, semua retinoid dapat
menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pasien dapat disarankan menggunakan
tretinoin dua malam sekalipada beberapa minggu pertama untuk mengurangi efek
iritasi. Tretinoin bersifat photolabile sehingga disarankan aplikasi pada malam hari.
20

Retinoid topikal secara umum bersifat komedolitik dan menghambat


pembentukkan mikrokomedo yang merupakan awal dari AV. Target kerja retinoid
yaitu pada proliferasi abnormal dan diferensiasi keratinosit serta mempunyai efek
antiinflamasi
Benzoil peroksida merupakan bahan iritan yang dapat mengelupas kulit
(peeling) sehingga dengan pemberian benzoil peroksida diharapkan kulit dapat
terkelupas dan pori-pori kulit dapat terbuka. Dengan demikian oksigen dapat masuk
dan dapat menghilangkan bakteri porpionibacter acne yang merupakan bakteri
anaerob.
Terapi sistemik yang diberikan pada pasien ini adalah antibiotik Tetrasiklin
3x250mg/hari. Pemberian obat ini bertujuan untuk menghambat sintesis protein
pada ribosomnya sehingga menghalangi perkembang biakan mikroba. Selain itu
tetrasiklin merupakan anti mikroba yang bersifat bakteriotoksik dan memiliki kerja
spektrum luas. Dengan demikian dengan pemberian tetrasiklin dapat bermanfaat
untuk menghilangkan bakteri aerob dan anaerob baik gram positif maupun negatif.
Prognosis umumnya baik dan akne vulgaris biasanya sembuh sebelum
mencapai usia 30-40 tahun. Jarang akne vulgaris yang menetap sampai tua atau
mencapai gradasi yang sangat berat sehingga perlu dirawat inap di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut pada pasien ini dilakukan rawat jalan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi, Sri Linuwih SW, Bramono K, Indriatmi W. Editor. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Ed. 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016
2. Sitohang, Irma Bernadette S, Wasitatmadja S. Akne Vulgaris. Dalam : Buku Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-7. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016. Hal. 288-291

21

3. Ramdani R, Sibero HT. Treatment For Acne Vulgaris. Medical Faculty of


Lampung University, Dermatovenerologist of Abdoel Moeloek Hospital, Faculty
of Medicine, Universitas Lampung. J Majority Vol 4 No 2 Januari 2015
4. Andi. Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap
Jerawat. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2009
5. Yenni, Amin Safrudin, Djawad Khairuddin. Perbandingan Efektivitas Adapelene
0.1% Gel Dan Isotretinoin 0.05% Gel Yang Dinilai Dengan Gambaran Klinis
Serta ProfilInterleukin 1 (IL-1) Pada Acne Vulgaris.JST Kesehatan. 2011; 1(1)
6. Zaenglein, Andrea, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh
Edition. United States of America : Mc Graw Hill Medical : 2008. Hal 690
7. Wasitatmadja S. Erupsi Akneiformis. Dalam : Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi ke-7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.
Hal. 293
8. Wasitatmadja S. Rosasea. Dalam : Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi
ke-7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. Hal. 295
9. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York : Mc
Graw- Hill. 2003
10. Tahir M. Pathogenesis of Acne Vulgaris: simplified. Journal of Pakistan
Association of Dermatologists. 2010; no.20

11. Rismana E, Kusumaningrum S, Rosidah I, Nizar, Yulianti E. Pengujian Stabilitas


Sediaan Anti Acne Berbahan Baku Aktif Nanopartikel Kitosan/ Ekstrak ManggisPegagan. Bul. Penelitian Kesehatan. 2013; 44(4)
12. Movita T. Acne Vulgaris. Contunuing Medical Education- 202. 2013; 40(3)
13. Indrawan N. Hubungan Asupan Lemak Jenuh dengan Kejadian Acne
Vulgaris.Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2013

22

Anda mungkin juga menyukai