Anda di halaman 1dari 14

Review Article

Dry Eye Syndrome pada pasien DM : Prevalensi, Etiologi, dan Karaketristik klinis
Abstract
Ada kemajuan substansial dalam pemahaman kita tentang sistem permukaan mata / unit fungsi
lakrimal dalam 15 tahun terakhir. keratokonjungtivitis sicca, lebih sering disebut sindrom dry eye
(Dry Eye Syndrome), adalah kondisi yang paling sering ditemui dan salah satu penyebab utama
yang diketahui adalah diabetes mellitus (DM) . Telah dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir
bahwa kontrol glikemik yang buruk mempengaruhi segmen anterior dan posterior mata dan
meningkatkan prevalensi sindroma dry eye terkait diabetes melitus/Diabetes Mellitus Dry Eye
Syndrome (DMDES). Patogenesis ciri khas DMDES masih belum pasti dan intervensi terbatas
dengan intervensi yang digunakan di DES. Artikel review ini menjelaskan patogenesis,
manifestasi klinis, dan strategi pencegahan dan pengobatan saat ini untuk DES terkait diabetes .
1. Pendahuluan
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa epidemi diabetes global terus
meningkat. Menurut laporan IDF pada 2013, China memiliki jumlah terbesar penderita diabetes
(98.400.000) dan jumlah ini sekarang lebih tinggi daripada di India (65.100.000) dan di Amerika
Serikat (24,4 juta).
Retinopati diabetik (DR) dan katarak diabetika adalah komplikasi yang terkenal, sindrom dry eye
(DES) atau yang sering disebut keratokonjungtivitas sicca, juga sering terjadi pada orang orang
diabetes. Studi telah menunjukkan bahwa prevalensi 54 % DES dengan gejala atau tanpa gejala
terdapat pada pasien diabetes. Namun, hubungan antara diabetes dan DES masih belum jelas.

Ulasan ini bertujuan untuk membahas prevalensi, etiologi, dan strategi pengobatan DES yang
berhubungan dengan diabetes mellitus dan untuk menekankan pentingnya diagnosis dini dan
intervensi pada DES terkait diabetes.
2. Prevalensi DES pada Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor risiko sistemik utama untuk
DES. Prevalensi DES pada pasien diabetes yang dilaporkan adalah 15-33 % pada mereka yang
berusia di atas 65 tahun dan meningkat seiring usia dan 50 % lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Insiden dry eye berkorelasi dengan kadar hemoglobin yang terglikasi:
semakin tinggi tingkat hemoglobin yang terglikasi, semakin tinggi kejadian dry eye.
The Beaver Dam Eye Study melaporkan bahwa sekitar 20 % dry eye terjadi pada individu
dengan diabetes tipe 2 yang berusia antara 43 dan 86 tahun. Hom dan De Land melaporkan
bahwa 53 % pasien dengan diabetes atau diabetes borderline telah melaporkan sendiri tentang
klinis dry eye klinis yang relevan. Dalam sebuah penelitian berbasis rumah sakit, 54 % dari
mereka yang menderita diabetes memiliki DES, ada hubungan yang signifikan antara DES dan
durasi diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan dry eye harus menjadi bagian integral
dari pemeriksaan mata pada pasien dengan diabetes.
Hubungan yang signifikan telah diidentifikasi antara retinopati diabetik (DR) dan DES. Dalam
sebuah penelitian berbasis rumah sakit , 17,1% pasien DES dengan DM ditemukan memiliki
retinopati diabetik nonproliferative ringan (NPDR), 17,1% mengalami NPDR moderat, 11,1%
mengalami retinopati diabetik nonproliferative berat, dan 25,1% memiliki retinopati diabetik
proliferatif . Retinopati diabetik juga terkait dengan penurunan fungsi lapisan air mata. Break Up
Time (BUT) air mata dan nilai-nilai Tes Schirmer yang menurun secara signifikan pada

kelompok PDR dibandingkan dengan kelompok non DR, sementara skor pewarnaan
fluorescein kornea, tingkat positif dari pewarnaan rose Bengal, indeks keteraturan permukaan,
dan indeks asimetri permukaan meningkat. Konsentrasi laktoferin dan pre albumin khusus air
mata didapatkan menurun pada kelompok DR. Studi lain di rumah sakit menunjukkan bahwa
DES yang lebih menonjol pada individu dengan DR dan/atau edema makula klinis (P=0.006)
yang signifikan dibandingkan dengan kelompok non - DR. Kemungkinan DR pada DES adalah
2,29 (CI = 1,16-4,52) dan kedua DES dan retinopati dikaitkan dengan HbA1c.
3. Klasifikasi Dry Eye Syndrome
DES diketahui sebagai penyakit disfungsi unit fungsi lakrimal (LFU) oleh Dry Eye Workhop
pada tahun 2007. LFU yang melindungi dan mempertahankan lapisan air mata dan fungsi normal
dari permukaan mata terdiri dari "kornea, konjungtiva, kelenjar lakrimal, kelenjar meibom,
kelopak mata, serta saraf sensorik dan motorik yang menghubungkan". Lapisan air mata manusia
terdiri dari tiga lapisan: lipid (disekresikan oleh kelenjar meibom) , air (disekresi oleh kelenjar
lakrimal), dan musin (disekresi oleh konjungtiva, kornea, kelenjar lakrimal, dan struktur
lainnya). Ketiga lapisan ini mengandung enzim, molekul pensinyal, dan metabolit, dan sangat
penting dalam menjaga fungsi fisiologis permukaan mata.
1995 NEI / Industri Dry Eye Workshop mengidentifikasi dua jenis DES: defisiensi produksi air
mata (kekurangan air mata, defisiensi lakrimasi air mata) dan dry eye karena penguapan
(evaporative dry eye). Dry eye desiensi produksi air mata memiliki dua sub kelompok utama:
sindrom Sjgren dan non - Sjgren. Evaporative dry eye mungkin bersifat intrinsik (misalnya
karena disfungsi kelenjar meibom, masalah kelopak mata, atau tingkat kedipan mata yang
rendah) atau ekstrinsik (misalnya karena kekurangan vitamin A, zat pengawet dalam obat

topikal, lensa kontak, atau penyakit pada permukaan mata). DM yang berhubungan dengan dry
eye bisa termasuk dalam kategori defisiensi produksi air mata atau evaporative dry eye.
4. Etiologi Drey Eye Syndrome yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus
LFU memainkan peran regulasi sekresi air mata dan pembentukan lapisan air mata serta
memelihara fisiologi normal dari permukaan mata; kerusakan komponen dari LFU menjadikan
tear deficiency atau DES evaporatif.
Hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan lapisan air mata yang disebabkan oleh LFU dan
disfungsi permukaan mata adalah faktor utama DES. Pengaruh hiperglikemia pada setiap
komponen dari LFU dapat ditransfer ke seluruh sistem melalui saraf, menyebabkan kurangnya
produksi air mata atau kehilangan air mata berlebihan, kelainan berkedip, dan perubahan
komposisi lapisan air mata; semua ini menyebabkan DES . Umpan balik untuk sekresi air mata
dan dampak diabetes mellitus pada permukaan mata dan produksi air mata dirangkum dan
disajikan dalam Gambar 1.
4.1.

Disfungsi unit funsional lakrimal (LFU).

Pasien dengn diabetes tipe 1 atau 2 adalah faktor resiko yang meningkatkan disfungsi LFU. DM
merupakan faktor risiko untuk kelainan epitel kornea. DM menyebabkan disfungsi barrier epitel
yang kemudian menyebabkan komplikasi kornea dan disfungsi LFU. Diabetes dengan
peningkatan kadar serum HbA1c lebih cenderung untuk merusk fungsi barrier pada epitel
kornea. Pada kelinci percobaan dengan disfungsi epitel kornea diabetik, terdapat peningkatan
kadar glukosa, glikogen, dan sorbitol pada epitel kornea diabetik dibandingkan dengan kontrol
menunjukkan bahwa aktivasi sorbitol jalur terlibat dalam kondisi ini.

