Anda di halaman 1dari 13

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah Dalam Mengimani Qudrah dan Iradah

Allah Swt

Oleh: Ust. Alan Ruslan Huban


Segala Puji hanya milik Allah swt. Kita memuji, memohon pertolongan, serta meminta
ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan
perbuatan amal kita. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah ruah kepada junjungan
nabi kita Muhammad Saw., kepada para keluarganya, para sahabatnya, para tabiin, itbaut
tabiin dan kepada seluruh umat beliau di akhir jaman yang senantiasa berpegang teguh
dalam menghidupkan sunnah-sunnahnya.

Aqidah merupakan pokok ajaran Islam. Ia merupakan intisari dari seluruh risalah yang
dibawa oleh para nabi terdahulu. Maka menjadi sangat wajar, bila posisi aqidah yang begitu
urgen tersebut tidak dipahami sebagaimana mestinya, tidak berjalan diatas manhajnya akan
mengotori pola pikir (red; mindset) manusia yang berpengaruh terhadap amal secara
universal. Bila manusia itu memahami aqidah secara lurus, benar (red;aqidatush shahihah)
dan aqidah yang selamat dari unsur-unsur kesyirikan (red;aqidatus salimah). Maka hidup dan
kehidupannya pun akan lurus, benar sesuai konsep aqidah yang diwahyukan kepada
pengemban risalah (Nabi) dan selamat dari segala macam unsur kemusyrikan. Namun bila
sebaliknya, kerusakan secara universal akan terjadi menimbulkan makar dalam hidup dan
kehidupannya. Maka sebuah kewajiban bagi pemegang aqidah yang benar untuk senantiasa
menjaga kemurnian aqidah itu.

Nama Harun Nasution tidaklah asing bagi sebagian orang muslim di Indonesia, terutama
dikalangan para pemikir dan para cendekia muslim. Beliau disebut-sebut sebagai pengusung
pemikiran modern islam di Indonesia. Namun, beberapa hasil karya dari buah pikirannya itu
menuai kontroversi dari sebagian umat islam yang merasa banyaknya keganjalan dan
ketimpangan dari pemikiran-pemikirannya. Salah satu hasil karya dari buah pemikirannya
yang menuai kontroversi adalah buku Teologi Islam. Didalam buku itu, beberapa
pemikiran Harun Nasution cenderung menyelisihi ajaran islam yang dipahami salafush
shaleh. Yang merupakan para generasi terbaik pewaris ajaran islam yang telah diberi jaminan
oleh Rasulullah Saw sebagai Khairu Qurun. Salah satu buah pemikiran Harun Nasution yang
kontroversi didalam buku itu adalah tentang konsep Kekuasaan dan Kehendak Mutlak
Tuhan. Dalam tulisan sederhana ini, saya akan sedikit memaparkan buah pemikiran Harun
Nasution dalam masalah Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan serta bagaimana
perspektif aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memahami tentang masalah ini.

II. Pembahasan

A. Aqidah Ahlus Sunnah dalam mengimani Qudrah dan Iradah Allah swt.
Sifat-sifat Allah swt. terbagi menjadi dua bagian:

1. Sifat Dzatiyah, yakni sifat yang senantiasa melekat dengan-Nya, sifat ini tidak berpisah
dari Dzat-Nya, seperti; ( ilmu), ( kekuasaan), ( mendengar), ( melihat),
(kemuliaan), ( hikmah), ( ketinggian), ( kemuliaan), (wajah), ( dua
mata), ( dua mata).

2. Sifat Filiyah, yaitu sifat yang Allah Swt.perbuat jika berkehendak. Seperti, bersemayam
diatas rsy, turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga akhir dari malam, dan datang pada
hari kiamat.

