gubernur-wakil gubernur adalah pasangan yang unik. Dan kita tidak tahu maksud atau
tafsiran kata unik menurut orang tersebut. Biarkan masyarakat menilai secara objektif.
Banyak kalangan menilai, dalam hal ini akademisi, menyatakan kemenangan
agusrin-syamlan ditopang oleh citra partai yang mengusungnya dan juga citra wakil
gubernur. Dan juga struktur partai pengusung yang solid dari tingkat wilayah sampai
kelurahan. Ditambah lagi militansi kader yang dimiliki partai pengusung-penjual
paket agusrin-syamlan.
Dari kasus mereka kita dapat belajar berpolitik. Memilih seorang pemimpin
bukan hanya mengandalkan unsur popularitas, tetapi harus mempunyai visi dan
karakter memimpin yang kuat serta manajerial birokrasi dan sumber daya manusia.
Jika pasangan sekarang memiliki ilmu pemerintahan dan anggaran sangat minim, hal
itu dapat dimaklumi bila melihat basic atau jejak rekam kapabilitas mereka. Jalan
keluarnya adalah sekolah lagi baik secara formal maupun informal. Solusi ini dapat
dilakukan jika tim ahli sudah tidak relevan lagi kemampuannya memberikan saran.
Ingat, logika dalam ilmu politik tidak sama dengan logika ilmu fisika.
Saat ini masyarakat harus benar-benar kritis ketika menjatuhkan pilihan
sewaktu pilkada. Money politic yang tumbuh subur disebabkan karena masih ada
permintaan dari masyarakat sebagaimana hukum ekonomi, ada hukum penawaran dan
permintaan. Lain halnya jika ada yang menerima hadiah dari calon dan tidak memilih
calon tersebut. Uangnya diambil, tetapi pilihan adalah hak nurani kita. Itu artinya
STOP mentalitas money politic dalam pilkada. GO untuk mengetahui calon kepala
daerah dan visinya!
*Penulis adalah Direktur Eksekutif Kelompok Studi Sosial dan Politik KAIZEN dan
bertempat tinggal di Penurunan-Bengkulu.