Anda di halaman 1dari 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan

Masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan alam dan
lingkungannya, termasuk didalamnya cara berinteraksi sosial dengan sesama
anggota masyarakat maupun dengan dunia supranatural menurut kepercayaan
yang diyakini. Perubahan kebudayaan dapat terjadi sebagai akibat dari adanya
perubahan lingkungan maupun adanya mekanisme akibat munculnya
penemuan-penemuan baru atau invensi, difusi, hilangnya unsur kebudayaan,
dan akulturasi.
Sairin (2002 : 1) mengemukakan bahwa kebudayaan sebagai suatu sistem
pengetahuan, gagasan atau ide yang dimiliki oleh kelompok masyarakat yang
befungsi sebagai landasan dan pedoman bagi masyarakat tersebut dalam
berperilaku. Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang
dimiliki masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak atau invisible power
yang mampu mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap
dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik
bersama, bauik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kebudayaan bukan hanya terbatas pada kegiatan kesenian,
peninggalan sejarah, atau upacara-upacara tradisional seperti yang dipahami
oleh banyak kalangan selama ini.
Lebih jauh Sairin (2002 : 2) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem,
kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja, tetapi melalui proses
belajar yang berlangsung tanpa henti sejak manusia dilahirkan sampai ajal
menjelang. Proses belajar dalam konteks ini, bukan hanya dalam bentuk proses
internalisasi dari sistem pengetahuan yang diperoleh melalui pewarisan atau
transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah, atau
lembaga pendidikan formal lainnya, tetapi juga diperoleh melalui proses belajar
dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya.
Belajar merupakan kata kunci dalam membicarakan transmisi kebudayaan.
Konsep ini sangat penting kedudukannya dalam menganalisis berbagai masalah
kebudayaan, karena memberikan petunjuk yang jelas bahwa manusia buksnlsh
mshluk ysng statis dan dapat diperlakukan semena-mena, tetapi manusia adalah
mahluk yang berakal, berpikir, dan melakukan penilaian sebelum memutuskan
untuk bersikap pada sesuatu yang dihadapinya. Akal yang dimiliki manusia
merupakan alat utama dalam menyaring, memahami, dan mempertimbangkan
berbagai masukan yang diterima dari alam sekitarnya sebelum mengambil
keputusan dalam bersikap terhadap sesuatu.
Dalam konteks yang lebih sederhana, kebudayaan adalah segala sesuatu yang
dipelajari dan dialami secara sosial oleh para anggota masyarakat. Seseorang
menerima kebudayaan sebagai bagian dari warisan sosial dan pada gilirannya,
bisa membentuk kebudayaan kembali dan mengenalkan perubahan-perubahan
yang kemudian menjadi bagian dari warisan generasi yang berikutnya (Horton &
Hunt, 2006 : 58).
Selain karakteristik kebudayaan diperoleh melalui prose belajar, salah satu
karakteristik lain dari kebudayaan yaitu sifat dinamis. Kebudayaan selalu
berubah dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Sifat manusia
yang tidak pernah puas dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang semakin
bermutu dan bervariasi menyebabkan manusia berupaya untuk membuat
inovasi-inovasi baru. Berbagai unsur kebudayaan masyarakat Indonesia pada 25
tahun yang lalu, tanpa terasa sudah berubah pada saat-saat ini. Perubahan
tersebut bukan semata-mata terjadi pada aspek kebudayaan materil melainkan

juga pada aspek immateril.


Menurut Poerwanto (2000 : 143) sebab umum terjadinya perubahan kebudayaan
lebih banyak dari adanya ketidakpuasan masyarakat, sehingga masyarakat
berusaha mengadakan penyesuaian. Penyebab perubahan bisa saja bersumber
dari dalam masyarakat, dari luar masyarakat atau karena faktor lingkungan alam
sekitarnya. Faktor perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain
adalah :
1. Faktor demografi; yaitu bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk.
Sebagai gambaran pertambahan penduduk yang saangat cepat di pulau Jawa
menyebabkan perubahan struktur kemasyarakatan, terutama yang berkaitan
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemahaman terhadap hak
atas tanah, sistem gadai tanah, dan sewa tanah yang sebelumnya tidak dikenal
secara luas. Perpindahan penduduk atau migrasi menyebabkan berkurangnya
jumlah penduduk di suatu daerah, sehingga banyak lahan yang tidak terurus dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh. Pengaruh akibat migrasi
yang akan terlihat secara langsung adalah dalam sistem pembagian kerja dan
stratifikasi sosial.
2. Penemuan baru; proses perubahan yang besar pengaruhnya tetapi terjadi
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut sebagai inovasi. Proses
tersebut meliputi suatu penemuan baru, masuknya unsur kebudayaan baru yang
terebar ke berbagai bagian masyarakat. Penemuan baru dibedakan dalam dua
pengertian, yaitu Discovery dan Invention.
Discovery adalah penemuan daru suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa suatu alat atau pun berupa ide-ide baru yang diciptakan oleh seseorang
atau bisa juga merupakan rangkaian ciptaan dari individu-individu dalam suatu
masyarakat. Discovery baru akan menjadi invention bila masyarakat sudah
mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan baru yang ada. Penemuanpenemuan baru dapat tercipta bila ada kondisi yang menjadi stimulus, seperti :
a. Kesadaran dari individu akan adanya kekurangan dalam kebudayaan mereka
b. Kualitas ahli-ahli dalam satu kebudayaan yang terus mencari pembaharuan
3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat; dapat menjadi sebab timbulnya
perubahan kebudayaan. Pertentangan yang terjadi bisa antara orang
perorangan, perorangan dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Sebagai contoh pertentangan antar kelompok yaitu pertentangan antara
generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan antar generasi kerapkali
terjadi pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap
tradisional ke tahap modern.
4. Pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri;
perubahan yang terjadi sebagai akibat revolusi merupakan perubahan besar
yang mempengaruhi seluruh sistem lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Soekanto (1994 : 330 332) menyatakan bahwa selain pengaruh besar yang
berasal dari dalam masyarakat, ada pula pengaruh yang datang dari luar
masyarakat, seperti :
1. Dari lingkungan alam fisik di sekitar manusia seperti banjir, gempa bumi,
tanah longsor yang menyebabkan manusia seringkali harus berpindah tempat
tinggal dan menyesuaikan diri dengan tempat tinggal yang baru. Contoh pada

