ii
iii
iv
tertawa, HAHAHA.
***
10
11
Dan karena itulah saya tidak suka perpisahan, apapun bentuknya. Bahkan ketika
bapak menelpon dan pembicaran berakhir, tak pernah ada kata penutup diantara
kami. Sedang ibu tak pernah menelpon saya sama sekali. Karena itu pula, saya
memilih dengan sangat sebuah perjumpaan. Bahkan ketika cerita pendek-cerita
pendek yang saya tulis mempertemukan banyak orang, saya tetap tak berkeinginan
untuk sering-sering bertemu dengan mereka. Saya tak mau bertemu dengan
seseorang walau saya merindukannya dengan sangat, hanya karena jika saya
melihatnya lagi, saya takut kehilangan lagi.
Tulisan ini terjadi karena baru saja saya ingat meeting yang terjadi sepekan lalu.
Kamis sepekan lalu, dan saya berujar; "Ya Tuhan, sudah seminggu ya?" kata saya,
"Sebentar saya duduk dulu." lanjut saya seraya mendudukkan diri di sofa ruangan
produser saya. "Waktu berlalu tanpa terasa." lanjut saya lagi seraya menarik nafas.
Beruntunglah kalian yang tak dilahirkan sebagai seorang (badut) yang merasa
ketakutan dan kesepian di dunia ini.
***
12
13
14
15
Hahaha, sang gadis tergelak, tawanya membahana, namun bagaimana pun juga,
dia tetap cantik, semua orang yang menatap kearahnya terpana. Entah dengan cara
apa Tuhan menciptakan makhluknya ini, hingga apapun yang dibuatnya, cantik dan
cantik dan cantik dan cantik yang ditangkap mata.
Dan saya selalu penasaran setiap ada pertanyaan seperti itu dilontarkan kepadanya,
menunggu kapankah dia akan mengaku bahwa sayalah lelaki yang selalu ada
kearah manapun gadis itu memandang. Selalu disisinya dengan berbagai
penyamaran.
Saya.. kata gadis itu kemudian, setelah tawanya mereda. Masih senang
sendirian! lanjutnya dengan tegas. Semua terpana dengan jawaban itu, aku pun
berdiri dalam diam.
Ada pertanyaan lain? tanya si gadis cantik ke arah wartawan.
Pipi Anda, kata si wartawan kemudian, Dibawah hidung Anda..
Ya?
Ada noda putihnya.
Gadis cantik itu buru-buru meraba seluruh wajahnya dengan telapak tangannya
sendiri. Laki-laki sialan, sudah dibilang boleh menyamar jadi apa aja asal jangan
badut! gerutu si gadis cantik dengan cepat. Namun tiba-tiba ia menyadari apa yang
dikatakannya. Dan tentu saja terlambat. Banyak mata segera beralih kearah saya
berdiri. Juga kamera-kamera. Lampu blitz pun menyala dengan cepat serta
menyilaukan.
Besok, begini headline-nya:
Sang gadis cantik berciuman dengan badut walau tak tertangkap kamera.
Sepertinya gadis cantik itu lupa, badut bukan bagian dari penyamaran. Saya
memang badut dan mungkin karena itu dia tak mau mengakui saya, sebagai
kekasihnya.
***
16
17
dipastikan dan undangan tengah naik cetak. Masak mencari pengisi acara saja
susah?
Sekarang saya mulai putus asa dan buru-buru melihat notes, ah syukurlah masih
tersisa beberapa nomor telepon. Saya kembali bersemangat menakan tuts-tuts lagi.
08170901986
Seperti biasa, nada tunggunya sebuah lagu
Kemarin kau datang menemuiku aku
Bah! Lagu siapa nih?
Lelah hati ini mencari dirimu, lelah kaki ini untuk melangkah
Hmmm
Kamu dimana dengan siapa? Semalam berbuat apa? Disini aku menunggumu dan
bertanya
Oalah, si Yolanda
Yo!
Eh, Yolanda sudah mengangkat teleponnya.
Hai mas, eh mbak, Yolanda itu mas atau mbak?
Saya om-om, ada perlu apa?
