Anda di halaman 1dari 20

Tarekat Syattariyah ke 1

1.
2.
3.
4.

Pembahasan:
1. Syattar dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat,
sifat, dan af'al diri (wujud jiwa raga).
2.Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian
spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar
3.Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang
wahdat al-wujud
4.Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah
para wali.
5. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk
sampai kepada Allah SWT.
6. Bantahannya /
Poin pembahasan dan keritikan:
Tarekat ini dari golongan syi`ah
Mengajarkan manunggaling gusti
Bimbingan langsung dari arwah wali
Kebid`ahan tehnis dzikirnya.
Dalam sufinews.com. terdapat keterangan sbb:
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada
abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan
berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan
nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut
Bistamiyah.
Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai
tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah
tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun. Tarekat ini
dianggap sebagai suatu tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik
tersendiri dalam keyakinan dan praktik.
Hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai Abdullah asy-Syattar. Ia adalah
keturunan Syihabuddin Suhrawardi. Kemungkinan besar ia dilahirkan di salah satu
tempaat di sekitar Bukhara. Di sini pula ia ditahbiskan secara resmi menjadi
anggota Tarekat Isyqiyah oleh gurunya, Muhammad Arif.

Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan
nampaknya yang dibelah dalam hal ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di
dalam dzikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illallah (itsbah), juga nampaknya
merupakan pengukuhan dari gurunya atas derajat spiritual yang dicapainya yang
kemudian membuatnya berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai
Washitah (Mursyid). Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah
tingkat pencapaian spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar. Ketiga istilah ini,
dalam hierarki yang sama, kemudian juga dipakai di dalam Tarekat Syattariyah ini.
Syattar dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat,
dan af'al diri (wujud jiwa raga).
Namun karena popularitas Tarekat Isyqiyah ini tidak berkembang di tanah
kelahirannya, dan bahkan malah semakin memudar akibat perkembangan Tarekat
Naksyabandiyah, Abdullah asy-Syattar dikirim ke India oleh gurunya tersebut.
Semula ia tinggal di Jawnpur, kemudian pindah ke Mondu, sebuah kota muslim di
daerah Malwa (Multan). Di India inilah, ia memperoleh popularitas dan berhasil
mengembangkan tarekatnya tersebut.
Tidak diketahui apakah perubahan nama dari Tarekat Isyqiyah yang dianutnya
semula ke Tarekat Syattariyah atas inisiatifnya sendiri yang ingin mendirikan
tarekat baru sejak awal kedatangannya di India ataukah atas inisiatif muridmuridnya. Ia tinggal di India sampai akhir hayatnya (1428).
Sepeninggal Abdullah asy-Syattar, Tarekat Syattariyah disebarluaskan oleh muridmuridnya, terutama Muhammad A'la, sang Bengali, yang dikenal sebagai Qazan
Syattari. Dan muridnya yang paling berperan dalam mengembangkan dan
menjadikan Tarekat Syattariyah sebagai tarekat yang berdiri sendiri adalah
Muhammad Ghaus dari Gwalior (w.1562), keturunan keempat dari sang pendiri.
Muhammad Ghaus mendirikan Ghaustiyyah, cabang Syattariyah, yang
mempergunakan praktik-praktik yoga. Salah seorang penerusnya Syah Wajihuddin
(w.1609), wali besar yang sangat dihormati di Gujarat, adalah seorang penulis
buku yang produktif dan pendiri madrasah yang berusia lama. Sampai akhir abad
ke-16, tarekat ini telah memiliki pengaruh yang luas di India. Dari wilayah ini
Tarekat Syatttariyah terus menyebar ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke
Indonesia.
Tradisi tarekat yang bernafas India ini dibawa ke Tanah Suci oleh seorang tokoh
sufi terkemuka, Sibghatullah bin Ruhullah (1606), salah seorang murid
Wajihuddin, dan mendirikan zawiyah di Madinah. Syekh ini tidak saja
mengajarkan Tarekat Syattariah, tetapi juga sejumlah tarekat lainnya, sebutlah

