Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN ALQURAN

Oleh: Achmad Chodjim Shaleh


(1)
Alquran diwahyukan dalam bentuk ayat-ayat, bukan surat per surat. Pada
mulanya ayat-ayat yang diturunkan itu kalimatnya pendek-pendek. Beberapa
ayat pendek ini ada yang diwahyukan sekaligus, karena kandungannya
berkaitan dan dikategorikan dalam satu surat, seperti Surat Al-Ikhlas, Al-Ns,
Alfalaq, Al-Nashr, Al-Kawtsar, dan lain-lainnya. Ada juga kumpulan beberapa
ayat yang dimasukkan dalam satu surat yang kandungan maknanya berbedabeda, seperti Surat Al-Alaq, Al-Mursalat, Al-Naba, dan lain-lain.
Pada umumnya surat-surat yang diwahyukan kepada Nabi saat di Mekah
berisi ayat-ayat yang pendek-pendek dan bersifat puitis, dan disebut surat-surat
Makkiyyah. Ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad di Madinah
panjang-panjang, dan suratnya pun pada umumnya berisi lebih dari seratus
ayat, bersifat prosaik, dan disebut surat-surat Madaniyyah.
Untuk surat-surat yang panjang, ayat-ayatnya tidak diwahyukan secR
kronologis hingga terbentuk satu surat, melainkan diwahyukan dalam kesempatan yang berbeda-beda, dan Nabi sendiri yang mengelompokkan ayat-ayat
itu ke dalam surat tertentu. Misalnya, ayat-ayat Surat Al-Baqarah diwahyukan
semenjak awal hijrah hingga menjelang wafat Nabi Muhammad. Bahkan
dalam satu surat, sebagian ayatnya diwahyukan di Mekah dan sebagian
lainnya di Madinah. Misalnya, ayat 20 dalam Surat Al-Muzammil (Q. 73) dan
ayat 31 dalam Surat Al-Muddatstsir, adalah ayat yang diwahyukan kepada
Nabi di Madinah.
Telah disepakati oleh ulama tafsir bahwa surat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi adalah Surat Al-Alaq dan semula terdiri dari lima ayat, yaitu
ayat 1-5. Ayat yang diwahyukan ini mengandung perintah membaca. Oleh
karena itu, dikisahkan bahwa pada suatu hari di bulan Ramadhan, saat beliau
berada di Goa Hira, beliau kedatangan sesosok manusia misteri yang tak
dikenali oleh beliau. Ia datang dengan memerintah Muhammad untuk membaca. Tentu, Muhammad penasaran karena beliau belum menyadari tentang
apa yang harus dibaca. Maka, Muhammad bertanya kepada sosok misteri itu
tentang apa yang harus dibacanya, dalam bahasa Arab lapalnya adalah m
ana bi qari (apa yang saya akan baca). Oleh mereka yang berpandangan
tak-rasional, ayat itu diartikan: Aku tidak dapat membaca.
Kemudian turunlah kelima ayat itu. Siapa yang membawa wahyu dari
Allah ke Nabi Muhammad? Pada masa Nabi Muhammad menyebarkan Islam
1

di Mekah, nama agen pembawa wahyu ini tak pernah disampaikan kepada
Nabi. Barulah pada tahun ke-4 H, diberitahukan bahwa agen itu adalah
malaikat yang disebut Jibril.

2:97Katakanlah:

Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu


telah menurunkan Alquran itu ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
ia mengonfirmasi apa yang ada sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita baik bagi orang-orang yang beriman.
Jelas sudah bahwa pada akhirnya umat Islam mengetahui sesungguhnya
yang menjadi agen pembawa wahyu itu adalah Jibril. Namun, Alquran tidak
menjelaskan siapa sebenarnya Jibril itu. Alquran hanya menjelaskan bahwa
peranan Jibril adalah untuk membawa wahyu. Dan, nama Jibril sendiri baru
dipahami oleh orang-orang beriman pada tahun ke-4 H, yaitu setelah terjadi
perseteruan dari Bani Nadhir (komunitas Yahudi di Madinah).
Selanjutnya, kisah tentang Jibril lebih banyak diperoleh dari Hadis, yang
tentunya tersebar luas pasca wafatnya Nabi Muhammad. Perlu diketahui, Hadis
sendiri baru ditulis secara resmi oleh Bukhari (196 256 H), Muslim (204 261 H).
Oleh karena itu, umat Islam dalam mempelajari Hadis haruslah kritis, dan tidak
menelan mentah-mentah. Dua abad pasca wafat Rasulullah bukanlah waktu
yang pendek, melainkan waktu yang mencakup 68 generasi, sehingga
banyak hal yang terjadi, yang melatarbelakangi penulisan Hadis. Umat slam
harus terlebih dulu menelaah, membaca Alquran, karena Alquran diturunkan
sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa (Q. 2:2) dan bahkan sebagai
petunjuk bagi manusia (2:185).
Sekarang mari kita perhatikan kandungan kelima ayat yang pertama kali
diwahyukan (96:1-5).

1. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal alaq.
3. Bacalah, dan Tuhanmu itu mahamulia.
4. Yang mengajar manusia dengan perantaraan Alqalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Kata iqra berasal dari kata asal qaraa yang berarti mengumpulkan,
menghimpun, atau menyimpulkan. Dalam hal ini, Muhammad diperintahkan
untuk membaca sesuatu dalam arti bisa mengerti sesuatu yang dibacanya itu.
Ia tidak diperintah untuk membaca secara lapal yang sekadar berupa bunyi
kalimat, tetapi membaca dan mengerti makna yang dibacanya. Kalau Nabi
hanya diperintah membaca secara lapal, maka dalam bahasa Arabnya
adalah utlu yang kata bendanya adalah tilawah. Oleh karena itu, di dunia
Islam ada musabaqah tilawatil Quran, yang artinya lomba membaca Alquran.
Kita diperintah membaca asma Tuhan kita, yaitu secara umum adalah
membaca penciptaan di alam raya ini. Karena perintah iqra itu bersifat
nakirah, yaitu objek yang harus dibaca tidak disebut. Lebih khusus lagi, ketika
kita memperhatikan ayat 2, maka kita diperintah untuk membaca proses
penciptaan manusia di bumi ini. Dalam kajian makrifat Islam di Jawa, kita harus
mengkaji asal dan tujuan kita hidup ini, yang dinamakan sangkan paraning
dumadi. Kemudian kita diperintah untuk memahami kemuliaan Tuhan kita.
Sebab, hakikatnya yang mengajar manusia adalah Tuhan kita itu sendiri. Oleh
karena itu, Tuhan semesta alam selalu bersama manusia, dan selamanya
manusia tak pernah berpisah dari Tuhannya.
Dalam ayat di atas, dijelaskan bahwa Tuhan mengajar kita ini melalui
perantaraan Alqalam. Tentu, yang dimaksud dengan Alqalam ini bukanlah
pena, tetapi suatu agen yang telah ditanamkan oleh Tuhan ke dalam diri
manusia. Jadi, Alqalam adalah agen Tuhan yang ada di dalam diri manusia.
Dengan demikian, kalau kita ingin maju, kita harus mengenali dan memberdayakan agen yang ada di dalam diri kita masing-masing.

6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.


7. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembalimu.
Setelah turunnya kelima ayat pertama, Nabi menerima beberapa ayat
yang dimasukkan ke dalam Surat Al-Qalam (68). Ayat-ayat ini lebih memfokus3

