Anda di halaman 1dari 22

Tidur-Terkait Fungsinya pada Pasien Eutimik Gangguan Bipolar, Pasien

dengan Insomnia, dan Subjek Tanpa Masalah Tidur


Allison G. Harvey, Ph.D, D. Anne Schmidt, B.A, Antonina Scarn, Ph.D,
Christina Neitzert Semler, D.Phil, Guy M. Goodwin, F.R.C.Psych.
Tujuan: Para penulis menyelidiki fungsi terkait tidur pada pasien euthymic
dengan gangguan bipolar.
Metode: Pasien Euthymic dengan gangguan bipolar (N = 20), pasien dengan
insomnia (N = 20), dan subyek dengan tidur yang baik (N = 20) dibandingkan
berdasarkan data dari wawancara dan kuesioner dan temuan dari delapan hari
berturut-turut dan malam mengenai catatan tidur (perkiraan tidur subjektif) dan
actigraphy (perkiraan tidur obyektif).
Hasil: Tujuh puluh persen dari pasin euthymic dengan gangguan bipolar
menunjukkan gangguan tidur klinis signifikan. Dibandingkan dengan kelompok
lain, kelompok gangguan bipolar menunjukkan efisiensi tidur yang terganggu,
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dan ketakutan kurang tidur, tingkat aktivitas
siang hari lebih rendah, dan kecenderungan untuk menyalahartikan tidur.
Kelompok gangguan bipolar memiliki tingkat keyakinan disfungsional tentang
tidur yang sebanding dengan kelompok insomnia dan secara signifikan lebih
tinggi dari pada kelompok tidur yang baik.
Kesimpulan: Insomnia adalah masalah signifikan pada pasien euthymic dengan
gangguan bipolar. Komponen terapi perilaku kognitif untuk insomnia, terutama
kontrol stimulus dan terapi kognitif, mungkin membantu untuk pengobatan pasien
dengan gangguan bipolar.

Gangguan bipolar merupakan kondisi umum, berat, kronis, dan sering


mengancam jiwa. Prevalensi gangguan bipolar I dan gangguan bipolar II adalah
0,8% dan 0,5% (DSM-IV), meskipun definisi yang lebih liberal dari hypomania
mengidentifikasi lebih banyak pasien dengan gangguan spektrum bipolar (1).
Pengobatan gangguan bipolar I biasanya melibatkan farmakoterapi. Namun,
bahkan pada pasien dengan kepatuhan pengobatan berlanjut, risiko kekambuhan
(relaps) selama periode lebih dari 5 tahun telah diperkirakan setinggi 73% (2).
Risiko kekambuhan mirip pada kedua gangguan bipolar I dan gangguan bipolar
II, yaitu lebih tinggi pada gangguan bipolar daripada depresi unipolar, dan
berlanjut seumur hidup pasien dengan ganggian bipolar (1).
Terdapat tiga poin bukti pentingnya tidur pada gangguan bipolar. Pertama,
secara eksperimental kurang tidur dikaitkan dengan timbulnya hypomania atau
mania pada sebagian besar pasien (misalnya, referensi 3). Kedua, dalam tinjauan
sistematis 11 penelitian yang melibatkan 631 pasien dengan gangguan bipolar,
gangguan tidur adalah gejala prodormal paling umum pada mania (dilaporkan
pada 77% pasien) dan gejala prodormal paling umum ke-enam pada depresi
bipolar (dilaporkan pada 24% pasien) (4). Ketiga, siklus tidur/bangun merupakan
komponen inti dari konseptualisasi teoritis pada gangguan bipolar. Telah
dihipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan bipolar memiliki diatesis genetik
yang dapat berupa ketidakstabilan

ritme sirkadian. Tekanan psikososial

diperkirakan sebagai penyebab terganggunya kegiatan rutin dan tidur, yang mana,
pada gilirannya, rentan mengganggu ritme sirkadian dan memicu munculnya
suatu episode (5, 6).
Berdasarkan hasil dari temuan ini, pengobatan psikososial untuk gangguan
bipolar, seperti terapi perilaku kognitif dan interpersonal dan terapi sosial,
termasuk pendidikan dan pemantauan siklus tidur/bangun dan mencakup tujuan
mempromosikan keteraturan dalam kegiatan sehari-hari. Meskipun intervensi ini
telah terbukti manjur sebagai terapi tambahan untuk farmakoterapi (7, 8), mereka
fokus pada berbagai jenis perilaku, sehinggapenelitian tersebut secara potensial
memakan waktu, dan belum dibuat dalam jumlah besar dan mengesankan
pendokumentasian literatur mengenai efektivitas terapi perilaku kognitif dalam
pengobatan insomnia (9).

