Anda di halaman 1dari 8

Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam proses evolusi yang

terjadi pada sistem pelayanan kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang kepada profesi
keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan sistem ini. Berikut ini
dijelaskan tiga aspek yang merupakan landasan kontemporer kepemimpinan keperawatan yaitu sistem
pelayanan kesehatan, struktur pemberian pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui
ketrampilan orang lain.
Sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan meliputi antara lain sistem pemberian asuhan keperawatan yang diberikan
secara terus menerus sejak pertama kali pasien mengalami masalah kesehatan sampai kepada ketika
status kesehatan pasien dinyatakan pulih kembali. Proses untuk memberikan pelayanan ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas terhadap pelayanan, kualitas pemberian pelayanan, dan sistem
pembayaran yang ditetapkan. Faktor pertama dan kedua merupakan bagian dari tanggung jawab
keperawatan, sedangkan faktor ketiga sampai saat ini tidak melibatkan keperawatan. Ini karena sejak
dahulu kala keperawatan merasa tidak memiliki kesempatan untuk terlibat didalamnya.
Pada saat ini sistem pelayanan kesehatan dioperasikan dalam lingkungan yang berorientasi pada bisnis
dan ditandai dengan kompetisi berfokus pada pasar, biaya, serta pendapatan organisasi (revenue)
(Rocchioccioli & Tilbury, 1998). Namun demikian, para pemberi pelayanan dilingkungan pelayanan
kesehatan ditantang untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi tetapi berbiaya
rendah. Meskipun kualitas merupakan konsep ilusif yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun
para pelaku bisnis pelayanan termasuk tenaga keperawatan dituntut untuk mampu mengendalikan biaya.
Oleh karena itu, pada situasi industri kesehatan seperti ini diperlukan tenaga keperawatan yang memiliki
kemampuan leadership yang menonjol untuk turut terlibat aktif dalam menganalisa dan mengendalikan
biaya pelayanan. Mereka harus berperilaku kepemimpinan yang dapat mempengaruhi orang lain (teman
sejawat didalam maupun diluar profesi) untuk turut bekerja secara lebih baik dalam rangka menekan
biaya namun tetap berfokus pada kualitas pelayanan. Suatu tujuan akhir pelaksanaan praktik
keperawatan adalah memberikan pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif dengan tetap
mengutamakan kualitas. Sistem pemberian asuhan difasilitasi oleh tujuan ini.
Sebaliknya, beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik keperawatan dan sistem
pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi oleh derajat profesionalisme dan tugas-tugas
perkembangan, sedangkan sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan saat ini dan status
pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya memahami perubahan sistem
dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi berbagai upaya untuk mengembangkan praktik
keperawatan dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh negatif dan meningkatkan faktor yang
berpengaruh positif terhadap praktik keperawatan.
Struktur dalam pemberian pelayanan keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang pada tenaga keperawatan
untuk memperoleh status professional dengan cara proaktif berrespon terhadap kebutuhan perubahan
dan harapan masyarakat. Sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar, profesi ini telah
diposisikan untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik
harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang timbal balik ini
tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat tergantung dari proses
kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk membantu
mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan insititusi dimana struktur

