Anda di halaman 1dari 44

Si Badut,

Orang Gila Dan


Bapak Presiden
Ditulis oleh Fajar Nugros
Kumpulan Cerita Pendek Untuk Mereka Yang Tidak Termasuk Kategori Diatas.

ii

Si Badut, Orang Gila Dan Bapak


Presiden

Fajar Nugros 2010

iii

Kata Pengantar dari Penulis


Ini adalah kumpulan cerita pendek berkisah panjang tentang
sebuah negeri yang makmur sentosa. Tentang badut-badut yang
tak kenal lelah menghibur rakyatnya. Tentang orang-orang gila
yang tertawa-tawa dan tentu saja tentang pemimpin negerinya.
Fajar Nugros menuliskannya sebagai saksi kemakmuran negeri itu
dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'.

iv

1. Cinta Di Rumah Makan Padang


Saya pernah punya pacar.
Atau well, setidaknya saya pernah mengaku-ngaku punya pacar. Pacar, kekasih,
artinya sangat sederhana buat saya. Dialah yang memberi saya genggaman yang
menenangkan hati dan pelukan yang menghangatkan. Dan tentu saja pangkuannya
adalah tempat paling aman di dunia. Begitu rasa saya, itu pengakuan saya.
Getar-getar itu dimulai ketika saya melihatnya pertama kali. Lalu semakin bergetar
ketika saya melewati rumahnya. Begitulah, kemanapun saya pergi, semua jalan
yang saya lewati selalu melewati rumahnya. Setiap merindukan wajahnya saya
selalu mendongak keatas dan menatap bintang, dan itu cukup buat saya. Saat
menghirup bau tanah yang baru saja tersiram hujan, saya selalu mengenang harum
dirinya. Begitulah dulu. Sesederhana itu.
Lalu kami berkenalan.
Saya menyodorkan tangan saya dan untuk pertamakali saya bisa menggenggam
tangannya. Ingin rasanya menggenggam selama mungkin, tapi tentu saja tak bisa.
Ingin selalu memandang wajahnya, tapi tak bisa.
Kemudian kami pergi bermalam Minggu bersama.
Saya sudah mempersiapkan diri sejak sore. Mencuci motor. Membeli minyak rambut
juga parfum di warung terdekat. Ibu memberi saya uang saku, untuk bensin dan juga
membeli tiket bioskop dan mentraktir makan.
Cinta waktu itu sungguh sederhana. Saat bunga mawar merah hanya setangkai
masih sungguh bermakna. Kami hanya melihat mata, aku menggenggam tangannya.
Lalu dia menyandarkan kepalanya di bahuku.
Lalu kenapa sekarang semuanya berubah?
Dunia kah yang berputar sedemikian cepat?
Hingga malam ini saya duduk sendiri dan mengenang itu semua?
Setiap saat saya berjalan mengelilingi kota ini, melewati rumah-rumah mewah dan
besar yang selalu membuat saya bertanya, siapa yang menyapu rumah itu setiap
hari? Tapi rumah-rumah itu tak lagi membuat hati saya bergetar. Itu bukan rumah
sederhana yang melihat pagarnya saja membuat hati saya bergetar, bukan rumah
yang membuat saya menebak-nebak dimana gadis pujaan saya memejamkan
matanya kala malam. Harum bau hujan telah tergantikan wewangian mahal yang
berganti setiap musim. Dan hidung saya yang sederhana tak mampu lagi
mengidentifikasikan keindahannya.
Saya hanya ingin menggenggam tangannya. Itu saja. Tapi rupanya sekarang kita
terlalu banyak bertanya pada cinta. Kenapa saya, kenapa kamu, kenapa hujan,
kenapa terang, kenapa malam?
Cinta tak bisa lagi seperti rumah makan Padang itu, sederhana.
Dan kerumitan cintalah yang membuat saya sekarang gila.
***

2. Orang-Orang Yang Membuat Saya Menjadi


Gila
Aku tak tahu dari mana mereka datang. Tahu-tahu mereka sudah berdiri mengelilingi
ranjang tempatku berbaring. Sebelum aku benar-benar sadar, orang-orang itu sudah
tersenyum gembira melihatku akhirnya terbangun dari tidurku. Dan sebelum aku
bertanya dimana diriku berada, dimana aku berbaring, mereka sudah bertepuk
tangan kegirangan. Serta sebelum aku bertanya apa yang sesungguhnya terjadi,
mereka sudah melontarkan berbagai pertanyaan kepadaku.
Apakah kau orang yang kami cari? tanya salah seorang diantara mereka. Laki-laki.
Hey, aku tak tahu orang seperti apa yang kalian cari. Bisikku dalam hati.
Apakah kau orang terkenal itu? tanya yang lain lagi. Hey, aku tak pernah merasa
terkenal. Lalu terdengar suara sahut-menyahut, iya benar dia, dia yang terbaring itu,
maksudnya aku, adalah sosok yang mereka cari, orang yang berkata itu mengatakan
aku pernah datang ke rumahnya, saat anaknya merayakan ulang tahun.
Jadi benar kamu yang kami cari? sebuah pertanyaan terlontar lagi. Kali ini aku
menyerah, dan mengangguk saja. Baiklah, kami membutuhkanmu. Benar-benar
membutuhkanmu! kata laki-laki lain.
Beberapa laki-laki lalu membangunkanku, tubuhku masih lemah, tapi mereka
membuatku duduk. Lalu salah seorang dari mereka mulai mengusap wajahku
dengan bedak cair berwarna putih. Terus merata hingga wajahku begitu putih.
Mereka memasangkan rambut palsu berwarna kuning dan mulai membersihkan baju
gombrongku yang kotor penuh debu.
Untunglah kau selamat, sekarang kami membutuhkanmu. Kata laki-laki lain.
Karena sepertinya, dari seluruh keluargamu dan rekan-rekan seprofesimu hanya
kau yang selamat, jadi orang-orang sekarang bergantung padamu. Kata laki-laki itu
lagi. Aku? Hanya aku yang selamat? Istriku? Anakku? Saudara-saudaraku? Rekanrekan seprofesiku?
Tak ada yang selamat, semua yang kau sebut itu meninggal karena gempa. Jawab
laki-laki itu, Sekarang ayo berdiri, biar ranjangnya bisa dipakai korban yang lain,
jangan lupa pakai hidung palsu merahmu itu dan segera hiburlah para korban gempa
yang tengah termangu itu. Buat mereka lupa akan kesedihan dan penderitaannya.
***

3. Seorang Badut Datang Ke Rumah


Aku bahagia hari ini.
Walau pun seharian tadi aku berkeringat, tapi semuanya terbayar dengan lunas.
Tamu-tamu undangan yang aku harap berkenan datang, hadir seluruhnya. Pita-pita
warna-warni memenuhi ruang tengah rumah mungilku. Balon-balon juga memenuhi
ruangan, warna-warnanya pun menambah setiap mata yang melihat menjadi
tersenyum bahagia.
Hari ini, buah cintaku merayakan ulang tahun pertamanya. Ya, tentu saja anakku itu
belum mengerti apa yang terjadi, dia pulas tertidur dipelukan baby sitter-nya, tapi
hari ini adalah hari besar baginya, genap setahun anak laki-lakiku itu lahir ke dunia.
Selesai ashar, tak berapa lama, tamu undangan bermunculan. Tentu saja mereka
semua adalah kolegaku dan anak-anaknya, tetangga-tetangga yang mempunya
anak kecil aku undang semua. Selagi aku berbincang dengan orang-orang dewasa,
aku sudah mempersiapkan hiburan untuk anak-anak yang menjadi tamu di hari
ulang tahun pertama anakku.
Badut itu datang tepat waktu.
Ia langsung disambut anak-anak yang memenuhi ruang tamu, berlarian memeluk
dan menarik-narik baju sang badut. Ah, aku suka sekali badut, sejak kecil aku selalu
berharap ulang tahunku dimeriahkan oleh kedatangan seorang badut. Berpakaian
warna-warni dan berhidung merah. Jika tak ingat umurku yang hampir mencapai
kepala tiga dan beranak satu, aku sudah berlari dan memeluk badut itu. Serta
menarik hidung merahnya. Jadi aku hanya memandang badut ulang tahun anakku
dari kejauhan seraya tersenyum.
Oh, hari ini akan lebih lengkap, seandainya suamiku turut serta hadir disini. Sayang
ayah anakku itu pergi terlalu cepat. Tanpa sadar, tanganku bergerak ke sudut mata,
menepis bulir air yang menetes. Aku memandang wajah suamiku yang tersenyum
penuh wibawa pada foto besar di dinding ruang pesta. Aku yakin suamiku melihat
semuanya, bahwa buah hatinya kini telah berumur satu tahun.
Ah sudahlah, untuk apa bersedih di hari yang bahagia ini?
Aku segera mengalihkan pandanganku dari foto suamiku almarhum dan kembali
memandangi sosok badut yang tengah menari-nari menghibur anak-anak itu. Dan
tanpa sadar, sudut bibirku kembali tersenyum. Aku yang telah tua, ibu beranak satu,
turut terhibur dengan tingkah polah sang badut yang kini bermain-main dengan
anakku yang tengah digendong oleh baby-sitternya itu. Anakku tertawa-tawa nyaring
melihat wajah sang badut.
Dan kau tahu.
Badut memakai rambut palsu.
Badut memakai hidung palsu.
Badut memakai make up tebal.
Badut memakai baju rapat dari pergelangan tangan hingga mata kaki.
Badut memakai sarung tangan warna kuning dan sepatu besar.
Tapi ada yang tak bisa disembunyikan oleh seorang badut. Ia tak bisa menutupi

matanya dengan riasan apapun.


Senyumku hilang karena tiba-tiba hatiku bergetar. Dia yang sedang bermain dengan
anakku, di hari yang berbahagia ini. Bukanlah seorang badut. Siapa sosok yang
tengah bercanda dengan anakku itu. Kau boleh menebaknya kalau berani. Karena
aku pun hanya bisa terduduk dan diam.
***