Diantara sifat yang senantiasa melekat dengan-Nya adalah:


(a). Al Qudrah (Berkuasa), (b). Al Iradah (Berkehendak).

a. Al-Qudrah (Allah swt. Maha Berkuasa)


Dalam masalah ini, Ahlus Sunnah wal Jamaah berpedoman terhadap firman Allah
, diantaranya:

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Maidah: 120).

Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah:20)

Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45)

Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu
atau dari bawah kakimu. (Al-Anam: 65)

Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).


(Ath-Thariq: 8)

Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (Fathir: 44)

Dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.(Qaaf: 38)

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:


"Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yaasin: 82).
Dari beberapa uraian dalil-dalil diatas, jelaslah aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam
mengimani sifat Al-qudrah (Maha Berkuasa) bagi Allah swt. adalah Mutlak.

b. Al-Iradah (Allah swt. Maha Berkehendak)


Adapun yang dimaksud dengan Sifat Iradah, yaitu Allah Maha Berkehendak dan Maha
melakukan apa yang dikehendaki-Nya, telah ditegaskan dalam al-Qur'an. Allah swt.
berfirman:


Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (al-Buruuj: 16)
Maka, Ahlus Sunnah wal Jamaah mengimani dan menetapkan bahwa Allah swt. memiliki
sifat Iradah dan Masyiah sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan-Nya. Sifat Iradah dan
Masyiah yang disebutkan dalam al-Qur'an dan As-sunnah ada dua macam: (1). Iradah
Qadariyah (kauniyah), (2). Iradah Syariyah.

1. Iradah Qadariyah (Kauniyah)


Iradah Qadariyah adalah kehendak Allah swt. dalam masalah taqdir. Dalam Iradah qadariyah
ini, apa yang Allah swt. kehendaki pasti akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya
tidak akan terjadi. Allah swt. berfirman:

seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berperang. Akan tetapi Allah berbuat apa
yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 253)

Juga firman-Nya:









Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki langit. (Al-Anaam: 125)

Yang demikian karena kekuasaan Allah yang mutlak.

Allah swt. berfirman:


.

Diantara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-
makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan jika Dia berkehendak untuk
mengumpulkannya, maka dia Maha Kuasa. (Asy-Syuuraa: 29).
Jika Allah swt. menghendaki untuk menjadikan sesuatu, Ia berkata: , yang bermakna
jadilah, maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam
firman-Nya:


Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia.(Yaasiin: 82).
Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi berkat kekuasaan-Nya, dan apa yang tidak Dia
Kehendaki tidak akan terjadi; bukan karena tidak mampu, melainkan karena Dia tidak
menghendakin-Nya.

2. Iradah Syariyah
Iradah Syariyah adalah kehendak Allah swt. dalam menentukan hukum-hukum syariat. Allah
swt. memiliki hak mutlak dalam menentukan syariat sesuai dengan apa yang Allah swt.
kehendaki. Hanya Allah-lah yang menentukan yang halal dan yang haram. Mana yang wajib
dan yang tidak wajib dan seterusnya. Tidak ada satu mahluk pun yang berhak untuk
memprotes hukum-hukum Allah swt. yang telah dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, seluruh
apa yang telah Allah swt. perintahkan dalam syariat-Nya adalah merupakan kehendak Allah
swt. dalam iradah syariyah yaitu yang diridhai dan dicintai-Nya seperti keimanan, ibadah,
amal shalih dan lain-lain. Allah swt. berfirman:





Dihalalkan bagi kalian binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada kalian. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kalian sedang mengerjakan haji.
Sesungguh-nya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (Al-
Maaidah: 1)

Demikian pula ayat Allah yang menyatakan bahwa Alllah swt. menghendaki kemudahan dan
tidak menghendaki adanya kesulitan (dalam menjalankan syariat) bagi para hamba-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:


Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi
kalian... (Al-Baqarah: 185)

Maka barangsiapa yang mentaati Allah, dia akan mendapatkan kemudahan, sedangkan ahlul
bidah yang menambah ajaran agama ini akan mendapatkan kesulitan.
Iradah Syariah ini merupakan kehendak Allah dalam memerintahkan sesuatu atau
melarangnya. Dalam hal ini tentu saja, ada di antara para hamba-Nya yang taat kepada
perintah-Nya dan ada pula yang bermaksiat kepada-Nya.