organisasinya diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan ini adalah selain untuk mengakomodasi
berbagai kegiatan, namun juga untuk mengorganisasikan para pelaku organisasi didalamnya termasuk
tenaga keperawatan agar bekerja secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
(Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Keberadaan organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan akan berpengaruh terhadap motivasi dan
kinerja terutama tenaga keperawatan yang sebaliknya juga dipengaruhi oleh ada-tidaknya suatu
penghargaan terhadap eksistensi para tenaga ini dari penanggung jawab sistem atau pimpinan institusi
yang dituangkan kedalam struktur organisasi. Organisasi itu sendiri mengatur atau menyusun mereka
dalam rangka mengkordinasikan kegiatan dan mengendalikan kinerja karyawan atau stafnya
(Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Pada saat ini, beberapa jenis struktur telah disusun dan ditetapkan untuk merefleksikan sistem pelayanan
yang diberikan disuatu tatanan. Departementasi merupakan cara utama untuk membentuk hubungan
kerja yang spesifik dan tanggung jawab dari masing2 departemen. Pembagian fungsi (sistem fungsional)
dikembangkan sebagai jenis lain struktur organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan.
Keperawatan, saat ini belum berpeluang untuk memperoleh wadah tersendiri tetapi merupakan fungsi
yang terintegrasi dengan fungsi pelayanan yang terdapat dalam departemen. Representasi fungsi
keperawatan tertuang dalam suatu komite keperawatan yang pada dasarnya tidak memiliki tanggung
jawab manajerial terhadap kegiatan dan kinerja keperawatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin pada saat ini dan ke
masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus mengutamakan dua hal yaitu bakat dan lingkungan. Suatu
organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang terbaik, cemerlang, dan mampu melakukan
diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan hanya memperhitungkan latar belakang kedisiplinan ilmu.
Melalui struktur organisasi mereka akan bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan
lebih cepat (mobilitas tinggi). Sebaliknya, organisasi harus mampu menciptakan (Chowdhury, 2003):
* lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.
* lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan berkolaborasi satu sama
lain.
* lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara berbeda dan menghargai
pemikiran orang lain.
* cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki rasa yang kuat akan pentingnya
suatu masalah.
* budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Dengan demikian, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus mampu mewadahi bakat
stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan lingkungan bekerja yang sesuai dengan kelima
kondisi diatas dan berlaku secara merata untuk semua pihak yang tergabung dalam tim kesehatan.
Demikian pula berbagai peluang seyogyanya diberikan secara sama kepada tim kesehatan termasuk
tenaga keperawatan, sehingga tenaga ini dapat mengembangkan leadership skill nya dengan baik.
Kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain
Kepemimpinan efektif merupakan gaya memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui
pengaturan kinerja orang lain. Pemimpin ini harus mampu memastikan bahwa bawahan melaksanakan
pekerjaannya berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk
menghasilkan keluaran yang terbaik (Leffton & Buzzotta, 2004). Oleh karena itu, kepemimpinan efektif
timbul sebagai hasil sinergis berbagai ketrampilan mulai dari administratif (perencanaan
pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti pengelolaan,
pemasaran, dan teknis procedural.

Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai
ketrampilan diatas tetapi juga apabila seorang pemimpin perawat mampu memperlihatkan ketrampilan
dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Ketrampilan tersebut Leffton & Buzzotta (2004) adalah
ketrampilan dalam:
* menilai orang lain
* berkomunikasi
* memotivasi, dan
* menyesuaikan diri.
Didalam pelayanan kesehatan / keperawatan, ketrampilan menilai orang lain merupakan kemampuan
untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat dibawah tanggung jawabnya dalam memberikan
pelayanan kepada pasiennya dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan.
Demikian juga ketrampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat diberbagai bidang atau
sistem lain. Ia harus mencermati apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai bawahannya dengan
mempertahankan obyektifitas dan memahami mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini
pemimpin akan mampu berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan pencapaian
keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan
mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi
lebih optimal.
Disamping itu, ia juga sebagai pemimpin menjadi mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam
menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif.
Ketrampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak
terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan
seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga
kegiatan negosiasi dapat dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang harus dimiliki oleh
pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting karena memiliki potensi untuk mengarahkan
bawahan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia merasa ada sesuatu yang menarik hati
untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya
berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam
memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang
dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan
insentif (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003).
Ketrampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin keperawatan dalam upaya
mengoptimalisasi keluaran (DuBrin, 2000). Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana
dan dengan cara apa ia berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena ia sangat memahami
keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan yang sama untuk
semua bawahan melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu
dengan lainnya. Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau
lebih rendah ketika diperlukan upaya menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.