Dalam penelitian ini, kami berusaha untuk menentukan apakah komponen inti
dari terapi perilaku kognitif pada insomnia memiliki potensi untuk meningkatkan
intervensi pada pasien gangguan bipolar dengan penekanan khusus pada tidur.
Tiga komponen yang diselidiki: 1) stimulus kontrol untuk membalikkan
pengkondisian maladaptif antara tempat tidur/kamar tidur dan tidak tidur dengan
membatasi perilaku tidur yang tidak sesuai dengan lingkungan kamar tidur,
2) tidur sehat untuk memberikan edukasi tentang perilaku yang mengganggu tidur,
dan 3) terapi kognitif untuk mengubah keyakinan yang tidak membantu tentang
tidur. Tujuan tambahan penelitian ini adalah untuk mengamati tidur terkait
fungsinya pada pasien gangguan bipolar non-akut, disebut sebagai fase eutimik
atau fase interepisode. Meskipun telah diakui bahwa pasien gangguan bipolar
sering berlanjut menjadi simptomatik di antara episodenya (10), untuk
pengetahuan kita penelitian terbaru pada gangguan tidur sering terfokus secara
eksklusif pada tidur sesaat sebelum dan selama episode mania atau depresi.
Metode
Peserta
Dua puluh orang yang memenuhi kriteria DSM-IV untuk gangguan bipolar I,
dinilai melalui Wawancara Klinis Terstruktur (Structured Clinical Interview)
DSM-IV (SCID) (11), dan 20 orang yang memenuhi kriteria DSM-IV untuk
insomnia primer, sebagaimana dinilai melalui Wawancara Diagnostik Insomnia
(manuskrip 2004 yang tidak dipublikasikan dari AG Harvey et al.), direkrut untuk
penelitian ini, bersama dengan 20 relawan tanpa masalah tidur. Kelompok
insomnia dan kelompok tidur yang baik dijadikan indeks dasar, masing-masing
yaitu kelompok kurang tidur dan kelompok tidur yang baik. Pasien gangguan
bipolar direkrut dari sekelompok pasien rawat jalan yang memenuhi kriteria
diagnostik DSM-IV untuk gangguan bipolar, tapi saat ini dalam fase eutimik. 20
pasien dengan diagnosis insomnia primer direkrut dari sekelompok pasien rawat
jalan yang mencari pengobatan untuk insomnia. 20 relawan dalam kelompok tidur
yang baik direkrut dari subjek yang berada di Departemen Psikologi
Eksperimental, Universitas Oxford. Kriteria inklusi untuk kelompok tidur yang
baik adalah

subjek yang memiliki indikasi tidur nyenyak berdasarkan

Wawancara Diagnostik Insomnia, tidak ada kesulitan tidur dalam satu bulan
terakhir, dan tidak ada penggunaan obat tidur.
Untuk kelompok gangguan bipolar, usia rata-rata onset gangguan adalah 22,3
tahun (SD = 10,1), jumlah rata-rata episode manik adalah 4,5 (SD = 2.2), dan
jumlah rata-rata episode depresi adalah 4,7 (SD = 1,6). Pada saat penelitian,
semua peserta diobati dengan 2-3 zat farmakologi, termasuk lithium (700-1500
mg/hari), carbamazepine (400-800 mg/hari), natrium valproate (500-800 mg/hari),
venlafaxine (225-400 mg/hari), fluoxetine (20-70 mg/hari), dan lamotrigin (50100 mg/hari). Selain itu, sepuluh pasien minum obat untuk membantu mereka
tidur (delapan pasien mengkonsumsi benzodiazepin agonis reseptor, dan dua
pasien mengkonsumsi obat yang dibeli di toko obat). Perlu dicatat bahwa
kelompok pasien gangguan bipolar yang tidak mengkonsumsi obat kemungkinan
akan tidak layak atau tidak representatif dijadikan objek penelitian. Pasien
gangguan bipolar dikonfirmasi sedang dalam fase eutimik berdasarkan skor ratarata mereka pada Skala Penilaian Depresi Hamilton (Hamilton Depression Rating
Scale) (rata-rata = 1.4, SD = 1.9) (12) dan Skala Penilaian Mania Muda (Young
Mania Rating Scale) (rata-rata = 2.3, SD = 2.8) (13). Untuk kelompok insomnia,
panjang rata-rata gangguan tidur adalah 10.55 tahun (SD = 7.13). Enam pasien
dengan insomnia yang minum obat untuk membantu mereka tidur (dua orang
mengkonsumsi antidepresan sedatif, dan empat orang mengkonsumsi obat yang
dibeli di toko obat).
Sebagai gangguan kejiwaan terbanyak (14), kedua gangguan bipolar dan
insomnia diketahui umumnya terjadi dengan satu atau lebih gangguan lain
(15,16). Dengan demikian, kami tidak memilih kasus "murni", karena kriteria
seleksi ini akan mengurangi keterwakilan dari kelompok studi (17, 18). Namun,
kami memastikan bahwa gangguan bipolar adalah diagnosis utama pasien dalam
kelompok gangguan bipolar dan insomnia adalah diagnosis primer untuk
kelompok insomnia. Diagnosis primer didefinisikan sebagai gangguan yang
dilaporkan paling membuat frustasi dan

menyebabkan disabilitas (19).

Komorbiditas gangguan Aksis I, dinilai dengan SCID, termasuk masalah


ketergantuangan obat/narkoba/alkohol (N = 4), fobia spesifik (N = 1), gangguan
cemas menyeluruh (N = 2), dan gangguan stres pasca trauma (N = 2) untuk

kelompok gangguan bipolar; fobia sosial (N = 1), fobia spesifik (N = 3), dan
gangguan cemas (N = 1) untuk kelompok insomnia, dan fobia spesifik (N = 3)
untuk kelompok tidur yang baik.
Ketiga kelompok tidak berbeda dalam jenis kelamin, usia, atau status
pekerjaan, meskipun perbedaan antar kelompok untuk variabel terakhir yang
mendekati secara signifikan (p = 0,06). Hal ini tidak mengherankan bahwa subjek
dengan gangguan bipolar mungkin kurang sesuai antara pekerjaan dengan
pendidikan mereka. Pada saat wawancara, kelompok tidur yang baik dinilai
suasana hati (mood) nya lebih positif, relatif terhadap kelompok gangguan bipolar
dan kelompok insomnia, yang tidak berbeda satu sama lain pada peringkat
suasana hati (mood) nya (Tabel 1).

Prosedur
Setelah informed consent tertulis diperoleh dari peserta, seperti yang
dipersyaratkan oleh komite etika yang menyetujui penelitian ini, SCID dan
Wawancara Diagnostik Insomnia diberikan, data demografi dicatat, dan peringkat

suasana hati (mood) saat ini dibuat (pada skala dari <10 dikatakan "tertekan,"
skala 10 dikatakan "gembira").
Pengukuran siklus tidur/bangun. Mengingat masalah kompleks yang terlibat
secara akurat dalam menilai tidur (20), siklus tidur/bangun disusun menggunakan
tiga metode yang berbeda.
Laporan-individual retrospektif. Dilakukan tiga metode pengukuran. Pertama,
diberikan Wawancara Diagnostik Insomnia, seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Kedua, diberikan Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh (21).