B. Perbedaan antara Iradah Qadariyah dan Iradah Syariyah

1. Iradah Qadariyah

Dalam Iradah qadariyah tidak selalu berkaitan dengan kecintaan dan keridhaan Allah. Seluruh
kejadian yang terjadi di alam ini baik yang diridhai atau yang tidak diridhai-Nya seperti
ketaatan dan kemaksiatan, keimanan dan kekafiran adalah merupakan kehendak Allah
. Karena kadang-kadang Allah juga menghendaki terjadinya sesuatu yang tidak diridhai-
Nya, seperti menciptakan iblis, menghendaki adanya kekafiran dan kemaksiatan. Hal ini
Allah kehendaki karena adanya suatu hikmah yang Allah kehendaki pula.

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman. (Al-Anam:125)

2. Iradah Syar'iyah

Adapun dalam Iradah Syariyah selalu berkaitan dengan masalah kecintaan dan keridhaan-
Nya. Apa yang dikehendakinya dalam syariat adalah apa yang diridhai-Nya. Apa yang Allah
perintahkan, seperti ketaatan, rasa syukur, amal shalih dan lainnya adalah merupakan hal
yang dicintai dan diridhai-Nya. Sebaliknya apa yang Allah larang seperti kemasiatan dan
kekafiran adalah merupakan hal yang dibenci-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-
Nya:


...

Jika kamu kafir. Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu.. (az-Zumar: 7)

Apa yang Allah kehendaki dalam iradah qadariyah, maka hal itu pasti akan terjadi, karena
berkaitan dengan takdir yang telah Allah tetapkan sebelum diciptakannya langit dan bumi.
Allah swt. berfirman:


Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (al-Anaam: 112)

Adapun apa yang Allah kehendaki dalam Iradah syariyah karena merupakan perintah, tentu
berkaitan dengan ketaatan para hamba-Nya. Sehingga ada di antara mereka yang taat, dan ada
pula yang bermaksiat kepada-Nya.
Allah swt. berfirman:

...

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin
Allah.(an-Nisaa: 64)

Penetapan sifat Iradah kepada dua bagian ini, yaitu Kauniyah yang berhubungan dengan alam
dan Syariyah yang berhubungan dengan masalah hukum agama adalah wajib. Sifat Iradah
yang Kauny berarti kehendak (Masyiah), yang tidak terikat dengan kecintaan dan keridhaan
Allah swt. . Sedangkan yang SyarI, berarti (kehendak yang memuat) kecintaan (Mahabbah)
Allah . Kedua-duanya adalah mutlak bagi Allah swt.

III. Analisa dan Kritik


a. Analisa
Sejauh analisa yang saya lakukan dari pemikiran Harun Nasution terkait konsep Kekuasaan
dan Kehendak Mutlak Tuhan didalam bukunya Teologi Islam, terdapat beberapa hal yang
menjadi catatan. Diantaranya Harun Nasution membagi konsep Kekuasaan dan Kehendak
Mutlak Tuhan kepada tiga konsep keyakinan berdasarkan aliran teologi dalam Islam, yaitu:

a. Menurut Mutazilah

1. Kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak bersifat mutlak semutlak-mutlaknya.


2. Kekuasaan Mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang telah diberikan kepada 3.
manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan serta kekuasaan mutlak itu dibatasi oleh
sifat keadilan Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendak-Nya,
karena Tuhan telah terikat dengan norma-norma keadilan Tuhan, yang bila dilanggar,
membuat Tuhan bersifat tidak adil bahkan dzolim.
4. Kemutlakan Kekuasaan dan Kehendak Tuhan dibatasi oleh sifat natur hukum alam
(sunnatullah) yang tidak akan pernah mengalami perubahan (Al-Ahzab: 62).

Sebagai sunnah Allah yang Berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu),
dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.
Seperti efek yang ditimbulkan tiap benda, seperti; gerak, diam, warna, panas, dingin dan
sebagainya timbul sesuai natur masing-masing benda tersebut, bukan perbuatan Tuhan.
Karena, perbuatan Tuhan hanyalah menciptakan benda-benda yang mempunyai natur
tententu.

b. Menurut Asyariyah

1. Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu bersifat Mutlak.


2. Al-Ghazali mengeluarkan pendapat yang sama, Tuhan dapat berbuat apa saja Yang
dikehendaki-Nya dan dapat memberi upah (ganjaran, pahala) kepada orang kafir jika yang
demikian dikehendaki-Nya.
3. Kemutlakan kekuasaan dan Kehendak Tuhan yang tergambar dari faham Asyariyah bahwa
Tuhan dapat meletakkan beban yang tak terpikul pada diri manusia.

c. Menurut Maturidiyah

1. Golongan Bukhara; mereka beranggapan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak,


tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan serta tidak ada paksaan-paksaan
terhadap Tuhan. Akan tetapi, faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah semutlak
faham Asyariyah.
2. Golongan Samarkhand; golongan ini tidak sekeras golongan Bukhara dalam
mempertahankan kemutlakkan kekuasaan Tuhan, tetapi tidak pula memberikan batasan yang
banyak atas kekuasaan mutlak tuhan sebagaimana Mutazilah.

b. Kritik

Beberapa hal yang menjadi catatan bagi pemikiran Harun Nasution tentang Kekuasaan dan
Kehendak Mutlak Tuhan didalam bukunya Teologi Islam adalah:

1. Dalam tulisannya tersebut, Harun Nasution mencoba melegalitaskan ketiga faham diatas
(Mutazilah, Asyariyah dan Maturudiyyah) didalam meyakini Kekuasaan dan Kehendak
Tuhan supaya bisa diterima oleh umat Islam sebagai bagian dari aqidah Islam (didalam
lapangan Teologi Islam). Sehingga dapat disimpulkan dari tulisan tersebut, bahwa kita
diperbolehkan untuk mengikuti kepada salah satunya. Jika seandainya kita lebih condong
terhadap faham Mutazilah, maka ikutilah faham Mutazilah tersebut. Maka jika kita lebih
condong tentang Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu mutlak, maka bisa dipilih diantara
Asyariyah dan Maturudiyah atau dua-duanya (yang dianggap sebagai faham Ahlus Sunnah
wal Jamaah). Ini jelas keliru.

2. Meskipun pendapat Asyariyah dan Maturidiyah yang diklaim sebagai ahlu sunnah wal
jamaah didalam lapangan Teologi Islam hampir mempunyai kesamaan dengan akidah
salafush shaleh dalam meyakini kemutlakkan tentang Kekuasaan dan Kehendak Tuhan.
Namun disisi lain, kita perlu cermat. Adanya pengutipan salah satu Statemen Imam Al-
Ghazali untuk memperkuat pendapat Asyariyah tentang masalah Kekuasaan dan Kehendak
Tuhan yang bertentangan dengan ayat Al-Quran merupakan salah satu bukti bahwa Harun
Nasution tidak benar-benar ingin memberi pemahaman yang benar kepada pembaca. Adapun
statemen Imam Al-Ghazali yang dijadikan rujukan itu ialah Tuhan dapat berbuat apa saja
yang dikehendaki-Nya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendaki-Nya
dan dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian dikehendaki-Nya pula, (hal.
119). Pernyataan Imam Al-Ghazali ini jelas bertentangan dengan Al-quran Surat An-nisa :
123,

(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula)
menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula)
penolong baginya selain dari Allah.