4. Hidung Merah Bapak Presiden


Hari ini sungguh panas.
Dan aku hampir yakin jika Jakarta diciptakan Tuhan di depan pintu neraka.
Panasnya luar biasa. Apalagi jika tepat pukul 12 siang seperti ini, hari Minggu, dan
kamu melaju di dalam Kereta Rel Listrik tanpa pendingin, rasanya seperti ikan asin
yang dijemur di atas nampan bambu yang berderet di Muara Karang.
Tapi bagaimana pun, aku menghadapi panas hari Minggu siang ini dengan
tersenyum. Seraya duduk bergoyang-goyang dalam kereta, tanganku menggenggam
kertas berisi alamat sebuah rumah.
Anda Ketuanya?
Aku mengangguk. Lalu laki-laki itu meraih handphone-nya dan berbicara dengan
seseorang di seberang. Kemudian, laki-laki berkemeja batik mahal itu menyerahkan
secarik kertas berisi alamat kepadaku. Anda saya tunggu besok siang pukul 2 di
alamat yang tertera dikertas ini. Kata laki-laki kemudian, seraya pergi berlalu.
Sebuah pesta kah?
Pesta apa? Perkawinan? Reunian? Ulang Tahun?
Tak ada penjelasan lebih lanjut. Dan rasa penasaran itu masih menggantung
dibenakku, sejak semalam hingga aku berada di dalam gerbong kereta ini.
*
Sepertinya acara yang aku datangi sungguh istimewa.
Mobil-mobil parkir memenuhi jalanan menuju rumah itu. Polisi tampak dimana-mana,
mungkin tamu tuan rumah orang-orang penting. Juga ini; wartawan dengan kamerakamera televisi yang besar-besar dan banyak! Gila! Acara apa ini?!
Mulanya kamera-kamera itu tak mengarah padaku, tapi ketika lelaki yang semalam
datang kerumahku tampak menghampiriku, kamera-kamera itu buru-buru berebut
mendekat ke wajahku. Aku pun mengikuti laki-laki berbatik mahal yang melangkah
dengan cepat masuk ke dalam rumah.
*
Sesaat kemudian, aku telah duduk di sebuah sofa cokelat tua dari kulit yang aku
pikir-pikir pasti sangat mahal. Laki-laki berbatik itu memberiku segelas air putih.
Anda membawa perlengkapan kan? tanya laki-laki batik mahal itu. Tentu saja, dan
aku mengangguk. Bagus, bisa lihat hidung palsu berwarna merah itu?
Aku segera mengeluarkan hidung karet berwarna merah itu dari dalam tas dan
menyerahkan pada laki-laki itu, ia tersenyum sebentar, menimang-nimang lalu pergi
berlalu setelah memintaku berganti baju dengan baju badut.
*
Kita semua tahu Negara kita penuh dengan bencana, gempa, tanah longsor, banjir
bisa terjadi kapan saja di negeri ini. terdengar sebuah suara yang sangat
berwibawa, telingaku menangkapnya dengan baik seraya berganti baju dan
memakai riasan wajah. Karena itu, saya beberapa hari ini berpikir membentuk

kementrian khusus untuk menangani bencana-bencana itu, guna meringankan


beban rakyat kita yang setelah merdeka, masih saja menderita. Suara itu terus
terdengar. Tanpa sadar aku menyimak.
Jadi saya akhirnya memutuskan untuk membentuk Kementrian Penghibur Rakyat.
Lanjut suara yang terdengar dari pendopo rumah itu. Dan yang saya pilih untuk
duduk sebagai Menteri adalah seorang Badut.
*
Heh! Ayo bangun!
Apakah aku bermimpi?
Tidak, kau tidak bermimpi, kau seorang menteri sekarang. Selamat!
Menteri?
Ya, kau Menteri Penghibur Rakyat.
Menteri Penghibur apa? Lalu apa tugasku?
Tetap saja seperti sekarang, menjadi badut, mendatangi tempat-tempat bencana,
menghibur rakyat yang menderita, hingga mereka lupa akan penderitaan mereka,
lupa jika bantuan belum tiba.
Oh.
Dan jangan lupa besok mula bekerja!
Besok?
Ya, besok bapak Presiden akan menaikkan tarif listrik, gas dan bahan bakar
minyak! Well. tentu saja akan semakin banyak rakyat yang menderita. ujar lelaki
berbatik mahal itu seraya berlalu pergi.
*
Ada pertanyaan tentang kementrian baru ini? tanya lelaki dengan suara berwibawa
itu pada puluhan wartawan yang berdiri dihadapannya. Sebelum saya
memperkenalkan Menterinya?
Maaf Bapak Presiden.. terdengar sebuah suara dari kumpulan wartawan itu.
Ya, silahkan bertanya. Pinta si lelaki berwibawa.
Ada hidung badut menempel di hidung bapak.
***

5. Aku Adalah Senyum Kekasihku


Saya suka gadis itu.
Buat saya, kesan pertama sangat menentukan. Kalian tahu, saya tidak bisa
menjelaskan bagaimana hati saya bekerja, bagaimana perasaan saya bekerja, tapi
begini, ketika saya berjumpa dengan seseorang, saya bisa merasakan baik dan
buruknya. Sekilas, saya akan melihat sesuatu tentangnya, tentang saya dan dia
tentu saja.
Kemudian mata kami berpapasan, pada satu dua detik yang menentukan. Dan
kalian tahu, saya kemudian bisa membaca hatinya. Merasakan kebahagiaan dan
penderitaannya. Hingga satu kesimpulan yang menentukan ini;
Apakah kau sendiri, eh, maksud saya, apakah kau sedang tidak menjalani
hubungan dengan lelaki lain saat ini? tanya saya. Dan gadis itu mengangguk.
Kepalanya bergerak turun naik dengan perlahan, lalu segaris senyum mengarah
padaku. Pasti kalian paham, itu adalah awal yang bagus untuk langkah selanjutnya
bukan?
Maka keesokan harinya masa depan semakin terlihat jelas, maksud saya tentu saja
masa depan diri saya dan dirinya. Saya mengajaknya pergi menonton film, kemudian
makan lalu menghabis waktu semalaman untuk bertukar cerita. Well, saya tak
berbakat dalam seni, tak pandai memetik gitar apalagi menulis lirik lagu yang
membuat gadis itu terpikat setengah mati. Saya pun tak pandai merangkai kata-kata
menjadi puisi sederhana yang bisa membuatnya terbuai. Suara saya pun tak merdu
menusuk kalbu. Tapi yang namanya jodoh, benar-benar sukar dimengerti. Dan
kalian harus sangat mengerti kalimat saya selanjutnya ini; bahwa setelah melewati
beberapa kali malam Minggu bersama-sama. Menonton beberapa film Hollywood
bersama-sama pula. Menemani hari-harinya yang sepi. Gadis itu sepertinya
membutuhkan saya.
Dan kalian harus mengerti, ternyata tak semua cewek terpingsan-pingsan dengan
petikan gitar. Tak semua gadis mulutnya menganga melihat ketampanan. Tak
semua perempuan terpesona dengan liukan otot lengan. Tidak, saya bukan tipe lakilaki idaman. Tapi saya berhasil mengalahkan saingan-saingan saya, cowok-cowok
bergitar. Laki-laki pengendara mobil Eropa. Pria-pria maskulin. Pejantan-pejantan
berotot. Semua tipe makhluk Adam ideal itu kandas oleh saya. Intinya, yang kalian
harus tangkap disini adalah, gadis cantik impian hampir semua makhluk dari Mars
untuk menghias ranjang itu sekarang resmi menjadi pacar saya.
Tapi kemenangan saya dari semua laki-laki itulah yang membuat saya bertanyatanya dalam hati. Sayang, kenapa sih kamu memilihku menjadi kekasihmu?
Dan seperti biasa, gadis cantik kekasih saya itu tersenyum, Sayang, katanya
memakai kata awalan paling mesra sedunia itu, Kamu kan tahu hidupku sudah
berat, syuting-syuting-syuting, gosip-gosip-gosip dan gosip, belum lagi masalah A
dan masalah B yang ruwet, satu jerawat kecil di pipiku aja bisa jadi masalah
Nasional, jawab gadis cantik kekasihku itu.
Jadi? tanyaku.

Ya aku membutuhkanmu untuk selalu menghiburku. Apa kamu nggak senang


melihat pacarmu ini selalu tersenyum karena tingkahmu yang lucu itu? Lanjut
kekasih saya, Sudah ah jangan banyak tanya, mending kamu pasang lagi hidung
palsu itu. Pintanya lagi. Saya tak kuasa menolak permintaannya dan segera
memasang hidung karet palsu berwarna merah itu, dihidung saya.
Pacar saya pun tersenyum.
***

6. Hanya Badut Yang Tertawa


Rokok saya Djarum Super. Semua orang mungkin sudah tahu karena dari dulu saya
tak pernah menghisap rokok lain. Selain cocok, awal mula saya menghisap Djarum
sebenarnya sederhana, saya jarang punya duit untuk bisa membeli rokok
sebungkus, dan Djarum bisa dibeli sebatang dua batang, atau jika ada uang lebih,
saya beli lima batang. Penjualnya akan memasukkan lima batang itu dalam plastik
kecil mengikatnya dengan karet dan menyerahkannya pada saya. Atau jika saya
membeli dua batang, satu akan saya nyalakan saat itu juga, dan satu batang lagi
menyelip diatas telinga saya.
Dan baru saja saya tengah meyusuri trotoar jalanan Jakarta yang senyap dan dingin
setelah mencari warung yang menjual Djarum batangan ketika saya melihat seorang
laki-laki duduk sendiri di halte. Ada korek? tanya saya pada laki-laki yang tampak
kuyu itu.
Ada rokok? tanyanya balik. Ini barter yang setimpal. Rokok dan korek. Tidak
berlaku idiom tak ada korek rokok pun jadi, pun sebaliknya dalam hubungan antara
rokok dan korek ini. Maka saya mengeluarkan plastik bening dengan ikatan karet
diujungnya itu, lalu menyerahkan sebatang pada laki-laki itu, ia segera menyerahkan
korek gas pada saya.
Menunggu bus? tanya saya basa-basi. Laki-laki itu menggeleng. Wajah Anda
kayak orang baru dipecat. Pucat dan tanpa harap. Kata saya dengan berani. Tapi
laki-laki itu memandang saya dengan hangat, asap rokok menghembus dari
mulutnya.
Saya laki-laki gagal. Begitu katanya.
Oh ya? jawab saya.
Setiap kali bekerja, saya tak pernah bisa seperti apa yang diharapkan oleh klien
saya. Ujar laki-laki itu lagi.
Begitukah? balas saya. Kemudian saya menjadi tertarik dengan ceritanya dan
mulai duduk di halte yang sepi itu.
Hari ini tadi saya mendatangi klien saya dirumahnya, menjumpai tamu-tamunya,
semestinya saya bisa membuat mereka semua tertawa, klien saya dan tamutamunya tertawa, itu tugas saya, tapi ketika saya melangkah masuk ke ruang pesta,
menari-nari, membuat gerakan yang semestinya lucu, semua hanya menatap saya
dengan dingin. Kata-katanya saya dengar dengan jelas. Semestinya mereka
tertawa bahagia. Tapi ruang pesta itu sunyi, mereka hanya memandang saya
dengan dingin.
Benarkah? tanyaku seraya menatap lekat-lekat sosok disebelahku, wajahnya
ternyata bukan pucat, tapi make up putih yang tebal, hidung palsu merahnya tampak
seperti hendak lepas, baju warna-warninya kusam.
Ya, bahkan ketika aku berjoget-joget, mereka tetap diam tak bergerak. Kamu nggak
percaya kan? ucapnya, Aku gagal, aku tak bisa membuat orang tertawa.
Serius? tegasku.
Iya! jawab laki-laki itu, Lalu mereka melempariku dengan potongan-potongan kue
hingga aku berlari keluar rumah dan pergi dari tempat pesta itu.
HAHAHAHA! aku tak kuasa menahan tawa, HAHAHAHA! dan masih terus

