Di Dalam Atap
Sebuah Cinta
Karya
Aslam Dhena Maysar
© 2012
SANDRA ANGELINA : Gadis belia masih SMA cantik, baik, putih, merupakan
tunangan Bima, mantan kekasih Fathir, teman satu SMA
dengan Felicia.
ADEGAN I
LAMPU MULAI MENYALA. TERLIHAT SEORANG GADIS CANTIK
BERPAKAIAN SERAGAM SMA DI RUANG TAMU SEBUAH RUMAH YANG
AGAK MEWAH DUDUK DI KURSI DENGAN MUKA CEMAS DAN GELISAH,
SEAKAN SEDANG MENUNGGU SESEORANG YANG TAK KUNJUNG
DATANG.
SANDRA
Iya iya tunggu sebentar.
(Membuka pintu dan kaget Risa temannya bertamu ke rumah kekasihnya)
Loh Felicia, ada apa yah?
SANDRA
Oh iya Feli terima kasih. Eh mari masuk dulu, kebetulan Bima belum pulang aku
juga dari tadi menunggunya.
FELICIA
Oh, tidak usah San terima kasih. Aku buru-buru sedang ada janji, aku hanya
mengembalikan bukunya saja. Terima kasih San.
SANDRA
Yasudah kalau begitu. Wah pasti ada janji dengan pria yah?, sudah rapi begitu.
Hehehe.
RISA
Ah, tidak juga San
(Bergegas meninggalkan rumah)
SANDRA
Aneh, dia kenal Bima dari mana yah. Kok dunia ini begitu sempit. Jangan-jangan…
Ah tak mungkin. Tapi tadi tingkah lakunya agak aneh, seperti menyembunyikan
sesuatu.
ADEGAN II
SANDRA MASIH BINGUNG ATAS KEDATANGAN RISA. BIMA MASUK
DENGAN JALAN GONTAI DAN MUKA YANG LESU DENGAN TAS BESAR
PADAT DI PUNGGUNGNYA KEMUDIAN IA DUDUK DI KURSI.
SANDRA
Loh Bim mengapa kau kelihatah lesu begitu, capek yah?, kasian. Aku ambilkan
minum yah. Tadi aku menunggu kau lama sekali Bim. Memangnya kau sibuk sekali
yah hari ini?.
SANDRA
Iya tidak apa-apa, lagipula mana tega aku mengajak kau keluar sedangkan kau lesu
seperti ini.
(Mengusap keringat Bima)
Eh, tadi ada wanita datang mengembalikan bukumu.
SANDRA
Risa. Itu temanmu bukan?. darimana kau kenal dia, itu kan dulu teman sekolahku?.
BIMA (Terkejut)
Itu bukan urusanmu Sandra Angelina. Lebih baik kau pijit saja badanku ini.
SANDRA
Loh kok menjawab seperti itu. Itu bukan jawaban yang ku maksud Bima
Suryabharata. Aku kan hanya bertanya, lagipula apa susahnya sih menjawab.
SANDRA
Aku ini kekasihmu bahkan sudah dua bulan aku jadi tunanganmu, jadi aku berhak
tau Bima. Jangan-jangan kau ada main dengan wanita itu, iya?
SANDRA (Menangis)
Bukannya aku menuduh Bim, tap…
BIMA (Memotong)
Alah tutup mulutmu Sandra!. Lebih baik kau pulang saja sana!.
SANDRA
Kamu tidak berubah Bima. Kenapa selalu aku yang harus selalu mengalah atas
semua keegoisanmu?. Kau benar-benar egois!
BIMA
Kenapa sayang cemberut begitu?
FELICIA
Tadi aku bertemu Sandra. Kemana kau tadi, kenapa juga kau tak memberitahuku
bahwa ada si kurus itu di rumahmu?.
BIMA (Membelai rambut Felicia)
Maaf sayang dia memang begitu suka main masuk rumah orang saja seperrti tak
punya sopan santun. Aku tadi sibuk di kantor, berkas-berkas kerjasama dengan PT.
Bara itu belum selesai, sementara Ayahmu memintaku membereskan secepatnya.
Kalau kau tak percaya tanya saja Ayahmu.
FELICIA (Tersipu)
Kau ini memang paling jago kalau masalah merayu. Hehehe. Eh sayang tadi aku
pura-pura saja mengembalikan bukumu daripada dia curiga akan hubungan kita.
Hehehe.
BIMA
Bagus memang kau lihai kalau mencari alasan sayang. Tapi sudahlah jangan bahas
dia lagi, aku sudah muak.
(Mengambil sebotol Whiskey)
Lebih baik sekarang kita berpesta, kita habiskan malam ini bersama. Hahaha.
(Menuangkan Whiskey pada gelas)
FELICIA
Benar sayang aku sudah lama tak bercinta denganmu. Hahaha.
FELICIA (Menyambut)
Begitupun aku Bima Suryabharata.