Komplikasi kornea yang disebabkan oleh hiperglikemia termasuk keratopati pungtata superfisial,
ulkus tropik, defek epitel persisten, dan erosi kornea berulang; semua ini berhubungan dengan
DES. Ini juga telah menunjukkan bahwa penderita diabetes nilai sekresi air mata yang lebih
rendah dan TBUT yang juga lebih rendah.
Pada tikus model percobaan aC57BL/6Jdb/db untuk DMDES, produksi air mata secara
substansial menurun bersamaan dengan perlukaan pada epitel kornea. Stres oksidatif pada kornea
meningkat secara signifikan dengan penurunan ekspresi SIRT1. Skor rata rata pewarnaan
konjungtiva meningkat secara signifikan dalam kelompok diabetes (P=0.034) dibandingkan
dengan kelompok non diabetes. Perkembangan DES yang berhubungan dengan insulitis antigenspesifik dan diabetes pada model tikus diabetes juga telah dilakukan.
4.2.
Abnormal Tear Dynamics (dinamika air mata yang abnormal)
4.2.1. Abnormal Enzyme Metabolism (metabolisme enzim yang abnormal)
Aldosa reduktase adalah enzim yang penting dalam jalur yang terlibat dalam patogenesis dry eye
dan pemberian aldosa reduktase oral telah dilakukan untuk meningkatkan dinamika air mata.
Jalur polyol dipicu oleh glukosa yang tinggi pada diabetes tipe 2, menginduksi aktivasi aldosa
reduktase. Telah terbukti bahwa akumulasi sorbitol dalam sel menyebabkan edema seluler dan
disfungsi, yang akhirnya mengakibatkan kerusakan struktur kelenjar lakrimal dan disfungsi dan
induksi penurunan sekresi air mata.
4.2.2. Decreased Musin Secretion (penurunan sekresi musin)
Pada manusia, permukaan mukosa serta permukaan okular ditutupi dan dilindungi oleh berat
molekul yang tinggi, protein terglikosilasi secara berat, yang disekresikan oleh sel-sel goblet dan
kelenjar eksogen. Sekitar 20 tipe dasar musin telah diidentifikasi di seluruh tubuh manusia;

setidaknya ada 7 atau 8 jenis musin ditemukan di permukaan mata. Musin air mata disekresikan
oleh sel-sel goblet konjungtiva dan sel konjungtiva dan kornea epitel dan memberikan kontribusi
ke lapisan mukosa. Selain mempunyai efek perlindungan, musin juga membentuk glycocalyx
yang berperan untuk adhesi sel dan membuat lapisan air mata bersifat hidrofilik. Diabetes
menyebabkan kerusakan epitel kornea dan konjungtiva, menginduksi pengurangan jumlah sel
goblet; mengurangi produksi musin dan sifat hidrofilik dari permukaan mata mebuat
ketidakstabilan lapisan air mata.
4.3.

Diabetic Neuropathy (neuropati diabetikum)

Neuropati diabetes bisa menjadi faktor risiko penting untuk disfungsi kelenjar lakrimal. Nakata
et al. menunjukkan bahwa diabetes menekan hemodialisis yang disebabkan peningkatan sekresi
cairan air mata, yang menunjukkan bahwa kontrol otonom dari fungsi kelenjar lakrimal menurun
oleh karena neuropati pada pasien dengan DM.
Serabut saraf memainkan peran penting dalam pemeliharaan fungsi normal dari kornea dan
integritas LFU. Hiperglikemia menyebabkan disfungsi barrier epitel kornea dan neuropati
kornea, kemudian memicu efek trofik dari disfungsi kornea. Polineuropati simetris sensorimotor
kronis distal (PN) adalah bentuk paling umum dari neuropati diabetes dan ditandai dengan defisit
sensorik dan motorik. DES sangat umum pada pasien dengan diabetes tipe 2 dengan komplikasi
polineuropati. Terganggunya saraf kornea dan kurangnya sensistivitas kornea telah dilaporkan
pada pasien diabetes dengan PN. Serabut sarag bermielin A- dan tidak bermyelin C merupakan
komponen saraf utama dari kornea manusia. Ada perbedaan yang signifikan dalam DES antara
mereka yang dengan polineuropati diabetik dan mereka yang tidak dengan polineuropati
diabetik, dan subyek kontrol. Hasil Tes Schirmer, TBUT, dan sensitivitas kornea juga lebih buruk

pada pasien dengan PN dibandingkan dengan penderita diabetes tanpa PN dan kontrol normal
(P<0.001). Temuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan PN harus dipertimbangkan untuk
pengujian DES untuk mencegah gangguan permukaan mata selama follow up.
4.4.

Tear Film Dysfunction (disfungsi lapisan air mata)

Lapisan air mata adalah struktur yang paling dinamis dari LFU. Hal ini memainkan peran
penting dalam mengatur fungsi epitel dan interaksi dengan jaringan sekitarnya. Disfungsi lapisan
air mata telah ditemukan berkaitan erat dengan DES. Defisiensi sekresi air mata kronis dan
disfungsi lapisan air mata juga telah diidentifikasi pada pasien dengan diabetes. Ketebalan lemak
air mata (terutama lapisan lemak pada lapisan air mata), stabilitas dan sensitivitas kornea, dan
kuantitas air mata secara signifikan menurun pada pasien dengan diabetes. Stabilitas air mata
lapisan berbanding terbalik dengan total skor neuropati.
5. Patogenesis Dry Eye Syndrome yang berhubungan dengan Diabetes Melitus)
Hiperglikemia kronik, neuropatik perifer diabetika, penurunan kadar insulin, microvasculopathy,
dan gangguan hyperosmotic sistemik merupakan faktor risiko untuk DES terkait diabetes
(Gambar 2).
Insulin adalah hal yang penting untuk proliferasi kelenjar lakrimal asinar (LG) dan sel epitel
kornea. Insulin sebagian mengembalikan ekspresi protein yang menurun oleh karena disfungsi
kelenjar lakrimasi; Proses ini terlibat dalam terjadinya eksositosis dan pembentukan vesikular
melalui terapi pengganti insulin. Telah ditunjukkan bahwa hiperglikemia menginduksi perubahan
histologis dalam kelenjar lakrimal, menunjukkan peran stres oksidatif yang diinduksi diabetes
pada DES. Penurunan signifikan pada reflek air mata juga dilaporkan pada pasien dengan
diabetes tipe 1.

Kadar glukosa meningkat pada air mata pasien dengan diabetes. Kadar glukosa yang tinggi pada
pasien diabetes mengarah kepada kenaikan kadar ekspresi hasil akhir glikasi lanjutan (Advanced
Glycation End-product/AGE-). Protein AGE termodifikasi pada air mata bisa digunakan sebagai
biomarker untuk mendiagnosis diabetes dan/atau DR.
Peradangan dan kekebalan telah terbukti memainkan peran penting dalam patogenesis DES.
Hiperglikemia memulai sebuah kaskade inflamasi yang menghasilkan respon imun bawaan dan
respon imun adaptif dari LFU. Regulator imun-inflamasi telah diidentifikasi meliputi matriks
metalloproteinase-9 (MMP-9), immature antigen precenting cells (APC), CD4 + sel T helper
(TH) subtipe 1 dan subset sel, interferon (IFN) kemokin , kemokin reseptor, molekul adhesi sel
(CAMS), dan interleukin-17 (IL-17). Selanjutnya, hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas
lapisan air mata, merangsang hiperosmolaritas dari sel-sel epitel permukaan okular, dan
merangsang kaskade kejadian inflamasi yang melibatkan kinase MAP dan jalur sinyal NFkB.
Generasi sitokin inflamasi (misalnya, interleukin-1A (IL-1A) dan interleukin-1B (IL-1B), tumor
necrosis factor-A (TNF-A), dan matriks metalloproteinase-9 (MMP-9)) juga telah ditunjukkan
terlibat dalam patogenesis DES.
Ribuan protein telah diidentifikasi dan mungkin bertanggung jawab untuk disfungsi LFU.
Protein (yang terekspresi dalam LFU manusia) yang terlibat dalam patogenesis diabetes DES
meliputi ALS2CL, ARHGEF19, KIAA1109, PLXNA1, POLG, WIPI1, ZMIZ2, dan lacritin.
Peran protein ini pada pasien DES dengan diabetes masih perlu dipelajari lebih lanjut. Ekspresi
protein yang berkaitan dengan apoptosis , seperti annexin A1, protein yang berkaitan dengan
imunitas dan inflamasi, termasuk neutrofil elastase 2 dan clusterin, dan terkait glycometabolism
protein, seperti apolipoprotein A - II , dilaporkan meningkat pada pasien dengan DMDES.