19-item

kuesioner ini terdiri dari tujuh komponen skor, termasuk 1) kualitas tidur
subjektif, 2) onset laten tidur, 3) durasi tidur, 4) efisiensi kebiasaan tidur, 5)
gangguan tidur, 6) penggunaan obat tidur, dan 7) fungsi siang hari. Indeks
Kualitas Tidur Pittsburgh mengacu pada mayoritas hari dan malam selama satu
bulan sebelumnya. Tujuh komponen skor dijumlahkan untuk memberikan skor
global yang berkisar dari 0 sampai 21, dengan skor yang lebih tinggi
menunjukkan tidur buruk. Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh memiliki konsistensi
internal yang baik ( = 0.83) dan reliabilitas test-retest (r = 0.85) (22). Total nilai
>5 mengidentifikasi klinis gangguan tidur yang signifikan dengan sensitivitas
89,6% dan spesifisitas 86,5% (21). Ketiga, para peserta diminta untuk melaporkan
jumlah malam dalam seminggu terakhir bahwa mereka mengalami kesulitan
memulai tidur dan tetap tidur dan diminta untuk memberikan peringkat kualitas
tidur mereka pada skala dari 1 (sangat gelisah) sampai 10 (sangat nyenyak).
Pengukuran laporan-individu retrospektif memiliki keuntungan cepat dan
mudah untuk menyelesaikan dan memperoleh kesan global individual yang
subjektif dari tidurnya. Kelemehan pengukuran ini mencakup 1) bahwa subyek
harus memahami konsep rata-rata, karena mereka diminta untuk melaporkan
"tipikal tidur" mereka; 2) bahwa jawaban mereka mengandalkan memori jangka
panjang, yang dapat tidak akurat (23, 24); dan 3) bahwa jawaban terbuka dapat
menimbulkan bias penalaran, seperti menjawab berdasarkan hal yang membekas
(malam terburuk) atau baru terjadi (tadi malam) (20). Untuk mengimbangi
kelemahan dari pengukuran laporan-individu, kami juga menyertakan dua cara
ukur prospektif.

Laporan-individu prospektif. Para peserta diminta untuk menulis catatan


harian tidur (estimasi subjektif dari siklur tidur/bangun) lebih dari 8 hari berturutturut. Mereka diminta untuk merekam, di pagi hari segera setelah bangun, berapa
lama waktu mereka tidur (onset laten tidur), berapa kali mereka bangun selama
malam hari dan durasi terbangunnya (bangun setelah onset tidur), dan lamanya
total waktu tidur mereka (waktu tidur total).
Salah satu keuntungan dari pengukuran ini adalah bahwa hal itu merupakan
indeks variabilitas tidur yang cukup setiap malamnya (25). Selain itu, pengukuran
ini mempertahankan keuntungan yang terkait dengan pengukuran laporanindividual retrospektif yang sementara mengatasi beberapa kelemahan. Namun,
kelemahan dari laporan-individu prospektif dari tidurnya adalah bahwa tidur
sangat sulit untuk diperkirakan secara akurat; dimaksudkan akibat kehilangan
kenangan (26, 27). Dengan demikian, perkiraan obyektif dari tidur yang tidak
memerlukan memori, persepsi, atau penilaian juga disertakan.
Perkiraan actigraphy prospektif. Sembari menulis catatan harian tidur,
peserta diminta untuk memakai actigraph selama 8 hari dan malam berturut-turut.
Actigraph (Inkorporasi Pemantauan Rawat Jalan, Ardsley, NY) adalah perangkat
seperti jam tangan kecil yang dipakai terus menerus pada pergelangan tangan
yang tidak dominan. Ditanamkan di dalam perangkat berupa miniatur sensor
akselerator

piezoelektrik yang dapat mendeteksi dan menyediakan informasi

mengenai gerakan fisik. Informasi ini di-download ke dalam perangkat lunak


yang cocok untuk menghasilkan perkiraan siklus tidur/bangun. Untuk orang
dewasa tanpa keluhan tidur, terdapat kecocokan yang kuat antara perkiraan tidur
yang dihasilkan oleh actigraphy dan yang dihasilkan oleh polisomnografi, yang
merupakan "standar emas" teknik penilaian tidur. Tingkat kecocokan dari setiap
episode untuk mendeteksi tidur dan terjaga berkisar dari 74% sampai 98%) (2830). Namun, tingkat kecocokan lebih rendah pada individu yang bergerak untuk
waktu yang lama (misalnya, pasien depresi klinis dan pasien insomnia),
actigraphy kurang akurat dalam membedakan ketenangan sebelum terjaga penuh
dari tidur. Data dikumpulkan dalam actigraph model Zero-Crossing, yang
memungkinkan untuk merekam jumlah aktivitas siang hari untuk masing-masing
dalam jangka waktu 60 detik. Perhitungan ini mencerminkan berapa kali gerakan

yang terekam di atas ambang batas yang telah ditetapkan dalam setiap jangka
waktu dan telah ditemukan sebelumnya untuk memberikan ukuran yang efektif
tingkat aktivitas siang hari (31). Perlu dicatat bahwa enam orang pada kelompok
gangguan bipolar tidak menyelesaikan tugas pemantauan prospektif selama 8 hari.
Dengan demikian, analisis ini didasarkan pada data untuk 14 pasien dengan
gangguan bipolar. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor global Indeks
Kualitas Tidur Pittsburgh antara 14 pelengkap dan enam yang bukan pelengkap
(t= -1.42, df = 18, n.s).
Tidur-terkait

proses

kognitif

dan

kebiasaan.