Begini, saya dapat nomor telpon ini di pohon waru di pinggir jalanan
Bah! Saya sudah ganti profesi. Jawab suara dari seberang itu.
Aduh mas, eh mbak, duh om, tolonglah saya, saya sudah menelpon beberapa
nomor dan semuanya sudah ganti profesi, saya bisa dipecat kalau begini caranya,
masak saya nggak bisa mencari pengisi acara. Kata saya mencoba merayunya.
Tidak bisa kisanak, saya sudah menjual semua perlengkapan saya, semuanya laku
dalam sekejap, sekarang saya sudah tak punya lagi. Kilah suara dari seberang.
Waduuuuh. Ya sudah ya om, terimakasih banyak. Kata saya kemudian.
Yo, sama-sama.
Tut.
*
Sekarang wajah saya mulai pucat.
Terbayang wajah marah bos saya gara-gara saya tak becus bekerja. Segera saya
melihat catatan nomor-nomor telpon di notes lagi dan mulai menekan angka-angka
di pesawat telepon.
081314703540
Kau temukan aku, ketika kurapuh, terdampar membisu seperti debu..
Hmm, nada sela yang bagus. Ini baru lagu, saya suka lagu ini. Semoga pemilik
handphonenya tak buru-buru mengangkat, saya tengah menikmati lagu ini.
Beri aku cinta, beri aku rasa, agar aku bisa seperti dirimu. Beri aku sentuhmu, beri
aku rindumu, agar aku bisa seperti hidup kembali
Perlahan saya mulai ikut bersenandung. Kau nyalakan cahaya hati yang telah mati,
kau terangi gelap dihati, bangkitkan jiwaku, dari mimpi burukku. Beri aku cinta
18
Ah benar-benar lagu yang bagus. Nada sela yang sangat berkelas. Tapi kok lama ya
ngangkatnya?
Halo?
Halo?
Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta.
Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta.
Halo?
Halo?
Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya?
Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya?
Saya terdiam. Mencoba mencerna. Lalu mencoba bicara lagi.
Halo?
Halo.
Saya perlu seorang badut.
Saya perlu seorang badut.
Ya Tuhan, sepertinya saya menelpon nomor handphone saya sendiri.
***
19
20
Ayah? kata saya mengulang kata yang keluar dari bibir mungilnya, saya segera
menoleh kearah kursi berkulit hitam tempat ayah pacar saya duduk, tapi sosok itu
tak ada disana. Loh! Ayah kemana? tanya saya kemudian.
Ayah terkena serangan jantung. Kata pacar saya pelan.
Hah?! Bukannya tadi dia sudah duduk disitu? kata saya terheran-heran.
Tidak, dia terkena serangan jantung tepat ketika melihatmu pertamakali duduk tadi.
Kata pacar saya. Dia melihatmu dari ruang tengah. Dia tak bergerak, mulutnya
terbuka dan matanya terbelalak.
Hah?! seruku. Apa yang terjadi?
Ayah tadi bertanya padaku, katanya hari ini kau hendak memperkenalkan pacarmu
kepada Ayah, tapi kenapa kau malah mengundang badut ke rumah, siapa yang
ulang tahun? kata pacar saya. Saya terdiam.
Lalu pacar saya menjawab pertanyaan ayahnya itu. Badut itu pacarku, Ayah.
Dan matilah ayah pacar saya itu.
Saya, menantu yang cerdas. Langsung mendapatkan anak dan warisan dalam satu
paket.
***
21
22
23
24
Sewaktu nenek muda dulu, nenek keluar di malam hari, terkadang baru pulang pagi
hari hanya untuk mencari kodok. Kata nenek dengan lirih.
Kodok nek? tanyaku seraya menatap wajahnya yang berkeriput. Nenek
mengangguk.
Ya, nenek mencari kodok setiap malam. Jawab nenek.
Untuk apa nek? tanyaku penasaran.
Kodok-kodok itu nenek ciumi satu persatu. Jawab nenek dengan nada serius.
Hah?! seruku. Nenek serius? tanyaku lagi semakin penasaran, kali ini dengan
wajah sedikit jijik karena membayangkan mencium kodok.