misalnya Tarekat Naqsyabandiyah. Kemudian Tarekat ini disebarluaskan dan


dipopulerkan ke dunia berbahasa Arab lainnya oleh murid utamanya, Ahmad
Syimnawi (w.1619). Begitu juga oleh salah seorang khalifahnya, yang kemudian
tampil memegang pucuk pimpinan tarekat tersebut, seorang guru asal Palestina,
Ahmad al-Qusyasyi (w.1661).
Setelah Ahmad al-Qusyasyi meninggal, Ibrahim al Kurani (w. 1689), asal Turki,
tampil menggantikannya sebagai pimpinan tertinggi dan penganjur Tarekat
Syattariyah yang cukup terkenal di wilayah Madinah.
Dua orang yang disebut terakhir di atas, Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim alKurani, adalah guru dari Abdul Rauf Singkel yang kemudian berhasil
mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia. Namun sebelum Abdul Rauf.
Telah ada seorang tokoh sufi yang dinyatakan bertanggung jawab terhadap ajaran
Syattariyah yang berkembang di Nusantara lewat bukunya Tuhfat al-Mursalat ila ar
Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdat al-wujud. Ia adalah
Muhammad bin Fadlullah al-Bunhanpuri (w. 1620), juga salah seorang murid
Wajihuddin. Bukunya, Tuhfat al-Mursalat, yang menguraikan metafisika martabat
tujuh ini lebih populer di Nusantara ketimbang karya Ibnu Arabi sendiri.
Martin van Bruinessen menduga bahwa kemungkinan karena berbagai gagasan
menarik dari kitab ini yang menyatu dengan Tarekat Syattariyah, sehingga
kemudian murid-murid asal Indonesia yang berguru kepada al-Qusyasyi dan AlKurani lebih menyukai tarekat ini ketimbang tarekat-tarekat lainnya yang diajarkan
oleh kedua guru tersebut. Buku ini kemudian dikutip juga oleh Syamsuddin
Sumatrani (w. 1630) dalam ulasannya tentang martabat tujuh, meskipun tidak ada
petunjuk atau sumber yang menjelaskan mengenai apakah Syamsuddin menganut
tarekat ini. Namun yang jelas, tidak lama setelah kematiannya, Tarekat Syattariyah
sangat populer di kalangan orang-orang Indonesia yang kembali dari Tanah Arab.
Abdul Rauf sendiri yang kemudian turut mewarnai sejarah mistik Islam di
Indonesia pada abad ke-17 ini, menggunakan kesempatan untuk menuntut ilmu,
terutama tasawuf ketika melaksanakan haji pada tahun 1643. Ia menetap di Arab
Saudi selama 19 tahun dan berguru kepada berbagai tokoh agama dan ahli tarekat
ternama. Sesudah Ahmad Qusyasyi meninggal, ia kembali ke Aceh dan
mengembangkan tarekatnya. Kemasyhurannya dengan cepat merambah ke luar
wilayah Aceh, melalui murid-muridnya yang menyebarkan tarekat yang
dibawanya. Antara lain, misalnya, di Sumatera Barat dikembangkan oleh muridnya
Syekh Burhanuddin dari Pesantren Ulakan; di Jawa Barat, daerah Kuningan
sampai Tasikmalaya, oleh Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat, tarekat ini kemudian
menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sulewasi Selatan disebarkan oleh

salah seorang tokoh Tarekat Syattariyah yang cukup terkenal dan juga murid
langsung dari Ibrahim al-Kurani, Yusuf Tajul Khalwati (1629-1699).
Martin menyebutkan bahwa sejumlah cabang tarekat ini kita temukan di Jawa dan
Sumatera, yang satu dengan lainnya tidak saling berhubungan. Tarekat ini, lanjut
Martin, relatif dapat dengan gampang berpadu dengan berbagai tradisi setempat; ia
menjadi tarekat yang paling "mempribumi" di antara berbagai tarekat yang ada.
Pada sisi lain, melalui Syattariyah-lah berbagai gagasan metafisis sufi dan berbagai
klasifikasi simbolik yang didasarkan atas ajaran martabat tujuh menjadi bagian dari
kepercayaan populer orang Jawa.
Bersambung................

