Anda di halaman 1dari 13

Kumpulan Puisi “Sepertinya Aku Manusia”

Roh

Roh-roh itu berjalan gemulai menyusuri jembatan kecil.

Berhimpitan mencari celah

Kasat Mata tapi tak berjiwa, terasa tapi bukan perasa

Ditubuh roh itu terpasang mesin

Menggerakkannya, mengulangnya, hingga dijemput ajal

Mustahil mesin itu kan rusak

Resepnya sederhana, cabut hatinya maka ia akan hidup fana selamanya

Yang hidup mencari penghidupan,

yang mati mengkhianati peradaban

Kelak kan dirindukannya segala romansa

Yang menjauhkannya dari realita

--

Apakah Aku Manusia ?

Hampa, bagai bukan manusia,

Ia berjalan tanpa menapak,

Tak bergeming mesti ditiup badai,

Jelas kusaksikan angina itu melaluinya

Seolah ia tak ada, tak mampu diraba, tak mampu dirasa

Menuju tak mampu dilihat


Mungkin ia memang bukan manusia,

Atau memang ia lah manusia

Bumi dan seisinya jelas sudah gila,

Banyak yang mencoba menjadi manusia,

Banyak pula yang mencoba untuk tidak menjadi manusia

Akal hanya ilusi, sebatas dongeng fiksi

Ia hanya ada di utopia,

Sebab itu yang menjadikan kita manusia bukan,

Atau manusia memang sudah punah,

Memang aku tak pernah percaya Darwin!

Bagaimana mungkin kera berevolusi,

Puluhan Ribu tahun lamanya,

Hanya untuk menjadi,

Manusia

Sungguh kemunduran yang memalukan

Maafkan aku kera,

Bukan maksud dan inginku,

Menghianati evolusimu
Sepertinya Aku Manusia

Jantungku masih mampu berdetak,

Pun hati ini masih mampu menawar racun,

Detaknya kadang stabil, lebih sering tidak

Apalagi kalau dihadapkan pada ketidakadilan,

Racun yang menodai peradaban,

Ingin aku memusnahkannya,

Walau tak jarang hanya dengan bergumam,

Mengutuk dalam kalbu, tak sempat diutarakan

Aku tak tau

Apakah aku yang sudah gila ?

Atau bumi dan seisinya yang sudah hilang rasa,

Menguap ke udara,

Mengembun entah kemana,

Kejahatan bagai tontonan, tak jarang jadi tuntunan

Memanusiakan manusia pun bagai tugas terberat

Sementara malaikat tertawa kecil,

Bersyukur tidak terlahir sebagai manusia

Aku mungkin bukan manusia

Atau mereka yang mungkin belum manusia

Aku bukan ubermensch


Apalagi Insan Kamil,

Tapi aku yakin dan percaya

Dengan mencoba menjadi manusia

Setidaknya ilahi menyaksikan dan mengangguk setuju

Kala ku katakan dengan lantang

“Sepertinya Aku Manusia”

Tidak Kurang, Tidak Lebih

Hina dan Terhormat di saat yang bersamaan

Tenggelam dan mengapung sekaligus

Dalam rencana semesta

--

Tanah Cenderawasih

Kulitku hitam legam,

Tak seperti kebanyakan kamu,

Rambutku keriting dan tak beraturan,

Tak selurus jalanmu yang merdeka itu,

Tapi aku ya tetap aku

Tahukah engkau ?

Di tempatku tinggal tak ada beton menjulang,


Ditumpuk hingga menyentuh awan,

Kufikir hanya gunung yang mampu melakukannya

Tapi tempatku ya tempatku,

Tidak sama dengan tempatmu,

Disini kami harus menjemput air,

Kudengar di tempatmu sana,

Justru Air yang mendatangimu,

--

Tanah Cenderawasih (Bag.2)

Di tanah kami,

Bersuara dilarang,

Bagiku merdeka itu mengerikan,

Pamanku mati ditembus bedil,

Persis setelah mengucap kata itu,

Sama halnya dengan lapar,

Aku selalu dituduh pembual,

Setiap kuteriakkan kata itu,

Di pulau yang kaya raya ini

“Tak mampukah kau lihat pembangunan itu?”