masyarakat pantai yang tertimpa musibah tsunami, semula mata pencaharian


sebagai nelayan, ketika mereka harus pindah tempat tinggal di daerah dataran
tinggi, maka mereka harus belajar hidup dari kegiatan pertanian.
2. Peperangan dengan negara lain bisa menyebabkan negara taklukan harus
bersedia menerima kebudayaan yang dianggap lebih tinggi derajatnya oleh
negara penguasa. Contoh : Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II
mngalami perubahan, dari bentuk negara agraris-militer menjadi negara industri.
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik
antara dua kelompok masyarakat atau lebih, mempunyai kecenderungan
menimbulkan pengaruh timbal balik bagi masing-masing kebudayaan.

Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat senantiasa


melalui tahapan beberapa bentuk proses. Proses perubahan kebudayaan sangat
ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain (Ibid, 333
337) :
1) Adanya kontak dengan kebudayaan lain atau diffusi. Proses ini merupakan
penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain atau dari satu
masyarakat ke satu masyarakat yang lain.
2) Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan memberikan suatu nilai-nilai
tertentu bagi manusia, untuk menguasai berbagai ilmu dan pengetahuan, juga
mengajarkan bagaimana manusia bisa berfikir secara oyektif, sehingga mampu
menilai kebudayaan masyarakatnya apakah dapat memenuhi kebutuhan sesuai
perkembangan zaman atau tidak.
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang serta keinginan-keinginan untuk
maju.
4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang (deviasi) tetapi bukan
yang bersifat kriminal.
5) Stratifikasi sosial masyarakat yang bersifat terbuka, sehingga nenberikan
kesempatan kepada seseorang untuk maju dan mendapatkan kedudukan sosial
yang lebih tinggi.
6) Penduduk yang heterogen. Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang
berbeda akan mempermudah terjadinya kegoncangan budaya, dan selajutnya
menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
8) Orientasi ke masa depan dan adanya nilai-nilai bahwa manusia harus
senantiasa memperbaiki kulitas hidup.
C. Implikasi Dinamika Kebudayaan Dalam Masyarakat
Masyarakat dan kebudayaan saling ketergantungan satu sama lain. Masyarakat
tidak mungkin merupakan satu kesatuan fungsional tanpa kebudayaan, demikian
sebaliknya. Atas daar hubungan fungsional inilah maka dalam masyarakat
tercipta Esprit de corps dan para anggotanya dapat hidup dan bekerjasama
dalam sgala aspek kehidupan (Linton, 1984 : 195).
Dinamika kebudayaan di dalam masyarakat terjadi melalui serangkaian proses
yang memerlukan waktu dan membawa konsekuensi logis terhadap berbagai
bidang kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu sistem yang
menjadi penopang dan pengatur keberadaan suatu masyarakat, sehingga harus
senantiasa dalam kondisi dinamis. Selain itu, kebudayaan juga harus mampu