6. Karakteristik klinis Dry Eye Sindrome yang berhubungan dengan DM


Pasien diabetes dengan dry eye mungkin memiliki gejala yang sama seperti DES tanpa diabetes.
Gejala terdiri dari sensasi berpasir, nyeri, penurunan ketajaman visual, fotofobia, gatal,
penurunan kepadatan sel goblet dan sensitivitas kornea, serta nyeri dan mengeluarkan air mata
bersamaan dengan kelainan pada TUBUT, Tes Schirmer, dan pewarnaan kornea. Pada kasus
yang lebih berat, kadang disertai komplikasi seperti lesi kornea, konjungtivitis, keratopati, dan
peradangan. Telah dilaporkan bahwa sensasi berpasir adalah gejala yang paling menonjol diikuti
oleh kelainan dari lapisan air mata pada pasien dengan DMDES.
Gejala dry eye biasanya parah pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol. Mereka yang
durasi diabetesnya lebih lama mungkin melaporkan gejala dry eye yang lebih sedikit, dan
peningkatan osmolaritas air mata berkorelasi negatif dengan gejala. Namun, mereka yang tanpa
gejala tidak mungkin untuk mencari pengobatan. Kurangnya gejala mungkin akibat dari
penurunan sensitivitas kornea yang disebabkan oleh neuropati perifer kornea diabetika. Bahkan
penurunan minimal sensitivitas kornea sudah cukup untuk menyebabkan perubahan sekresi air
mata. Dalam sebuah penelitian berbasis rumah sakit, durasi diabetes yang lebih lama berkaitan
dengan Indeks penyakit permukaan okular yang lebih lebih rendah/lebih ringan.
BUT (atau NIBUT) dan uji Schirmer adalah metode klinis yang sering digunakan untuk
mendiagnosa DES. Osmolalitas air mata dan dinamikanya juga dapat digunakan sebagai metode
diagnostik tambahan. Pada pasien dengan diabetes, disarankan untuk rutin melakukan
pemeriksaan BUT dan uji Schirmer. Intervensi dini penting untuk menghindari gangguan
penglihatan.

7. Pencegahan dan regimen pengobatan pada pasien Dry Eye Syndrome dengan
Diabetes Melitus
DMDES parah menyebabkan gangguan penglihatan, jaringan parut kornea, dan ulkus, yang
menjadikan infeksi bakteri sekunder. Efek sinergis dari infeksi kornea dan diabetes mempercepat
lesi kornea, yang secara ireversibel mengubah permukaan mata dan menyebabkan gangguan
penglihatan. Disfungsi lapisan air mata tidak hanya mengarah pada terjadinya dry eye tetapi
sekaligus memperburuk permukaan mata, yang menginduksi defek epitel kornea, adalah tanda
umum pada penderita diabetes.
Diagnosis dini dan pengobatan dry eye sangat penting untuk menghindari komplikasi. Regimen
pengobatan saat ini untuk pasien dry eye dengan diabetes dan tanpa diabetes pada dasarnya
sama. Sampai saat ini, tidak ada pilihan pengobatan terpadu untuk DES. Penerapan air mata
buatan, termasuk surfaktan dan berbagai agen kental, sering digunakan untuk menyembuhkan
gejala. Air mata buatan sementara meningkatkan penglihatan kabur dan gejala lainnya. Obatobatan dengan efek anti - inflamasi tidak menurunkan komponen aktif seperti faktor
pertumbuhan yang terdapat dalam air mata manusia normal.
Obat anti inflamasi yang paling sering digunakan adalah kortikosteroid , NSAID, siklosporin A,
tacrolimus, serum darah autolog, dan beberapa obat baru yang sedang menjalani uji klinis. Pada
pasien dengan DMDES, defek epitel kornea atau efek samping yang berhubungan dengan obat
topikal yang lebih umum terjadi daripada pada pasien DES tanpa DM; follow up yang rutin dan
sering pada DMDES diperlukan selama perawatan. Beberapa perangkat sedang dikembangkan
untuk membantu meredakan gejala.

Kortikosteroid topikal mengurangi tanda-tanda, gejala, dan tingkat peradangan di dry eye dan
mencegah kerusakan epitel kornea. Skor indeks penyakit permukaan okular dan kepadatan sel
dendritik secara signifikan meningkat dengan pengobatan kortikosteroid topikal. Mekanisme aksi
kortikosteroid pada DES mungkin melalui penekanan infiltrasi selular dan peningkatan sintesis
lipocortin yang mem-blok fosforilasi fosfolipase A2, yang merupakan kunci utama dari kaskade
inflamasi. Namun, efek samping seperti infeksi bakteri dan jamur, peningkatan tekanan
intraokular, dan katarak telah dilaporkan. Penerapan konsentrasi yang lebih rendah dari steroid
dalam waktu singkat (satu atau dua minggu) pada obat steroid tropis dianjurkan untuk pasien
dengan DMDES.
Untuk menghindari efek samping steroid topikal, NSAID lebih sering digunakan sebagai
pengganti steroid di klinik. Pranoprofen, Bromfenac Sodium Hidrat, dan RESTASIS yang
mengandung siklosporin 0,05 % telah diterapkan dalam praktek klinis. Obat topikal ini
meningkatkan produksi air mata, menekan respon imun, dan mengurangi kerusakan sel goblet
yang disebabkan oleh peradangan. Obat ini meredakan gejala dry eye karena defisiensi air mata
dan memicu pemulihan epitel kornea, tetapi mereka tidak meningkatkan produksi air mata.
Selanjutnya \, obat ini mengurangi sensitivitas kornea, menyebabkandisolusi epitel kornea; obat
ini dianjurkan untuk diterapkan secara hati-hatipada pasien DM.
Mekanisme kerja dari tacrolimus mirip dengan siklosporin A, tetapi efek anti-inflamasi nya lebih
kuat daripada siklosporin A. obat ini menekan inflamasi dengan menghambat ekspresi sitokin
inflamasi dan kemokin.
Tetes mata berisi serum darah autolog telah terbukti efektif pada DES. Mereka mengandung
imunoglobulin, vitamin A, fibronektin, faktor pertumbuhan, dan sitokin anti-inflamasi yang