Bisa saja, statemen Imam Al-Ghazali itu tidak pernah ada, atau mungkin pengambilan
statmen itu diambil ketika Imam Al-Ghazali masih tenggelam dalam faham tasawuf dan
filsafatnya. Karena sangat tidak mungkin, bila statmen Imam Al-Ghazali itu diambil ketika
beliau sudah kembali (ruju) kepada manhaj Salafush Shaleh dalam memahami Al-quran dan
As-sunnah.

3. Harun Nasution menulis tentang pendapat Asyariyah yang diklaim sebagai Ahlus
Sunnah- yang menyatakan bahwa Tuhan tidak terikat dengan apapun, tidak terikat kepada
janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan sebagainya. Ini jelas bertentangan sekali
dengan aqidah Ahlus Sunnah, bahwa Allah akan senantiasa menepati janji-Nya. Sebagaimana
yang termaktub didalam surat Ali Imran: 9.

" Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.

IV. Simpulan dan Penutup

Dari Uraian Harun Nasution tentang Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan didalam
bukunya Teologi Islam, dapat diambil kesimpulan bahwa Harun Nasution mencoba
melegalitaskan ketiga faham (Mutazilah, Asyariyah dan Maturudiyah) didalam meyakini
Kekuasaan dan Kehendak Tuhan supaya bisa diterima oleh umat Islam sebagai bagian dari
aqidah Islam. Sehingga dari tulisan tersebut, Harun Nasution seakan-akan memberikan
pesan bahwasanya kita diperbolehkan untuk mengikuti kepada salah satunya. Karena ketiga
faham tersebut merupakan bagian dari (aqidah) Islam.

Harun menjelaskan dengan cukup rinci antara golongan yang meyakini tentang Kemutlak-
kan akan Kekuasaan dan Kehendak Tuhan dan yang tidak meyakini-Nya. Dalam tulisannya,
Harun menuturkan bahwa golongan yang berada didalam garis keyakinan tentang Kekuasaan
dan Kehendak Tuhan itu mutlak adalah golongan Asyariyah dan Maturidiyah, sebagai
perwakilan dari faham Ahlus Sunnah. Sedangkan golongan yang berada didalam garis
keyakinan tentang Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu tidak mutlak di tangan Tuhan adalah
golongan Mutazilah.

Meski pendapat Asyariyah dan Maturidiyah sama dalam meyakini kemutlak-kan akan
Kekuasaan dan Kehendak Tuhan. Namun, tidak serta merta kita menelan mentah-mentah
keyakinan mereka dengan menyimpulkan bahwa faham mereka sama dengan faham Ahlus
Sunnah wal Jamaah, apalagi memasukan mereka kepada faham Ahlus Sunnah sebagaimana
kleim Harun Nasution. Karena dibalik kemutlakan Tuhan yang mereka fahami tentang
Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu ada sejumlah kekeliruan. Diantaranya, mereka meyakini
bahwa Tuhan dapat memberi beban yang tidak sanggup dipikul oleh hamba-Nya, tidak terikat
kepada janji-janji, kepada norma-norma keadilan, serta beranggapan bahwa Tuhan dapat
berbuat apa saja Yang dikehendaki-Nya dengan memberi upah (ganjaran, pahala) kepada
orang kafir jika yang demikian dikehendaki-Nya. Ini jelas bertolak belakang dengan
keyakinan Ahlus Sunnah tentang semua itu.

Adapun rincian perbedaan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan konsep keimanan
Mutazilah, Asyariyah dan Maturidiyah mengenai Kekuasaan dan Kehendak Tuhan Mutlak
adalah sebagai berikut.

