ABSTRAK
Kajian ini bertujuan ingin mengetahui dampak aliran lahar dingin europsi Gunung Merapi
ditinjau dari kapasitas tamping Sabo Work Kali Putih sebagai sarana penanggulangan lahar
dingin G. Merapi. Terpilihnya kali Putih sebagai studi karena Kali Putih merupakan daerah
bahaya G. Merapi type I yang terjangkau Debris Flow lebih dahulu dengan total luasan 76,60
km2 untuk dua Kecamatan dengan income perkapita Rp. 173.000,- / thn pada tahun 1993.
Debris Flow yang dapat ditampung pada daerah type I, II dan III sejumlah 56,602 x 103 m3,
sedangkan produksi letusan G. Merapi sampai saat ini diprediksi mencapai + 200 juta m3 lebih,
yang berarti apabila hujan turun didaerah G. Merapi akan terjadi overload. Kajian ini penting
untuk pertimbangan kebijakan dalam rangka rehabilitasi pasca bencana tahun 2010. Data
diambil berdasarkan data sekunder baik untuk material dasardan spesifikasi sedimen, kapasitas
tamping Sabo dam, tipe daerah bahaya, income per kapita, dan jumlah europsi letusan. Analisis
transport sedimen didasarkan pada basic point dan sub basic point dengan menggunakan
Takhahashi dan Ashida.Sedangkan untuk analisis puncak banjir menggunakan rumus Rasional.
Hasil dari studi ini adalah : 1) Lebar Channel bervariasi dari 21,00 m sampai 60,00 m, 2)
diameter butir rata-rata 1,00 mm, 3) Gradient 0,84 5 o, 4) kekuatan tampungan K. Putih 6.060
x 103 m3 , 5) tipe aliran pada BP-1, SBP-2 : Tractive Flow; SBP-3, SBP-4, dan SBP-5 adalah
Mud Flow, 6) Perhitungan Transportasi Sediment yang terkonsentrasi pada BP-1, SBP-2, SBP3, SBP-4 dan SBP-5 berturut-turut adalah : 1.375.250 m3, 4.701.472 m3 , 452.959 m3 , 878.186
m3 , 755.088 m3, 7) pada Q 100 sub critical flow didapat 0,03 m dari 1,60 m; 8) Panjang Apron
6,5 m 14,5 m; 9) Lebar Spillway 41,35 m; 10) Kemiringan Dam dan Main Dam 1 : 0,2 (hilir)
dan 1 : 0,5 (hulu); 11) Scourring yang terjadi 0,459 m dibawah Konsolidasi Dam (sub Dam),
12) Stabilitas terhadap Slinding 1,39 > 1,2 terhadap guling 4,0 > 2,0 terhadap tekanan tanah
yang timbul 41,48 < 60 t/m2 , terhadap Uplift cukup aman. Dari sisi konstruksi rupanya masih
memungkinkan untuk dapat bertahan lama seperti yang direncanakan, akan tetapi dari segi
fungsinya perlu ditinjau kembali. Hal ini disebabkan dari hasil pengamatan di lapangan untuk
daerah Ngepos terdapat bagian yang sangat berbahaya, Jembatan Ngepos buntu akibat Debris
Flow. Selain hal tersebut kenyataan di lapangan saat ini jelas kapasitas tamping Sabo dan
terlampui. Bila kekuatan tampung terlampaui (overload) dimungkinkan daerah sasaran
pertama adalah jembatan Ngepos (SBP-3). Kerugian akibat bencana diperkirakan sebesar Rp.
142.606,90 x 106 dan kembali normal pada masa + 15 thn.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 103
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 104
Endapan
Lava
Endapan
Material
Daerah
Kemiringan
Mud flow
Pengendapan Transportasi
3%
Produksi
3 - 6%
6%
Jumlah Produksi
Sedimen
(A)
Jumlah Sedimen
yang diijinkan
Jumlah Sedimen
yang berbahaya
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 105
dan (c) Perbaikan lingkungan daerah pemukiman dan pertanian. Macam dan fungsi
Sabo Work sebagai sistem pengendalian banjir di daerah pegunungan/ gunung berapi,
mencegah produksi material akibat gerusan (erosi) pada alur sungai yang curam atau
hulu (step slope) termasuk didalamnya Check Dam (Sabo Dam) digunakan
memperlambat kecepatan banjir, dan menahan sebagian material (pasir, batuan) hasil
erosi pada tebing sungai dan dari sekitarnya. Konsolidasi Dam untuk mencegah
terjadinya erosi dasar sungai dan tebing sungai yang merupakan bagian dari konstruksi
Sabo.