Thareqat Syatariyah
Ajaran dan Dzikir Tarekat Syattariyah
Perkembangan mistik tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu
pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati, tetapi
tidak harus melalui tahap fana'. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan
menuju Allah itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling
utama menurut tarekat ini adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar,
dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu
harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan
Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu ada
sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat,
zuhud, tawakkal, qana'ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.
Sebagaimana halnya tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek
dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing
memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan,
penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT. Kaum Akhyar melakukannya
dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-Qur'an, melaksanakan haji, dan
berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan latihan-latihan kehidupan
asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari
kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang kaum Syattar
memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para
tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada
Allah SWT.
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran
atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan
tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar citacita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan
mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
1.
Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri
menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah
sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke
dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat
bersarangnya nafsu lawwamah.
2.
Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih
mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang
diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.

3.
Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang
dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4.
Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke
tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan
kehidupan manusia.
5.
Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari
dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran).
Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
6.
Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait
al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar
seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya
Ilahi.
7.
Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan
mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah
kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat
al-Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu
semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan
Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)". Adapun ketujuh macam nafsu
yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:
1.
Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat
berikut:
Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong,
pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
2.
Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini:
enggan, acuh, pamer, 'ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3.
Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan.
Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana'ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu,
tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.
4.
Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu
kiri. Sifat-sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan
takut kepada Allah SWT.
5.
Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara',
riyadlah, dan menepati janji.
6.
Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak
mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
7.
Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifatsifatnya: Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

Tareqat syatariyah ke 3
Khusus dzikir dengan nama-nama Allah (al-asma' al-husna), tarekat ini membagi
dzikir jenis ini ke dalam tiga kelompok. Yakni, a) menyebut nama-nama Allah
SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, seperti al-Qahhar, al-Jabbar, alMutakabbir, dan lain-lain; b) menyebut nama Allah SWT yang berhubungan
dengan keindahan-Nya seperti, al-Malik, al-Quddus, al-'Alim, dan lain-lain; dan c)
menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat
tersebut, seperti al-Mu'min, al-Muhaimin, dan lain-lain. Ketiga jenis dzikir tersebut
harus dilakukan secara berurutan, sesuai urutan yang disebutkan di atas. Dzikir ini
dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, sampai hati menjadi bersih
dan semakin teguh dalam berdzikir. Jika hati telah mencapai tahap seperti itu, ia
akan dapat merasakan realitas segala sesuatu, baik yang bersifat jasmani maupun
ruhani.
Satu hal yang harus diingat, sebagaimana juga di dalam tarekat-tarekat lainnya,
adalah bahwa dzikir hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing
spiritual, guru atau syekh. Pembimbing spiritual ini adalah seseorang yang telah
mencapai pandangan yang membangkitkan semua realitas, tidak bersikap
sombong, dan tidak membukakan rahasia-rahasia pandangan batinnya kepada
orang-orang yang tidak dapat dipercaya.
Di dalam tarekat ini, guru atau yang biasa diistilahkan dengan wasithah dianggap
berhak dan sah apabila terangkum dalam mata rantai silsilah tarekat ini yang tidak
putus dari Nabi Muhammad SAW lewat Ali bin Abi Thalib ra, hingga kini dan
seterusnya sampai kiamat nanti; kuat memimpin mujahadah Puji Wali Kutub; dan
memiliki empat martabat yakni mursyidun (memberi petunjuk), murbiyyun
(mendidik), nashihun (memberi nasehat), dan kamilun (sempurna dan
menyempurnakan).
Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat menjalani dzikir di
dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut: makanan yang dimakan haruslah
berasal dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan
sedikit bicara; setia terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah
SWT; selalu berpuasa; memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di
suatu ruangan yang gelap tetapi bersih; menundukkan ego dengan penuh kerelaan
kepada disiplin dan penyiksaan diri; makan dan minum dari pemberian pelayan;
menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala
sesuatu yang haram; membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan bangga
diri; mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan
ibadah haji, seperti berhias dan memakai pakaian berjahit.

Sanad atau Silsilah Tarekat Syattariyah


Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat ini memiliki sanad atau silsilah para
wasithahnya yang bersambungan sampai kepada Rasulullah SAW. Para pengikut
tarekat ini meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, atas petunjuk Allah SWT,
menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk mewakilinya dalam melanjutkan fungsinya
sebagai Ahl adz-dzikr, tugas dan fungsi kerasulannya. Kemudian Ali menyerahkan
risalahnya sebagai Ahl adz-dzikir kepada putranya, Hasan bin Ali, dan demikian
seterusnya sampai sekarang. Pelimpahan hak dan wewenang ini tidak selalu
didasarkan atas garis keturunan, tetapi lebih didasarkan pada keyakinan atas dasar
kehendak Allah SWT yang isyaratnya biasanya diterima oleh sang wasithah jauh
sebelum melakukan pelimpahan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Muhammad
SAW sebelum melimpahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
Berikut contoh sanad Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh para mursyid atau
wasithahnya di Indonesia:
Nabi Muhammad SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kepada Sayyidina
Hasan bin Ali asy-Syahid, kepada Imam Zainal Abidin, kepada Imam Muhammad
Baqir, kepada Imam Ja'far Syidiq, kepada Abu Yazid al-Busthami, kepada Syekh
Muhammad Maghrib, kepada Syekh Arabi al-Asyiqi, kepada Qutb Maulana Rumi
ath-Thusi, kepada Qutb Abu Hasan al-Hirqani, kepada Syekh Hud Qaliyyu
Marawan Nahar, kepada Syekh Muhammad Asyiq, kepada Syekh Muhammad
Arif, kepada Syekh Abdullah asy-Syattar, kepada Syekh Hidayatullah Saramat,
kepada Syekh al-Haj al-Hudhuri, kepada Syekh Muhammad Ghauts, kepada Syekh
Wajihudin, kepada Syekh Sibghatullah bin Ruhullah, kepada Syekh Ibnu Mawahib
Abdullah Ahmad bin Ali, kepada Syekh Muhammad Ibnu Muhammad, Syekh
Abdul Rauf Singkel, kepada Syekh Abdul Muhyi (Safarwadi, Tasikmalaya),
kepada Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah) di Safarwadi, kepada Kiai Mas Bagus
Nida' (Kiai Mas Bagus Muhyiddin) di Safarwadi, kepada Kiai Muhammad
Sulaiman (Bagelan, Jateng), kepada Kiai Mas Bagus Nur Iman (Bagelan), kepada
Kiai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Bagelan) kepada Kiai Mas Bagus Ahmadi
(Kalangbret, Tulungagung), kepada Raden Margono (Kincang, Maospati), kepada
Kiai Ageng Aliman (Pacitan), kepada Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan), kepada Kiai
Haji Abdurrahman (Tegalreja, Magetan), kepada Raden Ngabehi Wigyowinoto
Palang Kayo Caruban, kepada Nyai Ageng Hardjo Besari, kepada Kiai Hasan
Ulama (Takeran, Magetan), kepada Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran),
kepada Kiai Muhammad Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk) dan kepada
KH Muhammad Munawar Affandi (Nganjuk).

by rizal @ 12 Mar 2004 05:43 pm


tarekat ini apakah mementingkan syariat tidak, seperti sholat berjamaah dimasjid?
kesannya tarekat ini khas petapa-petapa orang hindu?
by Syahrul Jamil @ 19 Mar 2004 07:31 pm
Ass.wr.wb
Semoga kita semua ada dalam lindungan Allah S.w.T. selalu..amin
Yth,redaksi majalah Sufi saya mohon alamat dan no.telp Bapak.Lukman Hakim
yang ada di majalah Sufi,saya sangat kagum akan nasehat-nasehatnya yang
bijak.demikian permohonan dari saya dan Wassalam.
by suradihakmalullah @ 23 Mar 2004 12:59 pm
dimana pusat tarekat syatariyah di indonesia saya ingin silahturahmi
by suradihakmalullah @ 23 Mar 2004 01:05 pm
saya sangat tertarik untuk belajar tarekat syatariyah dimana tempatnya di
indonesiasebelumnya dapatkah saya dikirimkan buku ajaran tarekat ini hubungi
saya di 0811826566
by bayufitrihutami @ 23 Mar 2004 01:07 pm
saya sangat tertarik untuk belajar tarekat syatariyah dimana tempatnya di indonesia
sebelumnya dapatkah saya dikirimkan buku ajaran tarekat ini hubungi saya di 0217406508
by S.Jamil @ 26 Mar 2004 04:12 pm
Ass.wr.wb.
Kepada Yth,Bapak-Bapak.
Saya seorang yang awam akan Tarekat, saya ingin tanya apakah seorang awam itu
dapat mengikuti Tarekat Syattariah,dan apakah ada batasan usia bila masuk Tarekat
Syattariah ini,saya baca juga salah satu email yang katanya kalau masuk Tarekat
Syattariah harus berani mati,melarat,dan wani isin.tolong saya jelaskan arti dari
semua ini. demikianlah kiranya pertanyaan dari saya apabila ada yang salah dan
tidak berkenan mohon kiranya di maafkan.Wassallam.
by na2 @ 28 Mar 2004 08:56 pm
artikel ini penulisnya siapa? dan darimana sumbernya?kok ada yang tidak sesuai
aslinya. saya pengikut syaththariyah(nganjuk).mohon balasan.terimakasih
by aris @ 26 Mar 2004 06:48 pm
saya tertarik untuk mengenal lebih jauh ttg ajaran Tarekat Syattariyah, tlg beri
informasi alamat & no telp cabang yang ada di surabaya. thx
by s_gihartons @ 14 Apr 2004 06:59 pm
berani mati= berusaha menghilangkan budi pekerti yang tidak baik, berani
menngekang nafsu yang tidak baik, mlarat /miskin = maiskin dari perasaan iri
dengki, dendam, prasangka buruk dan semua sifat /pikiran yang tidak baik u/ diri
sendiri maupun untuk sesama hidup. krn ada 4 nafsu dpt jadi baik dan juga jelek/.
trims