Sebuah

wawancara

semiterstruktur (32) diberikan untuk menilai konstruksi yang mendukung kontrol


stimulus dan intervensi tidur sehat. Topik yang dibahas adalah mereka yang
terdaftar dalam penelitian sebelumnya sebagai indikator tidur sehat dan kontrol
stimulus yang buruk (misalnya, referensi 33-36). Sebagai indeks kebutuhan untuk
intervensi kognitif, Kuesioner Gangguan Tidur (37, 38) dan Kuesioner Sikap
Disfungsional dan Keyakinan Tentang Tidur (36) diberikan. Kuesioner Gangguan
Tidur mengharuskan peserta untuk menilai sejauh mana 12 atribusi untuk
ketidakmampuan tidur adalah benar bagi mereka pada skala dari "Tidak pernah
benar" hingga "sangat sering benar." Item-item tersebut menilai beberapa potensi
penyebab gangguan tidur, termasuk ketegangan fisik (rata-rata tiga item), masalah
pola tidur (rata-rata tiga item), gairah kognitif (rata-rata tiga item), dan usaha tidur
(rata-rata tiga item) (37). Karena Kuesioner Gangguan Tidur digunakan untuk
menanyakan tentang gangguan tidur, hal itu tidak dianggap bermakna untuk
memindahkan kelompok dengan gangguan tidur tadi menjadi kelompok tidur
yang baik. Kuesioner Disfungsional Sikap dan Keyakinan Tentang Tidur adalah
kuesioner dengan 30-item yang dirancang untuk menilai keyakinan dan sikap
yang berhubungan dengan tidur. Untuk setiap item, peserta diminta untuk
menandai tingkatan kecocokannya pada skala tipe-Likert dari 0 (sangat tidak
setuju) sampai 10 (sangat setuju). Kuesioner Sikap Disfungsional dan Keyakinan
Tentang Tidur menghasilkan skor total dan skor pada lima subskala (39):

1)

keyakinan tidak membantu tentang konsekuensi insomnia (rata-rata enam item),


2) Keyakinan tidak membantu tentang kontrol dan prediktabilitas dari tidur (ratarata dari sembilan item), 3) keyakinan tidak membantu tentang persyaratan tidur

(rata-rata tiga item), 4) atribusi penyebab tidak membantu untuk insomnia (ratarata dua item), dan 5) praktek promosi tidur tidak membantu mempromosikan
(rata-rata delapan item).
Segera setelah sesi ini, Skala Penilaian Hamilton untuk Depresi dan Skala
Penilaian Mania Muda diselesaikan oleh peserta dalam kelompok gangguan
bipolar. Para peserta kembali untuk sesi kedua untuk menyerahkan catatan harian
tidur dan actigraph dan menerima pembekalan tentang tujuan penelitian.
Rencana Analisis Data
Untuk variabel kontinu, analisis data membandingkan ketiga kelompok
didasarkan pada analisis varian satu arah dengan uji Tukey-post hoc untuk
mengeksplorasi efek yang signifikan. Analisis data membandingkan dua
kelompok didasarkan pada uji T untuk sampel independen. Untuk variabel
kategorik, dilakukan analisis chi-square. Untuk analisis yang melibatkan beberapa
perbandingan,

dilakukan

penyesuaian

Bonferroni

untuk

mengendalikan

peningkatan kemungkinan kesalahan (0,05 / jumlah perbandingan).


Kedua kelompok gangguan bipolar dan kelompok insomnia yang dilaporkan
mengalami malam-malam dengan kesulitan memulai tidur dan tetap tidur selama
seminggu terakhir, relatif terhadap tidur yang baik, tetapi dua kelompok pasien
tadi tidak berbeda pada variabel-variabel ini. Pasien insomnia dinilai memiliki
kualitas tidur yang buruk, dibandingkan pasien gangguan bipolar, yang mana
kualitas tidur pasien gangguan bipolar ini lebih buruk dari pada subjek tidur yang
baik (Tabel 2).
Hasil
Pengukuran Siklus Tidur/Bangun
Laporan-individual retrospektif. Berdasarkan Wawancara Diagnostik Insomnia,
persentase peserta yang memenuhi kriteria diagnostik untuk insomnia primer
adalah 55% dalam kelompok gangguan bipolar, 100% pada kelompok insomnia,
dan 0% pada kelompok tidur yang baik. Kriteria D untuk insomnia primer, yang
menentukan bahwa insomnia tidak harus terjadi secara eksklusif karena gangguan

kejiwaan lain, tidak digunakan dalam membuat diagnosis insomnia primer pada
kelompok gangguan bipolar.

Persentase skor peserta > 5 pada Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh, tingkat
indikasi klinis gangguan tidur yang signifikan (21), adalah 70% untuk kelompok
gangguan bipolar, 100% untuk kelompok insomnia, dan 0% untuk kelompok tidur
yang baik. Nilai rata-rata untuk variabel Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh
dirangkum dalam Tabel 2. Rata-rata skor global pada Indeks Kualitas Tidur
Pittsburgh lebih tinggi pada kelompok insomnia daripada kelompok gangguan
bipolar, yang memiliki skor lebih tinggi dari kelompok tidur yang baik. Pada onset
laten tidur dan subskaladisfungsi siang hari, kelompok insomnia dan kelompok
gangguan bipolar tidak berbeda satu sama lain, namun keduanya dinilai lebih
tinggi daripada kelompok tidur yang baik. Untuk subskala kualitas tidur subjektif,
durasi tidur, dan efisiensi kebiasaan tidur, kelompok insomnia dinilai lebih tinggi
daripada kelompok gangguan bipolar, yang mencetak skor lebih tinggi dari
kelompok tidur yang baik.
Laporan-individu prospektif. Lebih dari 8 hari dan malam berturut-turut,
kelompok gangguan bipolar melaporkan onset laten tidur yang lebih lama,
dibandingkan kelompok tidur yang baik. Penilaian subjektif kelompok insomnia
dari waktu terjaga setelah onset tidur lebih panjang dan waktu tidur total lebih
pendek, dibandingkan kelompok tidur yang baik.
Perkiraan actigraphy prospektif. Untuk kelompok gangguan bipolar, perkiraan
objektif waktu tidur total lebih lama dan rata-rata aktivitas siang hari

