Sepasang pelajar
di bengkulu selatan melakukan hubungan seks layaknya suami-istri. Hubungan intim
tersebut direkam dengan kamera ponsel dan beredar cepat pada publik setelah diekspos
media massa. Bilamana video tersebut tidak dibocorkan, kita tidak akan pernah terjadi
atau mengetahui kejadian tersebut. Yang jelas kejadian itu sangat nista dan membuat
dunia pendidikan kembali tercoreng. Menurut pengamatan penulis, ini adalah kejadian
yang ketiga terjadi di propinsi bengkulu dan terekspos. Dan sangat mungkin peristiwa
serupa masih banyak yang belum terekspos, apalagi dengan kecanggihan TIK saat ini.
Sungguh peristiwa adegan porno yang dilakukan oleh pelajar sudah sering terjadi, baik di
bengkulu maupun tempat lain. Malahan, dari waktu-ke waktu kejadian tersebut
menunjukkan tren peningkatan. Kondisi ini tampaknya perlu mendapat perhatian serius
dan penanganan khusus. Bagaimanapun remaja adalah aset bangsa yang harus
diselematkan tanpa diskriminasi. Mereka adalah calon pemimpin dan ibu masa depan.
Alangkah sedihnya jika masa depan mereka hancur di usia muda atau ibarat bunga yang
layu sebelum berkembang. Kita tidak usah saling menyalahkan atau mencari kambing
hitam (atau kambing putih). Yang perlu dilakukan saat ini semua pihak harus proaktif
menyusun rencana taktis preventif dan kuratif untuk menanggulangi masalah tersebut.
Yang harus dilakukan pertama kali adalah pengawasan dan kontrol orang tua harus
ditingkatkan. Ortu sebagai orang yang lebih tahun tentang anaknya dan merupakan
tangan pertama harus meningkatkan pengawasan terhadap remajanya. Ortu harus
waspada terhadap lingkungan atau teman sepermainan anak-anaknya. Ortu harus banyak
menggali informasi tentang kawan-kawan anaknya dan aktivitas mereka. Hal ini
disebabkan karena pengaruh teman sebaya kontribusinya signifikan terhadap perilaku
remaja. Karakteristik remaja yang mempunyai keinginan untuk selalu hidup berkelompok
(dan itu memang sifat dasar manusia) memang sudah sewajarnya. Membatasi pergaulan
mereka sama saja memancing perseteruan yang tak kunjung selesai. Remaja juga ingin
selalu diakui dan dihargai oleh komunitasnya. Remaja sangat sensitif dengan ejekan dan
perbandingan dari teman-temannya. Sehingga banyak remaja melakukan apa saja agar
diakui oleh teman-temannya. Remaja juga sering ingin tampil sempurna dan beda agar
selalu tampak gaul. Semua mode pakaian dan rambut terkini diikuti. Semua tren
pergaulan yang ditunjukkan artis dan aktor dijiplak tuntas (finished). Inilah dunia remaja
yang penuh gejolak dan energi. Dunia orang dewasa berbeda jauh dengan anak-anak dan
remaja.
Ortu harus mewaspadai waktu luang remaja dan keberadaan di rumah tanpa pengawasan.
Sangat besar peluang yang dilakukan oleh remaja jika waktu luangnnya tidak digunakan
untuk hal-hal yang positif bagi masa depannya. Permasalahan penggunaan waktu luang
juga mesti mendapatkan perhatian. Remaja perlu diarahkan untuk bisa menggunakan
waktu luang sebaik mungkin dengan membuat jadwal. Waktu luang tersebut bisa
digunakan untuk belajar, bermain, kumpul-kumpul, menyalurkan hobi, ikut ekskul,
kerohanian islam, sukarelawan, dan sebagainya. Biasanya remaja malas ketika pertama
kali melakukan kegiatan di atas. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu luang untuk
nonton TV atau film. Jika tidak, ngumpul dengan kawan-kawan tanpa tujuan yang jelas.
Berhati-hatilah jika remaja sering berada dirumah, mengurung diri, dan banyak diam.
Bukan berarti berada di rumah dilarang, tetapi lebih baik jika mereka meluaskan
pergaulan untuk mengeksplorasi potensi atau bakat yang mereka miliki sebagai investasi
masa depan.
Kemudian para guru juga ikut serta menanggulangi permasalah tersebut. Guru
merupakan tangan kedua setelah ortu. Waktu tatap muka guru dengan remaja dari jam
7.30 s.d. 14.00. dan itu adalah jam sekolah secara normal dan rata-rata. Ada waktu sekitar
6-7 jam tatap muka dan mereka berada di lingkungan sekolah. Para guru harus peka
terhadap perilaku remaja di kelas dan sekolah. Pengamatan secara mendalam setiap siswa
menjadi mutlak dilakukan. Memang jumlah guru dan murid berbeda, namun setiap guru
bisa mengambil 5-10 remaja yang berada dalam pengawasan. Atau ada cara lain yang
lebih efektif. Yang penting adalah kemauan untuk mendidik remaja seutuhnya. Di mana
ada kemauan di situ aja jalan. Kemalasan akan melahirnkan banyak dalih atau alasan.
Dalam permasalahan ini, solusi kongkrit dan pelaksanaan mendesak untuk dilakukan.