Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
JAKARTA

TEORI PENGUKURAN

Diajukan oleh Kelompok 3:

Febrian Arifianto (12)


Fiqhi Tsamratul Irsyadah (14)
Mufti Irfan (25)
Kelas: 9C

Mahasiswa Program Diploma IV Keuangan

Spesialisasi Akuntansi Alih Program

Untuk Memenuhi Tugas Teori Akuntansi Semester IX

Tahun 2016
2 Teori Pengukuran

DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................................ii
Abstrak.............................................................................................................................iv
A. Pendahuluan.............................................................................................................1
1. Latar Belakang......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.................................................................................................1
3. Tujuan Penelitian..................................................................................................2

B. Pengukuran...............................................................................................................3
1. Pentingnya Pengukuran........................................................................................3
2. Skala Pengukuran.................................................................................................6
a. Skala Nominal................................................................................................6
b. Skala Ordinal..................................................................................................6
c. Skala Interval...........................................................................................................7
d. Skala Rasio............................................................................7
3. Operasi yang Diperbolehkan atas Skala Tertentu.................................................8
a. Skala Nominal................................................................................................8
b. Skala Ordinal..................................................................................................8
c. Skala Interval..................................................................................................8
d. Skala Rasio............................................................................8
4. Jenis-Jenis Pengukuran.........................................................................................8
a. Pengukuran Fundamental...............................................................................9
b. Pengukuran Turunan.......................................................................................9
c. Pengukuran Fiat..............................................................................................9

C. Reliabilitas dan Akurasi.........................................................................................11


1. Sumber-Sumber Kesalahan.................................................................................11
a. Operasi Pengukuran Tidak Jelas...................................................................11
b. Pengukur.......................................................................................................11
c. Instrumen (Alat)............................................................................................11
d. Lingkungan...................................................................................................11
e. Atribut Tidak Jelas........................................................................................11
f. Risiko dan Ketidakpastian............................................................................12

D. Pengukuran dalam Akuntansi...............................................................................14


E. Isu-Isu Pengukuran Bagi Auditor.........................................................................18
F. Kesimpulan.............................................................................................................20
Daftar Pustaka..................................................................................................................21
3 Teori Pengukuran

ABSTRAK

Dalam akuntansi, segala aspek selalu berkaitan dengan angka sehingga dapat
disimpulkan bahwa data kuantitatif memberikan pengaruh yang lebih besar daripada data
kualitatif. Dengan pernyataan berupa perusahaan X pada tahun 2015 membuat profit sebesar
Rp. 50.000.000,- dengan modal Rp. 250.000.000,- merangkum lebih banyak informasi daripada
penjelasan tentang sejumlah aset yang telah ditukar, dilepaskan dan dibeli, kenaikan atau
penurunan kewajiban dan penjelasan kinerja perusahaan secara kualitatif lainnya selama tahun
berjalan. Oleh karena itu pemahaman yang baik akan pengukuran merupakan salah satu faktor
yang sangat diperlukan dalam bidang akuntansi.
4 Teori Pengukuran

Pada karya tulis ini, kelompok kami memfokuskan perhatian pada teori pengukuran,
yang membahas tentang pentingnya (melakukan) pengukuran, skala-skala yang dipakai dalam
pengukuran, operasi yang diperbolehkan atas skala-skala tersebut, jenis pengukuran yang
dikenal, reliabilitas dan akurasi pengukuran, pengukuran dalam akuntansi, serta isu-isu
pengukuran bagi auditor. Runutan yang dipakai pada karya tulis ini sesuai runutan dalam buku
Accounting Theory yang ditulis Jayne Godfrey dkk, namun kelompok kami berusaha
menyederhanakan bahasa yang dipakai sehingga dapat lebih mudah dipahami.

Keyword: pengukuran (measurement), skala, measurement in accounting.


A.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Disadari atau tidak, pengukuran memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Fakta ini didukung pula oleh Lord Kelvin, hal ini tergambar dari ungkapannya
yang terkenal "Saya sering mengatakan jika Anda dapat mengukur sesuatu dan menuliskan
hasilnya dalam angka-angka, berarti Anda mengetahui tentang sesuatu itu". Walaupun istilah
pengukuran banyak digunakan dalam ilmu pasti seperti dalam fisika ataupun matematika, namun
ternyata pengukuran juga dilaksanakan dalam bidang profesi lainnya termasuk dalam bidang
akuntansi.
Pengukuran dalam akuntansi berkaitan dengan penyajian informasi laporan keuangan
berupa objek atau peristiwa yang relevan bagi stakeholder seperti penjualan barang dan jasa,
receivables fixedassets dan lain lain. Akuntansi, sebagaimana ilmu sosial lainnya, sering diliputi
oleh masalah ketidakpastian. Ketidakpastian ini dapat ditemukan mulai dari awal proses
berupa adanya transaksi hingga akhir proses berupa penyediaan laporan. Dalam penyajian.
Begitu banyaknya asumsi yang digunakan menimbulkan masalah kebiasan dalam informasi yang
dihasilkan. Tingkat kepercayaan atas informasi tersebut belum dapat dikatakan optimal dan dapat
menimbulkan keraguan untuk penggunaannya oleh stakeholders dalam proses pengambilan
keputusan.
Dari paparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa pemahaman yang baik akan
pengukuran merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan dalam bidang akuntansi yang
banyak menggunakan asumsi. Dengan memahami pengukuran secara benar, akuntan diharapkan
dapat melaksanakan praktik akuntansi dengan lebih tepat dan pasti sehingga dapat mengurangi
tingkat kebiasan yang terkandung di dalam informasi yang dihasilkan oleh akuntansi itu sendiri.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
a. Apakah yang dimaksud dengan pengukuran?
b. Apakah yang dimaksud dengan reliabilitas dan akurasi pengukuran?
c. Bagaimana penerapan pengukuran di akuntansi?
d. Apa saja isu terkait pengukuran yang berpengaruh bagi para auditor?

3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
pengukuran serta segala hal yang terkait dengannya, bagaimana penerapan pengukuran dalam
bidang akuntansi, dan apa saja isu terkait pengukuran yang berpengaruh bagi para auditor
sehubungan dengan pekerjaannya.
B.
PENGUKURAN

1. Pentingnya Pengukuran

Menurut Norman Campbell, orang pertama yang menangani masalah pengukuran, definisi
pengukuran adalah:

The assignment of numerals to represent properties of material systems other than


numbers, in virtue of the laws governing these properties

yang berarti penentuan atau pelekatan angka-angka yang menggambarkan sifat-sifat sistem
material dan bilangan-bilangan didasarkan pada hukum yang mengatur tentang sifat-sifat
tersebut. Sedangkan menurut Stevens seorang ahli teori pengukuran ilmu sosial, pengukuran
disebut sebagai:

assignment of numerals to objects or events according to rules

yang berarti penentuan angka-angka terhadap objek-objek ataupun peristiwa-peristiwa sesuai


dengan aturan. Sekilas definisi tersebut tampak memiliki kesamaan, namun sesungguhnya
definisi yang diungkapkan oleh Campbell lebih sempit cakupannya. Pada definisi Campbells,
perbedaan dibuat antara sifat sistem dan sistem itu sendiri. Sistem merupakan objek atau
peristiwa seperti yang disebutkan Stevens: rumah, meja, orang, asset dan jarak tempuh. Aspek
spesifik atau sifat dari sistem seperti: berat, panjang, lebar, atau warna. Dalam hal ini, definisi
Campbells lebih tepat dari Stevens. Perhatikan bahwa dalam definisi Campbells hal yang harus
dilakukan sesuai dengan hukum yang mengatur sifat yang diberikan, sedangkan Stevens hanya
memerlukan aturan terhadap setiap perangkat aturan. Artinya, Campbells melihat pengukuran
sebagai suatu sistem sedangkan Stevens melihatnya sebagai objek atau peristiwa.

Sterling tidak sependapat dengan keluasan definisi Stevens, dia berpendapat bahwa
dibutuhkan batasan terhadap jenis aturan yang dapat digunakan. Jika tidak, setiap penempatan
angka dapat disebut pengukuran, tentu saja hal ini bertentangan dengan pemahaman yang kita
miliki akan istilah tersebut.

Pengukuran melibatkan hubungan sistem bilangan formal untuk beberapa sifat dari objek
atau kejadian dengan aturan semantik rata-rata. Aturan-aturan ini terdiri atas operasi yang
dirancang untuk membuat sambungan (operasional). Pengukuran ini dimungkinkan karena
hubungan satu dengan yang lain (isomorfisma) antara karakteristik tertentu dari sistem angka,
sebagaimana dinyatakan dalam model matematika dan hubungan antara objek-objek atau
peristiwa yang berkaitan dengan sifat yang diberikan. Ketika angka tersebut ditempatkan ke
objek atau peristiwa, dalam model matematika mencerminkan hubungan antara objek-objek atau
peristiwa, maka sifat dari objek atau peristiwa dikatakan dapat diukur jika skala telah ditetapkan.
Stevens menyatakan, Saat ini korespondensi antara model formal dan empiris sangat erat
kaitannya, kita mampu menemukan suatu kebenaran dengan menguji model itu sendiri.

Dalam pandangan ini, proses pengukuran serupa dengan pendekatan teori formulasi dan
pengujian yang telah disebutkan sebelumnya. Sebuah pernyataan dinyatakan secara matematis,
adalah maju. Aturan semantik (operasi) yang dirancang untuk menghubungkan simbol
pernyataan ke objek atau peristiwa tertentu. Ketika kita melihat hubungan antara pernyataan
secara matematika yang berkorelasi dengan hubungan dari objek atau kejadian, maka
pengukuran atas objek atau kejadian tersebut telah terjadi.

2. Skala Pengukuran
Setiap pengukuran dibuat berdasarkan sebuah skala. Sebuah skala dibuat ketika aturan
semantic digunakan untuk menghubungkan pernyataan matematika kepada objek atau kejadian.
Skala menunjukkan informasi apa yang diwakili oleh angka, sehingga memberikan arti kepada
angka tersebut. Jenis skala yang dibuat tergantung kepada aturan sematik yang digunakan.
Menurut Steven, skala dapat digambarkan secara umum menjadi nominal, ordinal, interval atau
rasio. (Godfrey, dkk. 2010).
a. Skala Nominal
Dalam skala nominal, angka hanya digunakan sebagai sebuah label. Contohnya yang
diberikan oleh Stevens adalah penomoran pemain sepak bola.
Sebagai alat pengukuran, banyak teori yang tidak sependapat dengan skala nominal.
Torgerson menyatakan
Dalam pengukuran, angka yang digunakan menunjuk kepada jumlah atau tingkat
kepemilikan dari suatu objek, dan bukan menunjukkan kepada objek itu sendiri.
Skala nominal hanya merupakan klasifikasi. Torgerson menunjukkan, pengukuran
mengacu pada sifat objek, sedangkan dalam skala nominal sering menunjukkan angka dari
benda itu sendiri, seperti penomoran pemain dalam tim sepak bola.

b. Skala Ordinal

Skala ordinal dibuat ketika sebuah operasi memeringkat objeknya sehubungan dengan
property yang diberikan. Contohnya, investor melihat 3 kemungkinan jenis investasi untuk
uangnya. Investasi tersebut diperingkat 1,2,3 berdasarkan nilai bersihnya (Net Present Value)
saat ini. Berdasarkan NPV yang menduduki peringkat 1 tertinggi dan terendah 3 yang kemudian
menciptakan skala ordinal, himpunan angka tersebut mengacu pada alternatif investasi. Angka-
angka tersebut menunjukkan urutan besarnya NPV dan profitabilitas masing-masing.

Kelemahan skala ordinal adalah interval antara angka-angka (1 sampai 2, 2 sampai 3


dan 1 sampai 3) tidak menggambarkan perbedaan kualitas sifat yang diwakili. Contoh, dalam hal
(NPV), opsi 2 mungkin sangat mendekati dengan opsi 1, dan opsi 3 mungkin jauh melebihi opsi
2. Kelemahan lain adalah angka tidak terlalu mementingkan berapa banyak atribut sifat objek.

Torgeson berpendapat bahwa beberapa skala ordinal memiliki keaslian, yaitu titik nol.
Hal ini diterapkan pada peringkat investasi, titik nol dapat menjadi titik netral dimana dalam satu
arah diharapkan dapat menguntungkan semua alternative, dan diharapkan arah lain tidak
menguntungkan.

c. Skala Interval

Skala interval memberikan informasi yang lebih daripada skala ordinal. Tidak hanya
memberi peringkat kepada objeknya, tetapi juga jarak antara interval skala yang diketahui dan
sama. Contohnya adalah pengukuran suhu ruangan dengan menggunakan thermometer celcius.
Jika kita mengukur suhu dua buah ruangan, misal ruangan A dan B, dimana suhu ruangan A
22C dan ruangan B 30C, maka selain kita dapat mengatakan bahwa suhu di ruangan B
lebih panas, kita juga mengetahui bahwa ruangan B lebih panas 8 C daripada ruangan A.
Kelemahan skala interval adalah titik nol-nya dibuat dengan bebas.

Kelemahan dari skala interval adalah tidak ada batasan titik nol yang ditetapkan sehingga
angka-angka tidak berarti bagi skala rasio. Sebagai contoh, misalkan kita mengukur tinggi dari
kelompok laki-laki pada skala interval dan menetapkan penomoran masing-masing sesuai
dengan tinggi badannya berdasarkan rata-rata kelompok. Jika A 3 cm di atas rata-rata, kemudian
kita memberi dia nomor 3+. Dan jika B 5 cm di bawah rata-rata, kita akan memberi dia nomor
-5. Dalam skala ini, kita tidak tahu berapa tinggi A atau B. B mungkin paling pendek di
kelompok, walaupun mungkin sebenarnya kelompok tersebut terdiri dari orang-orang yang
tinggi.

d. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang :
1. Memberikan peringkat kepada objek atau kejadian;
2. Interval antar objek diketahui dan sama;
3. Asal yang unik, titik nol yang alami, dimana jaraknya terhadap paling tidak satu objek
lainnya diketahui.

Contohnya adalah pengukuran panjang. Ketika panjang A adalah 10 meter dan panjang
B adalah 20 meter, kita tak hanya bisa mengatakan bahwa B 10 meter lebih panjang dari A, tetapi
B juga dua kali lebih panjang dari A. Invarian dalam skala berarti bahwa apapun metode
pengukuran yang digunakan, maka sistem pengukuran akan menghasilkan format yang sama
dengan variabel-variabel yang digunakan dan pengambil keputusan akan membuat keputusan
yang sama juga. Tapi hal ini tidak berlaku dalam akuntansi, setiap sistem yang berbeda akan
berbeda juga variabel-variabelnya. Pengukuran pendapatan dengan cara yang berbeda akan
menghasilkan keputusan yang berbeda juga. Metode-metode pengukuran yang berbeda tersebut
tidak memberikan informasi yang sama.
Contoh skala rasio dalam akuntansi adalah penggunaan dolar untuk mewakili biaya dan
nilai. Jika aset A biayanya $ 10.000 dan aset B biaya $ 20.000, kita dapat menyatakan bahwa
biaya B dua kali lipat A. Dalam pengukuran ini, titik 0 ada karena menunjukkan tidak adanya
biaya atau nilai, seperti 0 untuk panjang berarti tidak ada panjang sama sekali.

3. Pengoperasian Skala yang Diperbolehkan

Tidak semua skala yang telah disebutkan sebelumnya dapat diproses ke dalam operasi
aritmatika. Skala rasio memungkinkan untuk semua operasi aritmatika dasar: penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, aljabar, geometri analitik, kalkulus, dan statistik. Dalam
sebuah skala rasio terdapat invarian (tetap) atas seluruh transformasi ketika dikalikan dengan
sebuah konstanta. Sebagai contoh:

X = cX

Apabila X digambarkan semua titik-titik pada skala tertentu, dan setiap titik dikalikan dengan
kontanta c, maka hasil skala X juga menjadi skala rasio. Alasannya adalah karena struktur
skalanya adalah:

1. Urutan peringkat titik-titiknya tidak berubah

2. Rasio titik-titik tidak berubah

3. Titik nol tidak berubah

Misalnya ketika mengubah suhu pada C ke R, maka yang menjadi konstanta adalah
4/5. Misalnya suhu suatu ruangan 30C dalam Reamur menjadi 20R. Jika suhu 55C maka
dalam Reamur menjadi 44R. Dari contoh tersebut kita dapat menghitung rasio suhu Celcius
terhadap Reamur akan selalu tetap, yaitu 4/ 5 (20/30 dan 44/55). Titik 0suhu Celcius dan
Reamur adalah sama, yaitu 0.

Dengan adanya invarian skala dapat memudahkan kita untuk mengetahui kejadian atau
peristiwa dimana teori atau ketentuan yang berlaku pada dasarnya adalah sama, meskipun
skalanya dinyatakan dalam unit-unit yang berbeda, misalnya dengan sentimeter hingga meter
atau dari nominal dollar hingga dollar konstant. Perubahan invarian skala rasio akan
mengalami perubahan keutuhan bentuk keumuman hubungan variabel-variabel yang sama.

Tanpa invarian, adalah mustahil diketahui bahwa X dua kali panjangnya dari Y apabila
diukur dalam sentimeter, padahal ukuran yang sebenarnya tiga kali lebih panjang apabila diukur
dalam ukuran meter. Dalam akuntansi, skala untuk biaya sekarang adalah varian dari biaya
historis, sebab sifat-sifatnya yang diukur berbeda. Apabila mesin A diukur atau dinilai
berdasarkan historis, maka akan menjadi $ 110.000. Uji pengukuran dan dollar digunakan pada
kedua kasus meski skalanya berbeda dikarenakan varian. Dengan melakukan perubahan dari
skala dollar nominal menjadi daya beli skala dollar untuk sifat yang sama (biaya historis atau
biaya sekarang) dengan sendirinya akan mengabaikan invarian yang terstruktur.

Untuk skala interval, tidak semua operasi ilmu hitung dapat dilakukan, perkalian dan
pembagian tidak dapat dioperasikan. Penyebabnya adalah karena kondisi invarian tersebut.
Skala interval juga merupakan invarian pada saat transformasi linear terbentuk.

X = cX + b

Dengan adanya perubahan skala interval, maka sangat penting untuk mengukur atau
mengetahui sifat-sifat khusus dan skala interval lainnya untuk mengukur sifat-sifat yang sama
sebagaimana yang dilakukan dengan mengalikan setiap titik skala pertama X dengan konstanta c
namun dengan menambahkannya pada konstanta b. Cara seperti ini dilakukan pada b karena
terdapat titik nol absolut pada skala interval. Misalnya perubahan dari temperatur Celsius ke
temperatur Fahrenheit, kita dapat mengalikan setiap derajat, misalnya 9/5 kemudian baru
menambahkan 32, untuk 9/5 dapat juga digunakan karena utilitas skala selsius 100 derajat
dianggap bertentangan dengan 1u0 derajat untuk Fahrenheit dan 32 dapat ditambahkan karena
adanya titik beku untuk skala berikutnya.

Kondisi invarian dapat juga menunjukkan bahwa kita dapat mengalikan dan
membaginya apabila ada keterkaitan dengan interval, meski operasi-operasi ilmu hitung seperti
ini tidak dapat digunakan untuk bilangan-bilangan tertentu pada skala. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh berikut:
X = X + 10

Misalkan objek pada point 3 dan 6 ada pada skala X, maka akan dapat berubah menjadi
skala X, sehingga kita dapat memperoleh bilangan 13 dan 16. Meski demikian rasio 13 dan 16
tidak sama dengan rasio 3 dan 6 karena adanya penambahan yang konstan. Adanya pengalian
dan pembagian (misalnya, rasio) adalah karena tidak dapat dilakukan terhadap bilangan-
bilangan tertentu. Karena itu, apabila siswa A memperoleh nilai 90 pada hasil ujian akuntansinya
dan siswa B memperoleh nilai 45, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa siswa A memiliki
pengetahuan dua kali lebih banyak dari pengetahuan siswa B . Hal ini disebabkan tidak adanya
titik nol natural pada ujian terutama untuk yang tidak ada kaitannya dengan tanpa
pengetahuan. Sekalipun siswa memperoleh 0 pada ujian, tidak berarti kita tidak dapat
menyimpulkan bahwa siswa yang bersangkutan tidak mempunyai wawasan atau pengetahuan
sama sekali. Mengacu pada contoh tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa siswa A telah lulus
ujian, sebaliknya siswa B tidak lulus dalam ujian, meski demikian kita tidak dapat melakukan
campur tangan secara komparatif banyaknya pengetahuan dikaitan dengan nilai yang dilakukan.
Sama halnya dengan contoh: quantity variance pada bulan ini A adalah $5000 favorable,
sedangkan bulan sebelumnya, quantity variance-nya sebesar $10,000 favorable. Kita tidak bisa
menyebut bahwa penggunaan material bulan lalu efisien dua kali lipat disbanding bulan ini.

Dengan skala interval, tidak semua operasi aritmatika yang diperbolehkan. Penambahan
dan pengurangan dapat digunakan berkaitan dengan angka tertentu pada skala serta interval.
Namun, perkalian dan pembagian untuk interval. Alasannya karena kondisi invarian. Dengan
skala ordinal, operasi aritmetika tidak dapat digunakan. Kita tidak dapat menambah, mengurangi,
mengalikan atau membagi angka-angka atau interval pada skala. Sehingga, skala ordinal
menyampaikan informasi yang terbatas.