Ujar orang berpendidikan itu,


Mereka sangat pintar

Meski tak pernah mengajariku cara,,,

Memakan aspal yang membelah gunung-gunung kami

--

Bumi Bercerita di Kota

Menanam beton, melukis jalanan

Besi-besi raksasa itu ditancapkan ke bumi,

Air-air tanah itu dikuras habis,

Diantarkannya air-air itu persis ke lubang pantat manusia

Yang sedang duduk dalam beton kokoh Gedung pencakar langit

Membalas air dengan tai

Kadang langit menangis tak henti-henti,

Begitupun bumi,

Ingin ia menangis,

Sebab ia dikaruniai kemampuan

Ya,

Kemampuan untuk menyaksikan

Peradaban yang di bumi lenyapkan

Kemampuan untuk mendengarkan

Tangisan pilu cucu adam yang saling bersahut-sahutan


Kemampuan untuk merasakan,

Getaran penderitaan seluruh yang bersemayam di alam raya

Pepohonan yang menari bahagia tertiup angin,

Kini berganti beton penuh kaca,

Memantulkan panas,

Memantulkan potret,

Mahluk Bengis tak tau terimakasih.

--

Kontemplasi

Raga terasa begitu lesu

Sejalan dengan suasana kalbu,

Yang sendu membiru tak menentu,

Batok kepala ini seakan ingin meledak

Memuntakan gumpalan halus lembut otak,

Membiarkannya berserakan di jalanan,

Dilindas hingga tak beraturan

Sebab,

Tak mampu lagi ia temukan jawaban

Atas kegelisahannya, atas keresahannya, atas kepiluannya,

dan atas kebingungannya


Bumi berputar perlahan,

Nyaris tak terasa,

Sebagian tak mampu bertahan dalam putarannya,

Hingga ditarik tidur kedalam perut bumi

Sebagian lagi begitu bahagia menari diatas putarannya

Kelak ia pun ditarik tidur kedalam perut bumi

Ingin aku berteriak, “Berhentilah berputar”

Biarkan waktu berhenti sejenak,

Biarkan manusia duduk diam saling tatap

Atas segala kejahatan yang dilakukannya pada sesama,

Atas segala kebengisannya pada sesama,

Atas segala kebanalan yang disebarkannya pada dunia

Atas segala kepalsuan yang mana ia tertawa diatasnya,

Andai memang itu semua kuasa tuhan,

Maka izinkanlah aku,

Mencari dan membunuh tuhan itu,

Percuma fikirku

Meskipun kutemukan tuhan itu, tetap ia akan salahkan setan

Atas kematian si miskin diatas bumi,

Atas kelaparan yang diderita akibat kerakusan cucu adam,

Atas setiap tetes air mata yang jatuh kala ia beribadah penuh harap
Atas setiap rasa sakit,

Atas setiap rasa kecewa,

Dan atas setiap rasa yang tak mampu lagi ia rasa

--

Masturbesyen

Salahkah aku menyentuh aku ?

Salahkah aku menikmati diriku ?

Membiarkan aku terlarut oleh aku

Membiarkan diriku hanyut akan diriku

Rasanya memang aneh,

Tidak seperti sentuhannya,

Tapi aneh bukan berarti tidak enak bukan ?

Tapi aneh bukan berarti aku tidak menikmatinya bukan ?

Ah sudahlah,

Tanganku masih bergentar,

Kala menggelitik hingga pinggangku bergeser,

Ke kanan, Ke kiri,

Kemana saja ia mau jari ini enggan lepas

Bahkan panggulku tak sanggup memanggulnya,

Salahkah aku ?

Yang berkhayal bahwa ini sentuhanmu

Iya KAMU!

Yang mengkristal di benakku!


Saat kupejamkan mataku,

Justru nafas sengalmu yang merasukiku!

Lengkap, dengan wajah sendumu,

Seperti melayang Bersama Nabi Isa,

Kembali ketika kiamat tiba

Biar kunikmati hari ini sebelum hari akhir itu dating,

Menjemput aku,

Menjemput kamu,

Menjemput Mereka,

Bersama kenikmatan ini.

DATA DIRI

Nama : Teuku Muhammad Farhan Algifari

No.HP : 081331726942

No.Rek : 0860653642 BNI a/n Teuku Muhammad Farhan Algifari

Akun Medsos : Tmfarhan (Twitter) Tmfarhaan (Instagram)

Sarjana Hubungan Internasional dari FISIP Universitas Brawiijaya, Pernah menjabat sebagai
Presidium Nasional Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Indonesia
(ILMISPI) dan saat ini bekerja sebagai Tenaga Ahli di DPR RI.
Figure 1 Foto Pribadi

Anda mungkin juga menyukai