Anda di halaman 1dari 14

1.

Definisi
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada
tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang
lambat (Al-Hadidy, 2007).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak
(Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus, 2000).
2. Epidemiologi dan Insidensi
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering
dijumpai. Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer
intrakranial pada orang dewasa. Prevalensi meningioma berdasarkan konfirmasi
pemeriksaan histopatologi diperkirakan sekitar 97,5 penderita per 100.000
jiwa di Amerika Serikat. Prevalensi ini diperkirakan lebih rendah dari yang
sebenarnya karena tidak semua meningioma ditangani secara pembedahan
(Wiemels, 2010; Claus, 2005).
Beberapa hal yang memengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan
ras. Insiden terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada usia di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anakanak sekitar 4% dari seluruh kejadian tumor intrakranial. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa insiden meningioma pada ras hitam Non-hispanics sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis
kelamin juga memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali
lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Wiemels, 2010; Rockhill,
2007).

Gr
afik1. Insiden Meningioma Pada pria dan wanita berdasarkan usia
(Wiemels, 2010)

3. Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson
yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang
mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di
antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada
lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada
22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan
NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu,
deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi
pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara
kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan
meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma
memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen,
dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada
meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum
sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk
menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka
memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.
4. Tanda Dan Gejala
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena
pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan
tapi umumnya berjalan progresif.
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
a. Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung,
emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan
inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala
ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

1) Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala
awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan
70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai
berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada
saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor
asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2) Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat
proyektif dan tak disertai dengan mual.
3) Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%
kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2%
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
a) Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
b) Mengalami post iktal paralisis
c) Mengalami status epilepsi
d) Resisten terhadap obat-obat epilepsi
e) Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
f) Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
4) Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul
pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu
tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain
itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK.
Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala
fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari
ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

b. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:


1) Lobus frontal
a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2) Lobus parietal
a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada
girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns
3) Lobus temporal
a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan
gejala choreoathetosis, parkinsonism.
4) Lobus oksipital
a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
b) Gangguan penglihatan

yang

permulaan

bersifat

quadranopia

berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia


5) Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan

kepala

menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian


tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran.
6) Tumor di cerebello pontin angie
a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel
7) Tumor Hipotalamus
a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan

seksuil

pada

anak-anak,

gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan


8) Tumor di cerebelum

amenorrhoe,dwarfism,

a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat


erjadi disertai dengan papil udem
b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme
dari otot-otot servikal
9) Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
5. Klasifikasi
Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan dan histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling
sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde,
cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium,
middle fossa, intraventricular dan foramen magnum. Meningioma juga dapat
timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis,
orbita, cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty,
2005; Chou, 1991).

Gambar 2. Variasi lokasi timbulnya meningioma (Al-Mefty, 2005)


Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (en masse)
dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse
adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah tumor
dengan

adanya abnormalitas

tulang

dan

perlekatan

dura

yang

luas

(Talacchi, 2011). Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan


WHO 2007 terdiri

dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat

seiring dengan pertambahan grading (Fischer & Bronkikel, 2012).


Beberapa subtipe meningioma antara lain:
1. Grade I:
a. Meningothelial meningioma
b. Fibrous (fibroblastic) meningioma

2.

3.
a.
b.
c.

c. Transitional (mixed) meningioma


d. Psammomatous meningioma
e. Angiomatous meningioma
f. Mycrocystic meningioma
g. Lymphoplasmacyte-rich meningioma
h. Metaplastic meningioma
i. Secretory meningioma
Grade II:
a. Atypical meningioma
b. Clear cell meningioma
c. Chordoid meningioma
Grade III:
Rhabdoid meningioma
Papillary meningioma
Anaplastic (malignant) meningioma

6. Pohon Masalah
Faktor keturunan/genetik

Radiasi

Trauma/virus

Kromosom membelah abnormal


Gangguan neurogenik

Gangguan mobilitas fisik

Tumor
Tulang tengkorak tidak dapat meluas
Mendesak ruang intrakranial

Muntah
Gangguan

kesadaran
Peregangan dura&pembuluh darah
Nyeri

Peningkatan TIK

Penekanan jaringan otak

Oklusi vena sentral


Gangguan Vokal

Papil edema

Massa menekan pembuluh


darah otak
Spinal cord

Foramen magnum

Pembuluh darah terjepit


Paraparesis
Gangguan suplai darah arteri

Nyeri
Bedrest/imobilisasi

Ketidakefektifan perfusi
cerebral

Kerusakan jaringan kulit

Modifikasi : Mansjoer Arif (2001), Brunner dan Sudart (2001), dan Luhulima
(2003)

7. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran
kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk yang
konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hyperostosis yang tidak
berhubungan

dengan

ukuran

tumor.

Osteolisis

jarang

mengakibatkan

meningioma yang jinak dan malignan.


Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyaki meningioma
masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat
plak

yang

hyperostosis,

dan

bentuk

sphenoid,

dan

pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil
false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat
ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
a. Foto polos Otak
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto
polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang
tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi
arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 2025% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.
b. Computed Tomography (CT scan)
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada
foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen
pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan
kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan
jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat
terlihat.
CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi
sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas,
yang menyebabkan hiperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk
menunjukkan kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar
berikut. The CT nature of the calcification may be nodular, fine and punctate,
or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45%
adalah meningioma.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala
tergantung pada lokasi tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan
gambaran meningioma adalah resolusi 3 dimensi. Kemampuan MRI untuk

membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan multiplanar, dan


rekonstruksi 3D.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral
hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa
tumor, kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma malignan, dan massa
lobus atau multi lobules yang hanya dapat digambarkan dengan
ultrasonografi.
e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan
gambaran spoke wheel appearance. Selanjutnya arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang
disebut dengan mother and law phenomenon.
Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan
penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini
merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan
perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi
embolisasi akibat tumor.
8. Tindakan Umum Yang Dilakukan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan
atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah
berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak
hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan
tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
a. Rencana preoperative
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2
antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik
perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk
organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang
memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian
metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau
mastoid.
b. Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial:
1)
Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
2)
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

3)

Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari

perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang


terserang atau tulang yang hiperostotik)
4)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
5)
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
9. Masalah Keperawatan
Berdasarkan kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu:
a. Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk,
serta ukur respirasi rate.
b. Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS,
apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
c. Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada
perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
d. Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
e. Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan
aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah
didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.
f. Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya,
misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan
PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan
skala nyeri)

g. Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
h. Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani
keluarganya selama di RS.
i. Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan
lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
j. Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini
dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
k. Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
l. Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien
menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun
sebaliknya.
Data Objektif
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Tingkat kesadaran CCS
Tanda-tanda vital
Keadaan fisik
Kepala dan leher
Dada
Payudara dan ketiak
Abdomen
Genitalia
Integument
Ekstremitas
Pemeriksaan neurologist
Pengkajian saraf cranial

a. Olfaktori(penciuman )
b. Optic (penglihatan )
c. Okulomotor(gerak ekstraokular mata,dilatasi pupil)
d. Troklear(gerak bola mata ke atas ke bawah)
e. Trigeminal(sensori kulit wajah,pergerakan otot rahang)
f. Abdusens(gerakan bola mata menyamping)
g. Fasial(ekspresi fasial dan pengecapan)
h. Auditori(pendengaran)
i. Glosofaringeal(pengecapan,kemampuan menelan,gerak lidah)
j. Vagus(sensasi faring,gerakan pita suara)
k. Aksesori(gerakan kepala dan bahu)
l. Hipoglosal(posisi lidah)
m. Pemeriksaan ROM AKTIF & PASIF
10. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan
b. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan

c. Ansietas berhubungan dengan


d. Resiko cidera berhungan dengan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
f. Resiko kekurangan nutrisi
11. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Dx1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan: Setelah diberikan askep selama ..x24 jam,diharapakan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang dengan, kriteria hasil:
-

Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,


Wajah pasien tidak meringis

Intervensi :
Mandiri
a. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
R/: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien.
Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu
hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/: Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
c. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.
R/: Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
d. Berikan kompres dingin pada kepala.
R/: Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatas
Kolaborasi
e. Berikan analgesik sesuai indikasi atau program medis.
R/: Menurunkan nyeri
Dx 2. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan
Tujuan: Setelah diberikan tindakan selama .x24 jam,diharapkan gangguan
perfusi jaringan berkurang/hilang, dengan kriteria hasil:
-

Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan,


Fungsi motorik/sensorik, dan Tanda-tanda vita stabil.

Intervensi:
Mandiri
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
R/untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat
b. 2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
R/mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
adanya peningkatan TIK
c. 3.Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

R/ mengukur kesadaran secara keseluruhan


4. Pantau tekanan darah
R/normalnya,autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan
pada saat fluktasi tekanan darah sistemik
d. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
R/gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik
pada

otak,

mempunyai

konskuensi

terhadap

keamanan

dan

akan

mempengaruhi intervensi
5. Pantau suhu lingkungan sesuai indikasi
R/demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus .selanjutnya akan
terjadi peningkatan TIK
6. Pantau intake, output, dan ukur berat badan sesuai indikasi
R/ bermanfaat sebagai indicator dari total cairan tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan
e. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
R/petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK
f. Hindari /batasi penggunaan restein
R/restein mekanik dapat menanbah respons melawan yang

akan

meningkatkan TIK
g. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi
R/meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga akan mengurangi
kongesti dan edema atau resiko terjadi peningkatan TIK
Dx 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam ,diharapkan
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil:
-

Nutrisi klien terpenuhi


Mual berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi
Mandiri
a. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
b. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan
klien.
c. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
d. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
Kolaborasi
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam
lemak
12. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
a. Melakukan aktivitas merawat diri sepanjang waktu yang memungkinkan:

1) Menggunakan alat alat bantu atau menerima bantuan.


2) Jadwal periode istirahat berkala untuk memberikan partisipasi dalam
perawatan diri.
b. Mempertahankan status nutrisi yang optimal bila memungkinkan:
1) Makan dan menerima makanan dalam keterbatasan kondisi.
2) Menerima bantuan untuk makan bila diindikasikan.
c. Melaporkan ansietas berkurang
1) Gelisah berkurang dan tidur lebih baik.
2) Mengungkapkan kekuatiran tentang kematian.
3) Berpartisipasi dalam aktivitas pribadi yang penting selama mungkin.
d. Anggota keluarga mencari bantuan sesuai kebutuhan
1) Menunjukan kemampuan untuk mandi, makan dan perawatan untuk
pasien.
2) Mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran pada tenaga kesehatan yang
tepat.
3) Mendiskusikan dan mencari perawatan hospice sebagai pilihan.
13. Daftar Pustaka
Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta : EGC
Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran
Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4.
Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
Manajemen Meningioma. [cited 2016 September 6]. Available from:
www.google.com
Widjaja D, Meningioma intracranial [cited 2016 September 6]. Available from:
http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/0
9MeningiomaIntrakranial016.ht

Anda mungkin juga menyukai