Atas teori tersebut, PSAK 70 memiliki peran yang analogis. Ketika pemerintah
sebagai pemungut pajak mengambil kebijakan yang jelas-jelas akan mempengaruhi
situasi perusahaaan, diperlukan, atau mungkin tidak serta merta diperlukan, namun
dalam derajat tertentu adanya standar yang mengakomodir akan sangat membantu
dalam proses penyajian informasi akuntansi. Pun demikian bagi pengguna
informasi, adanya standar lanjutan merupakan salah satu wujud proses
penengahan yang mungkin akan mempertepat nilai informasi yang diberikan
dengan demand terhadap informasi tersebut, pengguna menjadi lebih bisa
memposisikan diri dalam menerima laporan yang akan diberikan. Tidak bisa kita
katakan sepenuhnya pula jika terdapat pasar informasi yang sangat tidak efisien
sehingga PSAK 70 ini wajib adanya, PSAK 70 membantu seluruh pihak, namun
tingkat kevitalannya tidak berada pada titik nadir. Sebagai standar PSAK 70 telah
mengakomodir pihak terkait, tetapi tidak serta merta bahwa ketidakhadirannya
akan mematikan pola alur dan bentuk dari informasi yang ada.
Teori keagenan yang terkait dalam teori akuntansi adalah teori yang
mengetengahkan permasalahan antara demand terhadap informasi akuntansi yang
dibuat oleh pengelola perusahaan. Pemilik perusahaan mempercayakan
kekayaannya kepada para pengurus atau pengelola perusahaan di mana mereka
menanamkan modal. Pengurus mengupayakan tersediaanya informasi tersebut
dengan usaha dan biaya yang maksimum guna memberikan informasi yang
memiliki decision usefulness yang maksimum juga.
Namun karena pemilik bukanlah pihak yang menyusun laporan, melainkan berperan
sebagai pihak yang selalu waswas karena kekayaannya dikelola oleh pihak lain,
pemilik tersebut akan selalu memiliki demand terhadap kekayaannya yang
dipercayakan pada perusahaan tersebut. Ketika ada kejadian yang mempengaruhi
pasar atau dinamika yang lain, pemilik perusahaan akan segera meminta informasi
kembali. Teori kesenjangan antara demand informasi pemilik dengan supply
informasi pengelola perusahaan ini yang menjadi inti dari teori keagenan dalam
informasi akuntansi.
PSAK 70 bisa dikatakan tidak memenuhi peran yang signifikan dalam kejadian ini.
Tanpa ada PSAK 70, perusahaan masih bisa mengakui aset atas pembebasan
dengan memakai PSAK 25,
mengakui aset dan liabilitas pengampunan pajak sesuai dengan SAK yang berlaku,
artinya menerapkan PSAK 25 yaitu jika diasumsikan sebagai kesalahan material
maka dilakukan penyajian retrospektif artinya menyajikan kembali laporan
keuangan sebelumnya.
Meski demikian, dengan adanya PSAK 70 pihak-pihak wajib pajak jadi memiliki opsi
lain yang mungkin lebih mudah karena tidak perlu mengubah laporan-laporan yang
telah lalu,
Opsi lain yaitu Wajib Pajak mengukur aset dan liabilitas sebesar biaya perolehan
aset pengampunan pajak, dan mengakui selisih antara aset dan liabilitas
pengampunan pajak sebagai bagian dari tambahan modal disetor di ekuitas.
Kebalikan dari point 1 untuk opsi ini penyajian adalah prospektif sehingga tidak
perlu penyajian kembali laporan keuangan sebelumnya.
Adanya regulasi ini mampu sedikit menjembatani masalah yang terkait dengan teori
keagenan menurut bentuk pelaporan yang diinginkan oleh pemilik perusahaan
seandainya terdapat selisih paham dengan pengelola perusahaan yang membuat
laporan keuangan tersebut. Di sisi lain tidak dapat dipungkiri membuat laporan
keuangan secara retrospektif akan lebih memakan biaya dibandingkan dengan
penyusunan laporan secara prospektif.