lebih

rendah, dibandingkan dengan kelompok insomnia dan kelompok tidur yang baik
(Tabel 2). Onset laten tidur dan bangun setelah onset tidur tidak berbeda secara
signifikan di seluruh kelompok.
Tidur-Terkait ProsesKognitif dan Perilaku
Kelompok gangguan bipolar dan kelompok insomnia memiliki efisiensi skor
lebih rendah, dibandingkan kelompok tidur yang baik; sebaliknya, skor ketiga
kelompok tersebut memiliki nilai yang sama pada tidur sehat dan variabel kontrol
stimulus (Tabel 3).
Berdasarkan sub-skala Kuesioner Gangguan Tidur (Tabel 3), nilai tertinggi
untuk kedua kelompok pasien yang diperoleh berdasarkan subskala stimulus
kognitif. Perbandingan kelompok gangguan bipolar dan kelompok insomnia pada

setiap sub-skala menunjukkan bahwa skor kelompok insomnia lebih tinggi pada
kedua subskala tekanan fisik dan stimulus kognitif,

dibandingkan kelompok

gangguan bipolar. Tiga item Kuesioner Gangguan Tidur paling sering dipilih
kelompok gangguan bipolar adalah "Saya tidak bisa tidur rutin dengan layak
"(40% memilih "sering benar "atau" selalu benar"), "Pikiranku selalu memikirkan
sesuatu" (45% memilih "sering benar" atau "selalu benar"), dan "saya tidak dapat
mengosongkan pikiran saya" (30% memilih "sering benar" atau "selalu benar").
Ketiga item Kuesioner Gangguan Tidur yang paling sering dipilih oleh kelompok
insomnia adalah "Pikiranku selalu memikirkan sesuatu" (75% memilih "sering
benar" atau "selalu benar"), "Pikiran saya membutuhkan waktu yang lama untuk
bersantai" (75% memilih "sering benar"atau "selalu benar"), dan "saya tidak dapat
mengosongkan pikiran saya" (75% memilih "sering benar" atau "selalu benar").
Untuk skor total pada Kuesioner Sikap Disfungsional dan Keyakinan Tentang
Tidur, kelompok insomnia dan kelompok gangguan bipolar tidak berbeda satu
sama lain tetapi skor keduanya lebih tinggi daripada kelompok tidur yang baik.
Perbedaan untuk hanya salah satu dari lima subskala Kuesioner Sikap
Disfungsional dan Keyakinan tentang Tidur tercapai signifikan (Tabel 3). Untuk
kontrol dan prediktibilitas pengukuran subskala tidur, kelompok insomnia dan
kelompok gangguan bipolar tidak berbeda satu sama lain, tetapi skor keduanya
secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok tidur yang baik. Korelasi antara
skor total pada Kuesioner Sikap Disfungsional dan Keyakinan Tentang Tidur dan
skor global Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh adalah signifikan untuk kelompok
gangguan bipolar (r = 0.76, N = 20, p <0,001) tetapi tidak untuk kelompok
insomnia (r = 0.35, N = 20, ns) atau kelompok tidur yang baik (r = 0.004,
N = 20, n.s).

Pembahasan
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki tidur-terkait
fungsinya pada pasien gangguan bipolar eutimik. Alasannya adalah bahwa pasien
dengan gangguan bipolar dapat diketahui simptomatik bahkan ketika dalam fase
eutimik

(10),

untuk

diketahui

tidak

ada

pempublikasian

data

yang

mendokumentasikan siklus tidur/bangun mereka selama periode non-akut,


meskipun tidur adalah penting menurut teori tentang gangguan bipolar (misalnya,
referensi 5, 6). Secara keseluruhan, perkiraan tidur dari sumber retrospektif,
prospektif, subjektif, dan obyektif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
gangguan tidur, memang, masalah yang signifikan dalam kelompok gangguan
bipolar, bahkan ketika pasien dalam fase eutimik. Tujuh puluh persen dari
kelompok gangguan bipolar memiliki masalah tidur signifikan secara klinis, dan
55% memnuhi kriteria diagnostik yang ketat untuk insomnia (tidak termasuk
kriteria D). Temuan ini menambah bukti sebelumnya yang menunjukkan bahwa
pasien gangguan bipolar dapat mengalami cukup gejala selama periode ketika
penyakit mereka dalam kondisi non-akut (10). Selain itu, tidur pada pasien
gangguan bipolar, sebagai sebuah kelompok, lebih mirip dengan pasien insomnia
dibandingkan dengan yang ada pada kelompok tidur yang baik pada sebagian
besar penggukuran. Pola ini bahkan lebih jelas dalam analisis yang
membandingkan 11 pasien dengan gangguan bipolar ditambah insomnia dengan
pasien yang mengalami insomnia saja. Namun, kami melakukan pengamatan ini
dengan hati-hati, karena jumlah subjek yang kecil; maka penelitian ini mungkin
tidak memiliki kekuatan statistik yang cukup untuk mendeteksi hal kecil namun
memiliki perbedaan penting.
Kelompok gangguan bipolar dan kelompok insomnia yang heterogen dalam
1) karakteristik tidur mereka (lihat standar deviasi pada Tabel 2), 2) obat mereka
konsumsi, dan 3) pola komorbiditas mereka. Namun, korelasi antara skor global
Indeks Kulitas Tidur Pittsburgh dan variabel demografis tidak signifikan, yang
menunjukkan bahwa perbedaan dasar karakteristik demografi tidak berhubungan
dengan masalah tidur.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan perbedaan antara perkiraan tidur
subjektif dan objektif pada pasien insomnia, yang cenderung melebih-lebihkan

waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur (onset laten tidur) dan meremehkan
berapa banyak tidur yang mereka peroleh secara keseluruhan (total waktu tidur)
(mis, referensi 40, 41). Dalam penelitian ini, kelompok gangguan bipolar
menunjukkan pola hasil yang sama: mereka berlebihan dalam menentukan berapa
lama waktu mereka untuk memulai tidur (rata-rata 40,6 menit [Tabel 2]) dan
mereka meremehkan berapa banyak tidur yang mereka peroleh secara keseluruhan
(rata-rata 1,3 jam [Tabel 2]). Meski temuan ini harus diverifikasi dengan
menggunakan polisomnografi sebagai pengukur tidur yang objektif, kami
menawarkan beberapa interpretasi tentatif. Pertama, penelitian tentang insomnia
yang telah menyoroti bahwa stimulus kognitif adalah mekanisme yang mendasari
kecenderungan untuk mensalahartikan tidur pada pasien insomnia (42).
Mengingat hasil Kuesioner Gangguan Tidur dan Kuesioner Sikap Disfungsional
dan Keyakinan Tentang Tidur dalam penelitian ini, adalah mungkin bahwa
mekanisme ini juga beroperasi mendistorsi persepsi tidur

pasien dengan

gangguan bipolar. Kedua, persepsi yang salah tentang tidur dapat berkontribusi
menjadi kecemasan karena orang ingin percaya bahwa tidurnya tidak memadai.
Karena kecemasan adalah antitesis untuk tidur, kesulitan ini dapat kemudian
berfungsi untuk mempertahankan insomnia (43). Sebuah intervensi perilaku dapat
mengurangi kecenderungan untuk meremehkan jumlah tidur yang diperoleh dan
mengurangi kecemasan tidur yang berhubungan dengan pasien insomnia (44);
hasil yang sama dari penggunaan intervensi tersebut akan diprediksikan pada
pasien gangguan bipolar eutimik.
Terakhir, kelompok gangguan bipolar memiliki tingkat aktivitas yang rendah
pada siang hari, dibandingkan kedua kelompok insomnia dan kelompok tidur
yang baik. Tingkat aktivitas yang lebih rendah pada kelompok gangguan bipolar
mungkin terkait dengan penggunaan obat dan mungkin tidak membutuhkan tidur.
Di sisi lain, juga bisa menjadi relevan untuk insomnia mereka. Sebagai contoh,
tingkat aktivitas yang lebih rendah mungkin menjadikan masalah tidur di malam
hari, karena pasien mungkin tidak cukup lelah untuk tidur. Temuan terakhir
menimbulkan kemungkinan bahwa komponen dari intervensi aktivasi perilaku
(45) mungkin layak dipertimbangkan sebagai tambahan untuk psikososial
pengobatan untuk gangguan bipolar.

Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk menilai konstruksi yang
mendukung tiga komponen perilaku kognitif kebiasaan terapi untuk insomnia.
Temuan bahwa kelompok insomnia kelompok memiliki efisiensi tidur yang lebih
buruk adalah konsisten dengan temuan sebelumnya (lihat referensi 25). Efisiensi
tidur adalah satu-satunya variabel kontrol stimulus untuk mencapai signifikansi
dalam perbandingan pasien gangguan bipolar dan tidur yang baik. Temuan ini
meningkatkan kemungkinan bahwa peningkatan efisiensi tidur, dengan cara
intervensi kontrol stimulus, mungkin menjadi pilihan berguna untuk pasien
dengan gangguan bipolar (46, 47). Sebaliknya, kelompok gangguan bipolar tidak
memiliki tidur sehat yang buruk. Temuan ini membawa kepada pertanyaan
tentang nilai pelatihan tidur sehat dalam pengobatan insomnia pada pasien
gangguan bipolar. Berdasarkan analogi dengan pendekatan perilaku untuk
insomnia primer (32), analisis kami merupakan langkah pertama dalam proses
empiris berasalnya intervensi yang tepat untuk pengobatan gangguan tidur pada
pasien dengan gangguan bipolar.
Hasil dari Kuesioner Gangguan Tidur dan Kuesioner Sikap Disfungsional dan
Keyakinan Tentang Tidur terlihat mencolok. Item yang paling sering dipilih pada
Kuesioner Gangguan Tidur -"Saya tidak bisa tidur rutin yang layak"mengkonfirmasi

pentingnya

keteraturan

siklus

tidur/bangun,

komponen

pengobatan yang sudah termasuk dalam terapi perilaku kognitif dan terapi ritme
interpersonal dan sosial untuk gangguan bipolar (7, 8). Item lain yang paling
sering dipilih ("Pikiranku terus memikirkan sesuatu" dan "saya tidak dapat
mengosongkan pikiran saya"), bersama dengan skor yang relatif tinggi pada
subskala stimulus kognitif Kuesioner Gangguan Tidur, hasil yang paralel
ditemukan dalam kelompok insomnia pada penelitian ini dan penelitian
sebelumnya (32, 37). Temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa stimulus
kognitif yang berlebihan ketika mencoba untuk tidur mungkin menjadi salah satu
proses yang mempertahankan gangguan tidur yang dialami oleh pasien bipolar
eutimik.Kelompok gangguan bipolar memegang tingkat keyakinan disfungsional
tentang tidur yang sebanding dengan kelompok insomnia dan secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan kelompok tidur yang baik. Meskipun temuan ini perlu
dikonfirmasi dengan kelompok subjek yang lebih besar, kami menemukan bahwa

memegang banyak keyakinan disfungsional tentang tidur berkaitan dengan


gangguan tidur yang lebih berat (r = 0.76). Asosiasi ini konsisten dengan temuan
penelitian sebelumnya (48) dan menunjukkan bahwa keyakinan disfungsional
tentang tidur mungkin penting dalam pemeliharaan insomnia pada pasien dengan
gangguan bipolar. Selain itu, dibandingkan kelompok tidur yang baik, baik
kelompok gangguan bipolar dan kelompok insomnia dinilai lebih tinggi subskala
kontrol dan prediktabilitas tidurnya dari Kuesioner Sikap Disfungsional dan
Keyakinan Tentang Tidur. Skor item yang tinggi dari subskala pada kelompok
gangguan bipolar ini adalah "Saya khawatir bahwa saya mungkin kehilangan
kontrol atas kemampuan saya untuk tidur", "Aku tidak pernah dapat memprediksi
apakah aku akan memiliki tidur malam yang baik atau buruk", dan "Aku
kewalahan dengan pikiran saya di malam hari dan sering merasa tidak memiliki
kontrol atas pikiran yang berpacu ini". Selain itu, konfirmasi temuan Kuesioner
Gangguan Tidur telah dibahas, item ini menunjukkan bahwa subjek dengan
gangguan bipolar mengalami rasa cemas dan takut tentang tidur mereka. Secara
informal, sebagian besar pasien dalam kelompok gangguan bipolar melaporkan
bahwa penyebab kecemasan mereka tentang tidur adalah kesadaran bahwa tidak
dapat tidur dapat memperediksi episode mania atau depresi.
Implikasi klinis dari temuan ini adalah tiga kali lipat. Pertama, mereka
meningkatkan kemungkinan bahwa intervensi yang dirancang untuk mengurangi
stimulus kognitif ketika mencoba untuk mendapatkan tidur mungkin dapat
dibenarkan (49). Kedua, rasa cemas dan ketakutan adalah bertentangan dengan
onset tidur, mereka adalah target yang layak untuk intervensi. Studi masa depan
harus mengeksplorasi utilitas pendidikan (25, 50) dan percobaan perilaku (51)
yang dirancang untuk mengubah keyakinan disfungsional. Terakhir, ketika bekerja
dengan pasien untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk mengenali gejala
awal dan mengembangkan strategi yang efektif saat gejala awal muncul (8),
perawatan harus dilakukan agar tidak meningkatkan kecemasan tentang tidur.

Daftar Pustaka
1. Angst J, Gamma A, Benazzi F, Ajdacic V, Eich D, Rossler W: Toward a redefinition of subthreshold bipolarity: epidemiologyand proposed criteria for
bipolar-II, minor bipolar disordersand hypomania. J Affect Disord 2003;
73:133146
2. Gitlin MJ, Swendsen J, Heller TL, Hammen C: Relapse and impairment in
bipolar disorder. Am J Psychiatry 1995; 152:16351640
3. Wu JC, Bunney WE: The biological basis of an antidepressant response to
sleep deprivation and relapse: review and hypothesis. Am J Psychiatry 1990;
147:1421
4. Jackson A, Cavanagh J, Scott J: A systematic review of manic and depressive
prodromes. J Affect Disord 2003; 74:209217
5. Goodwin F, Jamison K: Manic-Depressive Illness. New York, Oxford
University Press, 1990
6. Wehr TA, Sack DA, Rosenthal NE: Sleep reduction as a final common
pathway in the genesis of mania. Am J Psychiatry 1987; 144:201204;
correction, 144:542
7. Frank E, Swartz HA, Kupfer DJ: Interpersonal and social rhythm therapy:
managing the chaos of bipolar disorder. Biol Psychiatry 2000; 48:593604
8. Lam DH, Watkins ER, Hayward P, Bright J, Wright K, Kerr N, Parr-Davis G,
Sham P: A randomized controlled study of cognitive therapy for relapse
prevention for bipolar affective disorder.Arch Gen Psychiatry 2003; 60:145
152
9. Morin CM, Hauri PJ, Espie CA, Spielman AJ, Buysse DJ, Bootzin RR:
Nonpharmacologic treatment of chronic insomnia. Sleep 1999; 22:11341156
10. Hlastala SA, Frank E, Mallinger AG, Thase ME, Ritenour AM, Kupfer DJ:
Bipolar depression: an underestimated treatment challenge. Depress Anxiety
1997; 5:7383
11. First MB, Spitzer RL, Gibbon M, Williams JBW: Structured Clinical
Interview for DSM-IV Axis I Disorders (SCID). Washington, DC, American
Psychiatric Press, 1996
12. Hamilton M: A rating scale for depression. J Neurol Neurosurg Psychiatry
1960; 23:5662
13. Young RC, Biggs JT, Ziegler VE, Meyer DA: A rating scale for
mania:reliability, validity and sensitivity. Br J Psychiatry 1978;133:429435

14. Kessler RC, McGonagle KA, Zhao S, Nelson CB, Hughes M, Eshleman S,
Wittchen H-U, Kendler KS: Lifetime and 12-month prevalence of DSM-III-R
psychiatric disorders in the United States: results from the National
Comorbidity Survey. Arch Gen Psychiatry 1994; 51:819
15. Harvey AG: Insomnia: symptom or diagnosis? Clin Psychol Rev 2001;
21:10371059
16. Kessler RC, Rubinow DR, Holmes JM, Abelson JM, Zhao S: The
epidemiology of DSM-III-R bipolar disorder in a general population survey.
Psychol Med 1997; 27:10791089
17. McCrae CS, Lichstein KL: Secondary insomnia: a heuristic model and
behavioral approaches to assessment, treatment, and prevention. Appl Prev
Psychol 2001; 10:107123
18. Morin CM, Stone J, McDonald K, Jones S: Psychological management of
insomnia: a clinical replication series with 100 patients. Behav Ther 1994;
25:291309
19. Di Nardo PA, Moras K, Barlow DH, Rapee RM, Brown TA: Reliability of the
DSM-III-R anxiety disorder categories: using the Anxiety Disorders
Interview ScheduleRevised (ADIS-R). Arch Gen Psychiatry 1993; 50:251
256
20. Smith LJ, Nowakowski S, Soeffing JP, Orff HJ, Perlis ML: The measurement
of sleep, in Treating Sleep Disorders: Principles and Practice of Behavioral
Sleep Medicine. Edited by Perlis ML, Lichstein KL. New York, John Wiley
& Sons, 2003, pp 2976
21. Buysse DJ, Reynolds CF III, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ: The
Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric practice and
research. Psychiatry Res 1989; 28:193213
22. Carpenter JS, Andrykowski MA: Psychometric evaluation of the Pittsburgh
Sleep Quality Index. J Psychosom Res 1998; 45:513
23. 23. McNally RJ: Remembering Trauma. Cambridge, Mass, Harvard
University Press, 2003
24. Schacter DL, Scarry R: Memory, Brain, and Belief. Cambridge, Mass,
Harvard University Press, 2000
25. Morin CM, Espie CA: Insomnia: A Clinical Guide to Assessment and
Treatment. New York, Kluwer Academic/Plenum, 2003 Am J Psychiatry
162:1, January 2005 57 HARVEY, SCHMIDT, SCARN, ET AL.
http://ajp.psychiatryonline.org