bersifat adaptif, selalu menyesuaikan diri terhadap lingkungan biogeofisik


maupun lingkungan sosial-budaya para pendukung kebudayaan.
Peran individu-individu sebagai anggota masyarakat menjadi sangat strategis
dalam mengantisipasi perubahan kebudayaan, meskipun partisipasi yang
diberikan belum tentu sempurna. Berbagai analisis yang bisa dilakukan,
terutama pada masyarakat dengan kebudayaan yang homogen adalah
ditemukannya paling tidak 3 (tiga) kategori tingkat kesulitan, yaitu :
1. Ada ide-ide kebiasaan dan tanggapan bersyarat yang sama bagi semua
anggota masyarakat. Kategori ini merangkum asosiasi dan nilai-nilai yang
sebagian besar berada di bawah sadar, tetapi yang sebenarnya merupakan
bagian integral dari kebudayaan.
2. Ada unsur-unsur kebudayaan yang hanya dinikmati oleh para anggota, yang
termasuk didalam kategori individu-individu tertentu yang mendapat pengakuan
sosial di dalam masyarakat. Kategori ini termasuk : pola-pola yang mengatur
aktivitas yang beraneka ragam tetapi saling berhubungan dan berlaku bagi
berbagai kelompok dari masyarakat di dalam pembagian kerja.
3. Ada sejumlah unsur-unsur yang hanya dinikmati oleh individu-individu
tertentu, tetapi dapat diakatakan asing bagi seluruh anggota masyarakat atau
asing juga bagi semua anggota dari setiap kategori individu-individu yang
mendapat pengakuan sosial.
Menurut Parsons sebagaimana dikutip Poerwanto (2000: 153), setiap perubahan
budaya akan menimbulkan ketidakseimbangan terhadap nilai-nilai budaya dan
sistem sosial masyarakat yang sudah lebih dahulu ada. Namun pada gilirannya
akan tercipta pula serangkaian upaya yang berfungsi untuk menjaga terciptanya
keseimbangan nilai-nilai budaya dari para pendukung kebudayaan.
Berbagai perubahan sosial dan kebudayaan akan membawa akibat
menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat. Jika suatu perubahan terjadi,
maka masyarakat pendukungnya harus siap melakukan modifikasi pola tingkah
laku. Sebagaimana dikemukakan oleh Sahlins dalam Poerwanto (2000: 140),
bahwa dalam menghadapi lingkungan fisik, manusia cenderung melakukan
pendekatan budaya dalam bentuk sistem simbol, makna dan sistem nilai.
Implikasi dinamika kebudayaan seharusnya bertujuan untuk menciptakan
perbaikan kualitas hidup bagi semua anggota masyarakat. Perubahan sosial dan
kebudayaan yang terjadi hendaknya membuat masyarakat dapat menikmati
hidup yang layak. Bila kita perhatikan, perubahan budaya lebih mengarah pada
upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, dan terampil
dalam era persaingan global.
Mengetahui laju pertumbuhan ekonomi bangsa kita yang mulai banyak bergerak
dalam bidang industri, seharusnya pemerintah tetap mengupayakan
keseimbangan lahan usaha dengan konservasi alam dan pemukiman penduduk.
Namun sangat disayangkan, lahan untuk konservasi alam semakin sempit.
Dengan demikian perubahan budaya masih belum berhasil menciptakan
keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kondisi alam wilayah negara
kita.
Begitu banyak wujud kemajuan dan keuntungan sudah kita peroleh akibat
perubahan kebudayaan. Namun kita tidak boleh lupa bahwa kehidupan bangsa
kita menjadi lebih baik dan berkualitas tinggi karena adanya dinamika
kebudayaan tetapi bisa juga kehidupan masyarakat kita mengalami kemerosotan
moral dan nilai-nilai luhur akibat dinamika kebudayaan.
Parsons menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari empat subsistem yang
berbeda, yang masing-masing subsistem mempunyai fungsi untuk memecahkan

persoalan tertentu. Bahkan Parsons mengklaim bahwa keempat subsistem


tersebut harus ada dalam suatu masyarakat jika masyarakat itu mau bertahan
untuk waktu yang sangat panjang (Mudji Sutrisno & Hendar Putranto, 2005 : 59).
Keempat subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Adaptation; adalah cara sistem beradaptasi dengan dunia material dan
pemenuhan kebutuhan material untuk dapat bertahan hidup (pangan, sandang,
dan papan). Aspek ekonomi sangat penting dalam subsistem ini.
2. Goal attainment; adalah pencapaian tujuan. Subsistem ini berurusan dengan
hasil atau produk dari sistem dan kepemimpinan. Politik menjadi panglima dalam
subsistem ini.
3. Integration; adalah penyatuan subsistem yang berkenaan dengan menjaga
tatanan. Sistem hukum, lembaga-lembaga atau komunitas-komunitas yang
memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam kelompok ini.
4. Laten pattern maintenance and tension management; mengacu kepada
kebutuhan masyarakat untuk mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus
tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga yang ada dalam subsistem ini bertugas
untuk memproduksi nilai-nilai budaya, menjaga solidaritas, dan
mensosialisasikan nilai-nilai. Gereja, sekolah, dan keluarga termasuk dalam
subsistem ini.
Haviland, William A. 1993. Antropologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Horton, Paul B & Chester L. Hunt. 2006 Sosiologi Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga.
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi I. Jakarta : Rineka Cipta.
Linton, Ralph. 1984. The Study of Man. Bandung : Jemmars.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaa dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, ed. 2005. Teori Teori Kebudayaan.
Yogyakarta : Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai