Anda di halaman 1dari 10

MENGANALISIS PUTUSAN MAJLIS TARJIH

MUHAMMADIYAH

TERKAIT HUKUM PEMASANGAN BEHEL

Penyusun :

MEGA RACHMAWATI

NIM : 1810104366

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019

YOGYAKARTA
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER

DAFTAR ISI………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………..

1.2 Tujuan …………………………………………………………………….

1.3 Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah ………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Analisis …………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..

3.2 Saran ……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman mengantarkan pada era globalisasi. Globalisasi adalah


masalah kehidupan modern yang tak terhindarkan Globalisasi menimbulkan efek
positif dan negatif. Proses globalisasi yang meliputi semua aspek kehidupan
sosial. Cara orang memahami dunia, dunia lokal mereka sendiri dan dunia
keseluruhan mengalami perubahan yang sangat besar.
Masyarakat dengan segala kompleksitasnya terus berkembang seiring dengan
berkembangnya jaman peradaban manusia. Modernisasi dan globalisasi yang
menjadi arus perkembangan manusia di seluruh dunia tidak dapat dibendung lagi
dan mempengaruhi berkembangnya masyarakat itu juga. Pada masyarakat yang
semakin berkembang ke arah heterogenitas yang semakin tinggi ini, berbagai
macam bentuk gaya hidup juga semakin berkembang dan semakin kompleks
dewasa ini. Pada masyarakat metropolis mengalami perkembangan dalam variasi
gaya hidup. Berkembangnya gaya hidup masyarakat metropolis dapat dilihat
dengan fenomena penggunaan “Behel” pada kalangan remaja.
Kawat gigi atau behel adalah salah satu alat yang digunakan untuk merapikan
gigi. Behel yang digunakan masyarakat adalah behel yang difungsikan untuk
menunjang penampilan dengan senyuman yang menawan dan disebut tidak
ketinggalan zaman.

1.2 Tujuan
Penggunaan behel gigi pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki susunan
gigi, akan tetapi, selain dapat memperbaiki susunan gigi penggunanan behel
diharapkan mampu untuk memunculkan citra (image) remaja tersebut dianggap
sebagai pemerhati fashion terkini, dan juga sebagai simbol status individu didalam
masyarakat.
Padahal beberapa dampak negatif behel gigi ini sudah jelas akan dihadapi
pemakainya yaitu muncul kuman dan bakteri karena kondisi gigi yang susah
dibersihkan. Kuman dan bakteri akan mudah sekali hidup dimulut, kuman akan
mudah sekali terselip disela-sela behel jika tidak rajin memakai obat kumur. Lalu
kuman dan bakteri yang hidup dimulut akan menimbulkan bau mulut. Selain itu
pemakaian behel gigi ditukang gigi yang tidak berijin resmi atau illegal untuk
sekedar gaya semakin menambah buruk resiko terkena penyakit menular. Hal ini
disebabkan alat-alat yang digunakan belum terjamin kebersihannya, apalagi
langsung bersentuhan dengan mulut. Yang paling berbahaya yaitu dapat
menimbulkan hepatitis bahkan HIV. Kawat logam yang dipasang pada gigi sering
berbenturan dan dapat menyebabkan luka kecil pada bibir dan bagian dalam pipi.
Saat pemakai terlibat dalam aktivitas seksual, seperti seks oral atau bahkan
berciuman pun luka kecil dalam mulut akan menyediakan jalan masuk untuk
penyakit yang mudah menular seperti hepatitis dan HIV/AIDS. Selain itu orang
yang tidak memiliki alergi sebelum mereka memakai behel gigi berpotensi
terkena alergi setelah mereka memakainya.

1.3 Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah


Merapikan dan meratakan gigi dengan behel ada dua jenis, ada yang
diharamkan dan ada yang diperbolehkan. Pada intinya, jika penggunaan
behel ditujukan untuk mempercantik diri maka hukumnya haram dan jika
ditujukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat maka diperbolehkan.
Menggunakan behel termasuk mengubah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala,
dan ini terlarang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ِ َّ َ‫ضلَّ َّن ُه ْم َو ََل ُ َم ِن َينَّ ُه ْم َو ََل ُم َر َّن ُه ْم فَ َليُ َب ِت ُك َّن آذَانَ ْاَل َ ْن َع ِام َو ََل ُم َر َّن ُه ْم فَ َليُغ َِي ُر َّن َخ ْلق‬
َ ‫َّللا َو َم ْن َيتَّ ِخ ِذ ال َّش ْي‬
‫طانَ َو ِليًّا ِم ْن‬ ِ ُ ‫َو ََل‬
‫َّللاِ َف َق ْد َخس َِر ُخس َْرانًا ُم ِبينًا‬ َّ ‫ُون‬
ِ ‫د‬
Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka
(memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya, dan akan aku suruh mereka, lalu benar-benar mereka
mengubah ciptaan Allah. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata”
(QS An-Nisa’: 119).
Banyak ulama yang menggunakan ayat ini sebagai dalil atas larangan
mengubah ciptaan Allah, di antaranya adalah Imam Al-Qurthubi rahimahullah di
dalam tafsirnya. Karena selain merubah ciptaan Allah SWT hal tersebut juga
mengandung madharat. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Al
Baqarah: 231

‫ارا‬ ِ ‫َو ََل ت ُ ْم ِس ُكوه َُّن‬


ً ‫ض َر‬

“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemadharatan,


karena dengan demikian kamu menganiaya mereka”
Berkaitan dengan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ َ‫ت خَ ْلق‬
‫للا‬ ِ ‫ت ِل ْل ُحس ِْن ْال ُمغ َِي َرا‬
ِ ‫ت َو ْال ُمتَفَ ِل َجا‬ َ ‫ت َو ْال ُمتَن َِم‬
ِ ‫صا‬ ِ ‫ت َو ْال ُموت َ ِش َما‬ ِ ‫َّللاُ ْال َو‬
ِ ‫اش َما‬ َّ َ‫لَ َعن‬
Artinya: “Allah melaknat wanita-wanita yang membuat tato dan yang minta
dibuatkan tato, yang mencukur alis dan yang merenggangkan gigi untuk
kecantikan, yang mereka itu mengubah-ubah ciptaan Allah”
Pada zaman Nabi, yang mudah dilakukan adalah merenggangkan gigi untuk
mempercantik diri dan ternyata hal tersebut dilarang.
Adapun jika seseorang memakai kawat gigi karena adanya cacat pada
gigi, seperti: giginya gingsul, sususan giginya sangat kontras antara tinggi dan
rendahnya sehingga sangat susah untuk makan, sebagian giginya sangat maju ke
depan atau sangat mundur ke belakang sehingga susah dan sakit untuk menutup
mulut, dll, maka ini dikategorikan sebagai cacat, yang dia boleh memasang kawat
gigi untuk merapikannya.
Adapun dalil yang membolehkannya jika ada penyakit atau cacat adalah sebagai
berikut:

‫ق َفأ َ ْنتَنَ َع َل ْي ِه‬ ِ َ‫ط َرفَةَ أ َ َّن َجدَّهُ َع ْرفَ َجةَ بْنَ أ َ ْس َعدَ قُ ِط َع أَ ْنفُهُ َي ْو َم ْال ُكال‬
ٍ ‫ب َفاتَّ َخذَ أَ ْن ًفا ِم ْن َو ِر‬ َ ‫الرحْ َم ِن ب ِْن‬
َّ ‫َع ْن َع ْب ِد‬
ٍ ‫فَأ َ َم َرهُ ال َّن ِبى –صلى للا عليه وسلم– َفاتَّ َخذَ أَ ْنفًا ِم ْن ذَ َه‬
.‫ب‬
Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Tharfah bahwasanya kakeknya yang
bernama ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu ‘anhu terpotong hidungnya ketika perang
Al-Kulab. Kemudian beliau membuat hidung buatan dari perak, ternyata
hidungnya membusuk. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
menyuruhnya untuk memakai hidung buatan dari emas. Ini menunjukkan
bolehnya menggunakan sesuatu untuk menghilangkan aib seseorang.
Begitu pula dalam sebuah atsar, diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhuma beliau berkata:

. ٍ‫صةُ َو ْال َوا ِش َمةُ َو ْال ُم ْست َْو ِش َمةُ ِم ْن َغي ِْر دَاء‬
َ ‫صةُ َو ْال ُمتَن َِم‬ ِ ‫اصلَةُ َو ْال ُم ْست َْو‬
ِ ‫صلَةُ َوال َّن‬
َ ‫ام‬ ِ ‫ت ْال َو‬
ِ ‫لُ ِع َن‬
“Dilaknat: wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan
rambutnya, wanita yang mencukur alis dan yang dicukur alisnya dan wanita
yang mentato dan yang minta ditato, jika tidak ada penyakit”
Ada jenis mengubah ciptaan Allah yang disyariatkan untuk diubah, dan
itu disyariatkan di dalam syariat kita, seperti: memendekkan kumis, mencabut
bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, berkhitan (sunat) bagi laki-laki dan
perempuan dan memotong kuku. Hal-hal tersebut diperintahkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis
Kawat gigi atau behel adalah alat yang dipasangkan pada gigi seseorang
yang bertujuan untuk mempercantik diri serta menata susunan gigi agar terlihat
lebih rapi. Alasan mengapa saya mengambil kasus ini adalah karena saya sendiri
adalah seorang pengguna behel. Saya ingin mengetahui lebih dalam tentang
hukum terkait penggunaan behel menurut islam. Manusia adalah seorang pendosa,
tetapi manusia masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk merubah dirinya
menjadi lebih baik.
Kita tentunya mengetahui bahwa merubah ciptaan Allah adalah haram
hukumnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Quran yang jelas
kebenarannya yaitu :

ِ َّ َ‫ضلَّ َّن ُه ْم َو ََل ُ َم ِن َينَّ ُه ْم َو ََل ُم َر َّن ُه ْم فَ َليُبَ ِت ُك َّن آذَانَ ْاَل َ ْن َع ِام َو ََل ُم َر َّن ُه ْم فَ َليُغ َِي ُر َّن َخ ْلق‬
َ ‫َّللا َو َم ْن َيتَّ ِخ ِذ ال َّش ْي‬
‫طانَ َو ِليًّا ِم ْن‬ ِ ُ ‫َو ََل‬
‫َّللاِ فَقَ ْد َخس َِر ُخس َْرانًا ُم ِبينًا‬
َّ ‫ُون‬
ِ ‫د‬
Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka
(memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya, dan akan aku suruh mereka, lalu benar-benar mereka
mengubah ciptaan Allah. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata” (QS An-Nisa’: 119).
Berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa merubah ciptaan Allah
adalah dilarang serta diharamkan. Sebagai seorang muslimah tentunya kita harus
taat kepada perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Namun Allah selalu
mempermudah kita dengan memberi keringanan kepada umatNya. Sesuai dengan
atsar yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma :

. ٍ‫صةُ َو ْال َوا ِش َمةُ َو ْال ُم ْست َْو ِش َمةُ ِم ْن َغي ِْر دَاء‬
َ ‫صةُ َو ْال ُمتَن َِم‬ ِ ‫اصلَةُ َو ْال ُم ْست َْو‬
ِ ‫صلَةُ َوال َّن‬
َ ‫ام‬ ِ ‫ت ْال َو‬
ِ ‫لُ ِع َن‬
“Dilaknat: wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan
rambutnya, wanita yang mencukur alis dan yang dicukur alisnya dan wanita
yang mentato dan yang minta ditato, jika tidak ada penyakit”
Dari penggalan atsar diatas dapat disimpulkan bahwa merenggangkan gigi
tidak haram hukumnya apabila diperuntunkan untuk hal yang darurat, dan
membahayakan kesehatan. Contohnya keadaan yang mengharuskan seseorang
memasang kawat gigi karna kesulitan untuk mengunyah.
Tetapi bagi pemakai behel tentu harus menjaga kebersihan gigi. Meski
terlihat sepele tetapi apabila tidak rajin menjaga kebersihan gigi akan
menyebabkan penyakit yang serius.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah terkait hukum pemasangan behel
untuk tujuan estetika masih terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan
Ulama. Bagi yang menganggaphukum pemasangan behel ini haram adalah Ulama
yang menggunakan dasar bahwa pemasangan behel termasuk mengubah ciptaan
Alla SWT dan dalilnyapun juga sudah jelas tentang larangan mengubah
susunan gigi. Sedangkan Ulama yang memperbolehkan adalah yang berdasar
bahwa pemasangan behel menempati posisi kebutuhan, sedangkan kebutuhan itu
menempati posisi darurat.
Tujuan pemasangan behel dari sisi medis pada umumnya diperbolehkan
oleh syariat. Hal ini berdasar pada keutamaan manusia untuk senantiasa menjaga
dirinya dari bahaya penyakit. Dan penyebab kelainan pada gigi inilah yang
dianggap sebagai penyakit yang harus dihilangkan karena dapat membawa
madharat yang lebih besar seperti kelainan pada saat mengunyah makanan dan
pernafasan.

3.2 Saran
Saran saya adalah kita sebagai manusia yang memiliki akhlak dan pikiran
seharusnya mampu memilah serta berfikir kritis. Menjadi diri sendiri lebih
membanggakan dari pada merubah ciptaan Allah SWT. Manusia memang tidak
ada yang sempurna, namun jika kita pandai bersyukur sebetulnya Allah telah
menciptakan kita lebih dari sempurna. Sehat adalah nikmat yang Allah berikan
kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Wayan. 2011. Alat Ortodontik Lepasan. Yogyakarta: FKG UGM


Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
As-Sa’idan, Walid bin Rasyid. 2007. Syar’iyyah fi al-Masail ath-Thibbiyah. Terj.
M. Syafi’i Masykur. Yogyakarta: Pustaka Fahima.
As-Suhaimi, Fahd. 1998. Ahkam Ar-Ruqa wa At-Tama`im, Cet. 1, t.k. : Adwa
asSalaf.
As-Sya’rawi, Mutawalli. 2009. Fikih Perempuan Muslimah, Jakarta: Amzah.
Baqi, Muhammad Fu'ad Abdul. 2011. Kumpulan Hadits Shahih Bukhari –Muslim,
Jakarta: Insan Kamil.
Bungin, Burhan. 2006. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Prenada Media Group.
Erwana, Agam Ferry. 2013. Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. Yogyakarta:
Rapha Publishing.
Featherstone, Mike. 2008. Posmodernisme Budaya Dan Konsumen. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Haryanto, Sindung. 2011.Sosiologi Ekonomi. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Muin, Idianto. 2007. Sosiologi. Jakarta:Erlangga.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts7fe36c1ae0full.pdf, akses 4
Oktober 2018
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4799/6/BAB%20III.pdf, akses 4 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai