Anda di halaman 1dari 4

SEPUCUK SURAT UNTUK SAHABAT

Aku telusuri langkah senja yang memerah, mengintip sang dewi dalam cahaya,
menatap lipatan kabut yang membuana seakan jadi pelopor untuk segera
memanggil sang dewi tidur.
Kini keangkuhan siang mulai patah digantikan kedamaian malam. Cahaya energy
yang memancarkan sinar diubah menjadi cahaya listrik disetiap penghuni alam.
Ya inilah Sepi yang memakan siang dan bertaburan bintang segera melumpuhkan
gemerlap rupiah yang tersebar
Malam sobat

Ia rangkul aku dengan sepenuh rasa sayang. Tangan menyergap tubuh diantara
langit dan bumi cukup membuat jantung terdetak terpaku. Kami menikmati alam
yang indah dengan taburan sang pecinta malam.
Aku sayang kamu

Dan posisi tubuhnya berputar 90 derajat menghadap raga ku yang kaku. Ia hanya
terdiam. Kini gerak tangannya seakan menjelma, bersuara tanpa pamrih, meraung
dan segera merucut pada tanganku. Ia memegang tangan ku tanpa ragu dan
menaruhnya pada dada yang kian lama kurasa detak jantungnya.
Apa yang kau lakakukan ?

Tiba saatnya untuk ku berdelik tentang apa yang ia perbuat. Aku merasakan
getaran yang berbeda, pandangan matanya menembus kornea tanpa ada batas
penghalang bahwa aku dan ia bukanlah seorang mukhrim.
Apakah kau belum mengerti tentang apa yang berdetak dalam tubuhku

Pandangannya semakin liar terhadap mataku. Saat aku terjatuh pada hati yang
berongga kurasakan rayapan lembut dekat telingaku. Namun aku terdiam
walaupun tubuhku kini semakin erat ia genggam. Aku masih saja terpaku oleh
endapan pada bola matanya.
Aku sayang kamu sobat

Kata kata itu semakin menyadarkanku bahwa seorang sahabat tak pantas
merayapi tubuhku seliar itu. Aku kini mencoba menghindar walaupun aku bahagia
dalam dekapannya. Ku tempelkan jari jari manisku pada jantungnya yang dibalut
rongga dan diselimuti daging yang menempel pada kulit. Ku lawan sedikit
tenaganya dan aku pun terlepas dari tubuhnya yang melemas
Aku pun sayang kamu

Terlihat pancaran matahari di kedua bola matanya. Ia tersenyum haru namun


dalam benaknya kurasa penuh tanda tanya.
Sobat aku sayang hanya sebatas aku dan kamu adalah sahabat sejati. Tidak
lebih

Kulihat mata yang kian mendung, menahan gejolak air yang siap ditumpahkan.
Dalam hati ku dendangkan syair lagu sendu. Kau belumlah mengerti apa yang ku
katakan tadi. Walau rasa sakit menyergap keseluruh jiwa, walau air mata mengalir
dalam duka.
Kini tangan ku yang tak lagi bisu menyergap kilat menyentuh telapak tangannya
lalu kusentuhkan agar ia tau bahwa kini alas bumi yang jadi pijakan seolah
bergetar.
Detik ini kau takkan mengerti apa yang aku rasakan. Kau takkan paham catatan
putih yang ada direlungku. Tapi kini kau harus yakin bahwa rongga dalam hatiku
telah terisi benih indah yang tak perlu kau tau siapa pemiliknya. Dan suatu ketika
lah kau mengerti akan hal itu. Aku tak pernah mau melihatmu menagis karena ku
Baiklah kawan, namun aku kan tetap menjaga setiap nada cinta yang mengalun
dalam keegoisan hati ini. Dan bila benih yang menusuk dalam rongga hatimu itu
milikku, lalu akan tetap kutancap seperti panah yang menghujam. Namun bila
benih itu bukanlah milikku, akan tetap ku tunggu sampai ia merapuh.

Kulihat awan hitam dalam matanya, namun ia tak sudi tuk tumpahkan setitik air
dari kelopaknya. Maafkan aku sobat yang telah berikan satu biasan hitam dalam
cintamu.