Perilaku kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan
organisasi atau institusi untuk mencapai tujuan. Selain itu, kepemimpinan juga adalah kemampuan
untuk menciptakan rasa percaya diri dan menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan yang
ditetapkan bersama dalam organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin dianggap berhasil menjalankan
fungsi kepemimpinannya apabila berdasarkan upayanya untuk memperlihatkan kriteria perilaku berikut
dapat menghasilkan keluaran secara efektif. Kriteria itu adalah seperti yang dijelaskan DuBrin (2000)
berikut ini.
1. Berpikir seperti pemimpin
Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini. Namun, ia harus memiliki dasar talenta
untuk cepat tanggap (responsive) terhadap lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan
sebenarnya ia melatih kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis ini harus dimiliki oleh setiap
pemimpin. Hal ini karena pemimpin sering menggunakan imaginasi dan teknik penyelesaian masalah
kreatif yang berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi. Pemimpin juga harus menciptakan visi bagi
organisasi atau lingkungan dimana ia memimpin. Ia menspesifikasikan tujuan yang luas dan strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan itu. Ia juga memberikan inspirasi yang banyak bagi bawahannya
sehingga mereka menjadi mampu melakukan kegiatan produktif.
Kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi kepemimpinan yang juga
meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali ide-ide kreatif, memberikan ide cemerlang tersebut
pada suatu pertemuan serta menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa
meningkatkan beban kerja bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang pemimpin. Hal ini akan
menghasilkan sesuatu yang lebih optimal apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang
handal dan kerjasama yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk mencapai situasi ini
pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi banyak orang melalui beberapa cara seperti misalnya
memberi petunjuk, instruksi, dan delegasi (DuBrin, 2000).
Didalam keperawatan, fungsi kepemimpinan yang dilaksanakan pemimpin perawat yang
memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat diterapkan secara bertahap. Pemimpin
keperawatan harus mulai berpikir positif tentang dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi
atau yang akan terjadi. Ia juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar dibidangnya, dan selalu
mempelajari visi yang telah ditetapkan dan membandingkan juga dengan berbagai pandangan pemimpin
perawat diluar negeri yang memiliki sikap futuristic. Yang paling penting, ia juga harus berpikir secara
sistem, untuk memahami bagaimana menerapkan pembaharuan dalam suatu bidang akan
mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat sekarang maupun mendatang.

2. Berkomunikasi seperti pemimpin


Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas pemimpin adalah kemampuan
berkomunikasi. Seorang pemimpin akan memilih kalimat, mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh
yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang disampaikan
dapat memberi inspirasi pada bawahan atau orang lain. Bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin
yang memahami bahwa teknik komunikasi dapat memperlancar pencapaian tujuan merupakan kekuatan
internal diri yang memberikan pengaruh mendalam agar bawahan terlarut dalam pemikiran yang
diharapkan pemimpin.
Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan melalui penggunaan analogi atau
metafora yang sesuai yang akan lebih menarik imaginasi pemimpin dalam mengutarakan ide atau
pandangan kreatifnya. Analogi diperlukan ketika seorang pemimpin sedang berusaha menjelaskan ide
atau pandangannya dengan cara lebih jelas sehingga orang yang diajak berkomunikasi dapat memahami.

Sebaliknya, metafora, yang tampak lebih tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat
membandingkan dua hal yang tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi dari apa yang sedang dihadapi
(DuBrin, 2000).
Dalam bidang keperawatan, kepemimpinan dapat dijalankan oleh pemimpin keperawatan melalui cara
berkomunikasi yang efektif. Sikap bicara, sikap berdiri, pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan
senyum akan banyak membantu pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang pemimpin
yang memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan dapat digunakan
sebagai variasi materi yang ingin disampaikan. Yang terpenting adalah materi yang disampaikan harus
dapat diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat ditangkap oleh pihak yang diajak
berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran negatif, demikian juga gossip yang tidak
diketahui sumbernya; keduanya berpotensi untuk menurunkan kepercayaan bawahan terhadap
pemimpinnya.