tertawa, HAHAHA.
***

10

7. Makhluk Paling Kesepian Di Dunia


Saya punya handphone yang kini bernama blackberry. Saya ingat, handphone
pertama saya dan terakhir yang dibelikan oleh bapak adalah Ericcson T-10 berwarna
hijau toska. Blackberry yang saya pakai kini, telah berusia setahun lebih. Itu saya
dapat dari kontrak film pertama saya, Queen Bee.
Kini hampir setiap hari, blackberry dengan keypad yang telah berantakan dan
trackball menghitam itulah yang menemani saya. Saya nggak akan ngomongin
tentang alat bantu komunikasi itu, saya hanya mau bilang, bahwa setiap kali
blackberry itu berbunyi, saya selalu ketakutan.
Saya selalu takut jika telepon yang masuk, sms yang datang dari Jogja. Kota tempat
saya dilahirkan, kota tempat bapak dan ibu saya tinggal. Saya takut kabar yang
datang adalah kabar yang buruk. Jadi setiap kali blackberry saya berdering, saya
berdoa semoga itu bukan telepon dari Jogja. Dan jika itu telepon dari Jogja, saya
berharap itu adalah telpon dengan kabar baik.
Kalian tahu, perasaan ketakutan itu hampir sama dengan perasaan senang ketika
kau mendapat telepon dari orang yang kau harapkan untuk menelpon. Untuk
memberimu kabar, hanya saja moodnya terbalik.
Saya mungkin orang paling menyedihkan dalam hidup ini. Saya orang yang selalu
ketakutan. Saya takut pada perjumpaan karena akhirannya adalah perpisahaan.
Setiap pulang ke Jogja dan pergi ke Jakarta lagi, saya tak pernah berlama-lama
mencium tangan bapak ibu saya, saya langsung berbalik dan pergi. Dan ketika saya
jauh di Jakarta, saya tak pernah berharap ada telepon dari Jogja karena dering
pertamanya sungguh menakutkan.
Baru saja seorang teman, yang mengaku selalu membaca kisah pendek saya
bertanya; Gue pengen tahu, kejadian apa, atau siapa yang membuatmu menjadi
seperti sekarang ini, bisa menulis dengan hati?
Kau tahu, kali pertama seseorang merasa bersyukur memiliki hati adalah ketika ia
merasakan patah hati untuk kali pertama. Cinta yang kandas akibat pengkhianatan,
atau hal lain yang mengakibatkan luka. Tapi tidak buat saya, yang paling
menyakitkan buat saya bukan sebuah pengkhianatan, penolakan, atau hal-hal yang
tajam yang membuat terluka. Tapi sebuah perpisahan karena sama-sama mengejar
impian.
Gadis itu berdiri didepanku.
Waktu itu saya menatapnya lekat-lekat.
Aku tak ingin kau pergi. Kataku. Dan gadis itu tersenyum, lalu berkata Tapi aku
punya keinginan, aku punya impian dan aku ingin mengejarnya.
Jadi begitulah kami berpisah.
Jadi begitulah mengapa aku mengejar impianku. Tak peduli hujan, tak apalah
sendirian. Jadi begitulah, luka pertama itu terjadi bahkan tanpa pengkhianatan atau
tetek bengek yang gak penting dalam cinta.

11

Dan karena itulah saya tidak suka perpisahan, apapun bentuknya. Bahkan ketika
bapak menelpon dan pembicaran berakhir, tak pernah ada kata penutup diantara
kami. Sedang ibu tak pernah menelpon saya sama sekali. Karena itu pula, saya
memilih dengan sangat sebuah perjumpaan. Bahkan ketika cerita pendek-cerita
pendek yang saya tulis mempertemukan banyak orang, saya tetap tak berkeinginan
untuk sering-sering bertemu dengan mereka. Saya tak mau bertemu dengan
seseorang walau saya merindukannya dengan sangat, hanya karena jika saya
melihatnya lagi, saya takut kehilangan lagi.
Tulisan ini terjadi karena baru saja saya ingat meeting yang terjadi sepekan lalu.
Kamis sepekan lalu, dan saya berujar; "Ya Tuhan, sudah seminggu ya?" kata saya,
"Sebentar saya duduk dulu." lanjut saya seraya mendudukkan diri di sofa ruangan
produser saya. "Waktu berlalu tanpa terasa." lanjut saya lagi seraya menarik nafas.
Beruntunglah kalian yang tak dilahirkan sebagai seorang (badut) yang merasa
ketakutan dan kesepian di dunia ini.
***

12

8. Tawa Pertama Di Dunia


Maaf-maaf, saya harus pergi! ujarku seraya mengambil langkah seribu, keluar dari
ruang tamu yang penuh dengan anak-anak kecil, mata mereka menatapku dengan
mulut terbuka dan sesaat kemudian aku telah jauh meninggalkan rumah besar dan
megah yang tengah menggelar pesta itu dibelakang.
Aku harus ke rumah sakit. Saat ini juga. Sebuah sms masuk dan mengabarkan
bahwa proses melahirkan telah berjalan lancar. Satu bayi mungil telah lahir kedunia.
Dan aku ingin berada ditempat dimana kehidupan baru itu dimulai saat sang bayi
menangis untuk kali pertama.
Maka begitulah, aku mencari sebuah ojek dan memintanya ngebut setengah mati
menuju rumah sakit di daerah Kemang. Ojek itu terus melaju, dari Pondok Indah
harus melewati kemacetan yang terjadi di Haji Nawi. Jika kecepatan ojek melambat,
aku menepuk-nepuk pundak tukang ojeknya, dan motor itu melaju kencang lagi.
Begitu tiba dirumah sakit, aku segera melompat turun dari motor butut si tukang ojek
seraya melemparkan selembar uang dua puluh ribuan, lalu melesat masuk ke dalam
rumah sakit.
Suster-suster, dimana tempat bayi melahirkan?! tanyaku dengan napas tersengal,
suster itu, dengan mimik kaku, mengarahkan telunjuk kirinya ke sebuah ruangan.
Aku segera berlari menuju pintu yang ditunjuk, berhenti seketika di depan pintu dan
membukanya perlahan, terdengar suara seorang laki-laki.
Selamat, bayi Anda seorang laki-laki! ujar laki-laki berjubah putih yang
membelakangiku. Tubuh sang ibu tampak terbaring diatas ranjang dengan seorang
laki-laki lain berkemeja plus dasi, tentu saja suaminya, berdiri menggenggam
tangannya. Aku berdiri dalam diam didekat pintu, melihat adegan itu.
Lelaki berjubah putih, pasti dokter yang tadi membantu persalinan, mulai membuka
selimut pembungkus bayi untuk memperlihatkan anak yang baru lahir itu.
Selimut dibuka dan terdengarlah suara tawa kecil seorang bayi. Dan bukan tangisan.
Sang ibu yang terbaring tiba-tiba menutup mulutnya dengan kedua tangan dan sang
laki-laki yang berkemeja plus dasi tadi tampak terkejut setengah mati. Wajah sang
suami merah padam.
Tiba-tiba aku berdehem.
Mata sang ibu segera menangkap kehadiranku, begitu pula suaminya yang berdiri
disamping ranjang, langsung menangkap kehadiranku, wajah merah padamnya kini
berubah menjadi amarah. Sang dokter yang masih menggendong bayi pun
membalikkan badan.
Kya-kya-kya..
Terdengar lagi suara tawa kecil seorang bayi. Mataku segera tertuju pada bayi kecil
mungil dipelukan sang dokter.

13

Tangannya menggapai-gapai udara dengan lucunya.


Bibirnya terbuka tertawa-tawa. Bayi yang sangat lucu, tak sabar aku ingin segera
memeluknya, menciuminya. Bayi yang sempurna. Tangan mungil, pipi tembem
dan hidungnya tampak mancung.
Eh apa itu?
Aku memperhatikan dengan seksama. Maju satu langkah dan akhirnya aku bisa
mendapati sesuatu diujung hidung bayi itu. Ada bulatan merah menempel disana.
Tanpa sadar aku segera mengarahkan tangan kananku pada hidungku sendiri.
Hidung palsu berwarna merah yang sama.
***

14

9. Kita Pernah Berciuman Dan Tak Tertangkap


Kamera
Gadis cantik itu tak pernah ketauan siapa pacarnya.
Semua laki-laki bertanya-tanya siapa lelaki yang beruntung menjadi pendampingnya,
semua perempuan penasaran laki-laki seperti apa yang dimilikinya, yang kaya?
Vokalis band sukses? Aktor terkenal? Pengusaha muda? Anak pejabat? Apa dan
bagaimana tak pernah orang tahu.
Gadis cantik itu punya rahasia pribadi dibalik senyumnya. Dia cantik tentu saja, kan
sudah saya tulis sejak kalimat pertama. Dia baik ada buktinya, supir pribadi, satpam
apartemen hingga tukang ojek yang biasa mangkal juga merasakan aura kebaikan
hatinya.
Dan semakin cantik bunga, semakin berduyun-duyun lelaki ingin memetiknya.
Semakin banyak duri ditangkai mawar, semakin banyak laki-laki yang terluka.
Bukankah begitu saudara?
Dan satu orang yang beruntung di dunia ini, tentu saja saya. Saya laki-laki dan saya
tentu saja berani mengambil resiko untuk memetik bunga mawar itu. Terluka? Itu
biasa. Tergores? Saya punya obat merah dan kapas untuk membasuhnya. Jadi saya
maju dan saya petik tangkainya.
Gadis cantik itu milik saya. Kalian tak percaya?
Tentu saja, ini bagian dari komitmen saya dan dia sejak hari pertama kami berjumpa.
Dilarang berkata-kata, tak boleh mengumumkan pada dunia, diharamkan memesan
spanduk dan menuliskan nama gadis itu dan saya sebagai kekasihnya lalu
memasangnya ditengah jalanan Ibukota. Itu tidak bisa dilakukan. Maka saya hanya
bisa mengangguk menuruti apa maunya. Kalian jangan lupa pesan ibu saya. Gadis
cantik dengan otak pintar adalah makhluk paling berbahaya. Bapak saya saja
berantem dengan perwira Polisi sampai hampir terenggut nyawanya sebelum bisa
menikahi ibu saya. Jadi pesan ibu saya, ada benarnya. Jadi, jika bapak saya hari itu
kalah berkelahi dengan si Polisi, saya tak akan lahir kedunia, saya tak akan jadi milik
si gadis cantik itu dan tentu saja kalian tak bisa membaca kisah saya. Jadi kalian
semua harus berterimakasih pada bapak saya, atau mendoakannya panjang umur,
eh sekarang juga, ayo berdoa!
Dan karena semuanya serba rahasia. Tak boleh ada yang tahu, maka saya harus
pandai-pandai menjaga rahasia kala berjumpa dengan si gadis cantik. Saya bisa
berada dimana saja untuk menjumpainya, tentu saja ditengah jadwalnya yang padat,
disela-sela acara yang dihadirinya. Saya bisa menjadi petugas Valet parkir, bisa
menjadi pelayan restoran, bisa menjadi supir pribadinya, bisa menjadi pengawal
pribadinya, bisa menjadi wartawan yang mewawancarainya, juga menjadi satpam
apartemennya. Tentu saja yang tidak bisa saya lakukan adalah menjadi pot bunga.
Ada satu pertanyaan yang selalu ingin diketahui jawabannya oleh hampir seluruh
penduduk negeri ini, kata seorang wartawan yang meliput jumpa pers hari anak
nasional yang dihadiri si gadis cantik itu. Siapakah kekasih Anda sebenarnya?

