AGONIA SENJA
AGONIA SENJA
Cerpen: Novieta Tourisia
www.rajaebookgratis.com
Seharusnya batas waktu penggunaan kolam renang
Namun di pertengahan kolam, saya menghilang.
Menyelam dengan bebas pada kedalaman dua koma lima
meter hingga membuatnya kesal bukan kepalang. Sudah
capek-capek menuntun sampai tiga puluh meter jauhnya,
ternyata yang dituntun mahir berenang, bahkan menyelam
hingga nyaris menyentuh dasar kolam. Maka ia menantang
saya menyelam dalam kolam renang berukuran olimpiade
ini bolak-balik tanpa jeda, dan menerima tantangannya
tanpa berpikir dua kali.
***
IA tidak menyadari, saya tak sedikit pun berusaha
memenangkan perlombaan ini. Saya terlalu menikmati air
kolam yang hangat beradu dengan dingin menusuknya
sang bayu. Saya mengayun kedua tangan dan kaki
seirama dengan roda waktu, seolah saya diciptakan
sebagai makhluk air bernama penyu bermata sayu.
Ketika ia telah jauh mendahului saya, tiba-tiba saya
berhenti. Sesuatu yang hilang seperti menyeret saya ke
belakang serupa jalinan memento, membuat penasaran
akan rasanya kematian. Semakin penasaran karena
degup jantung tak juga menemukan titik pemberhentian.
Saya tak berkedip hingga tiga puluh detik pertama,
***
SAYA yakin Dia di Atas sana mendengar dan
mewujudkan permohonan saya akan kiriman surga
bernama doa. Sebab kengiluan tak lagi ada, digantikan
bara hangat yang berembus lewat napasnya pada mulut
saya. Ia melukis lengkung lidah mesra di dalamnya,
sembari dihantui kepanikan akan degup jantung saya yang
meski tak lagi ngilu namun semakin melemah dan
memberi getaran kecil seolah memohon ampun untuk
segera diakhiri. Jantung saya berbicara, mewakili pita
suara yang sungguh tak sanggup melahirkan kata. Detik itu
pula saya percaya, segalanya akan mati sia-sia sekali pun
cinta sebagai peran utama. Saya tahu, keabadian selalu
***
SAYA memang digantung koma, namun bukan berarti
tak lagi tersisa air mata. Tetesan itu menyeruak keluar dari
lingkar mata serupa guratan pada cabang pepohonan.
Saya menangis bukan untuknya, melainkan diri sendiri.
Jika harus saya hitung satu demi satu pengkhianatan yang
telah saya lakukan di belakangnya tanpa pernah sekali pun
ia ketahui hingga hari ini, akan ada lebih dari sepuluh
nama yang tertera di dalamnya, lebih dari sepuluh cerita
yang nantinya terbaca, dan lebih dari sepuluh hati yang
tercabik dan meluka, bagian yang tersulit untuk diobati
dengan penawar apa pun kecuali hati itu sendiri.
Saya pengkhianat, tapi saya mencintainya.
Mencintainya tanpa mengharap balasan namun pada
kenyataannya cinta saya kepadanya kalah telak oleh cinta
yang ia berikan kepada saya. Tak akan pernah mampu
saya mengimbangi perasaannya yang sudah berada di
puncak dari segala tingkat. Saya pengkhianat, tapi saya
tak pernah meninggalkannya. Ada magnet yang menarik
saya dan kutub-kutubnya memompa lembut jantung hati ini
untuk terus berdegup setiap kali saya bersamanya. Saya
pengkhianat, tapi saya takut dikhianati. Mungkin karena itu
mati.
Saya terharu bahwa pada detik-detik menjelang babak
akhir kehidupan ini, masih ada hati yang mencintai saya,
yang tidak semata-mata menginginkan saya, meski ia tak
berhasil menolong saya. Air mata tak lagi berupa cairan, ia
telah menyatu dengan angin, sehingga kekasih saya tak
tahu betapa pedih yang saya rasakan saat harus
meninggalkannya, sebelum saya sempat mengatakan
maaf dan mengecup kelopak bibirnya untuk terakhir
kalinya.
***
SAYA pasrah. Ruh saya menari-nari gemulai,
menyeringai lebar dengan lidah api yang terjulur dari
mulutnya. Ia akan dilahirkan kembali nun jauh di sana, di
astana dasamuka. Sementara jasad yang selama ini
menjadi topangannya, tempat saya merelakan tubuh ini
berkhianat ke sana kemari pada tubuh-tubuh yang juga
pengkhianat oleh sebab hasrat ruh yang melewati batas,
harus rela juga ketika pada akhirnya hanya akan berakhir
di kotak kayu pengap dan panjangnya pas-pasan yang
dinamakan peti mati.***
Catatan:
agonia: rasa sakit yang amat sangat
Jumat, 01 Februari 2008
11:55 WIB