Aqidah Kekuasaan dan Kehendak Tuhan

1. Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu bersifat
Mutlak sesuai konsep keimanan terhadap Sifat Qudrah dan Iradah Allah swt.
2. Asyariyah
a. Kekuasaan dan Kehendak Tuhan itu bersifat Mutlak.
b. Tuhan dapat berbuat apa saja Yang dikehendaki-Nya dan dapat memberi upah (ganjaran,
pahala) kepada orang kafir jika yang demikian dikehendaki-Nya.
c. Tuhan dapat meletakkan beban yang tak terpikul pada diri manusia

3. Maturidiyah

a. Bukhara : Mereka beranggapan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak, tidak ada
yang dapat menentang atau memaksa Tuhan serta tidak ada paksaan-paksaan terhadap Tuhan.
Akan tetapi, faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah semutlak faham Asyariyah.

b. Samarkhand : Golongan ini tidak sekeras golongan Bukhara dalam mempertahankan


kemutlakkan kekuasaan Tuhan, tetapi tidak pula memberikan batasan yang banyak atas
kekuasaan mutlak tuhan sebagaimana Mutazilah.

4. Mutazilah
a. Kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. Karena telah
dibatasi oleh kebebasan yang telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan
dan perbuatan serta kekuasaan mutlak itu dibatasi oleh sifat keadilan Tuhan sendiri.

Hanya kepada Allah-lah kita semua mengembalikan segala urusan, kita memohon
perlindungannya dari segala kebatilan di muka bumi ini. semoga kita senantiasa diberi
kemudahan didalam memahami agama Islam sesuai manhaj Salafush Shaleh serta diberi
keleluasaan didalam mengamalkannya.

Saya sadar masih banyak kekurangan didalam tulisan sederhana ini, kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan demi perbaikan makalah ini dan makalah-makalah
selanjutnya. Wallahu alam bish Shawab

DAFTAR PUSTAKA

Al Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah, Dr., Kitab Tauhid 1 / At-Tauhid Lish Shaffil
Awwal Al-Aliy, Penerjemah; Tim Ahli Tauhid, Agus Hasan Bashori, Jakarta: Akafa Press,
Yayasan Al-Shafwa Jakarta, 1998.

Al Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah, Dr., Kitab Tauhid 2 / At-Tauhid Lish Shaffil
Tsani Al-Aliy, Penerjemah; Tim Ahli Tauhid, Agus Hasan Bashori, Jakarta: Darul Haq,
Yayasan Al-Shafwa Jakarta, 1998.

Buletin Dakwah Manhaj Salaf, Edisi: 53/Th. II, 30 Muharram 1426 H / 11 Maret 2005 M,
penulis Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli "Sifat Iradah dan Masy'iah Bagi
Allah".

As-Segaf, Alawy bin Abdul Qadir, Shifatul Azza wa Jalla Al Waaridah fil Kitab wa Sunnah,
Terj. Asep Saefullah FM, M.Ag, Jakarta: Pustaka Azzam. 2000.
Lajnah Ilmiyyah bi Mahad al-Aimmah wa al-Khuthaba (Tim Keilmuan Lembaga Imam dan
Khatib di Kota Suci Mekkah, Saudi Arabia), Ushul Al-Aqidah, Terj. Nabhan Idris, Lc.
Jakarta: WAMY Jakarta, 1998, Cet. I

Nasution, Harun, Teologi Islam; aliran-aliran, sejarah-sejarah analisa perbandingan, Jakarta:


Universitas Indonesia (UI. Press), 2008, Cet.V

Posted in:

Ahlussunnah mengimani sifat Iradah dan Masyiah Allah


Penulis webadmin -

August 2, 2005

852

Share ke Facebook

Tweet on Twitter

Sifat Iradah dan Masyiah yaitu Allah Maha Berkehendak dan Maha melakukan apa yang
dikehendaki-Nya telah ditegaskan dalam al-Quran dan as-Sunnah.

