Anda di halaman 1dari 24

Tugas Referat

GANGGUAN MENTAL AKIBAT PENGGUNAAN ZAT


PSIKOTROPIKA

Oleh :
Novitasari Mangayun
NRI
14014101063
Masa KKM : 17 Agustus 13 September 2015

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

2015DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KESEHATAN MENTAL


B. TANDA/GEJALA PENGGUNAAN NAPZA SECARA UMUM
C. GANGGUAN MENTAL AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
BAB III PENUTUP

21

KESIMPULAN

21

BAB 1
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan bahan psikoaktif telah menjadi permasalahan penting
menyangkut individu dan masyarakat di seluruh dunia. Laporan WHO tahun 2002
menunjukkan sebanyak 8,9% dari keseluruhan permasalahan penyakit secara global
berasal dari penyalahgunaan bahan psikoaktif (psychoactive substances). Laporan
tersebut memperlihatkan tembakau menduduki 4,1%; alkohol 4%; dan illicit drugs 0,8%
dari keseluruhan dampak penyakit global di tahun 2000.4 Dampak yang ditimbulkan
tergantung pada jenis bahan psikoaktif yang digunakan dan cara menggunakannya,
dapat terjadiberbagai masalah medis seperti infeksi Human Immunodeficiency Virus/
Auto Immunodeficiency Syndrome (HIV/ AIDS), hepatitis C atau B, depresi, dan
psikosis.1
Data epidemiologi diperoleh dari berbagai penelitian epidemiologis yang
dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Pusat Penelitian
Kesehatan UI (Puslitkes UI) pada tahun2008 menunjukkan data estimasi 3.6 juta
pendudukIndonesia berusia 15 64 tahun (1.99% dari totalpenduduk Indonesia)
menggunakan narkotika,alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. (disingkat
NAPZA) secara teratur, di mana 31% dari kelompok ini atau sekitar 900,000 orang
mengalamiketergantungan heroin dan lebih dari setengahnya adalah pengguna heroin
suntik (Kemenkes RI,2010a).Gangguan penggunaan NAPZA adalah suatumasalah biopsiko-sosial-kultural

yang

sangatkompleks.

Terapi

dan

rehabilitasi

gangguanpenggunaan NAPZA harus bersifat holistik dengan memperhatikan faktor


biologis, psikologis, dankepribadian, serta faktor sosio-kultural dalam arti luas(termasuk
spiritual, ekonomi, legal)2
Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
adalah suatu penyakit yang dalam ICD-10 (International Classification of Disease and
Health Related Problems, 1992) digolongkan dalam Gangguan Mental dan Perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif (Mental and Behavioural Disorders Due to
Psychoactive Substance Use). Ketergantungan NAPZA merupakan penyakit yang
kompleks, ditandai oleh dorongan yang tidak tertahan untuk menggunakan NAPZA
(craving), dan karena itu ada upaya yang keras untuk memperolehnya walaupun

diketahui konsekuensi-konsekuensi yang menjadi akibatnya. Penyakit ini sering


menjadi kronik dengan adanya episode sembuh dan kambuh walaupun kadangkadang dijumpai abstinensia yang lama. Karena itu penyakit ketergantungan NAPZA
merupakan penyakit yang menahun dan sering kambuh (chronic relapsing disease) , hal
mana tidak disadari banyak pihak baik dokter, pasien maupun masyarakat umumnya.
Mengingat bahwa masalahnya yang sangat kompleks, maka upaya penanggulangan
termasuk rehabilitasi haruslah bersifat menyeluruh (mediko-psiko-sosial), multi
disipliner serta mengikut sertakan masyarakat secara aktif berkesinambungan dan
konsisten. Meningkatnya jumlah kasus penyalahgunaanan NAPZA dan akibat yang
ditimbulkan bukan hanya segi fisik dan mentalsaja sebagai akibat langsung NAPZA
pada tubuh manusia, tetapi juga dampak sosial dan kerugian materi seperti hilangnya
harta, meningkatnya biaya untuk pengobatan dan lain-lain.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi kesehatan mental
Kesehatan mental adalah lebih dari sekadar ketiadaangangguan jiwa.
Masalah gangguan dalam kesehatan mental dapat memperngaruhi individu secara
fungsional dan kapasitas keja dalam berbagai cara. Ilimu kesehatan mental adalah
ilmu yang mngembangkan dan menerapkan seperangkat perinsip yang praktis dan
bertujuan untuk mencapai dan memelihara psikoloigis organisme manusia dan
mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Menurut Katini Kartono dan Jerry Andani, kehidupan mental yang sehat adalah
sebgai berikut :4
Integrasi kejiwaan
Kesesuaian tingkah laku sendiri dengan tingkah laku social
Adanya kesanggupan melaksanakan tugas-tugas hidup dan tanggung jawab

social
Efesiensi dalam menghadapi hidup

Faktor-faktor yang berkaitan dengan kesehatan mental:

Faktor-faktor yang berpengaruih terhadapkesehatan mental


Dukungan social
Daur hidup keluarga
Evaluasi terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Ideology peran jenis kelamin

B. Tanda/Gejala Penggunaan zat psikoaktif (NAPZA) Secara Umum


Keparahannya dari intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang
merugikan, sampai gangguan psikotik dan demensia. Ada riwayat penggunaan zat
psikoaktif secara patologik artinya setiap hari harus menggunakan zat psikoaktif
agar dapat berfungsi secara adekuat/memadai minimal satu bulan. Intoksikasi
adalah suatu gangguan mental dimana terdapat tingkah laku maladaptif akibat
penggunaan zat psikoaktif. Penyalahgunaan zat tanpa ketergantungan, pola
penggunaan zat psikoaktif secara patologik disertai hendaya dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan telah berlangsung paling kurang satu bulan. Ketergantungan,
bila ada ketergantungan fisiologik yang dibuktikan dengan adanya toleransi dan
sindrom putus zat, dan hampir selalu disertai penggunaan patologik yang

mengakibatkan hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Toleransi berarti untuk
mendapatkan efek yang sama dari zat tersebut diperlukan peningkatan dosis.
Sindrom putus zat (withdrawal) terjadi bila ada pengurangan yang cukup banyak
dari zat yang rutin digunakan, atau mendadak menghentikan penggunaan zat
tersebut.5
C. Gangguan Mental Akibat Golongan Zat Psikotropika
1. OPIOID
Golongan obat opioid sering diresepkan untuk pengobatan rasa sakit akibat
penyakit ganas dan non-kanker, tetpai oioid memiliki golongan toksisitas yang
berpotensi fatal. Golongan opioid terdiri dari berbagai turunan dan zat sintesisnya.
Turunan tersebut antara lain: opium, morfin, diasetilmorfin/diamorfin (heroin,
smack, horse, dope), metadon, kodein, oksikodon (percodan, percocet),
hidromorfon (dilaudid), levorfanol (levo-dromoran), pentazosin (talwin), meperidin
(demerol), propeksipen (dorvon). Dikalangan remaja opioid yang digunakan
termasuk raw opium, putauw, heroin dalam berbagai kualitas, kodein.6
Pengertian Istilah
a. Titrasi opioid secara tradisional disebut sebagai penyesuaian dosis opioid.
Hal ini membutuhkan penilaian rutin nyeri pasien, kapan dan mengapa hal
itu terjadi serta jumlah obat yang digunakan dalam periode sebelumnya 24
sampai 72 jam.
b. Rotasi opioid adalah beralih satu opioid lain. Hal ini diperlukan untuk
pasien dengan nyeri yang tidak memadai dan / atau opioid tertahankan
toksisitas terkait atau efek samping.
c. Opioid penarikan terjadi ketika opioid dihentikan tiba-tiba. Penarikan gejala
berlangsung selama beberapa hari dan umumnya kebalikan dari gejala
dipamerkan saat opioid itu dimulai.
d. Pasien opioid naif merujuk kepada seorang individu yang baik tidak pernah
memiliki suatu opioid atau yang belum menerima dosis opioid berulangulang selama 2 sampai 3 minggu.
e. Toleransi opioid adalah keadaan adaptasi di mana paparan obat menginduksi
perubahan yang menghasilkan berkurangnya satu atau lebih dari efek obat
dari waktu ke waktu. Ini adalah dikenal Efek farmakologi opioid.
f. Toleransi terhadap efek analgesik opioid adalah relatif jarang.
g. Kecanduan adalah primer, kronis, penyakit saraf, dengan genetik,
psikososial dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan

manifestasi. Hal ini ditandai oleh perilaku yang mencakup satu atau lebih
hal berikut: gangguan kontrol atas penggunaan narkoba, penggunaan
kompulsif, terus menggunakan meskipun bahaya dan keinginan.
h. Non-opioid adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan obat yang
secara struktural dan fungsional tidak terkait dengan opioid tetapi yang
utama adalah indikasi untuk pengobatan nyeri. Contohnya adalah:
acetaminophen, asam asetilsalisilat (ASA) atau non-steroid obat antiinflammatory drugs (NSAID).
i. Analgesik adjuvan (kadang-kadang dikenal sebagai co-analgesik) adalah
obat-obat yang utama indikasi terletak di tempat lain, tetapi yang telah
ditemukan untuk menjadi bermanfaat dalam manajemen beberapa jenis
nyeri. Ajuvan yang umum digunakan adalah: kortikosteroid, anti-psikotik,
radiasi, antikonvulsan dan bifosfonat. Terapi adjuvan lain yang digunakan
termasuk intratekal dan analgesia epidural, blok saraf dan bedah.
Prinsip-prinsip Opioid
o Opioid dapat dan harus digunakan untuk nyeri kanker dan non-kanker mana
lainnya langkah-langkah, termasuk bebas-opioid analgesik, tidak mencukupi
untuk mengontrol melemahkan rasa sakit.
o Opioid adalah obat pilihan untuk moderat untuk sakit parah yang terkait
dengan penyakit lanjutan .
o Penggunaan opioid di dunia medis ialah untuk rasa sakit yang terkait dengan
penyakit lanjut jarang, jika pernah, mengarah ke kecanduan narkoba
pelecehan atau opioid.
o Dosis besar mungkin diperlukan untuk mengelola rasa sakit yang terkait
dengan penyakit lanjut.
Gangguan Mental Akibat Opioid
Gangguan psikotik akibat opioid dapat dimulai selama intiksikasi opioid.
Kriteria diagnostic DSM-IV adalah berada dalam bagian skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya. Klinis dapat menentukan apakah gejala predominan adalah halusinasi
atau waham.
Gangguan mood akibat opioid, yang dapat dimulai selama intoksikasi
opioid, adalah suatu kriteria diagnotik dalam DSM-IV. Gejala gangguan mood akibat
opioid mungkin bersifat manik, depresi, atau campuran, tergantung pada respons
seseorang terhadap opiate atau opioid. Seseorang yang datang ke psikiatri dengan

gangguan mood akibat opioid biasanya mempunyai gejala campuran, suatu kombinasi
iritabilitas, perasaan meluap-luap, dan depresi.
Gangguan tidur akibat opioid dan disfungsi seksual akibat opioid adalah
kategori diagnositik DSM-IV. Hipersomnia kemungkinan merupakan gangguan tidur
yang paling sering pada opiat dan opioid dibandingkan insomnia. Disfungsi seksual
yang paling sering kemungkinan adalah impotensi. 7
2. AMFETAMIN
Kriteria DSM-IV untuk ketergantungan dan penyalahgunaan adalah
digunakan untuk amfetamin dan zat yang berhubungan. Ketergantungan amfetamin
dapat menyebabkan penurunan cepat kemampuan seseorang untuk mengatasi kewajiban
dan ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga. Orang yang
menyalahgunakan amfetamin memerlukan dosis amfetamin yang semakin tinggi untuk
mendapatkan perasaan melambung yang biasanya, dan tanda fisik penyalahgunaan
amfetamin (sebagai contoh, penurunan berat badan dan ide paranoid) hamper selalu
timbul pada penyalahgunaan yang terus menerus.
Gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin)

Gangguan pemakaian amfetamin


Ketergantungan amfetamin penyalahgunaan amfetamin
Gangguan akibat amfetamin
Intoksikasi amfetamin
Putus amfetamin
Delirium intoksikasi amfetamin
Gangguan psikotik akibat amfetamin, dengan waham
Gangguan psikotik akibat amfetamin, dengan halusinasi
Gangguan mood akibat amfetamin
Gangguan kecemasan akibat amfetamin
Gangguan seksual akibat amfetamin
Gangguan tidur akibat amfetamin
Gangguan berhubungan amfetamin yang tidak ditentukan

Aspek mental pada pengguna amfetamin


Adapun beberapa dampak dari penggunaan amfetamin, salah satunya adalah
dampak terhadap aspek mental, yaitu sebagai berikut :
1. Delirium
Delirium intoksikasi amfetamin adalah suatu diagnosis DSM-IV. Delirium yang
berhubungan dengan amfetamin biasanya disebabkan oleh dosis tinggi

amfetamin atau pemakaian amfetamin yang terus-menerus, sehingga gangguan


tidur mempengaruhi presentasi klinis. Kombinasi amfetamin dan zat lain dan
penggunaan amfetamin oleh seseorang yang mempunyai cedera otak yang telah
ada sebelumnya juga dapat menyebabkan perkembangan delirium.8
2.

Gangguan Psikotik

Psikosis akibat amfetamin telah dipelajari secara luas di dalam psikiatrik karena
sangat mirip dengan skizofrenia paranoid. Kemiripan klinis telah mengarahkan
peneliti untuk berusaha mengerti patofisiologi skizofrenia paranoid dengan
mempelajari neurokimiawi psikosis akibat amfetamin. Tanda utama dari
gangguan psikotik akibat amfetamin adalah paranoia. Skizofrenia paranoid dapat
dibedakan dari gangguan psikotik akibat amfetamin oleh sejumlah karakteristik
yang membedakan yang berhubungan dengan gangguan psikotik akibat
amfetamin, termasuk menonjolnya halusinasi visual, afek yang biasanya sesuai,
hiperaktivitas, hiperseksualitas, konfusi dan inkoherensi, dan sedikit bukti
gangguan berpikir (sebagai contohnya, kekenduran asosiasi). Beberapa
penelitian telah juga menemukan bahwa, walaupun gejala positif skizofrenia dan
gangguan psikotik akibat amfetamin adalah serupa, pendataran afek dan alogia
dari skizofrenia biasanya tidak ditemukan pada gangguan psikotik akibat
amfetamin. Tetapi, secara klinis, gangguan psikotik akibat amfetamin akut
mugkin sama sekali tidak dapat dibedakan dari skizofrenia, dan hanya resolusi
gejala dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji saring urine yang
akhirnya mengungkapkan diagnosis yang tepat. Beberapa bukti menyatakan
bahwa penggunaan amfetamin jangka panjang adalah disertai dengan
peningkatan kerentanan terhadap perkembangan psikosis di bawah sejumlah
keadaan, termasuk intoksikasi alkohol dan stress. Pengobatan terplih untuk
gangguan psikotik akibat amfetamin adalah penggunaan jangka pendek
antagonis reseptor dopamine-sebagai contoh, haloperidol (Haldol).7 DSM-IV
menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat amfetamin
dengan

gangguan

psikotik

lainnya.

DSM-IV

memungkinkan

dokter

menyebutkan apakah waham atau halusinasi adalah merupakan gejala yang


menonjol.8

3.

Gangguan Mood

Memiliki gangguan mood menunjukkan bahwa suasana hati anak telah terusmenerus yang abnormal untuk jangka, yang pada gilirannya mengakibatkan
distress atau kerusakan yang signifikan (Amerika Psychiatric Association [APA],
2000). Penurunan ini negatif dapat mempengaruhi sosial, akademik, dan fungsi
interpersonal (Reynolds & Kamphaus, 2003).8 DSM-IV menyediakan
kemungkinan gangguan mood akibat amfetamin dengan onset selama intoksikasi
atau putus zat. Pada umumnya, intoksikasi disertai dengan ciri mood manik atau
campuran, sedangkan putus amfetamin disertai dengan ciri mood depresif.8
4. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan mempengaruhi seperdelapan dari total populasi di seluruh
dunia, dan memiliki menjadi daerah yang sangat penting dari kepentingan
penelitian di Psychopharmacology. Orang dengan gangguan kecemasan bisa
mendapatkan keuntungan dari perawatan psikologis, farmakoterapi atau
kombinasi dari keduanya. Keterbatasan umum Terapi anti ansietas konvensional
termasuk gangguan kejiwaan co-morbid dan peningkatan dosis obat yang
menyebabkan efek samping tak tertahankan. keterbatasan ini telah mendorong
penggunaan sistem tradisional dan alternatif pengobatan. ini kertas ulasan
penyebab, dan terapi yang efektif dan aman untuk kecemasan gangguan.9 DSMIV menyediakan kemungkinan gangguan kecemasan akibat amfetamin dengan
onset selama intoksikasi atau putus zat. Amfetamin, seperti kokain, dapat
menyebabkan gejala yang mirip dengan yang dilihat pada gangguan obsesifkompulsif, gangguan panik, dan gangguan fobik, pada khususmya.8

5. Gangguan Seksual
Disfungsi seksual dapat diakibatkan oleh faktor psikis akibat stres yang tinggi.
Misalkan ketika menghadapi masalah keuangan, keluarga, pekerjaan, penyakit,
atau kematian anggota keluarga dapat membuat seorang wanita depresi sehingga
mengalami disfungsi seksual. Disfungsi seksual merupakan merupakan

penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik
pria maupun wanita.10 Disfungsi seksual terjadi pada 45% dari pasien yang
memakai obat antipsikotik, 17% dari kontrol normal dan 61% dari kontrol
menghadiri klinik disfungsi seksual.11 Disfungsi seksual telah dilaporkan terjadi
pada sekitar 30-70% dari pasien yang menerima obat antidepresan.9
Siklus respon seksual manusia normal konvensional dibagi menjadi empat tahap.
Gangguan respon seksual dapat terjadi pada salah satu atau lebih dari fase ini.10

Desire: biasanya ini tentang fantasi, dan keinginan untuk memiliki, aktivitas

seksual.
Excitement: arti subjektif dari kenikmatan seksual dan perubahan fisiologis
yang menyertainya, yaitu tumescence penis dan ereksi pada pria, dan
vasokongesti panggul, pembengkakan genitalia eksternal, dan pelumasan

vagina dan ekspansi pada wanita.


Orgasm: puncak kenikmatan seksual, dengan pelepasan ketegangan seksual
dan kontraksi berirama dari otot-otot perineum dan organ reproduksi. Pada
pria, sensasi keniscayaan ejakulasi diikuti oleh ejakulasi semen. Pada

wanita, terjadi kontraksi dari sepertiga bagian luar dinding vagina.


Resolution: rasa relaksasi otot dan kenikmatan seutuhnya. Pria refraktori
fisiologis untuk ereksi dan orgasme untuk jangka waktu bervariasi,
sedangkan wanita mungkin dapat menanggapi rangsangan lebih lanjut

Walaupun amfetamin sering kali digunakan untuk meningkatkan pengalaman


seksual, dosis tinggi dan pemakaian jangka panjang adalah disertai dengan
impotensi

dan

disfungsi

seksual

lainnya.

Disfungsi

seksual

tersebut

diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai disfungsi seksual akibat amfetamin


dengan onset selama intoksikasi.3 Oleh karena itu, kesehatan mental diurus
sebagai prioritas dan mereka harus diyakinkan bahwa disfungsi seksual mungkin
akan meningkat sebagai konsekuensinya.
5. Gangguan Tidur
Kriteria diagnostic untuk gangguan tidur akibat amfetamin dengan onset selama
intoksikasi atau putus amfetamin ditemukan dalam DSM-IV dalam bagian
tentang gangguan tidur. Intoksikasi amfetamin adalah disertai dengan insomnia
dan tidur yang buruk, sedangkan putus amfetamin dapat disertai dengan
hipersomnolensi dan mimpi menakutkan.

6. Gangguan yang tidak diperlukan


Jika gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin) tidak memenuhi
kriteria atau lebih kategori di atas, keadaan tersebut dapat didiagnosis sebagai
suatu ganguan penggunaan amfetamin yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified). Dengan meningkatkan penggunaan gelap amfetamin racikan,
sindrom dapat timbul tanpa memenuhi kriteria yang dituliskan dalam DSM-IV
yang mengharuskan seringnya penggunaan kategori NOS untuk amfetamin
racikan tersebut.
3. KANABIS
Pemakaian narkotika secara umum dan juga psikotropika yang tidak sesuai
dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasar
efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi 3,
yaitu:
a. Depresan,

yaitu

menekan

sistem

sistem

syaraf

pusat

dan

mengurangiaktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang,


bahkan bisamembuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan
dosis bisamengakibatkan kematian. Jenis narkotika depresan antara lain
opioda, danberbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang
popular sekarang adalah Putaw.
b. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
sertakesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh
yangsekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi.
c. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya

persepsi

ataumengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari


tanamanseperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran.
Selain ituada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling
banyakdipakai adalah marijuana atau ganja.
Bila narkotika digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang
telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang
akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan
pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paruparu, hati dan ginjal. Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat

tergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi
atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat
pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap psikis :
1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
2. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap lingkungan social
1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan
mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak
mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan
sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejala fisik dan
psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk
membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan lain-lain.9