Kau tahu, ada sebuah dongeng yang mengatakan, jika kau mencium seekor kodok,
maka jika kau beruntung, kodok itu akan berubah menjadi seorang pangeran
tampan. Jawab nenek dengan nada yakin dan mata berbinar. Tanpa sadar mulutku
membuka, istilahnya terperangah.
Nenek serius? tanyaku lagi. Nenek menoleh kearahku. Lalu tersenyum. Jadi
akhirnya nenek beruntung menemukan kodok yang jika dicium bisa berubah menjadi
seorang pangeran tampan itu?
Ya. Jawab nenek seraya tersenyum. Setelah sekian malam pencarian, nenek
menemukan kodok itu.
Wah! seruku bergairah. Lalu nenek mencium kodok itu dan kodoknya berubah
menjadi pangeran?
Ya, nenek menciumnya. jawab nenekku, Tapi kodok itu tidak berubah menjadi
seorang pangeran tampan yang sempurna.
Hah?! Lalu?! tanyaku penasaran.
Kodok itu berubah menjadi seorang badut yang lucu.
*
Kakek meninggal hari itu.
Tapi aku tak menangis karena melihat nenek tersenyum disebelahku. Mata tua
nenek memandangi nisan kakek yang baru saja dipasang. Ada sebaris kalimat yang
ditulis nenek dan berbunyi;
Disini terbaring laki-laki yang telah membuatku tertawa bahagia setiap hari.
***
25
26
Ayah pun bersyukur aku tumbuh seperti manusia biasa. Orde yang baru, masyarakat
yang mengaku lebih berbudaya dari badut pun kemudian tak lagi mengejar-ngejar
badut dan membinasakannya. Mereka cukup puas dengan mendatangkan badut ke
sebuah pesta dan mentertawakan sepuasnya. Rasanya lebih membunuh dari
pembunuhan itu sendiri karena yang mentertawakan adalah anak-anak kecil yang
tak tahu apa-apa.
Kalian boleh tak percaya kisahku ini. Tapi aku beri tahu sebuah rahasia. Kalian bisa
pergi ke sebuah restoran cepat saji franchise dari Amerika, dan jika kalian melihat
ada badut duduk dipintu masuknya, itulah sisa-sisa kejayaan Orde Badut di dunia.
Diam-diam dengan memberi makanan yang tak sehat, mereka membunuh manusia
perlahan-lahan dan kejayaan Orde Badut di dunia akan kembali suatu saat nanti, itu
yang aku yakini. Karena kami kaum badut, tersenyum diantara kalian yang tertawa.
Bagaimana pun budaya badut masih tersisa, manusia berlomba-lomba memoles
wajah dengan kosmetik mahal. Dan seraya menyantap burger aku selalu mengingat
kata Ayahku, Walau manusia-manusia itu tak memakai make-up putih tebal dan
berhidung merah, namun terkadang tingkah polahnya lebih lucu daripada Badut.
***
27
28
panik. Kamera sibuk mengambil gambar. Dan satu jam kemudian, Negara
mengumumkan kematiannya akibat serangan jantung.
Rakyat pun bersedih.
Air mata membanjir dimana-mana, dari rumah-rumah petak dibawah jembatan,
hingga rumah-rumah megah di Pondok Indah. Semua orang mengenang tekad dan
keberaniannya untuk meningkatkan kemakmuran negerinya yang menderita ini.
Televisi pun menyiarkan berulang-ulang janji-janjinya selama kampanye, video
pelantikannya. Hingga dalam hati setiap manusia yang hidup di negeri ini muncul
rasa penyesalan, sang Presiden sebenarnya pantas diberi kesempatan lebih dari
seratus hari.
Maka tiba-tiba televisi penuh dengan ucapan terimakasih dari masyarakat pada sang
Presiden. Billboard-billboard yang biasanya penuh berisi iklan produk sabun dan diisi
wajah-wajah artis ibukota pun berganti dengan wajah close-up sang Presiden serta
tambahan kata terimakasih.
Pengamat-pengamat politik yang semula berada dipihak demonstran dan bersamasama mencaci-maki janji Presiden yang tak kunjung terwujud, kini berbalik haluan.