kan pada karakter Nabi. Namun, ternyata dakwah yang ditujukan kepada
sanak keluarga ini mendapatkan pertentangan. Khususnya perlawanan dari
Abu Lahab dan Abu Jahal. Kedua nama ini bukanlah nama asli, melainkan
nama panggilan (Arab: kunyah). Abu Lahab adalah pakdenya Nabi Muhammad sendiri, yang nama aslinya adalah Abid Al Uza ibn Abdul Mutthalib. Abu
Jahal mempunya nama asli Amru bin Hisyam. Abu Jahal ini merupakan tokoh
masyarakat Quraisy.
Ayat 6 dan seterusnya dalam surat ini berkaitan dengan perlawanan dari
mereka. Namun, esensinya ditujukan kepada setiap orang yang merasa serba
cukup dan berbuat melampaui batas kewajaran. Jadi, kosaka insn pada
ayat 6 ini bukan sifat seluruh manusia. Jika ayat ini disifatkan kepada seluruh
manusia, maka para nabi pun termasuk manusia yang melampaui batas.
Orang yang merasa cukup, tetapi tidak berbuat melampaui batas tidak termasuk dalam pernyataan ayat 6-7 tersebut.
Kemudian ditegaskan bahwa dalam proses perjalanan manusia, dari bayi
hingga matinya, akhirnya manusia dikembalikan kepada Tuhannya. Kita harus
memperhatikan dengan sungguh-sungguh bahwa kita ini kembali kepada
Tuhan kita, Tuan kita, Rab kita. Inilah landasan akhlak agar kita tak pernah
merasa berpisah kepada Tuan kita (Inggris: our Lord).

9. Apakah engkau melihat orang yang melarang,


10. Seorang hamba ketika dia mengerjakan salat?
11. Apakah engkau melihat jika orang yang melarang itu berada di atas
kebenaran,
12. Atau dia menyuruh bertakwa?
13. Apakah engkau melihat jika orang yang melarang itu mendustakan
dan berpaling?
14. Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya?
Ayat ini menginformasikan bahwa salat adalah ritual yang sudah ada sejak
sebelum kedatangan Islam. Nabi Muhammad hanya melanjutkan ritual itu.
Dan, tampaknya salat bukan bagian dari budaya Quraisy melainkan budaya
4

masyarakat Yahudi dan Nasrani yang hidup di Jazirah Arabia. Oleh karena itu,
Abu Jahal marah melihat Nabi melakukan salat di sekitar Kabah. Berdasarkan
riwayat Abu Jahal menghalangi Nabi untuk salat di sekitar Kabah di pagi hari.
Abu Bakar pun dilempari dengan tahi unta ketika salat di sekitar Kabah. Ayat
ini memberi tahu bahwa Abu Jahal sebagai tokoh Quraisy menolak ritualnya
orang Yahudi atau Nasrani. Hal ini dimaksudkan untuk tidak menjatuhkan adatistiadat Quraisy. Kekeliruan Abu Jahal adalah melanggar HAM orang lain yang
tidak melakukan ritual seperti yang mereka lakukan. Ayat 14 menjelaskan bahwa Allah yang sudah mereka kenal itu melihat apapun yang mereka lakukan.

15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti, niscaya Kami tangkap
jambulnya.
16. Jambul orang yang mendustakan lagi durhaka.
17. Maka biarlah dia memanggil golongannya.
18. Kelak Kami akan memanggil Zabaniyah (pasukan berani mati).
19. Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah
dan dekatkanlah.
Ayat ini merupakan ancaman terhadap kelompok Abu Jahal, dan Abu
Lahab berada di dalamnya. Kalimat menarik ubun-ubun atau menangkap
jambul pada ayat 15 ini merupakan penghinaan. Dengan kata lain, penghinaan ini ditujukan kepada Abu Jahal dan kawan-kawan dan kepada semua
orang yang mengingkari kebenaran dan durhaka. Pada waktu itu (ayat 16)
Abu Jahal dibiarkan untuk memanggil anggota majlisnya. Namun, ayat ini pun
menyatakan bahwa pengikut Nabi pun akan ditolong oleh pasukan berani
mati, yaitu 13 tahun kemudian saat terjadi pertempuran Badar.
Penutup surat memerintahkan Nabi untuk tidak menghentikan dakwahnya.
Beliau harus terus berjuang untuk menegakkan kebenaran, menghancurkan kedurhakaan. Oleh karena itu, beliau diperintah untuk bersujud dan terus mendekatkandiri kepada Allah.
Taman Yasmin, 9 Mei 2015
Wassalam,
A. Chodjim
5

Anda mungkin juga menyukai