4. KAFEIN
Kafein, yang paling sering dalam bentuk kopi atau teh adalah zat psikoaktif
yang paling luas digunakan di negara Barat. Kafein adalah suatu methylxanthine
adalah lebih kuat dari pada methylxanthine lain. Mekanisme kerja utama dari
kafein adalah sebagai suatu antagonis reseptor adenosin.
Kafein mempunyai semua sifat yang berhubungan dengan zat yang sering
kali disalahgunakan. Pertama, kafein dapat bertindak sebagai pendorong yang
positif, terutama pada dosis rendah. Dosis kafein kira-kira 100 mg menginduksi
eufori ringan pada manusia disertai dengan perilaku kecanduan zat tersebut
secara berulang. Tetapi, dosis kafein 300 mg adalah disertai dengan peningkatan
kecemasan dan disforia ringan pada manusia dan tidak bertindak sebagai
pendorong yang positif.9
Intoksikasi akibat kafein adalah :
Gelisah
Gugup
Kegembiraan
Insomnia
Muka Kemereahan

Diuresis
Gangguan Gastrointestinal
Kedutan Otot
Jalan pikiran melantur
Takikardia
Periode tidak mudah lelah
Agitasi Psikomotor
5. INHALAN
Inhalan merupakan kelompok kimia beragam zat psikoaktif terdiri dari
pelarut organic dan zat volatile yang umumnya ditemukan pada lebih dari 1.000
produk rumah tangga biasa. Inhalan tersedia dalam bentuk cairan tersimpan dalam
botol atau kaleng, dalam bentuk semprotan atau yang berbentuk semisolid yang
tersedia dalam tuba yang di mkonsumsi dengan cara disedot melalui hidung dan
mulut, atau dituang dalam kantong plastic. Dengan menghirup 1-0-15 kali dari
kantong plastic tertutup itu, dapat dicapai euphoria untuk kebanyakan inhalan. 11
1. Cara Kerja:
Inhalan bekerja pada dinding sel saraf pada sel saraf pada susunan saraf
pusat. Inhalan paling cepat diserap melalui paru. Pada umumnya, inhalan mempunyai
onset yang cepat. Inhalan dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal dan
paru, sebagian dalam bentuk utuh. Inhalan bekerja pada sistem dopaminergik dan
GABA-ergik. Toleransi terhadap inhalan terjadi dengan cepat, yang menyebabkan
ketergantungan psikis secara jelas sedangkan ketergantungan fisik tidak jelas.

11

2. Pengaruh Terhadap Pengguna:


Inhalan mempunyai sifat menghambat aktivitas susunan saraf pusat seperti
sedative hipnotik dan alcohol. Pengaruh penggunaan inhalan terhadap pengguna sulit
diuraikan secara umum karena terdapat dalam berbagai jenis inhalan. Hal ini semakin
sulit karena inhalan umumnya terdapat dalam berbagai produk untuk keperluan rumah
tangga, kantor maupun pabrik, produk tersebut kebanyakan berisi lebih dari satu
inhalan. Namun demikian, terdapat gejala umum, seperti pada gejala intoksikasi akut. 11
Intoksikasi akut inhalan ditandai dengan adanya euforia, perasaan melayang,
iritasi pada mata, melihat objek menjadi ganda, suara berdenging di telinga, berbangkis,
hidung basah, batuk, mual, muntah, diare, ke3hilangan nafsu makan, nyeri dada,
gangguan koordinasi motorik, letargi, hiperfleksi, gangguan irama jantung, nyeri otot