Allah berfirman:
. (: 16)
Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (al-Buruuj: 16)

Maka Ahlus Sunnah wal Jamaah mengimani dan menetapkan bahwa Allah
memiliki sifat Iradah dan Masyiah sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan-Nya.
Sifat Iradah dan Masyiah yang disebutkan dalam al-Quran dan aS-sunnah ada dua macam:
1. Iradah Qadariyah (kauniyah)
2. Iradah Syariyyah.
Iradah Qadariyah
Iradah Qadariyah adalah kehendak Allah dalam masalah taqdir. Dalam
Iradah qadariyah ini, apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi dan apa
yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi.

Allah berfirman:

. (: 253)
seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berperang. Akan tetapi Allah berbuat apa
yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 253)

Juga firman-Nya:



. (: 125)
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki langit. (al-Anaam: 125)

Yang demikian karena kekuasaan Allah yang mutlak.


Allah berfirman:

. (: 29)
Diantara (ayat-ayat) tanda-tandaNya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-
makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan jika Dia berkehendak untuk
mengumpulkannya, maka dia Maha Kuasa. (asy-Syuuraa: 29)

Jika Allah menghendaki untuk menjadikan sesuatu, Ia berkata: , yang


bermakna jadilah, maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana disebutkan
dalam firman-Nya:
.
(: 82)
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
Jadilah! maka terjadilah ia. (Yaasiin: 82)
Iradah Syariyah
Iradah Syariyah adalah kehendak Allah dalam menentukan hukum-hukum syariat. Alah
memiliki hak mutlak dalam menentukan syariat sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Hanya Allah-lah yang menentukan yang halal dan yang haram. Mana yang wajib dan yang
tidak wajib dan seterusnya. Tidak ada satu mahluk pun yang berhak untuk memprotes
hukum-hukum Allah yang telah dikehendaki-Nya. Oleh karena itu seluruh apa yang telah
Allah perintahkan dalam syariat-Nya adalah merupakan kehendak Allah dalam iradlah
syariyah yaitu yang diridlai dan dicintai-Nya seperti keimanan, ibadah, amal shalih dan lain-
lain.

Allah berfirman:

.
(: 1)
Dihalalkan bagi kalian binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada kalian. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kalian sedang mengerjakan haji.
Sesungguh-nya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (al-
Maaidah: 1)

Demikian pula ayat Allah yang menyata- menghendaki untuk para hamba-Nya kemudahan
dan tidak menghendaki adanya kesulitan bagi para hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
(:
185)
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi
kalian (al-Baqarah: 185)

Maka barangsiapa yang mentaati Allah, dia akan mendapatkan kemudahan, sedangkan ahlul
bidah yang menambah ajaran agama ini akan mendapatkan kesulitan.
Iradah Syariah ini merupakan kehendak Allah dalam memerintahkan sesuatu atau
melarangnya. Dalam hal ini tentu saja, ada di antara para hamba-Nya yang taat kepada
perintah-Nya dan ada pula yang bermaksiat kepada-Nya.

Perbedaan antara Iradah syariyah dan Iradah Qadariyah


Antara kedua Iradah ini ada berbagai perbedaan:
1. Dalam Iradah qadariyah tidak selalu berkaitan dengan kecintaan dan keridlaan-Nya.
Seluruh kejadian yang terjadi di alam ini baik yang diridlai atau yang tidak diridlai-Nya
seperti ketaatan dan kemaksiatan, keimanan dan kekafiran adalah merupakan kehendak Allah
.
Karena kadang-kadang Allah juga menghendaki terjadinya sesuatu yang tidak diridlai-Nya,
seperti menciptakan iblis, menghendaki adanya kekafiran dan kemaksiatan. Hal ini Allah
kehendaki karena adanya suatu hikmah yang Allah kehendaki pula.