Gaya Tumbuk (impact force) untuk menganalisis Sabo adalah seperti berikut :
P
h1
H
b2
F = 0,153 v2 . h1
P = 48,2 v2 . R2 . D-1
dalam hal ini :
F = tekanan oleh Debris flow
P = Impact Force
h1 = Tinggi aliran
v = Kecepatan aliran
R = Radius Boulder
D = Lebar sawan Dam
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 106
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 107
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 108
inhabitant, sediment removal cost, Acreage of (sawah, dryfeild, yard, others), Disaster
area, Annual disaster area untuk Srumbung dan Salam total Rp 142.606.90 x 106.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 109
4. Produks sediment
Besar sedimen yang terkonsentrasi ke daerah Type I = 32.654 x 103 m 3, Type II = 7.377
x 103 m3, Type III = 10.711 x 103 m3, dan kali Putih = 6.060 x 103 m 3, sehingga total =
56.802 x 103 m3.
Sedangkan untuk kali Putih pada BP-1 = 1.375.250 m 3, SBP-2 = 4.701.472 m 3, SBP-3 =
452.959 m3, SBP-4 = 878.186 m3 dan SBP-5 = 775.088 m3. Untuk BP-1, SBP-2, SBP-3
Type aliran Trative Flow, sedang lainnya Mud Flow.
5. Desain
Ditinjau dari kondisi fisik fasilitas Sabo baik terhadap geser, guling dan kondisi tanah
bawah Sabo, local seosing, degradasi sepanjang sungai masih memungkinkan untuk
dipertahankan. Akan tetapi dari fungsi Sabo work kurang memadai sebab desain free
board luarnya 0,03 m sedang di bagian SBP-3 (Ngepos) telah tertimbun pasir setinggi
lereng jembatan. Hal ini sangat mengkhawatirkan lingkungan penduduk daerah
Kecamatan Srumbung yang kemungkinan terlanda banjir lahar dingin seluas 48,69
Km2. Jika terlanda banjir lahar maka kerugian total = Rp. 142.606,90 X 106.
6. Penanggulangan
Dengan mengingat kerugian yang cukup besar maka perlu bangunan distributor aliran
lahar di bagian Upper stape/Creatter agar beban pada masing-masing daerah (I, II, dan
III) merata, serta perlu peninggian tanggul banjir di tempat-tempat tertentu pada daerah
bahaya.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Selama terjadinya aerupsi gunung Merapi terdapat kecenderungan aliran lahar
dingin kea rah bagian barat (daerah bahaya type I) salah satunya adalah kali Putih.
2. Hasil letusan ada sampai saat ini diperkirakan mencapai 60 x 103 m3, melebihi
kekuatan tampungan daerah type I, II dan III yaitu : Type I = 32.654 x 103 m3, Type
II = 7.377 x 103 m3, Type III = 10.711 x 103 m 3, dan kali Putih = 6.060 x 103 m3,
sehingga total = 56.802 x 103 m 3.
3. Kondisi fasilitas Sabo sekarang ini secara fisik masih cukup baik akan tetapi dari
segi fungsi sebagai bangunan pengendali aliran lahar dingin kurang memadai karena
masih terdapat penumpukan lahar dingin di SBP-3 (Jembatan Ngepos).
4. Bila terjadi bencana akibat debris-flow maka kerugian diperkirakan mencapai Rp.
140.490,55 juta, kembali normal memakan waktu selama 15 tahun.
SARAN
1. Agar transportasi sedimen lancer dari puncak sampai ke hilir perlu adanya desain
pada kemiringan dasar sungai seperti pada SBP-3 (Ngepos) lebih dipertajam.
2. Perlu adanya bangunan pengendali yang berfungsi sebagai pengatur aliran
(distributor) agar aliran lahar dingin dapat terbagi merata sesuai dengan kekuatan
tampung masing-masing daerah (daerah bahaya Type I, II dan III)
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 110
3. Mengingat kerugian akibat bencana alam yang tidak sedikit maka perlu
penyempurnaan pada bangunan yang dirasa kurang memadai agar dapat terhindar
dari bencana alam yang disebabkan oleh erupsi G. Merapi.
DAFTAR PUSTAKA
JICA (1988). Modern Method of Sabo Work, Japan, Menistry of Public Work
Directorate General of water resource Development.
T. Hirozumi (1983). Sabo Fasilites Planning, Yogyakarta, VSTC, ACE JICA
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 111