by s_gihartons @ 22 Apr 2004 03:51 pm


tuk belajar syattariyah tak dibatasi usia. u/ ket wani mati, mlarat, isin (peristilahan
dlm bhs Jawa) yg jelas Tidak mempunyai sifat, tabiat yng
jelek:dendan.iri.dengkiu= tak memiliki penyakit hati. di forum ini kurang leluasa
penyampaian krn dibatasi karakter huruf. mohon dpt kirim email ke:
S_gihartons@Yahoo.com@. sbg sarana silaturrakhim
Bersambung ..........

Tarekat Syatariyah ke 4

Komentarku ( Mahrus ali):


Pak Lukman dalam artikel dulu menyatakan:
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan
nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut
Bastamiyah.
Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian
spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar. Syattar dalam tarekat ini adalah para
sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat, dan af'al diri (wujud jiwa raga).
Saya katakan: Kalau melihat dari adanya tarekat ini dari Iran seolah tarekat ini
berasal dari Sya`ah dan memang begitu, hampir seluruh tarekat tidak ada yang
dari Abu bakar, tapi dari Ali bin Abu Thalib dan dari Imam imam syi`ah. Jadi
hampir seluruhnya berasal dari Iran lalu menyebar ke Turki, India sampai ke
Afrika. Setahu saya hanya tarekat Naqsyabandiyah yang sanadnya setelah
Rasulullah SAW adalah Abu bakar. Jadi kebanyakan tarekat malului imam
imam syi`ah, Silsilah sanadnya begitu yaitu akan bermuara kepada Imam Zainal
Abidin, kepada Imam Muhammad Baqir, kepada Imam Ja'far Syidiq.
Sedang tingkatan abrar dan syattar yang di sebutkan dalam artikel dulu tidak kami
jumpai dalilnya.
Setahu saya tingkatan kaum mukmin di surga itu ada dua yaitu:
Al Muqarrabin sebagaimana ayat:
( 88)
adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah),
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga keni`matan.[1]
(91)
( 90)

Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena
kamu dari golongan kanan.[2]
Untuk tingkatan syattar, maka saya baru tahu sekarang ini. Jadi sejak saya belajar
di pesantren, hingga pergi ke Mekkah untuk menimba ilmu dari tanah kelahiran
Nabi SAW, dan dario beberapa guru Mesir, Saudia sampai guru dari Padang,
Banjar, ternyata saya masih belum mendengar bahwa tingkatan sattar adalah
tingkatan tertinggi dalam Islam. Saya tidak mengerti, apakah guru guru saya itu
tidak mengerti, atauakah tidak menerangkannya dan saya tidak pernah pula
membaca kitab aran yang keterangannya seperti i tu.
Jadi tingkatan itu adalah ilmu bid`ah yang tidak pernah di jelaskan oleh para nabi
atau sahabat sahabatnya.
Pak Lukman menyatakan:
Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian
spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar
Saya katakan: Sungguh ngelindur pak Lukman ini, atau paling tidak segitu lah
ilmunya. Setahu saya tingkatan akhyar ini adalah tingkatan para rasul
sebagaimana ayat:


)
( 45)