*****

Bulan yang indah, kirimkan kata sayang ku padanya bahwa aku kini kecewa telah
berdusta kata padanya. Bintang yang bersinar sampaikan padanya kini aku
menangis meratapi keadaan cinta. Malam yang sunyi berikanlah ketenangan pada
anganku agar aku tetap berdiri kokoh diatas kesakitan hatiku. Ya inilah. Inilah
rasanya

Detik yang terus berlari, meninggalkan masa yang telah lalu. Jaman yang
berevolusi membuat metamorfosa hati ku semakin besar. Ya hati ku yang semakin
membengkak bukan karena benih cinta dalam rongga. Namun inilah jawaban atas
apa pertanyaan dalam dirinya. Pembengkakan hati yang terus menggerogoti akal
ku.
Inilah jawaban kenapa aku tak mau menerima cintanya. Aku tak pernah mau
melihat air matanya yang bergulir dikhususkan karena penyakitku.

Dan kini tiba saatnya aku terbujur lemah, mungkin malaikat pencabut nyawa telah
ada dihadapanku dan siap melaksanakan tugasnya. Dalam tutupnya mataku,
kudengar lantunan doa yang menghiasi dinding kamar. Indah, damai, tentram
hatiku. Pembengkakan hati yang telah semakin membengkak membuatku harus
bertekuk lutut pada apa yang telah ditakdirkan.

Tiba tiba ku melihat ayah dan bunda berdiri lalu menangis sejadinya. Kenapa
mereka, menitikan air mata diatas badanku. Menggoyangkan sekujur tubuhku tapi
aku hanya bisa diam. Tubuhku kaku, dingin dan aku pun sulit tuk menggerakannya.
Sampai akhirnya kain putih memburamkan penglihatanku.
Inalilahi Waina Lilahi Rojiun
Kini aku telah tiada

Dalam prosesi pemakaman ku, dirinya hadir ditengah tengah tangis. Aku tak
sanggup mengusap air matanya karena jiwaku tak lagi satu dengan raga. Dirinya
terpaku pada tempat yang jadi peristirahatanku. Kini aku telah terbalut tanah
basah yang dihiasi percikan bunga.

Diatas sini aku melihat ayah memberikan sepucuk surat yang pernah kutulis untuk
dirinya. Dan ia pun membaca kata demi kata yang terus memperuntukan air mata.

"Saat itu kita temui persimpangan yang mengalirkan air mata bagai sungai tak
bertepi
ku terdiam dalam ranting pohon yang pernah menjadi saksi bisu kebersamaan kita.
Kau rupanya memilih satu jalur berbeda dari apa yang menjadi prinsipku. Kita
berpisah pada persimpangan itu. Namun kekuatan cinta merealisasikan keadaan
kita. Hingga kita bertemu disuatu titik.
Sahabat, apakah kau telah mengerti kini apa yang menjadi kendala dalam hati ku ?
Sudah paham kah kau benih apa yang memadati rongga hatiku ? Ya inilah
jawabnya. Kini kau temui ku terbujur kaku dalam perut bumi.

Sahabat, dalam hati ini kaulah penghuninya. Dalam sakit ini kaulah obatnya.
Namun sahabat tetaplah sahabat. Kau tak pernah jadi pemuja jiwaku karena ku tau
bila saatnya nanti kau akan terkejut melihat kenyataan ini.
Pesan terakhirku bila kau temukan cinta sejatimu nanti jagalah dia, mengertilah
dia, dan cintailah kekurangannya. Jangan biarkan ia terlepas dari genggaman
tangan mu hingga ia terjatuh, karena bila ia pergi nanti air matamu tak pernah
sanggup membuatnya kembali.
Aku ingin seperti seorang bayi yang menangis saat ia lahir kedunia namun banyak
yang tersenyum karenanya. Dan aku pun berharap aku meninggalkan dunia
dengan banyak tangisan tapi aku tersenyum bahagia. I Love You so Much. Maafkan
aku telah menyembunyikan semua ini. Yang aku mau adalah kau tersenyum
dihadapan nisanku.""

Anda mungkin juga menyukai