3. Bertindak layaknya pemimpin


Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai pemimpin didepan
bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role modeling pada orang lain akan merefleksikan
siapa pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini harus orisinal dan tidak dibuat-buat. Oleh karena
contoh peran itu merupakan keteladanan yang ingin diberikan kepada orang lain supaya dicontoh.
Keteladanan ini adalah landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan
harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin akan mampu menyampaikan budaya organisasi /
institusi kepada orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi / institusi akan dapat menghormati kebijakan yang
berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga seyogyanya mampu
memperlihatkan kebiasaan bekerja yang baik, professional, dan mengandung makna keamanan,
kenyamanan, dan keselamatan kerja yang selalu dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang baik ia
harus menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan. Sumber inspirasi ini ditunjukkan
baik berasal dari sikap kepemimpinan, cara berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak
yang tepat sebagai pemimpin dari seseorang pemimpin.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan, dan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan dapat diteladani oleh orang lain. Dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat memiliki fungsi unik untuk mempengaruhi bawahannya
karena pada umumnya mayoritas bawahan adalah perempuan yang dipersepsikan kurang menggunakan
rasional dan lebih mengemukakan emosinya dalam menghadapi suatu situasi. Oleh karena itu, pemimpin
perawat juga harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan tenaga yang
berjenis kelamin sama. Namun demikian, kelebihan juga dimiliki oleu bawahan perempuan yaitu tekun,
setia dan komitmen tinggi. Faktor inilah yang harus diberdayakan pemimpin agar bawahannya dapat
dipengaruhi sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan selalu menyediakan
diri untuk membantu bawahan/orang lain, mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan.

4. Membantu orang lain memimpin dirinya


Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan dengan keinginan memajukan atau
memberdayakan orang lain. Hal ini tentu saja dapat menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya.
Untuk itu, pemimpin harus memahami hakekat pemberdayaan atau penguatan orang lain terutama
bawahan yang memiliki potensi kuat untuk diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai pemimpin ia harus
mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa yang tidak layak/tidak mungkin untuk
diberdayakan.

Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan bawahannya. Pemberdayaan adalah suatu
pendelegasian otoritas dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemimpin kepada bawahan
yang dianggap cocok untuk mengembannya. Ini berarti, pemimpin membebaskan orang tersebut dari
kewajiban berkonsultasi dan berdiskusi dengan pimpinan. Untuk menetapkan seseorang mampu untuk
diberdayakan, ada beberapa faktor yang perlu dipahami pemimpin sebelum memberdayakan seseorang
yaitu: makna pemberdayaan terhadap kewenangan pimpinan pada aspek yang didelegasikan; kompetensi
yang didelegasikan; self-determination dari orang yang didelegasikan; dampak yang akan diperoleh
melalui pendelegasian tersebut.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi kepemimpinannya kepada orang
yang diyakini akan mampu mengemban pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian
berarti pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam memutuskan. Oleh
karena itu, pemimpin perawat harus mampu memilih dan menetapkan seseorang dalam menerima
pendelegasian tugas yang memiliki makna penting karena berkaitan dengan kepentingan orang lain
misalnya pasien dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau mahasiswa dan dosen lain
(ditatanan pendidikan keperawatan).