dan sendi, halusinasi, waham, ilusi, daya nilai realitas terganggu, mudah tersinggung,
impulsive, kesadaran berkabut atau perilaku aneh. 11
Kematian secara mendadak disebabkan oleh aritmia jantung atau
laringospasme. Kematian pada penggunaan inhalan bisa disebabkan oleh hambatan pada
sistem pernapasan, akibat kelebihan dosis, bekunya jalan napas akibat penguapan
inhalan yang terlalu cepat atau akibat kekurangan zat asam karena kantong plastic yang
dipakai untuk menghirup mengempis menutupi mulut dan hidung, sementara pengguna
dalam keadaan tidak sadar. Kematian dapat juga disebabkan oleh bahan campuran
dalam produk yang mengandung inhalan atau karena hipereksia. Akhirnya, kematian
bisa disebabkan oleh kecelakaan akibat adanya ilusi, halusinasi atau waham. Gejala
putus zat pada penggunaan inhalan secara klinis belum terbukti ada dan masih dalam
penelitian lebih lanjut.11
3. Konsekuensi Penggunaan Inhalasi
Penggunaan inhalan berkaitan dengan sejumlah besar efek samping dan efek
psikososial.
1. Efek neurologis dan kognitif
Studi pada pekerja yang pekerjaannya terekspos inhalan menjadi dasar untuk
diketahui tentang hubungan inhalan dengan deficit fungsi kognitif. Morrow dan rekan
menemukan gangguan memori dan belajar yang signifikan pada pelukis dibanding
dengan sampel control, membuktikan bahwa pasien dengan masalah gangguan kognitif
akibat inhalan lebih lambat untuk diselesaikan. Pajanan tunggal menyebabkan
keracunan inhalasia dapat menghasilkan masalah memori jangka panjang dan gangguan
kecepatan pengolahan informasi. Temuan penting mengingat bahwa penyalahgunaan
inhalasia ditandai dengan paparan neurotoksin di tingkat yang jauh lebih tinggi daripada
yang biasanya terjadi dalan pajanan pekerjaan. Tenebein dan Pillay menemukan
aktivitas otak berkurang dalam menanggapi peristiwa visual dan auditori yang
merupakan penanda adanya disfungsi neurologis pada 8 dan 15 pengguna inhalan
berusia 9 hingga 17 tahun, walaupun yang lebih muda tidak memiliki bukti klinis dari
abnormalitas neurologi. 12
2. Efek pada organ lain selain otak
Semakin terbukti bahwa inhalasi dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis
yang mempengaruhi beberapa sistem organ. Penelitian pada hewan, laporan kasus, dan

investigasi klinis kecil telah membuktikan terdapatnya efek inhalasia pada hati, jantung,
dan toksisitas ginjal, demineralisasi tulang, penekanan pada sumsum tulang dan
mengurangi kekebalan. Inhalasia juga dapat menyebabkan neuropati perifer
menyebabkan rasa sakit kronis dan kerusakan saraf optic yang menurunkan visus.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa penyalahgunaan inhalasia dikaitkan
dengan disfungsi paru serius. Sebuah studi epidemiologi dari 29.195orang dewasa
berusia 35-49 berpartisipasi penelitian ditemukan bahwa durasi penyalahgunaan
inhalasia secara signifikan positif berhubungan dengan kemungkinan menderita
tuberculosis, bronchitis, asma, dan sinusitis. Para penulis menyimpulkan bahwa
disfungsi membrane alveolo-kapiler dapat mengikuti penyalahgunaan inhalasia.12
6. NIKOTIN
Nikotin merupakan senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang dapat bersifat
adiktif yang dihasilkan secara alami pada berbagai macam tumbuhan, terutama suku
terung terungan (solanaceae) seperti tembakau. Bentuk nikotin yang paling umum
adalah tembakau yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu dan pipa. Bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh nikotin bagi kesehatan, dapat menyebabkan tekanan darah tinggi,
penyakit paru obstruktif kronik bahkan sampai kanker paru,dan dapat menstimulasi
penyakit penyakit jantung. Nikotin juga mengakibatkan adiksi bagi pemakai yang
berakibat buruk bagi pemakai.
Nikotin dapat berpotensi sebagai racun saraf yang potensial dan digunakan sebagai
bahan baku berbagai jenis insektisida dalam konsentrasi tinggi. Pada konsentrasi
rendah, zat ini dapat menimbulkan kecanduan, khususnya pada pada rokok. Setiap kali
seseorang menghirup bahan yang mengandung nikoti maka zat ini akan masuk kedalam
tubuh. Setiap 1 batang rokok mengandung sedikitnya 10 miligram nikotin. Nikotin
inilah yang membuat orang kecanduan merokok.
Merokok merupakan penyebab utama kematian akibat kanker, penyakit jantung,
dan penyakit paru. Merokok juga merupakan faktor resiko untuk infeksi saluran
pernapasan dan lainya, osteoporosis, gangguan reproduksi, menghambat penyembuhan
luka, ulkus duodenum dan diabetes. Merokok memicu terjadinya penyakit yang

