PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi psikologis klien
yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas. Hal ini sering diabaikan oleh
klien sehingga frekwensi kekambuhan menjadi lebih sering dan klien jatuh
pada keadaan yang lebih buruk. Kondisi ini merupakan suatu rantai yang sulit
ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.
Keadaan cemas menyebabkan atau memperburuk serangan, serangan asthma
dapat menyebabkan kecemasan besar pada klien asthma padahal kecemasan
justru memperburuk keadaan (Cris Sinclair, 1990 : 106). Kondisi sesak dapat
menimbulkan kecemasan karena klien merasa adanya ancaman kematian
(Barbara C. Long, 1996 : 512).
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian asma?
2. Bagaimana etiologi asma?
3. Bagaimana klasifikasi asma berdasarkan etiologinya?
4. Bagaimana patofisiologi dari asma?
5. Apa saja factor pencetus asma?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari asma?
7. Bagaimana komplikasi dari asma?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari asma?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien asma?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian asma
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan
oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh
sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2)
oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi
menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE
pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A
(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang
segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah
diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik
eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di
alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas
atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan
daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa
diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan
sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada
dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga
messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase
tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic
AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor
adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja,
1990).
(3)
ekstrinsik.
2.4 Patofisiologi
Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)
IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas
Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut
akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit
Sesak / Asma
Hipoksemia
Hiperventilasi
1.
Asma terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif
dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
2.
3.
Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang
ditandai
dengan
bronkokontriksi
(1-2
jam);
tahap
delayed
dimana
brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih
lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan
nafas beberapa minggu atau bulan.
4.
Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan
udara dingin.
5.
Selama
serangan
asthmatik,
bronkiulus
menjadi
meradang
dan
peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi
bengkak,
kemudian
meningkatkan
resistensi
jalan
nafas
dan
dapat
orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah
rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca ++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel
ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic
chomotetik
faktor
of
anaphylacsis
(ECF-A)
dan
lain-lain.
Hal
ini
reaksi
alergik
terhadap
pencetus-pencetus
spesifik
yang
dapat
diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obatobatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non
atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997
dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi
edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai
mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk
bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien
lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun
ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil,
tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan
tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
2.5 Faktor Pencetus
1.
Alergen
Ketegangan jiwa
Ketegangan jiwa
Kegiatan jasmani
Obat obatan
Polusi udara
Lingkungan kerja
Lain - lain
Kepekaan saluran
nafas yang berlebihan
Gejala asma
Alergen.
Faktor allergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar penderita
asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang
penting. Bila tingkat hiper reaktivitas bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen
yang sedikit dan sebaliknya jika hiper reaktivitas rendah diperlukan jumlah
antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan bahan
alergen berhubungan dengan umur. Bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau bulu binatang, spora
jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis
allergen pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2.
Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para influenza.
Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan streptokokus, jamur,
misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.
3.
Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari cat,
SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi hidung dan
batuksendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
4.
Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban
Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu
serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat merupakan
pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan
jasmani.
6.
memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat memberatkan asma
melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7.
Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat
kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persolan yang
berhubungan dengan asma oleh anak sendiri / keluarganya akan menggagalkan
usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari
depan anak juga dapat memperberat serangan asma.
2.
3.
Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas
sempit.
4.
Tachypnea, orthopnea.
5.
Diaphoresis
6.
7.
Fatigue.
8.
9.
Tes Diagnostik
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan secara fisik.
b. Foto Rontgen.
c. Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputom.
d. Pemeriksaan alergi (radioaller gosorbent test : rast).
e. Pualse oximetri.
f. Analisa gas darah (Sarwono, S, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Hal 24).
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4) Tingkat IV :
Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
Fisioterapi
Pengobatan farmakologik
a
Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800
Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
mendapat
adrenarik
deta,
hendaknya
diberikan
secara
ii. Salbutamol
iii. Terbutalin
Bronkodilator,
untuk
dilatasi
bronkus,
mengurangi
tachycardia,
dysrhytmia,
palpitasi,
iritasi
1. Pneumotoraks.
2. Pneumomediastinum.
3. Emfisema subkutis.
4. Atelektasis.
5. Aspergilasis.
6. Bronkopulmonar alergik.
7. Gagal nafas.
8. Bronkitis.
9. Fraktur iga.
(Arif Mansjoer dkk, 2001 : 477)
Dampak masalah
1. Pada klien
Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk menghindari
faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup sanpai dengan
lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma, maka terjadi penurunan
nafsu makan, minum sehingga mempengarui status nutrisi klien. Dalam istirahat
klien sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen mempengarui
toleransi dalam melakukan aktivitas, kelelahan cepat lelah dan ketidak mampuan
memenuhi ADL. Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri,
merasa tidak mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas.