(47)
( 46
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya`qub yang mempunyai
perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada
mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri
akhirat.
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik.[3]
Sedang al abrar itu setingkat sahabat sebagaimana ayat:


Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada


iman (yaitu): "Berimanlah kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan
kami ampunilah dosa-dosa kami dan hapuslah kesalahan-kesalahan kami, dan
wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.[4]
Dalam tafsir Ibnu Katsir da`I dalam ayat tersebut di tafsiri sedemikian:




Ya`ni seorang da`I yang mengajak ke iman yaitu Rasulullah SAW. [5]
Assa`di menyatakan:

:

Seorang da`I tsb adalah Muhammad Saw yang mengajak manusia kepada iman,
memberikan semangat kepada mereka baik fondamen dan cabang[6]
Apakah pengikut tarekat syattariyah akan mencapai martabat melebihi Rasul dan
sahabat- sahabatnya . Siapakah yang berani mengatakan seperti itu, kalau bukan
orang awam.

Thariqat Syatariyah ke 6
Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan
suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti
memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang
dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4.
Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke
tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan
kehidupan manusia.
5.
Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari
dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran).
Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
6.
Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait
al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar
seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya
Ilahi.
7.
Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan
mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah
kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat
al-Mukminun ayat 17:
(17)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh
buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).1[1]
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan,
dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya
tujuh buah jalan tersebut)".
Komentarku ( Mahrus ali): Tujuh tehnis dzikir itu tiada dalilnya, dan jelas di
maklumi bagi orang yang sedikit punya pikiran atau ilmu agama. Tidak perlu
mencari hadis atau meneliti di kitab kitab hadis, karena tidak samar lagi dan
langsung bisa di ketahui bahwa tujuh macam yang di sebut tadi tidak ada dalam
generasi pertama dan bukan ajaran para nabi apalagi nabi Muhammad. Untuk dalil
ayat 17 Al mukminun itu di gunakan untuk tujuh tehnis berdzikir, maka menurut
pendapat mereka sen diri dan tidak sesuai dengan ma`na ayat ; Sebab maksud ayat
adalah tujuh langit. Ibnu Katsir berkata:
1

} : : } { :


} { } {


{


FirmanNya ; Sab`a thoro`iqa. Imam Mujahid berkata: Maksudnya adalah tujuh
langit sebagaimana firmanNya:
Tujuh langit, bumi dan orang yang di dalamnya sama membaca tasbih. Dan ayat:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat?2[2]
Begitu juga ayat:
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? 3[3] Dan
demikian juga Allah berfirman disini.
(17)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh
buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).4[4]
Ibnu katsir melanjutkan perkataannya sbb:









}







.{

Allah subhanah mengetahui langit, bumi, gunung dan apa yang di dalamnya, laut
dan apa yang berada di dasarnya, mengetahui jumlah gunung, undukan, pasir,
lalu , tanah padang pasir, pepohonan. Allah berfirman:
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan
tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(QS. al-An'aam: 59)
Pendapat Ibnu Katsir tersebut di dukung oleh Assa`di dalam kitab tafsirnya di ayat
tersebut ya`ni 17 Al mukminun .
Saya katakan , bahkan di ayat lain di jelaskan pula sbb:
2
3
4




)(12
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintangbintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
]Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.5[5
Dan saya tidak menjumpai ahli tafsir di kitab tafsirnya yang menyatakan
sebagaimana pernyataan Pak Lukman yaitu maksud tujuh jalan adalah tujuh
macam dzikir syattariyah. Ini termasuk membodohi umat dan menyesatkannya lalu
membikin kerancuan dalam mentafsiri ayat dan termasuk mentafsiri ayat dengan
ra`yu. dan hal ini tidak boleh. Ada hadis sbb:
Masruq ra berkata:


)
(









)
( ) ( *
HR Muslim 2798
Seorang lelaki datang kepada Abdullah ,lalu berkata: Aku meninggalkan di masjid
seorang lelaki yang mentafsiri al Quran dengan akalnya. Dia mentafsiri ayat:

