Anda di halaman 1dari 4

Resensi Buku Fiksi

Nama : Rizacky Hendratama

Kelas : XI IPA 3

No. Absen : 22

Judul buku : Assassin’s Creed: Renaissance

Pengarang : Oliver Bowden

Penerjemah : Melody Violine

Penerbit : Ufuk Press

Tahun terbit : 2010

Cetakan : Juni 2010

Tebal buku : 592 halaman

Harga : Rp. 89.900,00


Kebenaran Akan Ditulis dengan Darah

Assassin’s Creed: Renaissance adalah sebuah novel yang diadaptasi dari game Assassin’s
Creed II, game laris buatan Ubisoft, dan merupakan karya Oliver Bowden. Tak banyak yang
diketahui tentang pengarangnya. Bila dibandingkan dengan novel-novel lainnya yang diadaptasi
dari game, novel ini dianggap sukses oleh sebagian kritikus dalam menerjemahkan kisah
petualangan yang panjang dalam suatu game menjadi suatu cerita novel yang menarik.

Walaupun namanya tidak begitu terkenal, pengarang novel ini sebenarnya memiliki ciri khas
yang cukup baik dalam menulis novel, khususnya dari segi bahasa yang digunakan. Oliver
Bowden memaparkan segalanya dengan detil dan menarik. Novel ini sendiri bertema fiksi-
sejarah, yang berarti merupakan penggabungan kisah fiksi dengan sejarah, yang sekaligus
menjadi keunikan tersendiri bagi novel ini. Jadi, sebagian besar dari cerita adalah fiksi,
sedangkan sebagian lainnya benar-benar terjadi.

Buku ini cukup menarik bila dilihat dari kisah konspirasi dan misteri di dalamnya serta
pertarungan-pertarungan yang berhasil digambarkan secara detil dan mencekam. Ufuk Press
sebagai penerbit memang sering menerbitkan buku-buku terjemahan terkenal yang berkisah
tentang misteri, sejarah, ataupun konspirasi seperti Assassin’s Creed: Renaissance ini. Lalu,
apakah novel ini berisi pertarungan-pertarungan keji dan pembunuhan-pembunuhan sesuai
dengan judulnya?

Novel ini bercerita tentang perjalanan hidup dan petualangan Ezio Auditore da Firenze
sebagai seorang Assassin selama 27 tahun, tepatnya sejak ia berumur 17 tahun hingga ia berumur
44 tahun. Assassin adalah kelompok pembunuh yang berjuang demi kedamaian dunia dengan
melawan kekejaman dan kelicikan Ksatria Templar, organisasi yang ingin menguasai dunia
dengan mengatasnamakan agama. Ezio bergabung dengan kelompok Assassin setelah kematian
ayahnya dan saudara-saudaranya akibat pengkhianatan terhadap keluarganya yang terjadi di kota
kelahirannya, Florence. Ia baru mengetahui fakta bahwa ayahnya adalah seorang Assassin yang
menyebabkan ayahnya menjadi musuh Ksatria Templar dari pamannnya yang juga seorang
Assassin setelah beberapa bulan sejak kematian ayahnya. Fakta lain bahwa keluarga Pazzi yang
menyusun rencana pengkhianatan pada ayahnya ternyata adalah bagian dari organisasi Ksatria
Templar semakin mendorong Ezio mengubah niatnya yang awalnya hanya tentang pembalasan
dendam menjadi perjuangan demi keadilan dengan menjadi Assassin seperti ayah dan pamannya.

Ezio pun akhirnya harus membuang jauh-jauh kehidupannya yang damai dan impian-
impiannya yang indah demi menjalankan tugasnya yang berbahaya sebagai seorang Assassin. Ia
bahkan harus berpisah dengan kekasih yang sangat dicintainya. Hari-hari Ezio setelah menjadi
Assassin dihiasi dengan pertumpahan darah dan usaha tak kenal lelah melawan Ksatria Templar.
Namun, segala perjuangan dan pengorbanannya itu tidak sia-sia karena satu demi satu petinggi
Ksatria Templar berhasil ia bunuh dan ia pun berhasil membebaskan kota yang berada dalam
cekaman Ksatria Templar. Semakin hari semakin banyak sekutu Assassinnya dan semakin dekat
pula ia dengan kebenaran misteri Ksatria Templar hingga pada akhirnya ia berhasil
menumbangkan Ksatria Templar.

Novel ini memiliki cerita yang sangat panjang sehingga dibagi menjadi 28 bab. Dilihat dari
unsur intrinsiknya, novel ini memiliki banyak keunggulan. Penokohan dalam novel ini
ditampilkan dengan baik dengan menunjukkan watak tokoh secara tidak langsung melalui
percakapan atau kebiasaan-kebiasaan tokoh yang membuat kisah dalam novel ini tidak
membosankan. Salah satu contoh penokohan melalui kebiasaan adalah penokohan Leonardo da
Vinci yang wataknya suka melakukan penelitian tapi jarang membersihkan studionya yang
dijelaskan dalam kalimat “Studio itu tidak besar, dan kondisinya yang berantakan membuatnya
tampak lebih kecil lagi. Meja-meja ditumpuk bersama rangka-rangka burung dan mamalia
kecil...”. Cara pengarang mendeskripskian setting juga sangat menarik karena ia menggambarkan
setiap tempat dan waktu dengan sangat detil dan indah, misalnya “Bulan telah timbul di langit
yang kini berwarna biru kelabu, merajai sejumlah besar bintang pengunjung. Cahayanya jatuh
ke lapangan terbuka itu, di mana Ponte Vecchio—toko-tokonya yang padat dan sudah hening—
bergabung dengan tepi utara sungai itu...”. Dengan diksi yang baik dan menggunakan sudut
pandang orang ketiga dalam cerita kita semakin mudah terhanyut dalam imajinasi kita melalui
cara pengarang mendeskripsikan setting sehingga seolah kita benar-benar melihat dan merasakan
apa yang terjadi hanya dengan meresapi kata-kata yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan
penulis memang sangat baik dan puitis, walaupun mengisahkan tentang pembunuhan dan
pembantaian yang kejam seperti pada kalimat “dia menjatuhkan orang pertama dengan pisau
lemparnya... pedang kecil itu menyabit menembus udara dengan suara berdesing yang seperti
setan.”

Latar belakang budaya dan sosial sebagai unsur ekstrinsik novel juga menjadi keunggulan
novel ini, apalagi novel ini berdasarkan pada sejarah yang benar-benar terjadi, misalnya kisah
perjuangan Assassin melawan Ksatria Templar yang pernah benar-benar terjadi. Bahkan,
sejumlah tokoh dalam novel, khususnya para Ksatria Templar, merupakan orang-orang yang
benar-benar pernah hidup dan masuk ke dalam sejarah dan benar-benar mati dibunuh oleh para
Assassin. Adanya unsur keagamaan, cinta, kebebasan, dan politik juga semakin memperbanyak
keunggulan novel ini. Munculnya tokoh-tokoh terkenal seperti Leonardo da Vinci dan Niccolò
Machiavelli yang aktif terlibat dalam cerita semakin membuat kisah ini menarik.

Kisah kepahlawanan tentang kekuatan, pembalasan, dan konspirasi ini memberikan amanat
yang cukup dalam tentang pentingnya kebebasan dan kedamaian serta perihnya pengkhianatan.
Hadirnya kata-kata bijak dalam novel ini menjadi selingan yang cukup menarik dan memberikan
kita sedikit pelajaran, misalnya kata-kata Leonardo da Vinci “Sementara aku kira aku sedang
belajar bagaimana caranya hidup, aku sedang belajar bagaimana caranya mati.”
Kelemahan novel ini terletak pada alur cerita yang kadang terlalu datar, khususnya di bagian
tengah, dimana inti cerita hanyalah seputar hari-hari Ezio berlatih, menyusun strategi,
mengumpulkan sekutu, dan membunuh para Ksatria Templar. Ketidaksinambungan akhir cerita
dengan kisah konspirasi politik yang sangat banyak dimunculkan di sepanjang cerita juga bisa
membuat bingung orang yang tidak mengikuti keseluruhan cerita Assassin’s Creed dari awal
atau hanya mengikuti kisah Assassin’s Creed: Renaissance ini saja. Selain dua hal tersebut
kelemahan novel ini yang lain hanyalah sedikit kesalahan teknis oleh penerjemah yang
menerjemahkan beberapa kalimat dari bahasa Inggris secara apa adanya sehingga terdengar tidak
pas dengan kaidah bahasa Indonesia.

Walaupun terdapat beberapa kekurangan, secara keseluruhan novel ini sangatlah menarik
dan sayang untuk dilewatkan bagi penggemar serial game Assassin’s Creed maupun penggemar
kisah sejarah-fiksi.

Anda mungkin juga menyukai