ADEGAN III
LAMPU PERRLAHAN MENYALA REDUP SEAKAN-AKAN INGIN
MENGISAHKAN DUA ORANG YANG SEDANG DI MABUK CINTA DAN
MENJADIKAN MOMEN YANG ROMANTIS. FELICIA BERSANDAR DI PUNDAK
BIMA. SUASANA HENING SEJENAK SEAKAN MENGATAKAN PASANGAN
ITU SUDAH MEMENUHI TUJUAN BATHINNYA DAN TAK TAHU APA LAGI
YANG HARUS DIBICARAKAN.
BIMA
Maksudmu?
FELICIA
Iya, aku ingin hubungan kita terang-terangan tidak selalu dibelakang layar seperti
ini. Sebenarnya ini sangat menyiksaku Bim. Sampai kapan aku menelan kenyataan
yang pahit seperti ini. Lagipula, kita sama-sama cinta. Kau cinta aku dan aku cinta
kau, sayang. Aku lelah, jangankan ke luar rumah, ada tikus atau cicak yang
mengintip saja seakan-akan mereka akan lapor ke wanita sawahan kurus cerewet
itu.
BIMA
Aku mengerti perasaanmu. Tapi, semuanya itu butuh proses. Semua pasti indah
pada waktunya. Tenanglah, sedikit bersabar kelak kita bisa bebas terbang kemana
saja yang kita kehendaki seperti sepasang merpati yang lepas dari sangkar
majikannya.
FELICIA (Polos)
Mengapa tak kau putuskan saja hubunganmu dengan Sandra?
BIMA (Berdiri)
Apa kau bilang?, memangnya segampang menggaruk pantat apa. Tidak mudah
memutuskan suatu hubungan itu. Keluargaku dan keluarganya telah berkomitmen
dalam perjodohan ini. Bisa tidak dianggap anak aku kalau mereka tahu bahwa aku
putus dengan Sandra. Lagipula Ayah Sandra adalah GM di PT. Bara, bisa batal
semua kerjasamaku. Semuanya butuh proses Feli. Ada waktunya.
FELICIA
Berarti kau sudah tahu masa depan hubungan kita kan?
BIMA (Heran)
Apa yang kau maksud?
FELICIA (Sinis)
Yah, kalau kau berkata seperti itu aku paham bahwa selama ini aku hanya
pelampiasanmu. Tak bedanya aku ini wanita simpanan yang hanya sepintas saja
kau nikmati, setelah kau puas, kau lari meninggalkanku. Begitu?
BIMA (Marah)
Jangan sembarangan kau bicara seperti itu. Aku juga tidak mau ada pihak yang
menjadi korban dalam cinta segitiga ini Feli!.
FELICIA
Lalu, mengapa kau mencintaiku?
BIMA
Kau tahu, cinta itu absurd, tak bisa ditebak dan tak bisa di sangka-sangka. Cinta
adalah… Cinta tak bisa di jelaskan dengan kata-kata, Feli.
FELICIA (Menangis)
Lalu, sampai kapan aku seperti ini. Lebih baik kau putuskan saja hubungan kita
sekarang, daripada aku harus larut terlalu dalam mencintaimu, Bima.
BIMA
Aku sungguh bingung dengan semua ini.
FELICIA
Aku Tanya, apa kau benar-benar mencintai Sandra?
(Diam)
Jawab Bima!
BIMA
Tidak Feli, tidak. Aku hanya menuruti apa kata orangtuaku. Sebenarnya dulu dia
milik pria lain yang benar-benar mencintainya, namun orangtua Sandra dan
orangtuaku menjodohkan kami berdua. Nama pria itu Fathir, dia pria yang baik.
Sejak kecil aku bersahabat dengannya, namun akibat perjodohan itu dia murka
padaku. Setelah ku jelaskan dia sadar dan akhirnya dia menelan mentah-mentah
kenyataan ini. Dengan ada perjanjian diantara kami. Ya, perjanjian.
ADEGAN IV
DATANG SEORANG PEMUDA TAMPAN DENGAN LAJU TERBURU-BURU
DAN MUKA YANG MENAHAN MARAH MENGHAMPIRI BIMA YANG
TENGAH DUDUK BERDUA BERSAMA FELICIA. SEKETIKA SUASANA
BERUBAH MENJADI MERAH MEMANAS.
FATHIR
Mengaku saja kau. Apa yang telah kau perbuat pada Sandra?. Jawab! Setelah kau
sakiti Sandra kau malah berduaan dengan wanita lain. Sungguh biadab. Dengar,
Sandra tengah mengandung bayimu Bima.
BIMA (bingung)
A…a…a…apa?
A…aku.
FATHIR
Kau hancurkan masa depan Sandra sekarang. Apa kau punya hati? Aku telah
merelakan Sandra untukmu tapi kau khianati perjanjian kita. Memang bajingan!
(Semua terdiam)
FELICIA
Aku kekasihnya.