Adapun dalam Iradah Syariyah selalu berkaitan dengan masalah kecintaan dan keridlaan-
Nya. Apa yang dikehendakinya dalam syariat adalah apa yang diridlai-Nya. Apa yang Allah
perintahkan, seperti ketaatan, rasa syukur, amal shalih dan lainnya adalah merupakan hal
yang dicintai dan diridlai-Nya. Sebaliknya apa yang Allah larang seperti kemasiatan dan
kekafiran adalah merupakan hal yang dibenci-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-
Nya:

(: 7)
Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridlai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridlai bagimu
kesyukuran kalian itu (az-Zumar: 7)

2. Apa yang Allah kehendaki dalam iradlah qadariyah, maka hal itu pasti akan terjadi, karena
berkaitan dengan takdir yang telah Allah tetapkan sebelum diciptakannya langit dan bumi.
Allah berfirman:
.
(: 112)
Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (al-Anaam: 112)

Adapun apa yang Allah kehendaki dalam Iradah syariyah karena merupa-kan perintah, tentu
berkaitan dengan ketaatan para hamba-Nya. Sehingga ada di antara mereka yang taat, dan ada
pula yang bermaksiat kepada-Nya.
Allah berfirman:

(: 64)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah.(an-Nisaa: 64)

Maka dengan ayat ini Allah menghendaki agar manusia taat kepada rasul-Nya yang diutus-
Nya (Iradah syariyah). Namun di antara manusia ada yang mentaati kehendak Allah dan ada
pula yang menentangnya (Iradah qadariyah).

Allah berfirman:



. (: 36)
Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. Maka diantara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul). (an-Nahl: 36)

Kesesatan Aliran Qadariyah dan Jabariyah dalam masalah Iradah


Terhadap kedua jenis Iradah syariyah dan Iradah qadariyah ini, ahlus sunnah mengimani
keduanya, hingga mereka berada di atas jalan yang lurus dan selamat dari penyimpangan dan
kesesatan.

Hal ini berbeda dengan aliran sesat qadariyah. Kelompok ini mempercayai adanya Iradah
syariyah, namun mengingkari adanya Iradah qadariyah. Padahal beriman kepada takdir baik
atau buruk adalah merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun iman. Mereka beranggapan
bahwa Allah tidak mungkin menakdirkan hal-hal yang tidak dicintai-Nya. Aqidah mereka ini
sama seperti keyakinan agama Majusi yang berkeyakinan bahwa Tuhan terang hanya
menciptakan kebaikan saja. Adapun kejelekan-kejelekan diciptakan oleh Tuhan gelap.
Sebaliknya aliran jabriyah, kelompok ini meyakini adanya Iradah qadariyah, tapi
mengingkari adanya Iradah syariyah. Sehingga mereka berpendapat bahwa semua yang telah
ditakdirkan oleh Allah berarti dicintai dan diridlai-Nya. Dengan keyakinan ini, mereka
menganggap bahwa orang kafir dan mukmin sama dalam ketaatannya kepada Allah
, karena keduanya menjalani kehendak Allah. Maka dengan keyakinan sesat ini pula
mereka telah menggugurkan syariat sama sekali. Mereka tidak menyalahkan orang kafir dan
tidak pula memuji orang mukmin, karena bagi mereka- keduanya sedang menjalankan
kehendak Allah.

Demikianlah kesesatan qadariyah dan jabriyah dalam memahami sifat Iradah dan Masyiah
bagi Allah. Sedangkan ahlus sunnah berada di tengah-tengah antara kedua kelompok tersebut.
Ahlus sunnah mengimani adanya Iradah qadariyah dengan tetap berusaha mengikuti
kehendak Allah yang syari yaitu Iradah syariyah.
Wallahu alam

(Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf, Edisi: 53/Th. II, 30 Muharram 1426 H/11 Maret
2005 M, penulis Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli Sifat Iradah dan
Masyiah Bagi Allah. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari
Jumat. Ongkos cetak dll Rp. 150,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4
edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiyaus Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06
RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz
Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto;
Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah/Abu Urwah HP. 081564634143.)

Anda mungkin juga menyukai