5. Membantu mengembangkan potensi


Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang lain. Pemimpin yang memahami
bawahan akan dapat menetapkan fungsi pembinaan pada saat dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan
ini pemimpin berupaya menciptakan perkembangan yang dibutuhkan oleh bawahan setelah mengkajinya
dengan teliti. Untuk dapat berfungsi menjadi pembina, sebagai pemimpin ia harus bersikap humanistik
dan suportif serta mampu menjadi suri teladan untuk orang lain.
Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai kegiatan kepemimpinan seperti;
menunjukkan perhatian terhadap tingkat kesejahteraan orang lain (bawahan), mendengarkan keluhan
dan masalah kerja yang dialami oleh bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pribadi
dan menunjukkan empatinya, menyampaikan selamat pada yang berhasil, membantu bawahan
menyelesaikan masalah, berperan sebagai pelatih yang menguasai teknik kerja, dan menyediakan diri
untuk menjadi mentor atau penasehat ketika bawahan memerlukannya.
Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan terutama sangat tergantung dari
ketrampilan dan teknik berkomunikasi yang bersifat suportif. Komunikasi suportif mengandung landasan
orientasi pada masalah, diberikan secara verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada
pembenaran sehingga orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman karena berarti telah memberi
pengakuan akan kehadiran, keunikan dan arti penting dari orang lain yang diajak berkomunikasi.
Komunikasi suportif juga bersifat spesifik, terkait logis dengan informasi sebelumnya, dan diakui secara
nyata, serta mengandung sikap mau mendengar dan memberi informasi.
Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang lain terletak sebagian besar pada
dirinya sebagai pemimpin, maka ia juga seyogyanya harus bersedia untuk memberi umpan balik dan
dorongan positif. Salah satu tugas dasar seorang pemimpin adalah memberi umpan balik tentang kinerja
dan perilaku yang diperlihatkan bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun negatif harus diberikan
dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat membantu bawahan untuk tumbuh dan
berkembang serta menjadi kekuatan untuk memotivasinya dalam berkinerja dan berperilaku lebih baik.
Umpan balik yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, memberi kesempatan pada
bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus pada perilaku bukan personal bawahan.
Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau memberikan umpan balik secara terbuka
karena takut dipersepsikan salah oleh yang menerima umpan balik. Sebaliknya perawat dibawah
kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini

karena mereka tidak terbiasa untuk menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau
ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan sehingga obyektifitas
penilaian menjadi minimal. Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan
tugas pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi seseorang bawahan melalui
pemberian umpan balik namun suportif.
Kepemimpinan etikal dalam keperawatan yang visioner dan transformasional
Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan arah
yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Fungsi ini dilaksanakan meliputi berbagai aspek dan bidang
kerja serta melibatkan kegiatan memotivasi, membina, dan mengembangkan potensi bawahan. Seluruh
komponen yang menjadi cakupan kerja kepemimpinan seseorang dipersepsikan sebagai sub-subsistem
yang harus dikoordinasikan menjadi sistem yang terintegrasi.
Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara etikal karena tidak jarang pemimpin
perawat menghadapi masalah yang melibatkan keputusan etik sehingga memerlukan kerjasama dengan
pihak lain untuk menemukan solusi etik. Pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan pasien
dan keluarga sering menuntut pemimpin perawat untuk membuat keputusan etik yang
mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dari berbagai pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian
pula keputusan etik yang harus diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan perasuransian,
keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang dipersepsikan melecehkan pihak lain.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan banyak aspek dan unsur yang terkait
didalamnya sehingga diperlukan pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinannya bukan hanya
mempertimbangkan aspek etik saja tetapi juga pertimbangan visi kedepan dan bagaimana
mentransformasikan perubahan dan pembaharuan kedalam kegiatan harian tanpa menimbulkan
kecemasan, ketidak-pastian, dan ancaman bagi yang terlibat didalamnya serta mewujudkan perubahan
itu secara terrencana, bertahap, namun berhasil guna. Pemimpin seperti ini tentu harus memiliki visi
masa depan yang kuat dan melalui pengaruh serta kekuatannya sebagai pemimpin mampu membawa
anggotanya mengarah pada pencapaian visi tersebut.
Kepemimpinan keperawatan sesudah abad 21
Pada era global saat ini dan era sesudahnya akan banyak terjadi perubahan dalam kehidupan manusia,
sistem penyelenggaraan kehidupan manusia, keterbatasan sumber-sumber yang diperlukan dalam
kehidupan manusia serta perkembangan ilmu dan teknologi yang tiada henti. Perubahan sikap dan
perilaku sumber daya manusia dalam sistem ketenaga-kerjaan juga akan terjadi sebagai dampak dari
berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan manusia. Berdasarkan situasi ini, maka
dimasa depan diperlukan pemimpin yang handal tapi tangguh yang memiliki berbagai ketrampilan dari
mulai memotivasi bawahan sampai kepada menciptakan banyak perubahan yang bermanfaat.
Dalam keperawatanpun diperlukan pemimpin perawat yang mampu menjalankan kepemimpinannya
secara handal dan tangguh. Hal ini karena sejak dari sekarang juga telah terjadi banyak perubahan
mendasar dalam industri kesehatan termasuk tatanan pelayanan kesehatan yang menuntut setiap
pemimpin perawat memahami landasan konsep dan kriteria yang diperlukan pemimpin dalam
memimpin perawat yang memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang
berbeda. Selain itu, kepemimpinan dalam keperawatan juga harus mampu mempengaruhi pembuatan
kebijakan, penggunaan strategi politik, dan teknik berkomunikasi yang memberikan pengaruh perubahan
kearah yang lebih baik bagi profesi keperawatan.
Oleh karena itu, dalam menjalankan kepemimpinannya para pemimpin perawat harus senantiasa
memiliki sikap dan perilaku pemimpin yang selalu berpikir untuk kepentingan jangka panjang. Selain itu,
memandang seluruh kepentingan profesi keperawatan diatas kepentingan unit atau institusi semata. Ia
juga harus mampu memperluas area yurisdiksinya sehingga dapat memperlihatkan pengaruh positif

terhadap orang lain. Sebagai pemimpin keperawatan yang memahami tujuan akhir dari
kepemimpinannya seyogyanya selalu mengutamakan visi, nilai-nilai, dan memberikan motivasi untuk
para bawahannya (Swansburg & Swansburg, 1999). Yang utama, untuk kepentingan di masa depan ia
harus memperlihatkan ketrampilan politik dalam mempercepat pencapaian tujuan, dan selalu berpikir
untuk pembaharuan kedalam profesinya.
Pemimpin keperawatan dimasa depan juga harus mampu menciptakan nilai-nilai unggulan yang menjadi
karakteristik profesi, dan menyatakan visi yang mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Dalam
kepemimpinannya, ia juga harus mampu berbicara dan bertindak strategis sehingga dapat menimbulkan
manfaat positif bagi orang yang dipimpinnya. Selanjutnya, banyaknya peluang yang berpotensi terjadi
dimasa depan mengharuskan pemimpin perawat menentukan arah perubahan yang berskala besar
melalui pemikiran yang strategis. Pemimpin perawat juga harus menjadi sumber pengetahuan formal
bagi orang lain, bertindak dan bersikap sebagai pemimpin visioner dan transformasional (DuBrin, 2000).
Penutup
Para perawat yang berada pada posisi kepemimpinan memiliki tanggung jawab yang luas dalam arena
pelayanan kesehatan. Hal ini karena lingkungan pelayanan kesehatan saat ini memberikan banyak
peluang untuk perawat memperoleh status professionalnya dengan secara proaktif berespon terhadap
kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat.
Keperawatan biasanya menjadi jelas posisinya justru karena ketidak hadirannya dalam daftar
kepemimpinan nasional. Banyak masyarakat yang belum mempersepsikan pemimpin perawat memiliki
kekuatan dan kekuasaan. Demikian pula sistem pelayanan kesehatan tidak berhasil untuk
mengidentifikasi profesi perawat sebagai professional yang memiliki pengetahuan yang bermanfaat untuk
membantu menciptakan solusi terhadap masalah kesehatan yang kompleks. Hal ini dapat dimengerti
karena selama ini sesuai sejarahnya, banyak perawat yang telah menghindari peluang untuk mengemban
kekuatan dan peranan politik di masa lalu.
Namun, meskipun lambat, saat ini profesi ini mulai memahami bahwa kekuatan dan kekuasaan serta
peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan dan sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan. Oleh karena itu, ketika terjadi
banyak perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin perawat harus berpartisipasi
secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana mempengaruhi pengambil keputusan dalam
sistem pelayanan kesehatan dan membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin
perawat memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik sepanjang mereka memiliki
berbagai potensi kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai