2.Tertutuplah Pintu-Bahasa
Menutup pintu-bahasa
Membuka jendela-cinta.
3.
Wahai pejalan,
Walau kau telah seratus kali ingkar janji, datanglah, dan datanglah lagi!
Karena Tuhan telah berfirman:
Ketika engkau mengangkasa, ataupun terpuruk dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku, karena Aku-lah Jalan itu.
4.
5.
Aku mati sebagai mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.
Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.
Apa yang mesti kulakukan, O Muslim? Aku tak mengenal didiku sendiri
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan Muslim
Aku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,
Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,
Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,
Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari hal
Aku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,
Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.
Aku bukan dari dunia ini ataupun dari akhirat, bukan dari Surga ataupun Neraka
Aku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari Rizwan
Tempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejak
Ini bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa Kekasih
Telah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini Esa
Esa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggil
Ia yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathin
Tidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu" dan "Ya man Hu"
Aku mabuk oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahu
Aku tak berbuat apa pun kecuali mabuk gila-gilaan
Kalau sekali saja aku semenit tanpa kau,
Saat itu aku pasti menyesali hidupku
Jika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,
Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.
O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabuk di dunia ini,
Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabuk dan gila-gilaan.
7. Kearifan Cinta
8. Nafsu
9. Kekasih
Tentang seseorang di pintu Sang Kekasih
dan mengetuk. Ada suara bertanya, Siapa di sana?
Dia menjawab, Ini Aku.
Sang suara berkata, Tak ada ruang untuk Aku dan Kamu.
Pintu tetap tertutup
11. Cinta
Berpisah dari Layla, Majnun jatuh sakit. Badan semakin lemah, sementara suhu badan semakin tinggi.
Para tabib menyarankan bedah, Sebagian darah dia harus dikeluarkan, sehinggu suhu badan
menurun.
Majnun menolak, Jangan, jangan melakukan bedah terhadap saya.
Para tabib pun bingung, Kamu takut? padahal selama ini kamu masuk-keluar hutan seorang diri. Tidak
takut menjadi mangsa macan, tuyul atau binatang buas lainnya. Lalu kenapa takut sama pisau bedah?
Tidak, bukan pisau bedah itu yang kutakuti, jawab Majnun.
Lalu, apa yang kau takuti?
Jangan-jangan pisau bedah itu menyakiti Layla.
Menyakiti Layla? Mana bisa? Yangn dibedah badanmu.
Justru itu. Layla berada di dalam setiap bagian tubuhku. Mereka yang berjiwa cerah tak akan melihat
perbedaan antara aku dan Layla.
Siapa Di Pintuku?
Bahagia Sejenak
Bahagia sejenak
kamu dan aku duduk di serambi
kita dua, tapi satu roh, kamu dan aku
kita rasa aliran air kehidupan di sini
kamu dan aku dengan keindahan taman
dan burungburung bernyanyi
bintangbintang menatap kita
dan kita menanyakan mereka
gimana mau menjadi bulan sabit kecil
kamu dan aku bukan diri, bakal menyatu
takberasingan, betapa spekulasi kamu dan aku.
tiong syorgawi bakal retakkan gula
waktu kita tertawa bersama, kamu dan aku
dalam satu bentuk di muka bumi ini
dan dalam bentuk lain di bumi manis
di kebebasan waktu yang tak tecatat
Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah hidup. Sebab tanpa Cinta,
segala perbuatan tidak akan dihitung pada Hari Perhitungan nanti. Setiap waktu yang berlalu tanpa
Cinta, akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit dan terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari.
Mereka merupakan bintang-bintang di langit agama yang dikirim dari langit ke bumi. Demikian
pentingnya Penyatuan dengan Allah dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting dalam zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan. Lihatlah
pepohonan ini ! Semuanya gembira bagaikan sekumpulan kebahagiaan. Tetapi wahai bunga ungu,
mengapakah engkau larut dalam kepedihan ? Sang lili berbisik pada kuncup : Matamu yang
menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati adalah melalui Kerendahan Hati. Hingga dia akan
sampai pada jawaban YA dalam pertanyaan : Bukankah Aku ini Rabbmu ?
Kamu pipa air yang kering dan aku hujannya/kamu kota yang hancur dan aku arsiteknya/tanpa khidmat
padaku sang mentari suka cita/kamu takkan pernah mencicipi bahagia.
Apa yang mesti kulakukan, O Muslim? Aku tak mengenal didiku sendiri
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan Muslim
Aku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,
Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,
Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,
Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari hal
Aku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,
Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.
Aku bukan dari dunia ini ataupun dari akhirat, bukan dari Syurga ataupun Neraka
Aku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari Rizwan
Tempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejak
Ini bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa Kekasih
Telah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini esa
Esa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggil
Ia yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathin
Tidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu dan Ya man Hu
Aku mabuk oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahu
Aku tak berbuat apa pun kecuali mabuk gila-gilaan
Kalau sekali saja aku seminit tanpa kau,
Saat itu aku pasti menyesali hidupku
Jika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,
Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.
O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabok di dunia ini,
Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabuk dan gila-gilaan.
Rumi bernyanyi
Ngengat-ngengat, terbakar oleh cahaya obor di wajah Sang Kekasih, adalah pecinta-pecinta yang
berdiam di tempat suci.
Kalaupun kita dianggap gila atau mabuk, ini karena Pembawa Piala dan Sang Piala.
Karena mulutku telah mengunyah Kemanisan-Nya Dalam pandangan yang jelas kulihat Dia berhadap-
hadapan.
Warna Agama
Chinese Art and Greek Art
dia bernyanyi
Terang Benderang
jangan tanya apa agamaku. aku bukan yahudi. bukan zoroaster. bukan pula islam. karena aku tahu,
begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku.
Simbolisme Sufi
Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari
sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode ini, manusia tidak tahu
ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus
pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda.
JALAN
Kedua adalah orang Arab, ia berkata, Tidak, karena aku ingin inab.
Ketiga adalah orang Turki, ia berkata, Aku tidak ingin inab, aku ingin uzum.
Karena mereka tidak tahu arti nama-nama tersebut, mereka mulai bertengkar. Mereka memang sudah
mendapat informasi, tetapi tanpa pengetahuan.
Orang bijak yang memperhatikan mereka berkata, Aku tidak dapat memenuhi semua keinginan kalian,
hanya dengan sekeping uang yang sama. Jika kalian jujur percayalah kepadaku, sekeping uang kalian
akan menjadi empat; dan keempatnya akan menjadi satu.
Mereka pun tahu bahwa sebenarnya keempatnya dalam bahasa masing-masing, menginginkan benda
yang sama, buah anggur.
Seekor elang kerajaan hinggap di dinding reruntuhan yang dihuni burung hantu. Burung-burung hantu
menakutkannya, si elang berkata, Bagi kalian tempat ini mungkin tampak makmur, tetapi tempatku
ada di pergelangan tangan raja. Beberapa burung hantu berteriak kepada temannya, Jangan percaya
kepadanya! Ia menggunakan tipu muslihat untuk mencuri rumah kita.
DIMENSI LAIN
MANFAAT PENGALAMAN
KESADARAN
Manusia mungkin berada dalam keadaan gembira, dan manusia lainnya berusaha untuk menyadarkan.
Itu memang usaha yang baik. Namun keadaan ini mungkin buruk baginya, dan kesadaran mungkin baik
baginya. Membangunkan orang yang tidur, baik atau buruk tergantung siapa yang melakukannya. Jika
si pembangun adalah orang yang memiliki pencapaian tinggi, maka akan meningkatkan keadaan orang
lain. Jika tidak, maka akan memburukkan kesadaran orang lain.
Seorang anak laki-laki menangis dan berteriak di belakang jenazah ayahnya, ia berkata, Ayah! Mereka
membawamu ke tempat di mana tidak ada pelindung lantai. Di sana tidak ada cahaya, tidak ada
makanan; tidak ada pintu maupun bantuan tetangga
Joha, diperingatkan karena penjelasan tampaknya mencukupi, berteriak kepada ayahnya sendiri:
REALITAS SEJATI
JIWA MANUSIA
DUA ALANG-ALANG
RASUL
KEBENARAN
ILMU PENGETAHUAN
Pengetahuan akan Kebenaran lenyap dalam pengetahuan Sufi. Kapan manusia akan memahami ucapan
ini?
Hidup/jiwa seperti cermin bening; tubuh adalah debu di atasnya. Kecantikan kita tidak terasa, karena
kita berada di bawah debu.
KERJA
RUMAH
Jika sepuluh orang ingin memasuki sebuah rumah, dan hanya sembilan yang menemukan jalan masuk,
yang kesepuluh mestinya tidak mengatakan, Ini sudah takdir Tuhan.