FATHIR (Terkejut)
Kurang ajar kau Bima!
FELICIA (Melerai)
Hentikan! Sudah-sudah apa-apan ini?. Bima, mulai detik ini hubungan kita putus
sampai disini! (Langsung pergi keluar rumah)
FATHIR (Sinis)
Sekarang kau sudah dapat balasannya Bima.
BIMA
Iya, aku melakukannya, lalu apa urusanmu?
FATHIR
Tentu ini urusanku karena Sandra adalah satu-satunya wanita yang aku cintai di
dunia ini. Dan sekarang kau telah hancurkan masa depannya, paham?!
BIMA
Baik kalau begitu aku minta maaf padamu dan aku akan bertanggung jawab atas
apa yang telah aku perbuat pada Sandra.
FATHIR
Bagus kau menyadarinya. Aku tunggu. Jangan sampai kau menyakitinya lagi,
paham?
(Fathir meninggalkan rumah Bima dengan diirringi kemarahannyadan dan Bima menangis
menyesali perbuatannya)
ADEGAN V
CAHAYA KEMBALI TERANG. BIMA MENUNGGU SESEORANG YANG AKAN
DATANG DENGAN DUDUK DIA TERMENUNG SEMACAM MENANGGUNG
BEBAN BERAT YANG ADA DI PIKIRANNYA. LALU DATANGLAH SANDRA
DENGAN SENYUMAN KHASNYA YANG MEMBUAT SELALU TERINGAT.
BIMA
Hai San, maafkan aku kemarin aku tidak bisa control emosiku.
SANDRA
Eh, katanya ada sesuatu hal penting yang harus kau bicarakan. Memangnya mau
bicara apa. Jangan-jangan kau sudah tak kuat ingin mengajakku menikah. Hehehe.
BIMA
Sayangnya bukan itu yang mau ku bicarakan San.
SANDRA
Lalu apa?
BIMA
E… Begini San setelah 2 tahun aku menjalin hubungan denganmu, aku belum bisa
mencintaimu San.
SANDRA (Tersenyum)
Oh itu, ya tidak apa-apa Bim, mungkin kau masih belum bisa. Tapi, nanti kau juga
akan terbiasa kok.
SANDRA (Terkejut)
Apa kau bilang?. Kau tahu Bim, aku sangat mencintaimu. Terlebih setelah aku
mengandung anakmu, anak kita Bima.
BIMA
Maaf San aku tidak bisa menikahimu. Dan aku rasa Fathirlah yang lebih berhak
menikahimu, menjadi imam dalam rumah tanggamu kelak. A…aku sungguh tak
pantas menjadi ayah pendidik bagi anak itu. Biar Fathir dan kau yang mendidiknya
agar anak itu menjadi anak yang baik, tidak sepertiku.
SANDRA (Menangis)
Tapi ini anakmu Bima bukan anak Fathir.
BIMA
Lagipula aku tahu kau juga masih mencintai Fathir kan?. Begini, biar biaya hidup
anak itu menjadi tanggunganku, karena itu anakku juga. Namun sekali lagi maaf
aku tidak bisa menjadi suamimu dan ayah yang nyata bagi anak itu.
SANDRA
Baik, kalau begitu maumu. Namun apabila anak ini bertanya siapa ayahnya aku
harus menjawab apa?
BIMA
Kau jawab saja Fathir ayahnya.
SANDRA (Menangis tersedu)
Kau!. Dasar pengecut kau Bima! (Menampar)
BIMA
Terserah kau mau bilang apa saja padaku. Bahkan kau mau menampar aku lagi
silahkan, perlakuan ini memang pantas untukku. Aku telah gagal menjadi manusia
San.
BIMA
Aku sungguh tak ada guna lagi untuk hidup. Kekasihku, tunanganku, temanku,
pekerjaanku, dan orangtuaku telah murka padaku. Lebih baik aku akhiri saja hidup
ini daripada aku jadi sampah di dunia ini. Selamat tinggal rumahku, selamat tinggal
keluargaku, selamat tinggal teman-temanku, pekerjaanku, dan orangtuaku, juga
selamat tinggal pada panggung teater yang selalu membuatku terpojok bersalah
sendiri.
TAMAT
TENTANG PENULIS
Aslam Dhena Maysar atau Dhena Maysar Aslam
dilahirkan di Sukabumi, 31 Mei 1992. Saat ini penulis
tercatat sebagai mahasiswa S1 program studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas
Muhammadiyah Sukabumi. Penulis bergiat di Padepokan
Sastra Kampus UMMI (PASAK UMMI), Hima Satrasia
UMMI, dan Forum Silaturahmi Teater Sukabumi.
Sebagian waktu lain digunakan untuk diskusi dengan
komunitas sastra se-Indonesia dan menebar benih-benih sastra di lingkungannya.
Penulis juga aktif menulis puisi, prosa, essai, dan kritik sastra.