4. Jenis-Jenis Pengukuran
Proses pengukuran mirip dengan pendekatan ilmiah pada teori konstruksi dan pengujian.
Sebelum ada pengukuran, penempatan angka-angka pada suatu objek pasti dilakukan
berdasarkan aturan-aturan tertentu. Formulasi dari aturan tersebut yang menimbulkan skala,
sehingga pengukuran hanya dapat dilakukan dalam skala.
Campbell menuturkan ada 2 (dua) jenis pengukuran, yaitu pengukuran fundamenal dan
pengukuran turunan (derived measurement). Dari definisi pengukuran yang dijabarkannya,
terlihat jelas bahwa Campbell meyakini pengukuran hanya bisa diakui ketika ada konfirmasi
teori empiris (hukum) yang mendukung pengukuran tersebut. Sebagai tambahan atas kedua jenis
pengukuran tersebut, Torgerson kemudian memperkenalkan pengukuran fiat.
a. Pengukuran Fundamental
Numbers can be assign to the property by reference of natural laws and which does not
depend on the measurements of any other variable
Pengukuran fundamental merupakan pengukuran dimana angka-angka dapat diterapkan
pada hal dengan mengacu pada hukum alam dan tidak bergantung pada pengukuran variabel
apapun. Seperti panjang, hambatan listrik, nomor, dan volume merupakan hal-hal yang dapat
diukur. Sebuah skala rasio bisa diformulasikan pada tiap-tiap benda sebagai hukum dasar
yang dihubungkan dengan pengukuran yang berbeda (jumlah) pada benda-benda yang sudah
ada.
Pengukuran fundamental dapat dengan mudah dipahami dengan operasi aritmatika atau
ilmu hitung. Sebagai contoh, penjumlahan panjang objek X pada panjang objek Y dapat
disamakan dengan operasi penempatan dua balok pada kedua ujungnya, meski hanya satu
balok yang sama panjang seperti halnya dengah X dan yang lainnya juga sama panjang
seperti Y. Secara fisik kita dapat menentukan berapa total panjang X dan Y.
b. Pengukuran Turunan
Menurut Campbell, pengukuran turunan adalah pengukuran yang bergantung dari dua
atau lebih benda lain. Pengukuran turunan bergantung pada known relationship atas
fundamental properties tersebut. Contoh secara umumnya adalah pengukuran berat jenis,
bergantung atas pengukuran massa dan volume.
c. Pengukuran Fiat
Pengukuran ini merupakan pengukuran yang umum ditemukan pada ilmu sosial,
termasuk akuntansi. Pengukuran ini didasarkan pada definisi yang ditetapkan secara
acak/bebas (arbitrary) untuk menghubungkan hal-hal yang bisa diamati dengan konsep yang
sudah ada. Berbeda dengan dua pengukuran sebelumnya, pengukuran fiat tidak memerlukan
adanya confirmed theory untuk mendukung hubungan tersebut.
Contoh pengukuran fiat dalam akuntansi adalah profit. Pengukuran konsep profit secara
langsung belum diketahui, kita hanya mengasumsikan bahwa variabel-variabel dari
pendapatan, keuntungan, beban, dan kerugian berhubungan dengan konsep profit serta dapat
digunakan untuk mengukur profit secara tidak langsung.
Kelemahan dari pengukuran fiat ini adalah karena dapat memakai berbagai macam
alternatif dalam melakukan pengukuran, tingkat kepercayaan pada skala tertentu bisa menjadi
rendah. Hal ini juga dapat terjadi pada akuntansi. Maka untuk menguji validitas pengukuran,
social scientist melakukan percobaan untuk menghubungkan hal yang mereka pelajari dengan
variabel lainnya untuk melihat apakah hal-hal tersebut berarti.

C.
RELIABILITAS DAN AKURASI

No measurements is free of error, except counting

1. Sumber-Sumber Kesalahan
a. Operasi Pengukuran Tidak Jelas
Serangkaian operasi tidak dapat dijelaskan secara akurat dan oleh karenanya dapat juga
diinterpretasikan secara tidak akurat oleh pengukur..
b. Pengukur
Pengukur dapat salah menginterpretasikan peraturan, sehingga menjadi bias, atau dapat
mengaplikasikan atau membacara instrumen secara tidak benar. Sebagai contoh, apabila 10
orang yang akan mengukur luas ruangan tertentu, maka kemungkinannya akan ada 10 hasil
yang berbeda, dimana satu sama lainnya erat kaitannya meski masih bersifat varian terhadap
satu sama lain.
c. Instrumen (Alat)
Alat fisik yang digunakan dalam operasi, seperti penggaris/termometer/barometer,
mungkin saja cacat/rusak. Alat non fisik, seperti bagan/grafik/tabel/daftar index harga, juga
mempunyai potensi eror. Misalnya data yang diinput untuk menghasilkan bagan salah atau
data yang diinput sudah benar tapi proses pengerjaannya salah.
d. Lingkungan
Kondisi di mana operasi pengukuran berjalan dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Contohnya cuaca dapat mempengaruhi instrumen (alat) atau pengukur, kebisingan bisa
mengganggu pengukur. Contoh dalam akuntansi: heavy overload dan bonus manajer. Heavy
overload pada akuntan dapat menyebabkan konsentrasi akuntan menjadi pecah atau terbagi.
e. Atribut Tidak Jelas
Apa yang harus diukur mungkin saja tidak jelas, apalagi kalau pengukuran melibatkan
konsep yang tidak dapat diukur secara langsung. Masalahnya terletak pada mendefinisikan
atribut yang akan diukur, bukan metode pengukuran yang akan digunakan. Contoh pada
umumnya adalah mengukur kemampuan mekanik dari setiap orang. Contoh dalam akuntansi
adalag mengukur nilai dari aset tidak lancar.
f. Risiko dan Ketidakpastian
Hal ini berkaitan dengan distribusi pengembalian tangible asset.
Jika semua pengukuran, kecuali menghitung, memiliki kesalahan yang melekat, maka
yang dapat dilakukan adalah menetapkan batas di mana kesalahan masih dapat diterima. Jika
pengukuran masih dalam batas ini, maka pengukuran tersebut dapat dianggap benar dan adil
dalam akuntansi.

2. Reliabilitas Pengukuran
Pengukuran yang andal sangat diperlukan unsur-unsur laporan keuangan seperti aktiva,
kewajiban, pendapatan, dan beban sebelum dapat diakui dalam laporan keuangan itu sendiri.
Karakteristik dari pengukuran yang andal meliputi:
a. Terbukti konsistensinya, dapat dilihat melalui 2 (dua) sifat yaitu, repeatable (dapat berulang)
dan reproducible (dapat direproduksi).
b. Presisi atau ketepatan.
Konsistensi pengukuran dapat dilihat dari 2 (dua) aspek berikut:
Operasi, untuk memberikan hasil yang memuaskan, atau
Hasil, dalam angka untuk tujuan tertentu.
Sedangkan, presisi atau ketepatan dapat dilihat dari 2 (dua) aspek berikut:
Angka, bermakna berlawanan dengan gagasan perkiraan, misalnya nilai 90,4 sifatnya lebih
tepat daripada nilai 90 apabila nilai sebenarnya dari sesuatu adalah 90,44.
Operasi pengukuran, yang terkait dengan:
1) Tingkat perbaikan operasi atau kinerjanya, dan
2) Persetujuan hasil antara operasi pengukuran yang digunakan berulang kali, yang
diterapkan pada properti tertentu.
Gagasan terkait keandalan mencakup:
Akurasi dan kepastian pengukuran, serta
Representative faithfulness of disclosure.

3. Akurasi Pengukuran
Meskipun prosedur pengukuran mungkin sangat handal dan memberikan hasil yang
sangat tepat, hasil yang diberikan mungkin saja tidak akurat. Alasannya adalah akurasi
berhubungan dengan seberapa dekat pengukuran dengan true value dari atribut pengukuran
(Godfrey et all. 2010). Contohnya sifat fundamental seperti panjang suatu objek dapat ditentukan
secara akurat dengan membandingkan objek dengan standar yang mewakili true valuenya.
Masalahnya adalah banyak pengukuran yang true value-nya tidak diketahui. Untuk
menentukan akurasi di akuntasi, kita perlu mengetahui atribut apa yang harus diukur untuk
memperoleh tujuan pengukuran. Di akuntansi, akurasi terkait dengan gagasan pragmatis dari
kegunaan, namun akuntan tidak sama dalam menentukan spesifikasi dan standar kuantitatif yang
harus diterapkan.
D.
PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI

Pengukuran yang paling fundamental dalam ilmu akuntansi adalah pengukuran modal
dan laba. Modal dinilai berasal dari transaksi dan penilaian ulang yang terjadi di pasar modal.
Laba berasal dari perbandingan dari beban dan pendapatan, juga perubahan modal dalam satu
periode akuntansi. Modal dapat dinilai dan dihitung dengan berbagai cara yaitu biaya historis,
operasional, keuangan, atau nilai wajar. Sejarah menunjukkan pada kita bahwa konsep
perhitungan atas modal dan laba telah berubah dan berkembang dari waktu ke waktu dan
menghasilkan beberapa konsep perhitungan yang fundamental. Yang terkini, standar pelaporan
keuangan internasional telah membuat konsep kebih tepat yaitu konsep nilai wajar.
Beberapa pengamat beragumen dan mengkritik konsep nilai wajar ini. Bahwa konsep
ini merubah konsep alokasi ke pendekatan penilaian, di mana akan menunjukkan perbedaan
tergantung atas situasi dan interpretasi yang subjektif. Perubahan ini lebih fokus pada penilaian
Balance Sheet, mengalihkan akuntansi dari perhitungan alokasi laba yang sederhana dan lebih
menekankan pada relevasi pada realita komersil dan pengambilan keputusan oleh investor
dibandingkan kebenarannya.
Pendekatan pengukuran berdasarkan nilai wajar ini berbeda dengan pendekatan
pengukuran yang digunakan sebelum standar akuntansi internasional diperkenalkan. Pendapatan
(revenue) yang diterima ditandingkan dengan net assets yang digunakan dalam satu periode dan
jika revenue lebih besar dari penggunaan modal bersih (atau expenses), maka terjadi peningkatan
modal. Laba tidak diperoleh sampai nilai historis modal awal dipertahankan dan laba
direalisasikan. Ini berarti, modal selalu dicantumkan sesuai dengan nilai historisnya dan
perubahan aktiva bersih tidak dianggap sebagai keuntungan. Maka, dapat dilihat bahwa
penentuan laba sangat tergantung pada bagaimana kita mengukur modal awal dan bagaimana
kita mengukur expense dan alokasi modal.
Konsep penilaian modal dalam akuntansi juga telah berkembang dari waktu ke waktu
yang menghasilkan beberapa konsep pengukuran biaya modal dan beberapa konsep profit.
Konsep ini dapat kita lihat pertama kali dalam seribu tahun pertama Masehi, struktur ekonomi
diwakili oleh desentralisasi dan biaya mandiri. Tujuan akuntansi pada saat itu adalah untuk
menghitung dan menjaga aset pemilik menggunakan sistem pencatatan tunggal. Di bawah sistem
ini, modal masih diukur sebagai stok tanah, hewan dan hasil pertanian dengan tujuan produksi
output (pendapatan) untuk makanan. Modal biasanya tidak diukur secara finansial tetapi hanya
dengan perhitungan sederhana dan terperinci.
Konsep ini berkembang lagi setelah perang salib ke Holy Land pada abad kesebelas,
pembukaan rute perdagangan Timur Tengah dan Asia menciptakan permintaan terhadap barang-
barang dagangan (sutra, rempah-rempah, karpet). Kota-kota dagang di Italia berperan utama
dalam pengangkutan tentara salib ke Holy Land dan kembali dengan barang dagangan. Kegiatan
ini membutuhkan modal usaha. Profit didasarkan pada kembalinya (biasanya) sebuah kapal yang
berlayar, yang dibiayai oleh mitra usaha dan dihitung setelah kembali modal awal. Dengan
demikian, modal akhir diukur sebagai akumulasi kekayaan dari usaha individu ditambah modal
awal. Dari sudut pandang pemegang saham, profit merepresentasikan peningkatan kekayaan.
Selain itu, penggunaan sistem penomoran Arab secara bersamaan dengan konsep modal yang
dapat dikembalikan menyebabkan evolusi akuntansi double-entry. Sistem ini digunakan secara
luas oleh para pedagang Italia dari abad kedua belas sampai abad keenam belas dan pertama kali
didokumentasikan oleh Luca Pacioli sebagai System of Venice pada tahun 1494.
Kemudian di abad delapan belas di Inggris terlihat perkembangan joint stock companies
dengan kewajiban terbatas, manajemen yang terpisah, dan pengalihan saham. Sejumlah