15

Hahaha, sang gadis tergelak, tawanya membahana, namun bagaimana pun juga,
dia tetap cantik, semua orang yang menatap kearahnya terpana. Entah dengan cara
apa Tuhan menciptakan makhluknya ini, hingga apapun yang dibuatnya, cantik dan
cantik dan cantik dan cantik yang ditangkap mata.
Dan saya selalu penasaran setiap ada pertanyaan seperti itu dilontarkan kepadanya,
menunggu kapankah dia akan mengaku bahwa sayalah lelaki yang selalu ada
kearah manapun gadis itu memandang. Selalu disisinya dengan berbagai
penyamaran.
Saya.. kata gadis itu kemudian, setelah tawanya mereda. Masih senang
sendirian! lanjutnya dengan tegas. Semua terpana dengan jawaban itu, aku pun
berdiri dalam diam.
Ada pertanyaan lain? tanya si gadis cantik ke arah wartawan.
Pipi Anda, kata si wartawan kemudian, Dibawah hidung Anda..
Ya?
Ada noda putihnya.
Gadis cantik itu buru-buru meraba seluruh wajahnya dengan telapak tangannya
sendiri. Laki-laki sialan, sudah dibilang boleh menyamar jadi apa aja asal jangan
badut! gerutu si gadis cantik dengan cepat. Namun tiba-tiba ia menyadari apa yang
dikatakannya. Dan tentu saja terlambat. Banyak mata segera beralih kearah saya
berdiri. Juga kamera-kamera. Lampu blitz pun menyala dengan cepat serta
menyilaukan.
Besok, begini headline-nya:
Sang gadis cantik berciuman dengan badut walau tak tertangkap kamera.
Sepertinya gadis cantik itu lupa, badut bukan bagian dari penyamaran. Saya
memang badut dan mungkin karena itu dia tak mau mengakui saya, sebagai
kekasihnya.
***

16

10. Pesta Ketawa


Akhirnya tiba juga saya di kantor. Ini hari Sabtu dan tentu saja malam Minggu, tapi
saya perlu ke kantor, pastinya karena hari Sabtu kantor sepi dan saya membutuhkan
sambungan teleponnya untuk menelpon tanpa merasa sungkan dengan bos.
Seharian tadi saya keliling jalanan Jakarta. Mengawasi tiap tiang listrik dan
pepohonan hijau yang mulai jarang. Hanya untuk mengumpulkan beberapa nomer
telpon. Baiklah, setelah mengeluarkan blackberry serta notes tempat tadi saya
mencatat di meja, persis disamping telepon kabel yang hendak saya gunakan, saya
mulai mengambil posisi duduk dan menekan beberapa nomer telpon yang sudah
saya catat.
087870076007.
Tak ada semenit, nada tunggu terdengar. Tentunya sebuah lagu, eh saya ingat lagu
yang menjadi nada tunggu ini. Sebentar, saya nyanyikan dulu;
Malam ini kusendiri, tak ada yang menemani. Seperti malam-malam yang sudahsudah. Sial! Lagunya saya banget! Dan ketika saya tengah menikmati lagunya,
sampai pada lirik; Hati ini selalu sepi terdengar sebuah suara diseberang sana.
Halo? dari seberang, suara laki-laki.
Hai, saya memerlukan
Oh, saya sudah berganti profesi. Begitu jawab laki-laki dari seberang, Buka salon.
Lebih prospektif.
Oh, terimakasih. Sahut saya seraya mematikan telepon.
*
08563598910
Ayahku selalu berkata padaku, laki-laki tak boleh nangis, harus selalu kuat, harus
selalu tangguh, harus bisa jadi tahan banting
Woalah, yang ini nada tunggunya terdengar lebih getir. Baiklah, saya berusaha
menikmati lagu yang terdengar.
Kita berjanji tuk tidak lagi menangis karena cinta. Lagunya masih terdengar dan
saya mengangguk-angguk sendiri.
Ya? tiba-tiba terdengar sebuah suara.
Eh, halo sahut saya, Begini, langsung saja, saya membutuhkan lanjut saya,
tapi tiba-tiba terhenti karena disela.
Wahahaha, maaf-maaf, saya sudah tidak bekerja sambilan lagi, kemaren saya
mendaftar menjadi pegawai negeri dan diterima. Silahkan cari yang lain!
Tuuuut
*
Bah!
Kenapa susah sekali?
Padahal tempat sudah dipesan. Katering sudah ditentukan. Harinya juga telah

17

dipastikan dan undangan tengah naik cetak. Masak mencari pengisi acara saja
susah?
Sekarang saya mulai putus asa dan buru-buru melihat notes, ah syukurlah masih
tersisa beberapa nomor telepon. Saya kembali bersemangat menakan tuts-tuts lagi.
08170901986
Seperti biasa, nada tunggunya sebuah lagu
Kemarin kau datang menemuiku aku
Bah! Lagu siapa nih?
Lelah hati ini mencari dirimu, lelah kaki ini untuk melangkah
Hmmm
Kamu dimana dengan siapa? Semalam berbuat apa? Disini aku menunggumu dan
bertanya
Oalah, si Yolanda
Yo!
Eh, Yolanda sudah mengangkat teleponnya.
Hai mas, eh mbak, Yolanda itu mas atau mbak?
Saya om-om, ada perlu apa?
Begini, saya dapat nomor telpon ini di pohon waru di pinggir jalanan
Bah! Saya sudah ganti profesi. Jawab suara dari seberang itu.
Aduh mas, eh mbak, duh om, tolonglah saya, saya sudah menelpon beberapa
nomor dan semuanya sudah ganti profesi, saya bisa dipecat kalau begini caranya,
masak saya nggak bisa mencari pengisi acara. Kata saya mencoba merayunya.
Tidak bisa kisanak, saya sudah menjual semua perlengkapan saya, semuanya laku
dalam sekejap, sekarang saya sudah tak punya lagi. Kilah suara dari seberang.
Waduuuuh. Ya sudah ya om, terimakasih banyak. Kata saya kemudian.
Yo, sama-sama.
Tut.
*
Sekarang wajah saya mulai pucat.
Terbayang wajah marah bos saya gara-gara saya tak becus bekerja. Segera saya
melihat catatan nomor-nomor telpon di notes lagi dan mulai menekan angka-angka
di pesawat telepon.
081314703540
Kau temukan aku, ketika kurapuh, terdampar membisu seperti debu..
Hmm, nada sela yang bagus. Ini baru lagu, saya suka lagu ini. Semoga pemilik
handphonenya tak buru-buru mengangkat, saya tengah menikmati lagu ini.
Beri aku cinta, beri aku rasa, agar aku bisa seperti dirimu. Beri aku sentuhmu, beri
aku rindumu, agar aku bisa seperti hidup kembali
Perlahan saya mulai ikut bersenandung. Kau nyalakan cahaya hati yang telah mati,
kau terangi gelap dihati, bangkitkan jiwaku, dari mimpi burukku. Beri aku cinta

18

Ah benar-benar lagu yang bagus. Nada sela yang sangat berkelas. Tapi kok lama ya
ngangkatnya?
Halo?
Halo?
Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta.
Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta.
Halo?
Halo?
Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya?
Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya?
Saya terdiam. Mencoba mencerna. Lalu mencoba bicara lagi.
Halo?
Halo.
Saya perlu seorang badut.
Saya perlu seorang badut.
Ya Tuhan, sepertinya saya menelpon nomor handphone saya sendiri.
***

19

11. Bertemu Calon Mertua


Sudah hampir setengah jam saya duduk di ruang tamu itu. Sofa kulitnya yang
berwarna hitam sedikit membuat kulit-kulit saya gatal, jujur saja ya, saya lebih suka
sofa beludru atau sofa dengan permukaan benang dan kain daripada sofa
terbungkus kain begini.
Dan menunggu membuat saya mulai memperhatikan seluruh isi ruang tamu itu. Sofa
kulit mahal sudah saya komentari, sekarang piano klasik di sudut ruangan, piringpiring porselen di dalam lemari jati, oh ada koleksi sendok perak dari berbagai
penjuru dunia, kemudian lukisan gerombolan kuda berlarian di dinding utama. Dan
guci-guci peninggalan Kaisar Ming di sudut ruangan, yah Anda benar, itu guci buatan
Cina, tapi soal Kaisar Ming saya asal-asalan mengatakannya. Hmm, tak salah saya
memilih calon istri, dia anak keluarga kaya. Dan ini kali pertama saya akan bertemu
dengan calon mertua saya.
Akhirnya seorang laki-laki tua muncul. Tapi saya tak melihat wajah pacar saya, ah
mungkin dia tengah menyeduh minuman hangat. Saya buru-buru berdiri dan
mengulurkan tangan untuk meraih tangan laki-laki tua itu kemudian menciumnya,
tapi laki-laki itu tak menyambut, ia langsung melempar pantatnya di kursi kulit
berwarna hitam dengan cepat.
Siapa nama kamu? tanya laki-laki tua itu pada saya. Eh, saya pikir pacar saya
sudah memperkenalkan nama saya, lha kami berpacaran sudah lebih tiga bulan,
kenapa laki-laki tua itu masih bertanya?
Dari mana asalmu? tanya calon mertua saya itu kemudian, matanya sangat tajam,
mengamati ujung kaki hingga rambut saya, tentu saja saya tak mau ketinggalan
pertanyaan kedua ini, saya pun buru-buru hendak menjawabnya. Tapi tetap saja
kalah cepat.
Dari tampangmu, saya bisa menebak apa pekerjaan kamu. Katanya dengan ketus,
kali ini bukan pertanyaan, tapi sangkaan. Yah, namanya juga orang tua, pasti banyak
sangkaan terhadap anak muda. Saya ingin segera menyahut, tapi laki-laki tua itu
terus melanjutkan kata-katanya, Apakah pekerjaanmu cukup menghasilkan untuk
mencukupi kebutuhan anak saya nantinya? ujar laki-laki tua itu seraya menyeringai.
Untuk membahagiakannya? Kau tahu anak muda, cinta tak lagi cukup untuk
dijadikan modal hidup bahagia! Wah, jujur saja, kalau pacar saya sejak semula tidak
memperingatkan tentang perangai ayahnya ini, bahwa ayahnya pasti akan banyak
bertanya, dan pertanyaannya menyinggung seperti ini, saya pasti sudah melempar
guci Kaisar Ming kewajahnya.
Refleks saya segera menoleh kearah pacar saya. Entah sejak kapan dia duduk di
sebelah saya. Loh, pacar saya menundukkan kepalanya. Sayang kamu kenapa?
tanya saya. Pacar saya perlahan melepas kedua tangannya yang sedari tadi
menutupi wajahnya.
Ayah. Kata pacar saya lirih.