Semua berbalik menyuarakan suara hati nurani rakyat yang kehilangan sosok yang
begitu mereka cintai.
Bapak Presiden memang telah berpulang, kata-kata Menteri Sekretaris Negara
yang memimpin acara doa bersama di depan jenazah Presiden yang disemayamkan
di Istana terdengar penuh kesedihan. Beliau adalah sosok yang hebat, punya
keberanian dan impian besar untuk membawa bangsa ini keluar dari jurang
kehancuran. Lanjut Mensesneg. Sudah semestinya kita kehilangan, benar-benar
kehilangan. Tambah sang menteri. Sudah semestinya rakyat berduka sangat
dalam, ujarnya sang menteri. Andai saja, kita semua yang ada disini dan seluruh
rakyat berdoa pada Tuhan agar sosok Presiden kita kembali diberi kesempatan.
Kata sang menteri lagi, suaranya diselingi isakan. Ruangan itu pun semakin hening,
suara isak terdengar dimana-mana.
Kini waktunya peti mati bapak Presiden ditutup untuk selama-lamanya. Sang menteri
bergerak menuju peti kayu berukir kiriman dari Jepara itu. Suara isak berubah
menjadi tangis. Sang Presiden akan pergi untuk selamanya. Tapi langkah sang
menteri berhenti tiba-tiba, wajahnya mendadak pucat.
Beliau masih hidup! teriak sang menteri. Semua orang terkejut setengah mati,
hampir sama terkejutnya ketika presiden terkena serangan jantung tempo hari. Dan
benar saja, dari dalam peti mati, sosok sang Presiden melompat keluar, lalu berdiri
begitu saja dengan gagahnya, tak kurang suatu apa. Para hadirin tersenyum
gembira, orang-orang mulai sujud syukur. Presiden mereka yang pemberani telah
kembali! Televisi Nasional segera menyiarkan kembalinya presiden dari kematian
dan para ulama menghimbau rakyat untuk melakukan sujud syukur Nasional.
Benar kata bapak, rakyat masih membutuhkan bapak. Kata sang menteri setengah
berbisik kepada Presiden yang berdiri disampingnya seraya melambaikan tangan
pada hadirin. Rakyat kita benar-benar suka cerita drama, pantas sinetron-sinetron di
29
30
31
Dan di lampu merah kedua, saya membelikan sekuntum mawar untuknya malam ini,
seharga sepuluh ribu dan saya membayarnya dengan dua lembar lima ribuan,
menaruh kuntum mawar itu dengan hati-hati di saku belakang jins dan kemudian
saya berlari menuju rumahnya yang sudah tinggal berbelok di depan sana.
Hanya sekali ketuk, pintu rumah besar itu terbuka. Ibu pacar saya yang
membukakan pintu dan menyuruh saya duduk, saya menaruh kuntum mawar itu
diatas meja. Lima menit kemudian, sang ibu pacar saya datang kembali seraya
membawa cangkir berisi minuman hangat. Saya bisa menebak, tentu saja pacar
saya masih sibuk berdandan, begitulah kebiasaan perempuan.
Diminum dulu nak, kata ibu pacar saya yang mengambil duduk didepan saya. Saya
segera meraih cangkir itu dan meneguk teh manis hangat yang segera membuat
lelah di tubuh saya hilang. Kamu masih belum bisa melupakan ya? tanya sang ibu
pacar saya tiba-tiba, nada suaranya sangat lirih. Saya segera menatapnya, seraya
menaruh kembali cangkir keatas meja.
Maksud ibu?
Pacarmu kan sudah tidak tinggal disini. Jawab ibu pacarku.
Maksud ibu?
Dia kan sudah tinggal di surga. Ujar ibu pacarku.
Maksud ibu?
Sebuah bajaj menabraknya ketika hendak menyebrang jalan di lampu merah kedua
sebelum belokan menuju rumah ini. Urai ibu pacarku.
Maksud ibu? Tanyaku lagi, berkali-kali. Ibu pacarku mulai menitikkan air mata.