perusahaan yang dinyatakan pailit, mengakibatkan kerugian besar kepada kreditur, yang
gilirannya, menyebabkan pengenalan terhadap The 1844 Saham Joint Stock Companies
Regulation and Registratin Act. Aturan ini menekankan perlindungan kreditor dan penilaian
akuntansi konservatisme. Dengan demikian, definisi dari modal yang diperoleh bergerak ke arah
capital creditor dan menghasilkan sebuah penerimaan dari konsep the lower cost and market
value sebagai prinsip pengukuran. Pada abad kesembilan belas, konsep modal yang lain muncul
mengikuti ekspansi kereta api di Amerika Serikat. Konsep perputaran modal ini berkisar
memelihara keutuhan stok dari keberlangsungan assest (aset kereta api seperti mesin, pelatih dan
rel) sehingga dapat melanjutkan kemampuan kereta api untuk memberikan jasa transportasi pada
level yang sama. Hal ini mengakibatkan konsep depresiasi sebagai metode untuk
mempertahankan dana (modal) untuk mengganti aset, dan konsep kelangsungan pemeliharaan
modal.
Dalam hal ini ada sedikit pengembangan teori dari pemeliharaan modal dan keuntungan
(profit) sebagai kumpulan konsep yang samar-samar. Namun, pada tahun 1940 Paton dan
Littleton membuat pernyataan definitif pertama tentang konsep modal dan keuntungan (profit).
Mereka mendefinisikan bahwa keuntungan (profit) diperoleh dari pencocokan atau alokasi biaya
historis ditandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Pengukuran laba (profit) dipandang
sebagai fokus utama dalam akuntansi dengan neraca yang disusun hanya repositori dari semua
biaya historis yang belum dialokasikan. Oleh karena itu, neraca tidak dipandang sebagai
pengukuran dari nilai pasar bersih (atau nilai wajar) dari bisnis. Konsep dan prinsip-prinsip Paton
dan Littleton sistem membentuk dasar sistem akuntansi biaya historis konvensional yang
merupakan sistem dominan sebelum pengenalan standar akuntansi internasional pada tahun
2005.
Pada periode tahun 1960-an terlihat sejumlah tantangan terhadap prinsip biaya historis
dari penilaian dan pemeliharaan modal. Kritik deduktif berpendapat bahwa penilaian perusahaan
berdasarkan biaya historis usang tidak berguna sama sekali untuk pengambilan keputusan
ekonomi, dan laba yang diperoleh tidak mengukur penggunaan sumber daya kontemporer.
Mereka mengembangkan beberapa sistem pemeliharaan modal dan sistem keuntungan
berdasarkan mempertahankan keutuhan modal awal disesuaikan untuk inflasi umum dan khusus.
Dengan demikian, laba berasal setelah mempertahankan beberapa konsep harga pasar modal, dan
dilihat sebagai peningkatan nyata dalam daya beli atau kemampuan untuk menjaga pasokan
barang dan jasa. Ada perdebatan yang kuat tentang yang mana yang merupakan sistem
pengukuran laba dominan, tetapi perdebatan itu tidak pernah diselesaikan dan agak tergelincir
dalam literatur. Perdebatan ini bisa dianggap sebagai cikal bakal dari pendekatan nilai wajar
untuk pengukuran akuntansi.
Akibatnya, terdapat sejumlah sistem pengukuran akuntansi. Perspektif yang berbeda ini
merefleksikan bermacam-macam batas akuntansi dan kurangnya kesepakatan tentang prinsip-
prinsip pengukuran, tetapi dengan sistem alokasi biaya historis sebagai model yang konvensional
dan dominan. Tambahan dalam hal ini sejumlah makalah akuntansi akademik yang menyarankan
nilai relevan dari laba (profit) konvensional telah menurun secara signifikan dari waktu ke
waktu, tapi item neraca dan aset tidak berwujud telah menjadi lebih penting. Baru-baru ini,
International Accounting Standards Board (IASB) telah mengambil pandangan bahwa globalisasi
bisnis mendukung kebutuhan untuk satu set standar akuntansi yang akan digunakan di seluruh
dunia untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapat dibandingkan.
Hal ini menyebabkan dua perkembangan penting dalam standar akuntansi internasional
yg diisyaratkan melalui standar akuntansi seperti IAS 39/AASB 139 Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran dan proyek bersama IASB / FASB mengenai pelaporan kinerja
keuangan bahwa pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus dikaitkan dengan pengakuan
tepat waktu dan bahwa pendekatan fair value harus diadopsi sebagai prinsip kerja pengukuran.
Dengan demikian, dari tahun 2005 kita melihat penggunaan (sebagian) dari prinsip pengukuran
yang berfokus pada perubahan nilai aset dan kewajiban daripada penyelesaian proses
pendapatan. Singkatnya, ini berarti bahwa perubahan fair value aset dan kewajiban segera diakui
setelah terjadinya dan dilaporkan sebagai bagian dari pendapatan. Selanjutnya, fokus telah
bergeser ke arah konsep penilaian, dengan neraca sebagai repositori utama dari nilai-relevan
informasi, dan pengguna utama informasi akuntansi dinyatakan adalah pemegang saham dan
investor.
E.
ISU-ISU PENGUKURAN BAGI AUDITOR