20

Ayah? kata saya mengulang kata yang keluar dari bibir mungilnya, saya segera
menoleh kearah kursi berkulit hitam tempat ayah pacar saya duduk, tapi sosok itu
tak ada disana. Loh! Ayah kemana? tanya saya kemudian.
Ayah terkena serangan jantung. Kata pacar saya pelan.
Hah?! Bukannya tadi dia sudah duduk disitu? kata saya terheran-heran.
Tidak, dia terkena serangan jantung tepat ketika melihatmu pertamakali duduk tadi.
Kata pacar saya. Dia melihatmu dari ruang tengah. Dia tak bergerak, mulutnya
terbuka dan matanya terbelalak.
Hah?! seruku. Apa yang terjadi?
Ayah tadi bertanya padaku, katanya hari ini kau hendak memperkenalkan pacarmu
kepada Ayah, tapi kenapa kau malah mengundang badut ke rumah, siapa yang
ulang tahun? kata pacar saya. Saya terdiam.
Lalu pacar saya menjawab pertanyaan ayahnya itu. Badut itu pacarku, Ayah.
Dan matilah ayah pacar saya itu.
Saya, menantu yang cerdas. Langsung mendapatkan anak dan warisan dalam satu
paket.
***

21

12. Makhluk Terkutuk Di Dunia


Diluar hujan.
Suaranya derasnya begitu mendebarkan.
Belum lagi sesekali petir menyambar-nyambar.
Tapi untunglah, sebelum hujan benar-benar menghujam, satu pasien telah berbaring
di ranjang periksa.
Saya tidak boleh sakit dok, saya tidak boleh sakit dok. Kata si pasien, suaranya
seperti orang mengigau. Saya hanya diam saja seraya mengeluarkan stetoskop dan
mulai memasangnya pada kedua telinga.
Kalau tidak mau sakit, kenapa hujan-hujanan? tanya saya pada si pasien. Saya
perhatikan, bajunya basah kuyup, rambutnya juga demikian, wajahnya berantakan
tersiram air hujan.
Mereka mengusir saya. Jawab si pasien.
Mereka mengusir Anda, dari mana? tanya saya seraya mulai menempelkan
stetoskop pada bagian-bagian tubuhnya sambil mendengarkan denyut nadinya
dengan seksama.
Saya mulanya berteduh di halte bus itu. Kisah si pasien, Lalu hujan semakin deras
dan petir mulai menyambar-nyambar. Lanjutnya, Halte itu kemudian penuh dengan
orang-orang yang juga berteduh, pegawai-pegawai kantor yang berbaju necis dan
mahasiswa-mahasiswa berpakain klimis.
Oh ya? sahut saya menanggapi kisahnya, masih dengan memeriksa kondisi
tubuhnya yang menggigil. Lalu kenapa mereka mengusir Anda?
Petir mulai terdengar dimana-mana, hingga kemudian sebuah pohon di dekat halte
itu tumbang tersambar. Si pasien melanjutkan kisahnya, Orang-orang mulai
menjerit khawatir, dan merapatkan tubuh mereka. Katanya lagi, Lalu entah dari
mana asalnya, terdengar suara orang berkata, sepertinya kita dikutuk oleh Tuhan
karena ada badut yang berteduh bersama kita! begitu suara itu berkata.
Astagfirullah, Anda serius? tanya saya, kali ini aktifitas saya memeriksa berhenti
seketika.
Ya, kemudian orang-orang mulai menatap saya, lalu beberapa dari mereka
mendorong-dorong saya dan akhirnya saya tertendang oleh sebuah kaki hingga
keluar halte. Ujar si pasien, masih menggigil nada suaranya.
Lalu Anda pergi dari halte itu?
Iya, apa boleh buat, akhirnya saya berlari dibawah siraman hujan dan petir yang
terdengar semakin kencang! jawab si pasien. Saya memandang wajahnya, make-up
putihnya berantakan. Kulit tubuhnya mengkerut karena kedinginan. Benarkah dia
dikutuk?
Tapi engkau hanya menggigil kedinginan saja, petir tidak menyambarmu kan? kata
saya berusaha menghibur si pasien, Artinya Tuhan tidak mengutukmu.

22

Petir tetap menyambar dok. Kata si pasien pelan.


Hah? Tubuh Anda bagian mana yang tersambar petir? tanya saya.
Bukan, petir bukan menyambar saya, kata si pasien, Ketika saya berlari, petir
menyambar kencang sekali, dan ketika saya menoleh kebelakang, halte itu telah
hangus terbakar, karena itu saya menggigil sekarang.
***

23

13. Kisah Nenek Mencari Kodok


Nenek meninggal hari ini.
Dan tentu saja aku menangis.
Tidak-tidak, sepertinya akan menjadi kisah drama kelam jika aku mengawalinya
dengan kata-kata diatas.
Kakek meninggal hari itu.
Tapi aku tak menangis.
Oh, sama saja. Sial!
Jangan. Aku sedang tak ingin membicarakan kematian. Baru satu paragraph, aku
sudah membunuh dua orang. Kakek meninggal disusul Nenek. Maaf ya Nek, maaf
ya Kek. Tapi ambil sisi positifnya saja, nenek tak sanggup hidup sendiri tanpa kakek.
Keduanya telah hidup bersama sekian lama. Kakek berhasil membuat nenek selalu
bahagia. Dan at the end of the day, keduanya kembali bertemu di alam baka.
Kita ulang lagi.
Ini bukan cerita kematian. Tapi kisah tentang bagaimana nenek mendapatkan lelaki
yang kemudian mengisi hari-harinya hingga akhir hayat itu tadi. Aku akan
menceritakan sebuah kisah tentang nenek disaat muda dulu.
Hampir semua perempuan, termasuk juga nenekku, mengharapkan seorang laki-laki
tampan, jago basket, dan menjadi pujaan seluruh siswi. Intinya, semua siswi
memimpikan seorang pangeran tampan dari kerajaan bernama sekolahan!
Maka nenekku yang masih muda itu pun menunggu kedatangan sang pangeran.
Tapi tiga tahun di sekolah berseragam putih biru terlalui. Dan yang datang hanya
pekerjaan rumah yang menumpuk. Kemudian tiga tahun lagi di sekolah berseragam
putih abu-abu juga terlampaui. Kali ini yang rajin berkunjung tugas-tugas sekolah.
Sang pangeran idaman tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Lalu di tahun-tahun kuliahnya, nenek mulai sering keluar malam.
Klabing kah? Tentu saja tidak. Jaman nenek muda, klabing belum menjamur.
Bahkan belum ada diskotik yang buka. Jadi mungkin nonton wayang? Tapi itu
dugaan paling absurd, nenek tak mungkin menghabiskan masa muda dengan
menonton wayang semalam suntuk.
Nenek selalu tiba dirumah pukul dua dini hari atau menjelang subuh. Dengan alas
kaki berlumuran Lumpur. Lain waktu bajunya sangat kotor penuh tanah. Sikusikunya yang putih bersih mendadak coklat terkena tanah, atau bentol-bentol merah
digigit nyamuk nakal.
Kemana perginya nenek?
Itulah yang menjadi misteri besar dan sebuah rahasia yang tak terungkap. Tapi
menjelang kematiannya, nenek menceritakan padaku apa yang dilakukannya hampir
setiap malam itu.

24

Sewaktu nenek muda dulu, nenek keluar di malam hari, terkadang baru pulang pagi
hari hanya untuk mencari kodok. Kata nenek dengan lirih.
Kodok nek? tanyaku seraya menatap wajahnya yang berkeriput. Nenek
mengangguk.
Ya, nenek mencari kodok setiap malam. Jawab nenek.
Untuk apa nek? tanyaku penasaran.
Kodok-kodok itu nenek ciumi satu persatu. Jawab nenek dengan nada serius.
Hah?! seruku. Nenek serius? tanyaku lagi semakin penasaran, kali ini dengan
wajah sedikit jijik karena membayangkan mencium kodok.
Kau tahu, ada sebuah dongeng yang mengatakan, jika kau mencium seekor kodok,
maka jika kau beruntung, kodok itu akan berubah menjadi seorang pangeran
tampan. Jawab nenek dengan nada yakin dan mata berbinar. Tanpa sadar mulutku
membuka, istilahnya terperangah.
Nenek serius? tanyaku lagi. Nenek menoleh kearahku. Lalu tersenyum. Jadi
akhirnya nenek beruntung menemukan kodok yang jika dicium bisa berubah menjadi
seorang pangeran tampan itu?
Ya. Jawab nenek seraya tersenyum. Setelah sekian malam pencarian, nenek
menemukan kodok itu.
Wah! seruku bergairah. Lalu nenek mencium kodok itu dan kodoknya berubah
menjadi pangeran?
Ya, nenek menciumnya. jawab nenekku, Tapi kodok itu tidak berubah menjadi
seorang pangeran tampan yang sempurna.
Hah?! Lalu?! tanyaku penasaran.
Kodok itu berubah menjadi seorang badut yang lucu.
*
Kakek meninggal hari itu.
Tapi aku tak menangis karena melihat nenek tersenyum disebelahku. Mata tua
nenek memandangi nisan kakek yang baru saja dipasang. Ada sebaris kalimat yang
ditulis nenek dan berbunyi;
Disini terbaring laki-laki yang telah membuatku tertawa bahagia setiap hari.
***

25

14. Tersenyum Di Antara Kalian


Kali ini aku akan menceritakan pada kalian, tentang kenapa belakangan ini aku
seringkali mengigau tentang badut-badut itu. Sejak kecil, ayahku selalu mengajakku
berjalan-jalan keliling kota. Biasanya aku duduk di bagian depan sepeda motor
tuanya, Honda bebek berwarna merah keluaran tahun 1970.
Pada pagi hari jalan-jalan itu, aku dan ayah selalu bangun beberapa saat sebelum
matahari menampakkan sinarnya. Biasanya aku terbangun ketika mendengar suara
mesin motor ayah sedang dipanaskan. Suara mesin motor Honda yang terawat baik
itu menembus masuk kedalam kamarku. Aku membuka mata, tersenyum dan
melompat kegirangan menuju kamar mandi.
Kemana kita hari ini yah? Tanyaku seraya memegangi kedua setang motor yang
tengah melaju pelan itu.
Kamu lihat saja nanti, jawab ayahku, seraya tersenyum, tangan kanannya memutar
gas dan tangan kirinya mengusap rambutku yang dibelai angin.
Kau lihat patung itu? tanya ayah padaku. Dari jalur lambat, aku melihat ke sebuah
patung yang berdiri menghormat ditengah jalan itu. Lalu mengangguk. Ayah
melanjutkan kata-katanya, Itu Patung Jenderal Badut! terang ayah penuh
semangat. Dulu Jenderal Badut berjuang mengusir penjajah dari negeri kita.
Wow! seruku bergairah. Jenderal Badut sangat hebat!
Lalu ayah membawaku ke sebuah patung lagi. Itu Patung Badut Membangun, kata
ayah seraya menunjuk kearah patung tinggi besar mengangkat wajan. Artinya jika
kamu sudah besar nanti, kamu juga harus menjadi seorang badut yang bermanfaat
bagi Negara. Lanjut ayah. Patung itu didirikan pertamakali oleh Penguasa Orde
Badut. Kata ayah lagi. Orde Badut telah berkuasa selama tiga puluh tahun, Nak.
Tambah ayahku. Dan sebentar lagi mungkin akan berakhir. Aku mendengarkan
kata-kata ayah dengan seksama. Dan, saudara-saudara, sejak hari itulah aku sadar
bahwa diriku adalah seorang badut. Bukan, bukan seorang, tak ada kata orang. Aku
badut.
Tapi ayah, kataku tiba-tiba, Aku hampir masuk sekolah, umurku akan tujuh tahun
dan hidungku belum juga memerah seperti ayah, kenapa? tanyaku. Ayah menoleh
kearahku dengan mimik beku. Aku tahu dia tak punya jawabannya. Dia sadar,
anaknya ini lahir tak seperti dirinya. Dan ayah memang tak memberikan penjelasan
apa-apa pada hari itu. Kami pun pulang.
Dan benar kata ayah, beberapa saat setelah hari itu, Orde Badut tumbang.
Tumbangnya sebuah orde pun menelan banyak korban. Badut-badut dikejar dan
dibinasakan. Beberapa badut yang tersisa menyelamatkan dirinya dengan
menyamar menjadi manusia biasa. Mulai jarang memakai make-up putih.
Berpakaian ala manusia kebanyakan. Sejak tumbangnya Orde Badut, patung-patung
yang dulu aku datangi bersama ayah dirobohkan lalu diganti dengan patung-patung
berwajah manusia. Aku yakin, generasi sekarang tak ada yang tahu jika dulu patungpatung yang ada dikota ini semua berbentuk badut.

26

Ayah pun bersyukur aku tumbuh seperti manusia biasa. Orde yang baru, masyarakat
yang mengaku lebih berbudaya dari badut pun kemudian tak lagi mengejar-ngejar
badut dan membinasakannya. Mereka cukup puas dengan mendatangkan badut ke
sebuah pesta dan mentertawakan sepuasnya. Rasanya lebih membunuh dari
pembunuhan itu sendiri karena yang mentertawakan adalah anak-anak kecil yang
tak tahu apa-apa.
Kalian boleh tak percaya kisahku ini. Tapi aku beri tahu sebuah rahasia. Kalian bisa
pergi ke sebuah restoran cepat saji franchise dari Amerika, dan jika kalian melihat
ada badut duduk dipintu masuknya, itulah sisa-sisa kejayaan Orde Badut di dunia.
Diam-diam dengan memberi makanan yang tak sehat, mereka membunuh manusia
perlahan-lahan dan kejayaan Orde Badut di dunia akan kembali suatu saat nanti, itu
yang aku yakini. Karena kami kaum badut, tersenyum diantara kalian yang tertawa.
Bagaimana pun budaya badut masih tersisa, manusia berlomba-lomba memoles
wajah dengan kosmetik mahal. Dan seraya menyantap burger aku selalu mengingat
kata Ayahku, Walau manusia-manusia itu tak memakai make-up putih tebal dan
berhidung merah, namun terkadang tingkah polahnya lebih lucu daripada Badut.
***

27

15. Mati Setelah 199 Hari


Negara sedang berkabung.
Bendera dinaikkan setengah tiang. Sekolah-sekolah diliburkan. Instansi pemerintah
berhenti beroperasi. Perusahaan Swasta menghentikan aktivitas. Mal-mal tutup.
Bursa saham berhenti. Keadaan darurat diumumkan.
Tujuh hari penuh kedepan.
Negara berkabung sekaligus berada dalam situasi darurat.
Presiden terkena serangan jantung dan.. MATI.
Negeri ini sudah sering tertimpa bencana.
Ada gempa dan rumah-rumah langsung rata dengan tanah. Ada banjir tahunan dan
rumah-rumah terendam setinggi pohon kelapa. Ada angin ribut dan atap-atap rumah
terbang lebih tinggi dari CN 235 keluaran PT Dirgantara. Ada hama tikus menyerang
dan uang-uang yang disimpan dalam brankas-brankas berpintu baja dengan
ketebalan puluhan inchi ludes digerogoti. Ada musim teroris menjamur, hingga hotelhotel mewah, pom bensin, mobil-mobil barang bisa meledak kapan saja. Dan
terakhir, musim kering, dimana harga air mineral bisa lebih mahal dari hari bensin
eceran.
Tapi itu dulu.
Sebelum presiden baru yang kemudian terkena serangan jantung itu mati
mendadak. Presiden yang terkena serangan jantung itu menang pemilu karena
dalam kampanyenya menjanjikan banyak hal. Jika ada gempa, akan cepat ditangani.
Jika ada banjir akan segera ditanggulangi. Jika ada angin ribut akan segera peduli.
Hama tikus akan dibasmi. Teroris yang menjamur akan dihabisi. Dan air bersih akan
bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Tentu saja semua janji akan
dibuktikan dalam seratus hari Pemerintahan barunya nanti. Maka, rakyat yang
terbiasa ditipu sejak jaman penjajah seperti janji mereka akan hidup makmur bila
mampu membangun jalan lurus dari Anyer hingga Panarukan. Atau dibuai rayuan
bahwa saudara tua mereka bernama Nippon akan membebaskan mereka dari
penderitaan tiga setengah abad pun terbuai. Buaian janji kemakmuran seratus hari
itu menghipnotis setiap tangan para pemilih di dalam bilik suara untuk menusuk
wajah sang calon Presiden tepat dihidungnya. Hingga sang calon presiden itu
menang dimana-mana. Maka ia pun menjadi Presiden.
Tapi seratus hari berlalu dan janji tinggal janji. Namun rakyat masih bersabar.
Seratus hari lebih sepekan dan rakyat masih diam. Seratus hari lewat sebulan dan
rakyat mulai gelisah. Tapi keadaan berubah ketika memasuki hitungan seratus hari
lewat sebulan dan satu hari, mendadak jalanan penuh demonstran yang menuntut
janji-janji Presiden diwujudkan.
Hingga tepat seratus sembilan puluh sembilan hari, ketika Presiden dijadwalkan
membuka turnamen golf tingkat dunia yang diliput ratusan kamera televisi, saat
Presiden hendak melakukan pukulan pertamanya sebagai penanda dimulainya
turnamen, mendadak orang nomor satu itu terjerembab ke atas rumput hijau. Semua
orang yang bersiap bertepuk tangan mati angin seketika. Paspampresnya berlarian

28

panik. Kamera sibuk mengambil gambar. Dan satu jam kemudian, Negara
mengumumkan kematiannya akibat serangan jantung.
Rakyat pun bersedih.
Air mata membanjir dimana-mana, dari rumah-rumah petak dibawah jembatan,
hingga rumah-rumah megah di Pondok Indah. Semua orang mengenang tekad dan
keberaniannya untuk meningkatkan kemakmuran negerinya yang menderita ini.
Televisi pun menyiarkan berulang-ulang janji-janjinya selama kampanye, video
pelantikannya. Hingga dalam hati setiap manusia yang hidup di negeri ini muncul
rasa penyesalan, sang Presiden sebenarnya pantas diberi kesempatan lebih dari
seratus hari.
Maka tiba-tiba televisi penuh dengan ucapan terimakasih dari masyarakat pada sang
Presiden. Billboard-billboard yang biasanya penuh berisi iklan produk sabun dan diisi
wajah-wajah artis ibukota pun berganti dengan wajah close-up sang Presiden serta
tambahan kata terimakasih.
Pengamat-pengamat politik yang semula berada dipihak demonstran dan bersamasama mencaci-maki janji Presiden yang tak kunjung terwujud, kini berbalik haluan.
Semua berbalik menyuarakan suara hati nurani rakyat yang kehilangan sosok yang
begitu mereka cintai.
Bapak Presiden memang telah berpulang, kata-kata Menteri Sekretaris Negara
yang memimpin acara doa bersama di depan jenazah Presiden yang disemayamkan
di Istana terdengar penuh kesedihan. Beliau adalah sosok yang hebat, punya
keberanian dan impian besar untuk membawa bangsa ini keluar dari jurang
kehancuran. Lanjut Mensesneg. Sudah semestinya kita kehilangan, benar-benar
kehilangan. Tambah sang menteri. Sudah semestinya rakyat berduka sangat
dalam, ujarnya sang menteri. Andai saja, kita semua yang ada disini dan seluruh
rakyat berdoa pada Tuhan agar sosok Presiden kita kembali diberi kesempatan.
Kata sang menteri lagi, suaranya diselingi isakan. Ruangan itu pun semakin hening,
suara isak terdengar dimana-mana.
Kini waktunya peti mati bapak Presiden ditutup untuk selama-lamanya. Sang menteri
bergerak menuju peti kayu berukir kiriman dari Jepara itu. Suara isak berubah
menjadi tangis. Sang Presiden akan pergi untuk selamanya. Tapi langkah sang
menteri berhenti tiba-tiba, wajahnya mendadak pucat.
Beliau masih hidup! teriak sang menteri. Semua orang terkejut setengah mati,
hampir sama terkejutnya ketika presiden terkena serangan jantung tempo hari. Dan
benar saja, dari dalam peti mati, sosok sang Presiden melompat keluar, lalu berdiri
begitu saja dengan gagahnya, tak kurang suatu apa. Para hadirin tersenyum
gembira, orang-orang mulai sujud syukur. Presiden mereka yang pemberani telah
kembali! Televisi Nasional segera menyiarkan kembalinya presiden dari kematian
dan para ulama menghimbau rakyat untuk melakukan sujud syukur Nasional.
Benar kata bapak, rakyat masih membutuhkan bapak. Kata sang menteri setengah
berbisik kepada Presiden yang berdiri disampingnya seraya melambaikan tangan
pada hadirin. Rakyat kita benar-benar suka cerita drama, pantas sinetron-sinetron di

29

televisi digilai sampai mati.


Ya, saya belajar banyak dari artis sinetron kita yang disiksa Malaysia itu, ujar bapak
Presiden, Dan dengan begini, kita terbebas dari janji seratus hari, tambah bapak
Presiden, juga berbisik, Oiya, pidato yang bagus pak menteri. Katanya kemudian
memuji, sang menteri menganggukkan kepalanya. Siapkan pesta, gelar syukuran,
kita undang badut-badut.
***

30

16. Lampu Merah Kedua Belok Kanan


Jakarta terasa romantis sekali hari ini.
Semua hanya karena perasaan saya, atau memang hari ini Jakarta menjelma
menjadi halaman depan surga? Orang-orang mengganti dagangannya, biasa
menjual peta-peta jalur jalanan Jakarta berganti dengan kuntum-kuntum bunga
mawar terbungkus plastik seharga sepuluh ribu. Saya merogoh saku celana,
mengeluarkan dua lembar lima ribuan yang ada dan membeli sekuntum. Buat
keberuntungan, kata saya, sang penjual pun tersenyum, senyum bermakna; semoga
sukses.
Tentu saja saya akan sukses.
Sejak dilahirkan, bidan mengatakan, ibu saya sukses melahirkan saya tanpa kurang
suatu apa pun juga. Tangannya dua, jemarinya sepuluh, begitu juga dengan kakinya,
sepasang dengan sepuluh jari. Rahang dagu yang sempurna, mata cokelat yang
tajam, dan telinga yang bisa mendengarkan. Jantung dan paru-paru yang sehat, juga
hati yang bekerja dengan baik untuk merasa.
Dan hari ini, saya baru saja diangkat menjadi pegawai negeri. Menteri yang
menjabat di kantor saya baru saja dilantik, dia masih muda dan rupanya punya
pendapat untuk memberi kesempatan pada yang lebih muda, seperti saya tentu
saja. Maka, sejak pulang kantor tadi, saya langsung mandi di tempat kerja,
mengganti baju-baju formal dengan jins dan kaos sederhana dan menghambur
menuju halte busway terdekat. Tujuan saya hanya satu, menuju rumah pacar saya.
Untuk merayakan kesuksesan saya, tentu saja.
Saya ingat pacar saya ini, awal pertama hendak berkunjung rumahnya diawali
dengan rayuan-rayuan sederhana dari saya, sampai kemudian dia mengijinkan saya
datang kerumahnya. Dia bilang, pokoknya, setelah lampu merah kedua, belok
kanan. Begitu katanya menjelaskan dimana posisi peraduannya berada. Saya
akhirnya sampai dirumahnya dan kami melakukan kencan pertama, saya bilang
padanya waktu itu, sayang, saya hanya punya selembar lima puluh ribu, tidak-tidak,
bukan selembar lima puluh ribu, tapi dua lembar sepuluh ribu, empat lembar lima
ribu dan sepuluh lembar seribu, totalnya ya itu tadi, lima puluh ribu! kata saya
dengan wajah flat. Pacar saya itu tersenyum, matanya berbinar.
Aku suka lelaki pekerja keras, suatu hari kamu pasti sukses, sejak lahir kamu sudah
sukses kan? katanya pada saya. Tentu saja hati saya berbunga waktu itu. Dan saya
berjanji dalam hati saya sendiri saya akan membahagiakannya selalu. Maka
datanglah malam ini. Dua lampu merah lagi, belok kanan dan saya akan tiba
dirumahnya.
Sampai di lampu merah pertama saya berhenti sejenak, itulah lampu merah tempat
dimana saya menyatakan cinta saya padanya dulu, kejadiannya di dalam bajaj
berwarna merah yang tengah membawa kami ke bioskop. Saya mengungkapkan isi
hati saya diiringi suara knalpot bajaj yang meraung-raung. Ia menerima cinta saya,
saya kemudian menggenggam tangannya dan si supir bajaj menjadi orang pertama
yang memberi kami ucapan selamat.