Adanya keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain, terkadang
klien tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C. 1997 ; Tjen daniel,
1991).
2. Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit,
tentang penyebab, prognosa penyakit
masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan
menjadi beban bagi keluarga.
Pengkajian
a
Pengumpulan data.
1
Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu
riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan
oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
5
Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
6
normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai
kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony
Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)
b
hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang
dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)
c
Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna
bentuk,
kosentrasi,
frekuensi,
jumlah
serta
kesulitan
dalam
melaksanakannya.
d
klien meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, ( Antony C;1997)
e
bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien
Daniel;1991)
f
yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan
klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan
asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h
Esa
serta
pendekatan
diri
pada
Nya
merupakan
metode
Pemeriksaan fisik
a
Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).
d
Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang
Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan
Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
Thorak
1
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
Palpasi.
Perkusi
Auskultasi.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan
pemberian
ini
dilakukan
bronkodilator
aerosol
sebelum
dan
golongan
sesudah
adrenergik.
Dilakukan
jika
pemeriksaan
spinometri
internal.
hipoksemia,
hyperkapnea,
dan
asidosis
respiratorik,(Karnen B.;1998).
2
Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang
menyebabkan
transudasi
dari
adema
mukasa,
hati
akibat
hipoksia
atau
hiperkapnea,
(Arjadiono T.;1995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan
adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain
lain, (Karnen B.;1998).
f
Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status
Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi
pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering
terjadi pada asthma.
b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang
meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan
menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan
susunan
atau
kelompok
data
dengan
standart
nilai
normal,
Perencanaan
Setelah
pengumpulan
data
klien,
mengorganisasi
data
dan
klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas,
menentukan
tujuan
dan
merencanakan
tindakan
keperawatan,
(Lismidar;1992).
Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah
sebagai berikut:
a
Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2) Kriteria hasil
a
3) Rencana tindakan
a
Lakukan
fisioterapi
dada
dengan
tehnik
drainage
4) Rasional
a
menimbulkan frustasi
c
Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2) Kriteria hasil
a
3) Rencana tindakan
a
4) Rasional
a
Munghubungkan
peningkatan
psikologi
dan
kenyaman
fisiologis.
c
Menggunakan
mekanisme
koping
yang
efektif
dalam
menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
a
4) Rasional.
a
Kreteria hasil
a
Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas
normal
Rencana tindakan
a
Rasional
a Untuk
mengidentifikasi
indikasi
kearah
kemajuan
atau
Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
Rencana tindakan
Rasional
Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda infeksi
Rencana tindakan
a
g
4
g
g
Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan
tingkat enegi saat terbangun
Kriteria hasil
Rencana tindakan
Rasional
pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1
Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti
rencana pengobatan.
Kriteria hasil
a
Rencana tindakan
Ajarkan
dan
biarkan
klien
mendemontrasikan
latihan
pernafasan .
e
Rasional
perlunya penanganan
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan
dengan prilaku klien
a
Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama
sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan
BAB 3
PENUTUP
Asma adalah suatu penyakit denganciri meningkatnya redpon trachea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan denagan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat beruba-ubah secara spontan maupun
sebagaia hasil pengobatan (Soeparman, 1999 dikutip dari the American Thoracic
Sosiety, 1962).
Etiologi dari penyakit asma belum dfiketahui secara pasti namun selama ini
yang kita temukan adalah banyak kejadian serangan asma dikarenakan oleh factor
pencetus diantaranya allergen, infeksi dan factor psikis pun sangat beresiko
merangsang timbulnya serangan asma.
Penatalaksanaan asma dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan terapi
farmakologis dan non farmakologis. Dalam penatalaksanaan secara non
farmakologis dapat dilakukan denagan cara penyuluhan untuk meminimalisir
tingkat serangan asma yang terjadi pada penderita asma
DAFTAR PUSTAKA
PAPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed.3. Jakarta. Balai Penerbitan
FKUI.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita selekta kedokteran Jil.1, Ed.3. Jakarta. Media
Aesculapius.