Terdapat beberapa isu pengukuran bagi auditor karena terjadi pergeseran konsep dalam
pengukuran profit, dari matching revenues and expenses ke penaksiran perubahan fair value
net assets. Ketika profit ditentukan dengan cara matching revenues and expenses, auditor dapat
berkonsentrasi pada pengumpulan bukti yang menunjukkan bahwa transaksi tersebut telah
ditangani dengan tepat oleh sistem akuntansi klien. Namun, ketika profit diukur dari perubahan
fair value, pertanyaan yang lebih sulit muncul bagi auditor yaitu terkait pengumpulan bukti
tentang estimasi manajemen dan bagaimana manajemen telah menyusun laporannya berdasarkan
pengukuran yang konsisten serta adil (fair).
Misalnya, salah satu aspek pengukuran profit yaitu dengan menaksir perubahan nilai
wajar dari net assets, berdasarkan standar akuntansi IAS 36/AASB 136. Standar ini
mensyaratkan penurunan nilai aset diakui sebagai impairment loss. Manajemen dari suatu entitas
pada tanggal pelaporan diminta untuk menaksir apakah terdapat indikasi suatu aset mengalami
penurunan nilai. Apabila kondisi tersebut terjadi, manajemen harus memperkirakan jumlah
terpulihkan dari aset tersebut. Jika jumlah terpulihkan kurang dari nilai tercatatnya, nilai tercatat
aset tersebut harus diturunkan menjadi jumlah terpulihkannya. Penurunan itu merupakan
impairment loss. Impairment loss harus diakui segera dalam profit.
Standar audit internasional yang menjadi pedoman bagi impairment losses dan estimasi
nilai wajar lainnya terdapat dalam ISA 540. Auditor diminta untuk mengumpulkan bukti untuk
menilai apakah manajemen telah mengikuti standar akuntansi secara tepat dan apakah jumlah
yang diakui sebagai impaiment loss wajar. Untuk melakukan hal ini, auditor harus menentukan
apakah manajemen telah memilih metode penilaian dan asumsi yang tepat dan masuk akal. Jika
standar akuntansi tidak menentukan metode penilaian untuk aset tertentu dan kewajiban yang
sedang dipertimbangkan, auditor dapat menerima metode penilaian mana saja yang wajar.
Setidaknya ada dua belas metode penilaian intangibles dan brands yang dapat dipilih
manajemen. Ini berarti sulit bagi auditor untuk tidak setuju dengan pilihan manajemen dari
metode penilaian tertentu yang digunakan. Auditor harus mengumpulkan bukti bahwa metode ini
diterapkan secara konsisten, sehingga manajer tidak memilih metode dari tahun ke tahun
tergantung pada keuntungan yang diinginkan. Auditor juga harus menilai apakah nilai aset atau
kewajiban ditentukan dengan benar dari asumsi manajemen yang signifikan, model penilaian dan
data yang mendasari yang relevan. Data tersebut akan mencakup suku bunga yang digunakan
untuk mendiskon arus kas, nilai pasar yang digunakan oleh perusahaan pembanding, royalti data,
dan sebagainya.
Mengingat adanya perbedaan dalam metode penilaian wajar dan asumsi yang mungkin,
dimungkinkan adanya jumlah impairment loss yang berbeda namun masuk akal yang diakui oleh
manajemen. Jumlah yang berbeda ini akan dapat diterima oleh auditor jika bukti audit
menunjukkan bahwa manajemen telah menerapkan model penilaian dengan benar dan
menggunakan data yang sesuai. Dalam situasi seperti ini, ada kemungkinan bahwa auditor
mendapat tekanan dari manajer untuk setuju dengan pilihan penilaian mereka atau auditee akan
menggunakan jasa auditor lain.
Di samping isu terkait dengan penggunaan nilai wajar dan isu-isu terkait lainnya, auditor
juga menghadapi masalah yang disebabkan oleh variabilitas dalam tingkat reliabilitas dan
ketepatan pengukuran biaya historis. Misalnya, standar biaya sistem manufaktur didasarkan pada
biaya historis dari bermacam-macam input, asumsi tentang volume pemrosesan dan metode-
metode, dan isu seputar penetapan biaya overhead antara produk, proses, dan departemen. Semua
faktor ini mempengaruhi biaya persediaan yang ada pada akhir periode dan goods sold selama
periode tersebut. Dalam konteks ini, auditor perlu menguji kewajaran prosedur yang diterapkan
dalam mengembangkan standar dari perekayasaan spesifikasi. Dalam hal ini termasuk
pengumpulan bukti tentang kewajaran dari asumsi yang mendasari dan konsistensi penggunaan
data. Biaya persediaan per unit akan tampak sangat tepat, tapi perubahan dalam kondisi operasi
dapat menghasilkan variasi yang signifikan dan menjadikan asumsi mendasari untuk alokasi
biaya tidak valid.

F.
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Pengukuran dalam akuntansi, yang merupakan ilmu sosial, didominasi oleh pengukuran fiat di
mana pengukuran didasarkan pada konvensi tertentu yang tidak pernah menjamin kesamaan
hasil pengukuran antar subjek secara mutlak;
2. Karena termasuk dalam jenis pengukuran fiat, tingkat kepercayaan atas reabilitas dan akurasi
pengukuran akuntansi belum tergolong tinggi;
3. Pengukuran yang paling fundamental dalam akuntansi adalah pengukuran modal dan laba,
kedua pengukuran ini senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa hingga
terbentuknya sistem penilaian wajar berdasarkan standar internasional seperti saat ini.
4. Pergeseran konsep dalam pengukuran profit, dari matching revenues and expenses ke
penaksiran perubahan fair value net assets menjadi isu utama bagi auditor karena pengukuran
menjadi lebih bersifat subjektif sehingga proses penyusunan angka menjadi objek yang lebih
utama ketimbang semata-mata angka yang disajikan.

DAFTAR PUSTAKA

Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, Scott Holmes. (2010),
Accounting Theory. 7th edition . John Wiley & Sons, Inc.

Scott, William R. (2015). Financial Accounting Theory. Seventh Edition. Pearson. Canada.

SS Stevens. (1951). Mathematics measurement and Psychophysics. John Wiley. New York.

Suwardjono .(2010). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga.


BPFE.

Tuanakotta, Theodorus M .(2000). Teori Akuntansi. Buku Satu. LPFE UI. Jakarta.
W Torgerson .(1958). Theory and Methods of Scaling. John Wiley. New York.

Anda mungkin juga menyukai