31

Dan di lampu merah kedua, saya membelikan sekuntum mawar untuknya malam ini,
seharga sepuluh ribu dan saya membayarnya dengan dua lembar lima ribuan,
menaruh kuntum mawar itu dengan hati-hati di saku belakang jins dan kemudian
saya berlari menuju rumahnya yang sudah tinggal berbelok di depan sana.
Hanya sekali ketuk, pintu rumah besar itu terbuka. Ibu pacar saya yang
membukakan pintu dan menyuruh saya duduk, saya menaruh kuntum mawar itu
diatas meja. Lima menit kemudian, sang ibu pacar saya datang kembali seraya
membawa cangkir berisi minuman hangat. Saya bisa menebak, tentu saja pacar
saya masih sibuk berdandan, begitulah kebiasaan perempuan.
Diminum dulu nak, kata ibu pacar saya yang mengambil duduk didepan saya. Saya
segera meraih cangkir itu dan meneguk teh manis hangat yang segera membuat
lelah di tubuh saya hilang. Kamu masih belum bisa melupakan ya? tanya sang ibu
pacar saya tiba-tiba, nada suaranya sangat lirih. Saya segera menatapnya, seraya
menaruh kembali cangkir keatas meja.
Maksud ibu?
Pacarmu kan sudah tidak tinggal disini. Jawab ibu pacarku.
Maksud ibu?
Dia kan sudah tinggal di surga. Ujar ibu pacarku.
Maksud ibu?
Sebuah bajaj menabraknya ketika hendak menyebrang jalan di lampu merah kedua
sebelum belokan menuju rumah ini. Urai ibu pacarku.
Maksud ibu? Tanyaku lagi, berkali-kali. Ibu pacarku mulai menitikkan air mata.
Maksud ibu? tanyaku sekali lagi, Pacarku mati di lampu merah kedua sebelum
belokan kerumah ini?
Kamu seperti badut ya, lucu sekali, jawab sang ibu pacarku almarhum, Ya,
pacarmu telah tiada dan kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu.
***

32

17. Hanya Orang Gila, Pantai Dan Perempuan


Cantik
Hangat matahari membangunkan saya.
Perlahan-lahan akhirnya saya membuka mata.
Semua berwarna putih, lalu kuning muda, lalu kebiru-biruan, itulah langit. Matahari
telah terbit seperempat rupanya. Akhirnya mata saya yang minus membuka duaduanya. Nyawa saya pun kembali dengan sempurna.
Langit biru, suara debur ombak, dan cicit burung camar dikejauhan. Benar-benar
terasa seperti di surga. Saudara-saudara, perlu kalian semua ketahui, inilah impian
termanis dalam hidup saya. Tertidur di pantai, dan dibangunkan oleh matahari terbit
keesokan harinya. Saya memimpikan momen ini setiap hari, jika saya lelah berlari,
saya akan mengingat-ingat impian saya ini hingga membuat kaki saya terus berlari,
tak peduli jahitan sepatunya mulai membuka satu demi satu.
Matahari yang cerah. Langit biru muda. Debur ombak dan sepoi anginnya tak akan
lengkap tanpa sesuatu yang kemudian ditangkap oleh mata saya. Punggung indah
seorang wanita. Dia berdiri membelakangi saya, sosoknya menatap kearah pantai
dengan punggung yang terbuka. Ya! Saya segera menggerakkan sedikit tubuh saya
kedepan untuk menatap pemandangan yang melengkapi kesempurnaan surga itu.
Girl where did you come from? You got me so undone. Gazin in your eyes got me
sayin; What a beautiful lady. No ifs ands or maybes. Im releasin my heart. And its
feelin amazing!
Saya tersenyum sendiri karena sangat tidak percaya dengan apa yang saya lihat.
Terimakasih Tuhan, impian saya terwujud. Hanya saya, pantai dan perempuan
cantik. Terimakasih sudah dikabulkan ya Han. Kata saya dalam hati dengan
pandangan mata jauh menembus angkasa, tempat dimana kata Pak Ustad, Tuhan
itu berada.
Tiba-tiba punggung indah gadis itu berbalik, berganti dengan sebuah wajah indah
menatap kearah saya, lalu well, tentu saja sebuah senyuman terpasang dibibirnya.
Sayang sudah bangun? kata perempuan itu. Saya membalasnya dengan
senyuman. Perempuan itu melangkah mendekati saya. Kaki-kaki indahnya menjejak
pasir dengan sempurna. Itulah gadis impian dalam hidup saya. Rasanya saya sudah
menunggu sangat lama untuk merasakan momen seperti ini.
Dan gadis itu terus melangkah.
Sayang udah bangun? tanyanya sekali lagi, dan saya menjawabnya dengan
senyuman. Kaki gadis itu masih menjejak pasir, melangkah melewati tempat saya
berbaring diatas ranjang kayu lengkap dengan payung pelindung sengatan matahari.
Maaf aku bangun duluan, tadi rencananya mau berjemur, terdengar suara gadis itu
dibelakang saya, Tapi kau lihat sendiri, tempat berjemurnya ditidurin orang gila. Bisa
kau usir dia sayang?
***

33

18. Kugenggam Tangannya Saat Bulan Purnama


Kali ini, saya tidak akan bohong.
Baca pelan-pelan, sekali lagi saya bilang saya tidak akan bohong. Kemaren bolehlah
kalian mentertawakan saya, tapi kali ini, kalian harus percaya kisah saya ini.
Baiklah, biar kalian percaya, lihatlah ke atas, sorry, keluar dulu dari kamar, dari
rumah atau dari toilet atau dari tempurung. Ya, keluarlah, lihatlah ke angkasa raya.
Bulan bersinar penuh dengan indahnya.
Dan salah satu momen paling indah tengah saya alami.
Menatap bulan purnama, di tepian pantai dengan suara debur ombak yang terdengar
sayup-sayup, serta hembusan angin. Anda pikir saya sendirian? Oh no, tentu saja
tidak, buang jauh-jauh pikiran merendahkan itu. Saudara-saudara sekalian, angin
laut menghembuskan bau samudera disertai wangi parfum perempuan yang
menambah malam menjadi sangat nyaman.
Dan tentu saja perempuan itu ada disamping saya.
Kalian tak percaya kan? Tentu saja. Saya akan buktikan, sekarang saya dengan
perlahan menggerakkan tangan kanan saya untuk meraih jemarinya yang lentik itu.
Kulit pualamnya tampak bersinar memantulkan cahaya bulan. Allahu akbar bukan?
Kebesaran Tuhan dalam menciptakan cahaya abadi bernama matahari benar-benar
saya rasakan, matahari bersinar, sinarnya dipantulkan bulan, dan masih dipantulkan
lagi oleh tangan pualam perempuan disamping saya.
Sekarang saya sudah menggenggam tangannya.
Percayalah, malam ini adalah salah satu malam paling sempurna dalam hidup saya.
Bagaimana tidak, angkasa berhias bulan sempurna, pada tepian pantai yang indah,
bersama seorang kekasih pujaan hati yang menghangatkan jiwa. Tuhan, kata saya
dalam hati, bolehkah waktu kau hentikan sejenak?
Sebentar, sebelum Tuhan menjawab, saya merasa kalian semua masih tak
mempercayai saya. Bah! Manusia memang susah untuk diyakinkan, untuk dibuat
percaya satu sama lain, kalian hanya mudah untuk menyelidik dan curiga
mencurigai. Kalian tak ubahnya satpam perumahan!
Baiklah, saya mengerti dan paham kalian belum percaya sepenuhnya. Bahwa saya
sedang menggenggam tangan seorang perempuan, di pantai dengan sinar bulan
purnama. Lihat, sekarang saya kan membuat perempuan di sebelah saya bicara.
Sayang? saya bertanya pada perempuan disebelah saya. Tak ada jawaban, yang
terdengar hanya debur ombak. Ah, kalian pasti semakin curiga pada saya. Baiklah,
saya tanya sekali lagi, oke?
Sayang? kata saya pelan, kali ini seraya mempererat genggaman agar ia
merasakan jika saya memanggilnya. Sayang?
Ya?
Nah! Saudara-saudara sekalian! Baik yang dirumah, di dalam angkot, di warnet. Itu

34

suara sang perempuan! Sekarang kalian sudah percaya kan pada saya? Saya tidak
sedang berkhayal dan mengigau!
Kenapa lama sekali sih menjawabnya? tanya saya kemudian. Ini pertanyaan
khusus untuk kalian, jadi kalian tahu kenapa perempuan disamping saya ini begitu
lama menjawab pertanyaan saya.
Oh, aku sedang menikmati malam yang indah ini. Jawabnya, wajahnya jauh
mengarah ke samudera. Sinar bulan yang dipantulkan bulan dari matahari membuat
wajahnya sangat syahdu. Hati saya langsung berbunga-bunga. Ya, ini malam yang
telah lama saya impikan. Sekali lagi, dan saya mengulang ini bukan untuk membuat
kalian semua iri, malam yang indah dengan sinar bulan yang sempurna, saya di bibir
pantai bersama seorang perempuan dan menggenggam tangannya!
Aku juga tak ingin waktu segera berlalu. Kata saya seraya mempererat genggaman
tangan saya. Dan sekali lagi, ini bukan kalimat untuk membuat kalian iri, saya
semakin menggenggam tangannya yang lembut itu.
Aku juga tak ingin malam ini berlalu dengan cepat, kata suara yang terdengar
sangat lembut dan hangat dari samping saya. Oh syukurlah, betapa bahagianya, dia
memiliki keinginan yang sama dengan saya. Mungkin sebentar lagi saya akan
mencium bibirnya yang merekah itu. Berciuman dibawah sinar bulan adalah salah
satu keinginan saya.
Tapi, kau tak memakai jaket atau sweater seperti aku, kata gadis itu lagi, Nanti
kamu masuk angin sayang, kata perempuan disebelah saya itu tiba-tiba, nada
suaranya penuh rasa khawatir. Oh betapa bahagianya diri saya, anda bisa rasakan
juga kan perhatiannya? Dan saya menoleh padanya dengan tersenyum, semua akan
baik-baik saja, bahkan jika saya sakit, saya rela sakit demi dirinya. Oh tapi tenang,
saya selalu membawakan vitamin buat kamu, karena aku tahu kamu menderita
darah rendah, iya kan?
Saya menatap wajahnya yang sekarang risau, satu tangannya segera masuk
kedalam saku sweater biru mudanya, mengambil sebuah kapsul berwarna merah
beserta satu kemasan gelas air mineral. Minum sekarang, biar tubuh kamu kuat,
pinta perempuan itu, Jadi kita bisa semalaman berada di pantai ini.
Semalaman di pantai? Wow! Seru saya dalam hati, buru-buru saya menelan kapsul
itu dan mengirimnya ke lambung dengan air mineral cepat-cepat. Tentu saja saya
tak mau sakit saat momen berciuman datang kan?
Tapi sial!
Kenapa kepala saya sekarang pusing?
Aduh, obat itu terlambat saya minum.
Mata saya menjadi berat dan berkunang-kunang. Bulan purnama menjadi samar.
Dan sepertinya, tubuh saya menjadi bertambah berat dan merosot jatuh ke pasir.
Saya genggam tangan perempuan itu kuat-kuat, dan sepertinya ia berteriak
memanggil orang-orang, mungkin minta pertolongan. Antara sadar dan tidak, saya
masih mendengar suara perempuan itu berteriak.