Maksud ibu? tanyaku sekali lagi, Pacarku mati di lampu merah kedua sebelum
belokan kerumah ini?
Kamu seperti badut ya, lucu sekali, jawab sang ibu pacarku almarhum, Ya,
pacarmu telah tiada dan kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu.
***
32
33
34
suara sang perempuan! Sekarang kalian sudah percaya kan pada saya? Saya tidak
sedang berkhayal dan mengigau!
Kenapa lama sekali sih menjawabnya? tanya saya kemudian. Ini pertanyaan
khusus untuk kalian, jadi kalian tahu kenapa perempuan disamping saya ini begitu
lama menjawab pertanyaan saya.
Oh, aku sedang menikmati malam yang indah ini. Jawabnya, wajahnya jauh
mengarah ke samudera. Sinar bulan yang dipantulkan bulan dari matahari membuat
wajahnya sangat syahdu. Hati saya langsung berbunga-bunga. Ya, ini malam yang
telah lama saya impikan. Sekali lagi, dan saya mengulang ini bukan untuk membuat
kalian semua iri, malam yang indah dengan sinar bulan yang sempurna, saya di bibir
pantai bersama seorang perempuan dan menggenggam tangannya!
Aku juga tak ingin waktu segera berlalu. Kata saya seraya mempererat genggaman
tangan saya. Dan sekali lagi, ini bukan kalimat untuk membuat kalian iri, saya
semakin menggenggam tangannya yang lembut itu.
Aku juga tak ingin malam ini berlalu dengan cepat, kata suara yang terdengar
sangat lembut dan hangat dari samping saya. Oh syukurlah, betapa bahagianya, dia
memiliki keinginan yang sama dengan saya. Mungkin sebentar lagi saya akan
mencium bibirnya yang merekah itu. Berciuman dibawah sinar bulan adalah salah
satu keinginan saya.
Tapi, kau tak memakai jaket atau sweater seperti aku, kata gadis itu lagi, Nanti
kamu masuk angin sayang, kata perempuan disebelah saya itu tiba-tiba, nada
suaranya penuh rasa khawatir. Oh betapa bahagianya diri saya, anda bisa rasakan
juga kan perhatiannya? Dan saya menoleh padanya dengan tersenyum, semua akan
baik-baik saja, bahkan jika saya sakit, saya rela sakit demi dirinya. Oh tapi tenang,
saya selalu membawakan vitamin buat kamu, karena aku tahu kamu menderita
darah rendah, iya kan?
Saya menatap wajahnya yang sekarang risau, satu tangannya segera masuk
kedalam saku sweater biru mudanya, mengambil sebuah kapsul berwarna merah
beserta satu kemasan gelas air mineral. Minum sekarang, biar tubuh kamu kuat,
pinta perempuan itu, Jadi kita bisa semalaman berada di pantai ini.
Semalaman di pantai? Wow! Seru saya dalam hati, buru-buru saya menelan kapsul
itu dan mengirimnya ke lambung dengan air mineral cepat-cepat. Tentu saja saya
tak mau sakit saat momen berciuman datang kan?
Tapi sial!
Kenapa kepala saya sekarang pusing?
Aduh, obat itu terlambat saya minum.
Mata saya menjadi berat dan berkunang-kunang. Bulan purnama menjadi samar.
Dan sepertinya, tubuh saya menjadi bertambah berat dan merosot jatuh ke pasir.
Saya genggam tangan perempuan itu kuat-kuat, dan sepertinya ia berteriak
memanggil orang-orang, mungkin minta pertolongan. Antara sadar dan tidak, saya
masih mendengar suara perempuan itu berteriak.
35
Ayo sini! kata perempuan itu, Buruan, bawa tandunya kemari! perintahnya.
Tandu? Ya, saya merasa tubuh saya kemudian diangkat dan dibaringkan ke atas
tandu yang dibawa dua laki-laki tinggi besar. Kalian memarkir ambulannya di mana
sih? suara perempuan itu lagi. Lain kali, parkir ambulannya jangan jauh-jauh dong,
jadi pasien bisa segera dikembalikan ke rumah sakit jiwa.
***
36
37
38
39
40