merupakan komponen penting yang ada pada air mata alami. Telah ditemukan bahwa 50% dari
autologous serum tetes mata aman dan efektif untuk dry eye yang parah yang resisten terhadap
semua pengobatan konvensional lainnya dalam studi kohort retrospektif. Telah ditunjukkan juga
bahwa air mata serum autolog bermanfaat dalam pengobatan defek epitel kornea persisten.
Namun, air mata serum autologus tidak memiliki bahan pengawet; mereka memiliki potensi
risiko untuk terjadinya infeksi sekunder; Oleh karena itu, pengobatan harus diperhatikan,
terutama pada pasien dengan DMDES.
Beberapa obat-obatan seperti antagonis reseptor kemokin, tofacitinib, antagonis LFA - 1,
rebamipid (deruvat quinolinone pensekresi musin), Mim-D3 (faktor pertumbuhan saraf
peptidomimetic, pensekresi musin), EBI 005 (biotherapeutics sebelas), diquafosol (P2Y2
reseptor agonis), RU-101 (rekombinan albumin serum manusia), KPI-121/LE-MMP 0,25%, dan
lifitegrast 5% (antagonis integrin) sedang menjalani uji klinis. Terapi gen yang menargetkan
kelenjar lakrimal telah terbukti menjadi metode alternatif dalam binatang percobaan dry eye dan
pengobatan tertentu berdasarkan patogenesis kondisi pada pasien dry eye dengan diabetes masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Dalam praktek klinis, penderita diabetes menjalani pemeriksaan fundus biasa. Ini telah
mengemukakan bahwa pemeriksaan permukaan mata dan fungsi air mata juga menjadi bagian
dari penilaian mata rutin dan follow up pada pasien diabetes. Selanjutnya, air mata buatan bebas
pengawet dan obat anti - inflamasi direkomendasikan untuk memperbaiki keadaan hiperosmolar
air mata dan mengurangi reaksi inflamasi lokal. Perlindungan kornea dan pencegahan DMDES
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi pulau langerhans atau kontrol glikemik
yang buruk.

Singkatnya, peningkatan prevalensi DMDES telah dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain memperhatikan DR, yang merupakan penyebab utama kebutaan, DMDES juga harus
diperhatikan, karena dalam praktek klinis merupakan komplikasi gangguan mata yang sering
terjadi pada pasien diabetes. Patogenesis DES yang berhubungan dengan diabetes masih sulit
dipahami, dan intervensi khusus saat ini belum tersedia. Uji klinis tambahan masih diperlukan
untuk mengkonfirmasi efek dari obat yang saat ini diterapkan pada pasien DES yang
berhubungan dengan diabetes. Selain itu, dengan pengembangan riset biomedis, obat tambahan,
serta gen dan terapi stem cell, dengan target khusus akan tersedia untuk pengobatan DES dengan
diabetes.
Singkatan :
AGE:

Advanced glycation end-product

APCs:

Antigen-presenting cells

BUT:

Break-up time

CAMs:

Cell adhesion molecules

DES:

Dry eye syndrome

DM:

Diabetes mellitus

DMDES:

Diabetes mellitus associated dry eye syndrome

DR:

Diabetic retinopathy

IFN:

Interferon

IL:

Interleukin

LFU:

Lacrimal function unit

LG:

Lacrimal gland

MMP-9:

Matrix metalloproteinase-9

NPDR:

Nonproliferative diabetic retinopathy

PDR:

Proliferative diabetic retinopathy

PN:

Polyneuropathy

TBUT:

Tear break-up time test

TNF:

Tumor necrosis factor.

Anda mungkin juga menyukai