Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi psikologis klien
yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas. Hal ini sering diabaikan oleh
klien sehingga frekwensi kekambuhan menjadi lebih sering dan klien jatuh
pada keadaan yang lebih buruk. Kondisi ini merupakan suatu rantai yang sulit
ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.
Keadaan cemas menyebabkan atau memperburuk serangan, serangan asthma
dapat menyebabkan kecemasan besar pada klien asthma padahal kecemasan
justru memperburuk keadaan (Cris Sinclair, 1990 : 106). Kondisi sesak dapat
menimbulkan kecemasan karena klien merasa adanya ancaman kematian
(Barbara C. Long, 1996 : 512).
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian asma?
2. Bagaimana etiologi asma?
3. Bagaimana klasifikasi asma berdasarkan etiologinya?
4. Bagaimana patofisiologi dari asma?
5. Apa saja factor pencetus asma?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari asma?
7. Bagaimana komplikasi dari asma?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari asma?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien asma?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian asma

2. Mengetahui etiologi asma


3. Mengetahui klasifikasi asma berdasarkan etiologinya.
4. Mengetahui patofisiologi dari asma.
5. Mengetahui factor pencetus terjadinya asma.
6. Mengetahui manifestasi klinis dari asma.
7. Mengetahui penatalaksanaan dari asma.
8. Mengetahui komplikasi dari asma.
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien asma.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asma


Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990 dikutip dari The American Thoracic
Society, 1962).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1990 : 94)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu
penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan
saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang
ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas) (Joyce M.Black, 1996 : 504).
Penurunan fungsi paru dan hiperresponsivitas jalan napas terhadap
berbagai rangsang. Karakteristik penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi
mukosa dan perubahan inflamasi pada jalan napas.(Campbell. Haggerety,1990;
orsi 1991).

2.2 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan
oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

2.3 Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi


Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
(1)

Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)


Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan
dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh
sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2)

oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi
menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE
pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A
(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang
segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah
diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam
cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik
eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di

klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi


yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap
secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara
patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai
suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale
adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang
bronkhus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk
yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam
darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.
(2)

Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)


Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan

alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas
atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan

daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa
diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan
sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada
dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga
messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase
tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic
AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor
adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja,
1990).
(3)

Asma Bronkiale Campuran (Mixed)


Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun

ekstrinsik.
2.4 Patofisiologi
Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper


Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut
akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan


mediator radang (histamin)

Peningkatan permeabilitas kapiler (edema bronkus)


Peningkatan produksi mukus (sumbatan sekret)
Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis (N.X)

Hiperresponsif jalan napas

Sesak / Asma

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia

CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang


memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi

1.

Asma terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif
dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.

2.

Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi


spasme dan zat antibodi tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE) dengan
adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE
dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya.
Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.

3.

Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang
ditandai

dengan

bronkokontriksi

(1-2

jam);

tahap

delayed

dimana

brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih
lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan
nafas beberapa minggu atau bulan.
4.

Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan
udara dingin.

5.

Selama

serangan

asthmatik,

bronkiulus

menjadi

meradang

dan

peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi
bengkak,

kemudian

meningkatkan

resistensi

jalan

nafas

dan

dapat

menimbulkan distres pernafasan


Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E
(IgE). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka

orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah
rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca ++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel
ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic
chomotetik

faktor

of

anaphylacsis

(ECF-A)

dan

lain-lain.

Hal

ini

akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos


baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema

mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,

peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi


tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata
dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya
akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut,
(Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai
dengan

reaksi

alergik

terhadap

pencetus-pencetus

spesifik

yang

dapat

diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obatobatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non
atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997
dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi

edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai
mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk
bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien
lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun
ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil,
tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan
tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
2.5 Faktor Pencetus

1.

Alergen

Infeksi saluran nafas

Ketegangan jiwa

Ketegangan jiwa

Kegiatan jasmani

Obat obatan

Polusi udara

Lingkungan kerja

Lain - lain

Saluran nafas normal

Tak terjadi asma

Kepekaan saluran
nafas yang berlebihan

Gejala asma

Alergen.
Faktor allergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar penderita

asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang
penting. Bila tingkat hiper reaktivitas bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen
yang sedikit dan sebaliknya jika hiper reaktivitas rendah diperlukan jumlah
antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan bahan
alergen berhubungan dengan umur. Bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau bulu binatang, spora
jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis

allergen pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2.

Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang

menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para influenza.
Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan streptokokus, jamur,
misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.
3.

Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari cat,

SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi hidung dan
batuksendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
4.

Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban

udara berhubungan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma


5.

Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu

serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat merupakan
pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan
jasmani.
6.

Infeksi saluran nafas.


Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat

memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat memberatkan asma
melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7.

Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat

kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persolan yang
berhubungan dengan asma oleh anak sendiri / keluarganya akan menggagalkan
usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari
depan anak juga dapat memperberat serangan asma.

Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan


misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non allergen
yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor pencetus adalah
alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat reaksi pencetus alergenik
maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi pada seorang anak setelah
mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas kemudian berlari-lari pada udara
dingin.
2.6 Manifestasi Klinis Asma
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad
hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan
maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
1.

Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.

2.

Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan,


cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.

3.

Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas
sempit.

4.

Tachypnea, orthopnea.

5.

Diaphoresis

6.

Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.

7.

Fatigue.

8.

Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan


bicara.

9.

Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.

10. Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat


ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi
hipersonor.
11. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
12. Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
13. X foto dada : atelektasis tersebar, Hyperserated

Tes Diagnostik
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan secara fisik.
b. Foto Rontgen.
c. Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputom.
d. Pemeriksaan alergi (radioaller gosorbent test : rast).
e. Pualse oximetri.
f. Analisa gas darah (Sarwono, S, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Hal 24).
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4) Tingkat IV :

a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.


b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.
2.7 Penatalaksanaan Serangan Asma
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1

Pengobatan non farmakologik


a

Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.

Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.


Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2

Pengobatan farmakologik
a

Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800

empat kali semprot tiap hari. Karena

pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang


mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d

Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

Iprutropioum bromide (Atroven)


Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )

Pengobatan selama serangan status asthmatikus

Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit


dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.

Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

Antibiotik spektrum luas.


(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo
Surabaya ).

Penatalaksanaan Asma Secra Medis ada 3 yaitu:


1) Asma Akut Intermitan
Pemberian obat hanya diberikan bila terjadi serangan yang diteruskan
sampai beberapa hari setelah bebas. Serangan obat-obatan yang diberikan
yaitu golongan adrenergik beta dengan dosis kecil 1/20 1/30 dari
tabletnya dan teofilin oral dengan dosis 4 mg/kali ditambah pretnison 3040 mg untuk beberapa hari.
2) Asma Akut
Pertolongan pertama adalah oksigen 2-4 liter/menit. Apabila penderita
baru saja umum teofilin dengan pemakaian teratur, pemberian aminofilin
dosis penuh (9-6 mg/kgbb) secara serentak akan berbahaya begitupun
setelah

mendapat

adrenarik

deta,

hendaknya

diberikan

secara

kortikostenoid. Pemberian adrenalineengan dosis kecil tetap bila penderita


tidak terdapat teofilin langsung saja diberikan aminofilin dengan dosis 5-6
mg/kg bb atau setengah setelah mendapatkan teofilin.
3) Asma Kronik Persisten
Pengobatan berupa agones beta bentuk gerosol 3-4 kali dua semprotan
dengan jarak antara 10 menit. Metil-yantin termasuk amonofilin dan

teofilin diberikan sesuai berat badan, biasanya orang dewasa diberikan


dosis 125-200 mg 4x1. Kortikosteroid, kromilin merupakan pencegah
asma dosisnya antara 4x 1-2 kapsul, katotifon dengan dosis 2 x 1 mg/hari,
impratropium bromide atau pemberian immunoterapi.
Penatalaksanaan Serangan Asma Akut :
1. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
a. Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat
diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
b. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per oral)
2. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme:
i. Efedrin