26. Bonnet MH: The perception of sleep onset in insomniacs and normal
sleepers, in Sleep and Cognition. Edited by Bootzin RR, Kihlstrom JF,
Schacter DL. Washington, DC, American Psychological Association, 1990,
pp 148158
27. Ogilvie RD, Harsh JR: Sleep Onset: Normal and Abnormal Processes.
Washington, DC, American Psychological Association, 1994
28. Reid K, Dawson D: Correlation between wrist activity monitor and
electrophysiological measures of sleep in a simulated shiftwork environment
for younger and older subjects. Sleep 1999; 22:378385
29. Sadeh A, Sharkey KM, Carskadon MA: Activity-based sleepwake
identification: an empirical test of methodological issues. Sleep 1994;
17:201207
30. Ancoli-Israel S. Clopton P, Klauber MR, Fell R, Mason W: Use of wrist
activity for monitoring sleep/wake in demented nursinghome patients. Sleep
1997; 20:2427
31. Korszun A, Young EA, Engleberg NC, Brucksch CB, Greden JF, Crofford
LA: Use of actigraphy for monitoring sleep and activity levels in patients
with fibromyalgia and depression. J Psychosom Res 2002; 52:439443
32. Harvey AG: Sleep hygiene and sleep-onset insomnia. J Nerv Ment Dis 2000;
188:5355
33. Bootzin RR, Perlis ML: Nonpharmacologic treatments of insomnia. J Clin
Psychiatry 1992; 53(June suppl):3741
34. Bootzin RR, Rider SP: Behavioral techniques and biofeedback for insomnia,
in Understanding Sleep: The Evaluation and Treatment of Sleep Disorders.
Edited by Pressman MR, Orr WC. Washington, DC, American Psychological
Association, 1997, pp 315338
35. Lacks P, Rotert M: Knowledge and practice of sleep hygiene techniques in
insomniacs and good sleepers. Behav Res Ther 1986; 24:365368
36. Morin CM: Insomnia: Psychological Assessment and Management. New
York, Guilford, 1993
37. Espie CA, Brooks DN, Lindsay WR: An evaluation of tailored psychological
treatment of insomnia. J Behav Ther Exp Psychiatry 1989; 20:143153
38. Espie CA, Inglis SJ, Harvey L, Tessier S: Insomniacs attributions:
psychometric properties of the Dysfunctional Beliefs and Attitudes About
Sleep Scale and the Sleep Disturbance Questionnaire. J Psychosom Res 2000;
48:141148

39. Morin CM, Stone J, Trinkle D, Mercer J, Remsberg S: Dysfunctional beliefs


and attitudes about sleep among older adults with and without insomnia
complaints. Psychol Aging 1993; 8:463467
40. Carskadon MA, Dement WC, Mitler MM, Guilleminault C, Zarcone VP,
Spiegel R: Self-reports versus sleep laboratory findings in 122 drug-free
subjects with complaints of chronic insomnia. Am J Psychiatry 1976;
133:13821388
41. Mercier JD, Bootzin RR, Lack LC: Insomniacs perception of wake instead
of sleep. Sleep 2002; 25:559566
42. Tang NKY, Harvey AG: Effects of cognitive arousal and physiological
arousal on sleep perception. Sleep 2004; 27:6978
43. Harvey AG: A cognitive model of insomnia. Behav Res Ther 2002; 40:869
893
44. Tang NKY, Harvey AG: Correcting distorted perception of sleep in insomnia:
a novel behavioural experiment? Behav Res Ther 2004; 42:2739
45. Martell CR Addis ME, Jacobson NS: Depression in Context: Strategies for
Guided Action. New York, WW Norton, 2001
46. Bootzin RR, Epstein DR: Stimulus control, in Treatment of Late- Life
Insomnia. Edited by Lichstein KL, Morin CM. Thousand Oaks, Calif, Sage,
2000, pp 167184
47. Bootzin RR: Stimulus control treatment for insomnia, in Proceedings of the
1972 Meeting of the American Psychological Association. Washington, DC,
APA, 1972, pp 395396
48. Edinger JD, Fins AI, Glenn M, Sullivan RJ, Bastian LA, Marsh GR, Dailey
D, Hope TV, Young M, Shaw E, Vasilas D: Insomnia and the eye of the
beholder: are there clinical markers of objective sleep disturbances among
adults with and without insomnia complaints? J Consult Clin Psychol 2000;
68:586593
49. Harvey AG: Unwanted thought in insomnia, in The Nature and Treatment of
Unwanted Intrusive Thoughts in Clinical Disorders. Edited by Clark DA.
New York, Guilford, 2004, pp 86118
50. Edinger JD, Wohlgemuth WK, Radtke RA, Marsh GR, Quillian RE:Cognitive
behavioral therapy for treatment of chronic primary insomnia: a randomized
controlled trial. JAMA 2001; 285:18561864

51. Ree MJ, Harvey AG: Behavioural experimental in chronic insomnia, in The

Oxford Handbook of Behavioural Experiments. Edited by Bennett-Levy J,


Butler G, Fennell MJV, Hackmann A, Mueller M, Westbrook D. Oxford, UK,
Oxford University Press,2004, pp 287308

Anda mungkin juga menyukai