BURUNG HANTU
UPAYA
PENCARIAN
TUGAS INI
Kau mempunyai tugas untuk dijalankan. Lakukan yang lainnya, lakukan sejumlah kegiatan, isilah
waktumu secara penuh, dan jika kau tidak menjalankan tugas ini, seluruh waktumu akan sia-sia.
KOMUNITAS CINTA
Syair religius di atas adalah cuplikan dari salah satu puisi karya penyair sufi terbesar dari Persia,
Jalaluddin Rumi. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan
perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga
dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah --kedalaman makna dan keindahan bahasa--
yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum maupun sesudahnya.
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya.
Rumi adalah guru nomor satu tarekat Maulawiah --sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan
berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan
Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman pada sekitar tahun l648.
Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewa-dewaan akal dan indera dalam menentukan
kebenaran. Pada zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Bagi kelompok yang mengagul-agulkan akal, kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh
indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, cepat-cepat mereka
ingkari dan tidak diakui.
Padahal, menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan iman kepada sesuatu
yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang
tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan, "Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah
gagasan yang dipelopori kelompok Mu'tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh
kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya
Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya."
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala
atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang
lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. "Padahal, yang lahir itu senantiasa
menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda
mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?" tegas Rumi.
Pengaruh Tabriz. Fariduddin Attar, seorang tokoh sufi juga, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru
berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak bakal menjadi tokoh spiritual besar.
Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin itu tidak meleset.
Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207 Rumi menyandang nama lengkap
Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian
besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi.
Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama (raja
ulama). Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan merekapun
melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh
hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru beruisa
lima tahun.
Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah,
Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin
Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan
sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika
Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat
dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran
gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut.
Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan
agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da'i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di
Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat
berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya,
Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000 orang.
Sebagaimana seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan
mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang
sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi Tabriz.
Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu
kepadanya. Tiba- tiba seorang lelaki asing --yakni Syamsi Tabriz-- ikut bertanya, "Apa yang dimaksud
dengan riyadhah dan ilmu?" Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu
jitu dan tepat pada sasarannya. Ia tidak mampu menjawab. Berikutnya, Rumi berkenalan dengan
Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Ia
berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz. Mereka betah tinggal di dalam
kamar hingga berhari-hari.
Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, "Sesungguhnya, seorang guru besar
tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski
sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu
melihat kandungan ilmu yang tiada taranya."
Rumi benar-benar tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna. Cuma
celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya. Akibatnya banyak muridnya yang protes.
Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut terjadi fitnah dan takut atas
keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara diam-diam meninggalkan Konya.
Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, saking cintanya kepada gurunya itu, kepergian Tabriz itu
menjadikan Rumi dirundung duka. Rumi benar-benar berduka. Ia hanya mengurung diri di dalam
rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Tabriz yang mendengar kabar ini, lantas berkirim surat dan
menegur Rumi. Karena merasakan menemukan gurunya kembali, gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia
mulai mengajar lagi.
Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan Salad, untuk mencari Tabriz di Damaskus.
Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas tindakan murid-
muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan kembali ke Konya.
Demi mengabulkan permintaan Rumi itu, Tabriz kembali ke Konya. Dan mulailah Rumi berasyik-asyik
kembali dengan Tabriz. Lambat-laun rupanya para muridnya merasakan diabaikan kembali, dan mereka
mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz. Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-
diam meninggalkan Rumi, lantaran takut terjadi fitnah. Kendati Rumi ikut mencari hingga ke
Damaskus, Tabriz tidak kembali lagi.
Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya
untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga ia
menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair-
syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula
wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat-i Syams Tabriz.
Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin
Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, ia berhasil selama 15 tahun terakhir masa hidupnya
menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi-i. Buku ini
terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf
yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Karya
tulisnya yang lain adalah Ruba'iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam
bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-
suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama Syekh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat
ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang Berputar-putar). Nama
itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh
gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFAT. Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi.
Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, gara-gara mendengar kabar bahwa tokoh panutan
mereka, Rumi, sakit keras. Meski menderita sakit keras, pikiran Rumi masih menampakkan
kejernihannya.
Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo'akan, "Semoga Allah berkenan memberi ketenangan
kepadamu dengan kesembuhan." Rumi sempat menyahut, "Jika engkau beriman dan bersikap manis,
kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit."
Pada 5 Jumadil Akhir 672 H dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke rahmatullah. Tatkala jenazahnya
hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Begitulah kepergian
seseorang yang dihormati ummatnya.