Anda di halaman 1dari 8

FRAKTUR FEMUR

A. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Arif Muttaqin, 2008). Fraktur adalah
terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang/bahkan tulang
rawan (Pusponegoro, 2012).
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif
Muttaqin, 2008). Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha,
kondisi fraktur femur secara klonis bisa berupa fraktur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan
pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
B. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka : disebabkan oleh trauma langsung pada paha
b. Fraktur femur tertutup : disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis. (Arif
Muttaqin, 2011)
C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur yang dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab,
jenis, klinis dan radiologis (Helmi, 2012) :
a. Klasifikasi etiologis :
1. Fraktur traumatik : disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba
mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.
2. Fraktur patologis : disebabkan kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi
di dalam tulang yang tlah menjadi lemah karena tumor atau proses
patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukkan penurunan

densitas. Penyebab yang sering dari fraktur patologis adalah tumor,


baik primer maupun metastasis.
3. Fraktur stres : disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada
suatu tempat tertentu.
b. Klasifikasi jenis fraktur :
1. Fraktur terbuka.
2. Fraktur tertutup.
3. Fraktur kompresi.
4. Fraktur stress.
5. Fraktur avulsi
6. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah
sedangkan sisi lainnya bengkok).
7. Fraktur transversal.
8. Fraktru komunikatif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen
lainnya).
c. Klasifikasi klinis :
1. Fraktur tertutup (closed fracture): fraktur yang keadaan kulitnya
tidak tembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture): fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
terbentuk dari dalm (from within) atau dari luar (from without).
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture): fraktur yang
disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union,
serta infeksi tulang.

d. Klasifikasi radiologis :
1. Fraktur tranversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmensegmen tulang yang patah di reposisi Tu di reduksi kembali
ketempatnya semula, maka segmen-segmen akan stabil, dan
iasanya dikontrol dengan bidai gips.
2. Fraktur komunikatif : serpihan-serpihan atau putusnya keutuhan
jaringan yang terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
3. Fraktur oblik : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.

4. Fraktur segmental : dua fraktur berdekatan pada tulang yang


menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
Fraktur semacam ini sulit untuk ditangani dan biasanya satu ujung
yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh mungkin
memerlukan pengobatan secara bedah.
5. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi : terjadi apabila dua tulang
menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra
dengan vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture).
Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosa dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tilang punggung menunjukkan
pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu
atau beberapa vertebra.
6. Fraktur spiral : timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur
ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah.
D. Patofisiologi
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari krtinggian atau jatuh
dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
4.
5.
6.
7.

kecelakaan kerja, trauma olahraga).


Gangguan fungsi anggota gerak.
Deformitas.
Kelainan gerak.
Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
(Nanda NIC NOC, 2013)

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
2.
3.
4.
5.

yang cedera.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans.
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat

bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca


meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
G. Komplikasi Fraktur
1. Komplikasi awal.
2. Syok.
3. Kerusakan arteri.
4. Sindrom kompartemen.
5. Infeksi.
6. Avaskular nekrosis.
7. Fat Embolism Syndrome.
8. Komplikasi lama.
9. Delayed union.
10. Non-union.
11. Mal-union.
H. Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa
nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah
yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di
sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang
membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur.
2) Istirahatkan dan stabilisasi.
3) Koreksi deformitas.
4) Mengurangi aktifitas.
5) Membuat cetakan tubuh orthotik.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah :

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.


2) Gips patah tidak bisa digunakan.
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien.
4) Jangan merusak / menekan gips.
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk.
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari
fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu
yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat
tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain :
1) Traksi manual : tujuannya adalah perbaikan dislokasi,
mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency.
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
Traksi kulit (skin traction) : dipasang pada dasar sistem
skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan

dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.


Traksi skeletal : merupakan traksi definitif pada orang
dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat

metal/penjepit melalui tulang/jaringan metal.


Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya

tarik
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang

dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan


Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan

khusus
Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan
ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi
dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.
Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah.
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang

berada didekatnya.
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai.
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain.
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama
pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan
kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot
hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan.

a) Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi
untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan
lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi
mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol

rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi


memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di
antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat
memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment)
serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur.
Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko
infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat
dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur
transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik
dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang
dan rotasi.
b) Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa
kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada
minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur
dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi
yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4
minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin.
I. Discharge Planning
1. Meningkatkan masukan caiaran.
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu.
3. Dianjurkan unruk istirahat yang adekuat.
4. Kontrol sesuai jadwal.

5. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan.
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang.
7. Aktifitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena
mengalami kesulitan bernafas.
8. Hindari taruma ulang.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskulukeletal. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Noor Helmi, Zairin, 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jilid 1.
Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi, 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid
1. Jogja : MediAction
Pusponegoro,A, dkk. (2012). Basic Trauma & Basic Cardiac Life Suport
(Ed.5). Jakarta : Yayasan Ambulans Gawat Darurat

Anda mungkin juga menyukai