Di hari langit datang dengan asap yang nyata.
Dia memberikan komentar:Pada hari kiamat, manusia akan kedatangan asap,lalu
mengambil nafas mereka seperti pilek.
Abdullah berkata : Barang siapamengerti suatu ilmu, katakanlah. Barang siapa
yang tidak punya ilmu katakan , Allahu a`lam. termasuk kealiman seorang lelaki
berkata tefrhadap apa yang tidak diketahui ,allahu a`lam. Ayat tersebut ketika
kaum Quraisy tidak taat kepada Nabi SAW ,lalu beliau berdoa agar mereka
dilanda kerisis tujuh tahun seperti kerisis Nabi Yusuf.
Mereka tertimpa paceklik, seorang lelaki melihat langit lalu melihat asaphingga
makan tulang.
! Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW ,lalu berkata: Wahai Rasulullah
mintakan ampun kabilah mudor. sesungguhnya mereka telah binasa.
5

Rasulullah SAW berkata kepada Mudor, sesungguhnya engkau berani , lalu


berdoa untuk mereka.
LantasAllah menurunkan ayat:


Sesungguhnya kami menghilangkan siksaan sedikit dan kamu kembali lagi.
Mereka juga di beri hujan, lalu keadaan menjadi makmur, mereka kembali seperti
sedia kala, lantas Allah azza wajal menurunkan ayat

Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi
manusia. Inilah azab yang pedih. 6[6]
Di ayat lain di jelaskan:






Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu
secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah tiadalah beruntung.7[7]

6
7

Thariqat Syatariyah ke 7

Dalam artikel yang lalu di jelaskan lagi:


Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:
Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat
berikut:
Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong,
pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
2.Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini:
enggan, acuh, pamer, 'ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3.
Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan.
Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana'ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu,
tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.
4.
Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu
kiri. Sifat-sifatnya: senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan
takut kepada Allah SWT.
5.
Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara',
riyadlah, dan menepati janji.
6.
Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak
mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
7.
Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifatsifatnya:
Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.
mam Muhammad Baqir, kepada Imam Ja'far Syidiq, Sufi saya mohon alamat dan
no.telp Bapak.Lukman Hakim yang ada
Saya katakan: Untuk letaknya tidak ada dalil sedang nafsu ammarah itu insya
Allah mengambil dalil dari ayat sbb:


Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.8[1]
8

Untuk nafsu lawwamah yang di jelaskan di atas insya Allah dalilnya sbb berikut:
(2)
dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).9[2]
Arti lawwamah menurut terjemahan depag begitu tapi seingat saya lawwamah
adalah nafsu yang suka mencaci.
Untuk letaknya yang di terangkan oleh Pak Lukman, saya tidak menjumpai
dalilnya.
Untuk nafsu mulhimah sebagaimana ayat:
(10)( 9)( 8)( 7)
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.10[3]
Untuk letaknya, tidak saya ketahui dalilnya.
Nafsu muthmainnah di terangkan oleh Allah dalam ayat:
( 29)( 28)

( 27)
Hai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,dan masuklah ke
dalam surga-Ku.11[4]
Untuk nafsu radhiyah mardhiyah insya Allah mengambil dari ayat tsb. Untuk nafsu
kamilah, saya tidak mengetahui dalilnya, sebab manusia ini, tidak saya ketahui
siapakah yang memiliki nafsu yang sempurna. Rasulullah SAW sendiri juga tidak
ma`sum dan ma`sum bagi Rasulullah SAW itu tidak ada dalilnya kecuali ajaran
guru guru pesantren, sekolah dan guru langgar yang tidak mengacu kepada dalil.
Ada dalil yang di gunakan sbb:



Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak

9
10
11

menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.


Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.12[5]
Ma`sdum di situ tidak di maksudkan nafsu yang kamilah, tapi dari gangguan
manusia . Dan Allahlah yang menjadi tameng Rasulullah SAW dari gangguan
manusia. Dan inilah jaminan Allah kepada Rasulullah SAW, dan ternyata telah
benar dan tidak di ragukan lagi beliau bisa menngembangkan risalah Allah dengan
selamat sampai ahir hayatnya. Insya Allah jani ini tidak berhenti disitu saja, lalu
para da`I yang lain tidak demikian.
Untuk sifat dan karakter masing masing nafsu yang di jelaskan dalam artikel pak
lukman itu tiada dalilnya. Ia pembagian menurut pemikirannya sendiri. Dan
sebetulnya banyak kelemahannya dan saya tidak bisa menjelaskannya disini
karena keterbatasan tempat dan masih banyak yang akan di bahas.

12

Anda mungkin juga menyukai