KELOMPOK
1. Denty Arista
2. Binar Arum R
Pendahuluan
Pajak merupakan salah satu sector yang memberikan kontribusi terbesar dalam
penerimaan APBN di Indonesia. Keberadaan pajak secara langsung telah memengaruhi
jalannya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di Indonesia. Mengingat salah
satu unsur objek pajak adalah penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup
bentuk-bentuk usaha baik yang perseorangan maupun berbentuk badan. Bentuk bentuk
usaha di Indonesia sendiri terdiri dari tiga macam yaitu BUMN, Koperasi, dan Swasta.
Namun yang tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha swasta, yang
mana hal itu bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan.
Bentuk usaha swasta sendiri terbagi menjadi lima, yaitu perseorangan, CV
(Persekutuan Komanditer), Firma, PT (Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Diantara semua itu
tentunya memiliki perlakuan pajak yang berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang
pemiliknya hanya satu orang tentu akan mendapat pemungutan pajak yang berbeda dengan
perusahaan yang pemiliknya lebih dari satu orang. Selain itu dalam memungut pajak juga
ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar omzet atau penghasilan yang didapat
maka semakain besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah menyebabkan terjadi
cara-cara yang dilakukan Wajib Pajak untuk menghindari pajak atau meringankan beban
pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. Sehingga perencanaan
perpajakan (tax planning) dapat digunakan oleh badan usaha tersebut dalam melakukan
kewajiban perpajakannya.
Pengertian tax planning dan kaitannya dengan badan usaha.
Tax Planning merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi beban pajak dalam
perusahaan termasuk dalam pemilihan bentuk usaha yang tepat untuk menjalankan bisnis
perusahaan. Bentuk usaha terdiri dari bentuk usaha perorangan dan bentuk usaha badan, di
mana bentuk usaha perorangan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh seseorang
tanpa melibatkan partner dalam merealisasikan kegiatan usahanya. Bentuk organisasi
perseorangan relatif lebih sederhana dibanding bentuk lainnya. Demikian pula dalam hal
perizinan, yang lebih mudah dibanding bentuk usaha lainnya. Sedangkan, bentuk usaha
badan adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh lebih dari satu orang yang mempunyai
tujuan sama, dengan disaksikan oleh notaris atau lembaga terkait. (Muljono, 2009:3) Badan
usaha dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), organisasi masa, organisasi politik, dan
bentuk-bentuk organisasi lain, baik yang bermotif profit maupun yang tidak. Dalam
perlakuan pembukuannya juga berbeda, pada bentuk usaha badan adalah kewajiban karena
untuk dapat menghitung penghasilan neto yang berkaitan dengan perhitungan PPh terutang
atas kegiatan usahanya. Dan pada bentuk usaha perorangan juga merupakan kewajiban, tetapi
bentuk usaha perorangan diberi pilihan untuk menghitung besarnya penghasilan neto, yaitu
dapat menggunakan pembukuan atau mempergunakan norma perhitungan penghasilan
(Muljono,
2009:3).
Perusahaan
dalam
pemilihan
bentuk
badan
usaha
harus
pajak
penghasilannya, pengenaan pajak penghasilan berganda baik atas laba bruto usaha maupun
penghasilan dari pembagian devidennya, kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak
pada tarif pajak penghasilan, adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha,
kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, dan
liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit.(Zain, 2007:99).
Pertimbangan
bentuk
usaha
oleh
pengusaha
dapat
dilakukan
dengan
mempertimbangkan besarnya tarif pajak penghasilan (PPh) yang akan terutang. Besarnya
tarif PPh yang akan terutang setiap tahun antara Wajib Pajak Perseorangan dengan Wajib
Pajak Badan adalah berbeda, yaitu Wajib Pajak Perseorangan menggunakan tarif progersif
sedangkan Wajib Pajak Badan menggunakan tarif tetap.(Muljono,2009:5). Perusahaan
perseorangan mempunyai beberapa keuntunngan antara lain pengambilan keputusan yang
lebih cepat tidak mempertimbangkan kepentingan banyak pihak. Dari factor inilah maka
bagaimana perlakuan tax planning pada perusahaan perseorangan dengan pemilihan bentuk
badan usaha.
Bentuk Usaha di Indonesia
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk Badan
Usaha tersebut bersumber dari Undang Undang 1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia kita
mengenal 3 macam bentuk badan yaitu :
1.
2. Koperasi Koperasi adalah bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi raktyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
3. Swasta
Bentuk badan usaha ini adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada
ditangan individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga
ukuran keberhasilannya juga dari banyaknyakeuntungan yang diperoleh dari hasil
usahanya. Perusahaan ini sebenarnya tidakalah selalu bermotif mencari keuntungan
semata tetapi ada juga yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contohnya misalnya
perusahan swasta yang bermotif nirlaba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik,
dll. Bentuk badan usaha ini dapat dibagi kedalam beberapa macam :
A. Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang pertama kali muncul di bidang bisnis yang
paling sederhana, dimana dalam hal ini tidak terdapat pembedaan pemilikan
antara hal milik pribadi dengan milik perusahaan. Harta benda yang
merupakan kekayaan pribadi sekaligus juga merupakan kekayaan perusahaan
yang setiap saat harus menanggung utang utang dari perusahaan itu. Bentuk
badan usaha semacam ini pada umumnya terjadi pada perusahaan
perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil, toko pengecer kecil, kerajinan, serta
jasa dll.
B. Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan atau kongsi ataupun persatuan dari
beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan usaha bersama. Perusahaan
ini dimiliki oleh beberapa orang dan pimpin atau dikelola oleh beberapa orang
pula. Tujuan perserikatan ini adalah untuk menjadikan usahanya menjadi lebih
besar dan lebih kuat dalam permodalannya.
C. Perserikatan Komanditer (CV)
Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan kebaikan dari
bentuk perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi
pemiliknya atas keuntungan yang diperoleh oleh perusahan. Disamping itu
untuk menghilangkan atau mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan
modal yang dimilikinya maka diadakanlah penyertaan modal dari para
anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya menyertakaan
modalnya saja dalam bisnis itu.
D. Perseroan Terbatas (PT)
kommanditer (tidak aktif) untuk menjalankan suatu perusahaan dengan tujuan untuk
memperoleh laba. Anggota perseroan kommanditer ada dua golongan :
Persero Pengusaha atau pesero aktif atau bekerja. Pesero ini selain
menyerahkan modal ke dalam perseroan, jika perseroan jatuh pailit atau
bangkrut, pesero pengusaha bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta
pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi
bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 28%.
No
Keterangan
PT
CV
Penjualan
5.000.000.00
5.000.000.00
0
Beban usaha 4.000.000.00
0
4.000.000.00
4.000.000.000
(80%)
Laba Usaha
0
1.000.000.00
0
PTKP
K3 -
(2016)
Penghasilan
Kena Pajak
Pph Terutang
1.000.000.00
0
1.000.000.000
1.500.000.000
72.000.000
72.000.000
928.000.000
1.428.000.000
1.000.000.00
0
1.000.000.00
0
250.000.00
250.000.000
223.400.000
373.400.000
750.000.00
750.000.00
704.600.000
1.054.600.000
0
7
Laba sesudah
Pph
0
Pph 23 atas 112.500.000
0
-
deviden
9
(15%)
Total Beban
Pajak (6+8)
362.500.000
250.000.00 223.400.000
0
373.400.000
dgn
Dari Tabel 1 di atas, terlibat bahwa total beban pajak terkecil adalah usaha perorangan
dengan pembukuan sebesar Rp. 223.400.000, sedangkan total beban pajak terbesar
adalah pada usaha perorangan dengan Norma penghitungan sebesar Rp. 373.400.000.
Hal ini terjadi karena secara umum Norma Penghitungan menetapkan margin
keuntungan usaha yang lebih besar (30%) daripada keuntungan usaha sebenarnya
(20% dengan pembukuan). Pada prakteknya, usaha perorangan atau orang pribadi
mengalami dilema, jika menggunakan Pencatatan peredaran bruto (yang mudah atau
sederhana) dengan Norma penghitungan, Persentase keuntungan yang sebenarnya
masih jauh lebih kecil daripada % Keuntungan yang diterapkan dalam Norma
penghitungan. Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih sulit dan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih
besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari
dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak
dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Maka motivasi sesorang untuk lebih memilih
bentuk usaha PT dari pada CV adalah faktor-faktor lain selain faktor pajak.
Apakah total beban pajak penghasilan orang pribadi selalu lebih kecil dari pada PT
atau CV seperti yang ada di tabel 1 di atas? Tabel dibawah ini akan mencoba
mengkajinya:
Tabel 2
Perorangan
dgn
No
Keterangan
PT
CV
Penjualan
10,000,000,000.0
10,000,000,000.0
8,000,000,000.00
8,000,000,000.00
8,000,000,000.00
2,000,000,000.00
-
2,000,000,000.00
-
2,000,000,000.00
72,000,000.00
2,000,000,000.00
2,000,000,000.00
1,928,000,000.00
500,000,000.00
1,500,000,000.00
500,000,000.00
1,500,000,000.00
523,400,000.00
1,404,600,000.00
Beban
usaha
3
4
5
(80%)
Laba Usaha
PTKP K3 (2016)
Penghasilan Kena
6
7
Pajak
Pph Terutang
Laba sesudah Pph
Pembukuan
10,000,000,000.00
Pph
23
deviden (15%)
Total
Beban
Pajak (6+8)
atas
225,000,000.00
725,000,000.00
500,000,000.00
500,000,000.00
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil adalah CV sebesar
Rp. 500,000,000.00, diikuti Usaha Perorangan Rp. 500,000,000.00 dan yang terbesar adalah
PT sebesar Rp. 725,000,000.00. Dengan demikian perbedaan besarnya total beban pajak yang
dibayar oleh usaha perorangan dan PT atau CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena
pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan
(dengan tariff maximum 25%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 30%). PPh pasal 23
yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar 15% adalah tidak final, sehingga
besarnya tariff efektif akan tergantung pada besarnya penghasilan pemegang saham (sebagai
perorangan). Contoh: jika penghasilan kena pajak pemegang saham (perorangan) diluar
dividen ini sudah mencapai Rp. 200.000.000, maka tariff efektif atas dividen ini menjadi 35%
sehingga total beban pajak atas PT menjadi lebih besar lagi.
Kesimpulan
Kesimpulan Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga
bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang Undang 1945 khususnya pasal 33. Di
Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ),
Koperasi dan Swasta. Bentuk badan usaha swasta dapat dibagi kedalam beberapa macam
yakni Perseorangan, Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Yayasan
Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan Terbatas
(PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi). Secara umum (seperti ilustrasi
di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV, karena adanya tambahan
PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan
pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti
ilustrasi di tabel 2) perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan
dan PT atau CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak. Hal ini dapat terjadi
karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 25%) dan
orang pribadi (dengan tariff maximum 30%).