: 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam

ii. Salbutamol

: 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

iii. Terbutalin

: 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam

iv. Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor,


hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang
tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.
3. Golongan

Bronkodilator,

untuk

dilatasi

bronkus,

mengurangi

bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.


i. Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
ii. Teofilin

: 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

iii. Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek


samping

tachycardia,

dysrhytmia,

palpitasi,

iritasi

gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering


muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi
keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus khusus
misalnya infus pump.
4. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus.
Prednison

: 0,5 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).

2.8 Komplikasi Asma

1. Pneumotoraks.
2. Pneumomediastinum.
3. Emfisema subkutis.
4. Atelektasis.
5. Aspergilasis.
6. Bronkopulmonar alergik.
7. Gagal nafas.
8. Bronkitis.
9. Fraktur iga.
(Arif Mansjoer dkk, 2001 : 477)

Dampak masalah
1. Pada klien
Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk menghindari
faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup sanpai dengan
lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma, maka terjadi penurunan
nafsu makan, minum sehingga mempengarui status nutrisi klien. Dalam istirahat
klien sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen mempengarui
toleransi dalam melakukan aktivitas, kelelahan cepat lelah dan ketidak mampuan
memenuhi ADL. Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri,
merasa tidak mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas.
Adanya keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain, terkadang
klien tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C. 1997 ; Tjen daniel,
1991).
2. Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit,
tentang penyebab, prognosa penyakit

dan keberhasilan dari terapi, akan

menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit


menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien
dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa

masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan
menjadi beban bagi keluarga.

2.9 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Asma


Asuhan

keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan

hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat


untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan
keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian,
diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1

Pengkajian
a

Pengumpulan data.
1

Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada

penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan


implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan
pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan,
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu
juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain
yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
2

Riwayat penyakit sekarang.


Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan

keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu

pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan


tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3

Riwayat penyakit dahulu.


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)

Riwayat kesehatan keluarga.


Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang

riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan
oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
5

Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi

serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
6

Pola fungsi kesehatan


a

Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat


Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup

normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai
kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony
Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)
b

Pola nutrisi dan metabolisme


Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan

kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak,


potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi,

hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang
dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)
c

Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna

bentuk,

kosentrasi,

frekuensi,

jumlah

serta

kesulitan

dalam

melaksanakannya.
d

Pola tidur dan istirahat


Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat

klien meliputi

berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, ( Antony C;1997)
e

Pola aktifitas dan latihan


Perlu dikaji tentang aktifitas

keseharian klien seperti olah raga,

bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien
Daniel;1991)
f

Pola hubungan dan peran


Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani

kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan


hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat
ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)
g

Pola persepsi dan konsep diri


Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi

yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan
klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan
asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h

Pola sensori dan kognetif

Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi


konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami
klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun
akan semakin tinggi.
i

Pola reproduksi seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien.
Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya serangan asthma.

Pola penangulangan stress


Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan
pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap
stresor, (Tjien Daniel;1991)
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang
Maha

Esa

serta

pendekatan

diri

pada

Nya

merupakan

metode

penanggulangan stres yang konstruktif


7

Pemeriksaan fisik
a

Status kesehatan umum


Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan

suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,


penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir
lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
b

Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,

turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,


ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut

di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A.


Talbot; 1995).
c

Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat

trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).
d

Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang

di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ;


1995)).
e

Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan

fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)


f

Mulut dan laring


Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
(Karnen B.:1994)).

Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).

Thorak
1

Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya

peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat


dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen B.;1994, Laura
A.T.;1995).
2

Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus


(Laura A.T.;1995).

Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan


diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;1995).
4

Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih


dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing. (Karnen B .;1994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan
hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang
meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A.
T.;1995).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta
adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura
A.T.;1995).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).
8
a

Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan
pemberian

ini

dilakukan

bronkodilator

aerosol

sebelum

dan

golongan

sesudah

adrenergik.

Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%


menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen B;1998).
b

Tes provokasi brokial.

Dilakukan

jika

pemeriksaan

spinometri

internal.

Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi


dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,
(Karnen B.;1998).
c) Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif
yang spesifik dalam tubuh, (Karnen B.;1998).
d) Laboratorium.
1

Analisa gas darah.


Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena
terdapat

hipoksemia,

hyperkapnea,

dan

asidosis

respiratorik,(Karnen B.;1998).
2

Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang

menyebabkan

transudasi

dari

adema

mukasa,

sehingga terlepaslah sekelompok sel sel epitel dari


perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1995).
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat
mencapai 1000 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun
extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung
jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,
(Arjadiono T.;1995).

(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia


Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena
kerusakkan

hati

akibat

hipoksia

atau

hiperkapnea,

(Arjadiono T.;1995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan
adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain
lain, (Karnen B.;1998).
f

Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status
Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi
pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering
terjadi pada asthma.
b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang
meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan
menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan
susunan

atau

kelompok

data

dengan

standart

nilai

normal,

menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil


dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan

atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung


jawabnya, (Lismidar ; 1992).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien
status astmatikus.
a

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme
(Lindajual C.;1995).

Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi


dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan
Gallo ;1997).

Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut


sufokasi. (Lindajual C;1995).

Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2,


peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses
penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).

Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi dan ansietas,
(Hudak dan Gallo;1997).

Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk


tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).

Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO 2


hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak
dan Gallo;1997).

Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang


pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan
Martin Tucker;1993).

Perencanaan
Setelah

pengumpulan

data

klien,

mengorganisasi

data

dan

menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah


perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan
menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah

klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas,
menentukan

tujuan

dan

merencanakan

tindakan

keperawatan,

(Lismidar;1992).
Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah
sebagai berikut:
a

Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental


peningkatan produksi mukus bronkospasme.

Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2) Kriteria hasil
a

menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan


peningkatan pertukaran gas.

dapat mendemontrasikan batuk efektif

dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan


sekresi

tidak ada suara nafas tambahan

3) Rencana tindakan
a

Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol


batuk.

Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi

Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

Lakukan

fisioterapi

dada

dengan

tehnik

drainage

postural,perkusi dan fibrasi dada.


f

Dorong dan atau berikan perawatan mulut

4) Rasional
a

Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya


obstruksi

Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta

menimbulkan frustasi
c

Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan


sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.

Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan


keberhasilan

Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan


mencegah bau mulut.

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding


dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
1

Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif

2) Kriteria hasil
a

Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada


paru

Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktorfaktor tersebut

3) Rencana tindakan
a

Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

Posisikan klien dada posisi semi fowler

Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan


ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif

Minimalkan distensi gaster

Kaji pernafasan selama tidur

Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea

4) Rasional
a

Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal


menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga


memberikan pengembangan pada organ paru

Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif

Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma

Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi


terapeutik.

c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut


sufokasi.
1) Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil
a

Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.

Munghubungkan

peningkatan

psikologi

dan

kenyaman

fisiologis.
c

Menggunakan

mekanisme

koping

yang

efektif

dalam

menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
a

Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.

Kaji kebiasaan keterampilan koping.

Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman


hati.

Implementasikan teknik relaksasi.

Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.

Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.

4) Rasional.
a

Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam


perencanaan tindakan selanjutnya.

Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta


menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.

Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai


tujuan yang sama.

Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan


menghilangkan kecemasan

Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk


lebih kooperatif.

d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2,


peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1) Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi
adekuat.
2

Kreteria hasil
a

Frekuensi nafas 16 20 kali/menit

Frekuensi nadi 60 120 kali/menit

Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas
normal

Rencana tindakan
a

Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan


dan haluaran

Tempatkan klien pada posisi semi fowler

Berikan terapi intravena sesuai anjuran

Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya


sesuaikan dengan hasil PaO2

Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada


tanda tanda toksisitas

Rasional
a Untuk

mengidentifikasi

indikasi

kearah

kemajuan

penyimpangan dari hasil klien


b Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

atau

c Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji


keadaan vaskular untuk pemberian obat obat darurat.
d Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan
e Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti
kondisi sebelumnya
f Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e

Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat
makan dan ansietas

Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil

Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit

Tidak terjadi penurunan berat badan


5
a

Rencana tindakan

Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan


menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang
banyak ataupun dipsnea.

Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam


sebelum makan.

Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta


palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna

Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan

Bantu klien istirahat sebelum makan

Timbang berat badan setiap hari


6

Rasional

Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab


masalah.

Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu


makan.

Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.

Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.

Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.

Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi


kurang.

Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk


tidak efektif dan imobilisasi.

Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda infeksi

Rencana tindakan
a

Monitor tanda tanda infeksi tiap 4 jam.

Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan


infasif lainnya.

g
4

Pertahankan kewaspadaan umum.

Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.

Berikan nutrisi yang adekuat

Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan

Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi


Rasional
a

Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda tanda


infeksi

Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial

Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat


untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.

Sputum merupakan media berkembangnya kuman.

Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan


tubuh.

Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan


infeksi.

g
g

Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.

Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2,


hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
1

Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan
tingkat enegi saat terbangun

Kriteria hasil

Mampu mendiskusikan penyebab keletihan

Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh

Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.

Rencana tindakan

Jelaskan sebab sebab keletihan individu

Hindari gangguan saat tidur.

Menganalisa bersama sama tingkat kelelahan dengan


menggunakan skala Rhoten (1982).

Indentivikasi aktivitas aktivitas penting dan sesuaikan antara


aktivitas dengan istirahat.

Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.

Pertahankan tambahan O2 bila latihan .

Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.


4

Rasional

Diketahuinya faktorfaktor penyebab maka diharapkan bias


menghindarinya.

Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah


menurun setelah aktivitas.

Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami


klien.

Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan


aktifitas dan kebutuhan istirahat.

Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.

O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.


g

Sedatif dan hipnotik melemahkan otototot khususnya otot

pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1

Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti
rencana pengobatan.

Kriteria hasil
a

Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan


perawatan diri pada saat pulang

Menggunakan alat alat pernafasan yang tepat


3

Rencana tindakan

Bantu mengidentifikasi faktor faktor pencetus serangan


asthma

Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah


perawatan di rumah sakit

Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor


pencetus.

Ajarkan

dan

biarkan

klien

mendemontrasikan

latihan

pernafasan .
e

Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.

Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan


karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan
nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak
pada telapak kaki.
4

Rasional

Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari


serangan asthma .

Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di


lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.

Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari


faktor pencetus.

Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang


mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu
dilakukan latihan pernafasan.

Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan


asthma .

Perubahan yang terjadi menunjukan

perlunya penanganan

segera agar tidak mengalami komplikasi.


3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a

Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

Memberikan asuhan keperawatan

Melanjutkan pengumpulan data


4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan
klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :


a

Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau


tidak

Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan
dengan prilaku klien
a

Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan


pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku,

tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah


ditentukan
c

Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama
sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

BAB 3
PENUTUP
Asma adalah suatu penyakit denganciri meningkatnya redpon trachea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan denagan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat beruba-ubah secara spontan maupun
sebagaia hasil pengobatan (Soeparman, 1999 dikutip dari the American Thoracic
Sosiety, 1962).

Etiologi dari penyakit asma belum dfiketahui secara pasti namun selama ini
yang kita temukan adalah banyak kejadian serangan asma dikarenakan oleh factor
pencetus diantaranya allergen, infeksi dan factor psikis pun sangat beresiko
merangsang timbulnya serangan asma.
Penatalaksanaan asma dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan terapi
farmakologis dan non farmakologis. Dalam penatalaksanaan secara non
farmakologis dapat dilakukan denagan cara penyuluhan untuk meminimalisir
tingkat serangan asma yang terjadi pada penderita asma

DAFTAR PUSTAKA
PAPD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed.3. Jakarta. Balai Penerbitan
FKUI.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita selekta kedokteran Jil.1, Ed.3. Jakarta. Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai

  • Seger
    Seger
    Dokumen1 halaman
    Seger
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Rencana Intervensi Anemia Bumil
    Rencana Intervensi Anemia Bumil
    Dokumen4 halaman
    Rencana Intervensi Anemia Bumil
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • 5 Peran Keluarga
    5 Peran Keluarga
    Dokumen5 halaman
    5 Peran Keluarga
    ariesblack
    Belum ada peringkat
  • Wilayah Pesisir
    Wilayah Pesisir
    Dokumen20 halaman
    Wilayah Pesisir
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    0% (1)
  • POA (Pesisir)
    POA (Pesisir)
    Dokumen2 halaman
    POA (Pesisir)
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Tali Lan
    Tali Lan
    Dokumen1 halaman
    Tali Lan
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Form 2
    Form 2
    Dokumen1 halaman
    Form 2
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Surat Keterangan Magang
    Surat Keterangan Magang
    Dokumen1 halaman
    Surat Keterangan Magang
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • BST
    BST
    Dokumen4 halaman
    BST
    Nina Widya Ningrum
    Belum ada peringkat
  • Osce Keperawatan Keluarga
    Osce Keperawatan Keluarga
    Dokumen3 halaman
    Osce Keperawatan Keluarga
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • PKKT Keperawatan Jiwa
    PKKT Keperawatan Jiwa
    Dokumen1 halaman
    PKKT Keperawatan Jiwa
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Waham
    Satuan Acara Waham
    Dokumen12 halaman
    Satuan Acara Waham
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • 5 Peran Keluarga
    5 Peran Keluarga
    Dokumen5 halaman
    5 Peran Keluarga
    ariesblack
    Belum ada peringkat
  • Rencana Tindakan Lanjut Usia
    Rencana Tindakan Lanjut Usia
    Dokumen2 halaman
    Rencana Tindakan Lanjut Usia
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Gizi Pada Balita
    Leaflet Gizi Pada Balita
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Gizi Pada Balita
    Ema Siti Rohmah
    100% (1)
  • Strategi Pelaksanaan
    Strategi Pelaksanaan
    Dokumen8 halaman
    Strategi Pelaksanaan
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Strategi Pelaksanaan
    Strategi Pelaksanaan
    Dokumen8 halaman
    Strategi Pelaksanaan
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Dessty Nofita
    Belum ada peringkat
  • Autis Bodo
    Autis Bodo
    Dokumen3 halaman
    Autis Bodo
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL TAK Sosialisasi
    PROPOSAL TAK Sosialisasi
    Dokumen12 halaman
    PROPOSAL TAK Sosialisasi
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Autis Bodo
    Autis Bodo
    Dokumen3 halaman
    Autis Bodo
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Dessty Nofita
    Belum ada peringkat
  • Analisa Jurnal Bodo
    Analisa Jurnal Bodo
    Dokumen3 halaman
    Analisa Jurnal Bodo
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Dokumen1 halaman
    Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • BST Anak
    BST Anak
    Dokumen3 halaman
    BST Anak
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • BST
    BST
    Dokumen4 halaman
    BST
    Nina Widya Ningrum
    Belum ada peringkat
  • Pres Jur
    Pres Jur
    Dokumen2 halaman
    Pres Jur
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat
  • Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Dokumen1 halaman
    Contoh Askep Kasus Anak Autis
    Anggit Bodhonya Mis Chuekz
    Belum ada peringkat