35

Ayo sini! kata perempuan itu, Buruan, bawa tandunya kemari! perintahnya.
Tandu? Ya, saya merasa tubuh saya kemudian diangkat dan dibaringkan ke atas
tandu yang dibawa dua laki-laki tinggi besar. Kalian memarkir ambulannya di mana
sih? suara perempuan itu lagi. Lain kali, parkir ambulannya jangan jauh-jauh dong,
jadi pasien bisa segera dikembalikan ke rumah sakit jiwa.
***

36

19. Orang Gila Mengucap Selamat Malam


Sudah sehari semalam saya menahan diri untuk tidak menceritakan kisah saya ini.
Tentu saja saya tak mau bercerita dengan sia-sia, karena jika saya bercerita lagi,
kalian semua pasti sudah tidak mempercayai saya lagi.
Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir bahwa saya orang gila.
Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir bahwa kalian semua adalah orangorang normal dan saya yang gila.
Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir saya akan menceritakan kisah yang
tak sesungguhnya.
Jadi, jika sampai kalian membaca ini dan berpikir seperti apa yang saya katakan tadi
di atas, maka ada baiknya kalian berhenti saja, tak perlu meneruskan apa yang
kalian lakukan. Percayalah pada saya, waktu akan lebih bermanfaat bila hidup kalian
sejahtera, toh kalian sudah menghakimi bahwa cerita saya tidak benar, bahwa saya
gila.
Baiklah, saya akan membiarkan kalian semua untuk berpikir dan menentukan mana
yang lebih baik, terus mendengarkan kisah saya atau berhenti disini saja.
Butuh waktu berapa lama?
Nah, itulah kalian, orang-orang yang mengaku normal. Kalian berpikir terlalu lama.
Sudah putuskan saja.
Lanjutkan atau tidak?
Karena saya saja yang kalian anggap gila. Sudah memutuskan bahwa saya tidak
akan bercerita apa-apa malam ini.
Sampai disini saja.
Selamat malam.
***

37

20. Badut Dan Anda


Sekarang saya mempertemukan dua tokoh yang sangat kalian kenal. Tokoh pertama
sangat kalian cintai karena bisa membuat kalian tertawa terpingkal-pingkal dan
merasakan bahagia seharian. Tokoh kedua adalah sosok yang kalian sayangi
karena membuat kalian menjadi manusia normal.
Yeah, saudara-saudara sekalian.
Waktunya kita sambut Si Badut dan Orang Gila!
Kita panggil mereka satu persatu, biar nggak rebutan munculnya. Nanti saya yang
susah menggambarkannya kalau muncul berbarengan.
Baiklah.
Sudah siap?
Kita sambut tokoh kesayangan kita semua.
Si Orang Gilaaaa!!!
Yeah! Ayo tepuk tangan semua!!
Loh.
Mana?
Kok nggak muncul?
Sabar saudara-saudara.
Tenang dulu, jangan khawatir dan harap maklum, namanya juga orang gila.
Jadi kita panggil sekali lagi.
Kita sambut tokoh kesayangan kita semua
Si Orang Gilaaa!!
Yeah, tetap nggak muncul juga. Dasar orang gila!
Tapi nggak apa-apa, karena saya orang normal, saya akan panggil sekali lagi untuk
kalian semua. Toh, sunnah mengatakan, ada tiga kesempatan bukan? Di acaraacara pengumuman juara juga demikian, selalu dipanggil tiga kali sebelum
dinyatakan gagal atau diskualifikasi. Jadi masih ada satu kesempatan. Dan inilah
kesempatan ketiga untuk si orang gila. Saya akan memanggilnya, siap?
Kita sambut tokoh kesayangan saya
Si Orang Gilaaaaa!!!
Hmmm
Masih nggak muncul juga.
Kenapa sih diajak serius nggak bisa?
Kamu kan gila, bukan tuli. Konsentrasi dong, saya sudah manggil kamu tiga kali.
Masih aja asyik membaca?
***

38

21. Presiden Hanya Diam Mematung


Akhirnya patung itu siap untuk diresmikan.
Pada hari itu, jalanan ditutup sementara. Polisi dan aparat keamanan gabungan
sudah berjaga-jaga sejak pagi. Begitu mendekati jadwal peresmian, serombongan
Pasukan Pengamanan Presiden tiba, maka penjagaan makin diperketat. Tahulah
kita, bahwa patung itu akan diresmikan langsung oleh yang terhormat Bapak
Presiden.
Menjelang siang, orang-orang makin ramai. Kepala Kepolisian Negara buru-buru
memerintahkan anak buahnya yang tengah menganggur atau duduk-duduk di
kantor, atau yang tengah mengetik surat kehilangan dan berharap komisi dua puluh
ribu, atau yang tengah menilang motor dipinggir jalan dan berharap uang titipan
pengadilan lima puluh ribu segera meluncur ke lokasi peresmian untuk menjadi
pengamanan bantuan. Tentu saja aparat bantuan itu mengeluh, tak ada uang
tambahan jika menjadi tenaga bantuan pengamanan, paling banter nasi kotak
berlauk ayam alot. Tapi perintah komandan adalah masa depan, mau suram atau
cerah tergantung penyikapan anak buah. Maka pengamanan semakin ketat. Sedang
orang-orang yang berkerumun mendekati ribuan.
Ada acara apa sih? tanya seseorang pada seseorang diantara kerumunan.
Ada peresmian patung. Jawab seseorang itu pada seseorang yang bertanya.
Patung? tanya seseorang itu lagi pada seseorang yang menjawab.
Ya, presiden akan datang untuk meresmikan patung yang tertutup kain hitam itu.
Jawab seseorang pada seseorang yang terus bertanya itu. Kamu dari kampung
ya? seseorang yang tadi menjawab balik bertanya pada seseorang yang tadi
bertanya kepadanya. Masak kamu nggak tahu hari ini ada peresmian patung yang
menghebohkan itu? tanya seseorang yang semula menjawab pertanyaan
seseorang itu lagi. Seseorang yang semula bertanya hanya menjawab dengan
gelengan kepala.
Saya nggak ngerti, jawab seseorang yang semula bertanya pada seseorang yang
semula menjawab. Tolong jelaskan pada saya.
Sebulan lalu, Presiden mengumumkan bahwa dirinya akan mendirikan patung yang
sama persis dengan dirinya, baik wajah, postur tubuh untuk kemudian ditaruh disini.
Seseorang yang semula menjawab akhirnya rela menerangkan, dibawah terik
matahari yang semakin panas, diantara bau keringat kerumunan orang yang
berdesak-desakan.
Buat apa Presiden melakukan itu, apa dia sudah tidak ada pekerjaan lain, bukankah
Negara ini masih carut-marut? ujar seseorang yang semula bertanya, ia
mengutarakan pendapatnya.
Nah, karena masih carut-marut itu, jawab seseorang yang semula menjawab,
menimpali pendapat seseorang yang semula bertanya, Dan banyaknya
kekecewaan pemilihnya pada janji-janjinya yang belum terwujud, Presiden membuat
patung itu.
Maksudnya?
Siapa saja, rakyat dari lapisan apa saja, yang merasakan kekecewaan pada diri
bapak Presiden, boleh melemparkan apa saja, batu, tomat, tai kucing, tai kambing,
tai sapi, pokoknya apa saja kepada patung itu. Jawab seseorang yang semula

39

menjawab itu, menjelaskan dengan detail.


Wah! seru seseorang yang semula bertanya, Benarkah?!
Ya!
Saya tidak membawa apa-apa!
Tenang bung, nanti saya beri sedikit dari apa yang saya bawa.
Anda bawa apa memangnya?
Saya bawa seember tai sapi!
Wah!
Ribuan orang yang berkumpul disini juga demikian.
Wah!
*
Patung itu akan diresmikan tepat pukul dua belas siang ini.
Rombongan Presiden pun tampak sudah mendekat. Sirene mobil pengawalnya
mulai bersahut-sahutan. Polisi-polisi dan aparat keamanan serta Paspampres mulai
terlihat sibuk merapihkan kerumunan. Sebuah sedan Mercedes Benz hitam dengan
kaca anti peluru berhenti. Presiden kemudian turun, ia memakai batik warna biru
cerah dan bercelana kain hitam. Rambutnya disisir dengan rapi. Sebuah jam
berwarna keemasan tampak mengkilat tersiram cahaya matahari. Dengan tangan
yang dilingkari jam itu, ia kemudian melambai pada rakyatnya. Kerumunan ribuan
orang berteriak serempak; Huuuuuuuu!
Dan Paspampres buru-buru mengamankan bapak Presiden masuk ke dalam tenda
khusus VVIP yang berpendingin sebelum keadaan semakin kacau. Tepat pukul 12
siang. Kerumunan semakin tak sabar dan gelisah. Orang-orang mulai berteriak
histeris meminta kain hitam penutup patung dibuka. Buka! Buka! Buka! Buka!
Akhirnya, tanpa ada seremonial apapun. Kepala Kepolisian Negara berjalan
mendekat kearah tombol khusus yang berada tak jauh diluar tenda. Demi alasan
keamanan, Bapak Presiden akan menyaksikan proses peresmian pembukaan tirai
patung ini dari monitor televisi di dalam tenda VVIP. Dan saya yang akan menekan
tombol ini. Kata Kepala Kepolisian Negara. Ia pun melihat jam tangannya,
mengucap basmalah, lalu menekan tombol.
Tirai yang semula menutupi patung pun jatuh kebawah.
Semua orang ternganga melihat karya sang pematung. Patung Presiden yang berdiri
dihadapan mereka itu sungguh mirip dengan aslinya. Patung itu memakai batik
warna biru, celana kain hitam, rambutnya disisir rapi dengan jam tangan berwarna
emas melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Sepertinya, kau boleh mengambil semua tai sapi yang aku bawa. Kata seseorang
yang semula menjawab pada sosok yang tadinya bertanya.
Tidak perlu kisanak, jawab seseorang yang semula bertanya. Saya intelijen
Negara. Nah, Anda tidak mungkin melempari atasan Anda sendiri kan? lanjutnya,
"Tapi menangkapi orang-orang yang melemparinya."
***

40

Anda mungkin juga menyukai