merupakan akibat dari paparan racun dalam asap tembakau. Kecanduan nikotin
merupakan salah satu contoh dari akiabat langsung merokok.
Kecanduan nikotin melibatkan sejumlah interaksi farmakologis, faktor genetik
dan faktor social dan lingkungan. Efek farmakologis penggunaan nikotin adalah
peningkatan suasana hati dan persaan senang yang dialalmi perokok.
Menghirup asap dari sebatang rokok akan mengakibatkan pelepasan nikotin dari
tembakau dalam rokok. Partikel asap membawa nikotin ke dalam paru paru, yang
dengan cepat diserap kedalam sirkulasi vena pulmonal. Nikotin kemudian memasuki
sirkulasi arteri dan bergerak cepat dari paru paru ke otak yang akan mengikat reseptor
kolinergik nikotin (seluran ion yang biasanya megikat asetilkolin). Efek utama nikotin
yang terdapat dalam tembakau adalah adiksi yang merupakan suatu fenomena perilaku
yang kompleks dengan sebab akibat yang luas dari mekanisme molekuler ke interaksi
social. Telah diketahui bahwa nikotin mempengaruhi aktivitas neuron, komukasi sinaps,
dan perilaku.
Nikotin akan menciptakan reaksi biokimia dalam tubuh yang dengan cepat akan
memberi efek pada tubuh dan kemampuan bertindak. Semakin banyak asap rokok yang
akan dihirup, maka akan semakin menyebabkan ketergantungan. Perokok juga bisa
menjadi pecandu yang selalu tergantung pada rokok akibat pengaruh psikologis yang
diakibatkan penyalahgunaan nikotin.jika hal ini terjadi, maka akan mempengaruhi
perasaan seseorang pada situasi tertentu.
Nikotin akan mengakibatkan merasa relaks dan kemudian merasa lebih energik
dan bersemangat. Efek ini umum dikenal sebagai biphase effect. Sebagai akibatnya
semakin sering seseorang merokok, akan semakin merasa ketagihan dan bertambah pula
dosis yang akan dikonsumsi. Saat seseorang menghisap sebatang rokok, nikotin akan
diserap dalam tubuh, diiringi pelepasan adrenalin. Saat adrenalin dilepas maka tubuh
akan memberi respons dengan merangsang pelepasan cadangan glukosa ke dalam darah.
Hal ini akan mengakibatkan jumlah gula darah dalam tubuh menyebabkan
hiperglikemia, inilah yang menyebabkan seseorang perokok tidak merasa lapar dan
lebih banyak dijumpai perokok yang berbadan kurus dibandingkan perokok yang
memiliki kelebihan berat badan.
Nikotin menyebabkan perasaan senang serta megurangi stres dan
kecemasan. Perokok menggunakannya untuk memodulasi tingkat gairah dan

mengendalikan suasana hati. Konsumsi nikotin miningkatkan konsentrasi, waktu reaksi,


dan kinerja dari tugas tugas tertentu. Beberapa usaha yang dilakukan menghentikan
konsumsi nikotinakan menyebabkan munculnya gejalah penarikan seperti marah,
perasaan depresi, gelisah dan cemas. Ketika seseorang yang kecanduan nikotin berhenti
merokok, dorongan untuk kembali mengkonsumsi nikotin masih besar dan dorongan ini
akan menetap dalam jangka waktu lama sehingga konsumsi nikotin cenderung
menyebabkan

kekambuhan.

Dalam

beberapa

bualan

pertama

sejak berhenti

mengkonsumsi nikotin gejalah dan efek fisiologis akan berkurang sedikit demi sedikit,
namun bagi seseorang perokok akan sangat sulit untuk berhenti merokok. Itulah
mengapa hanya kurang dari 3% yang berhasil untuk benar benar tidak merokok lagi.
7. HALUSINOGEN
Halusinogen disebut sebagai psikedelik atau psikomimetik karena disamping
menyebabkan halusinasi,obat tersebut menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas
dan suatu peluasan dan peninggian kesadaran. Halusinogen diklasifikasikan sebagai
obat daftar I; food and drug administration (FDA) telah menyatakan bahwa obat
tersebut tidak memiliki penggunaan medis dan memiliki kemungkinan penyalahgunaan
yang besar.
Lebih dari 100 halusinogen alami dan sintetik digunakan oleh manusia. Halusinogen
alami klasik adalah psilocybin (dari semacam jamur) dan mescaline (dari kaktus
peyote).

Halusinogen

alami

lainnya

adalah

harmin,

halamin

ibogaine

dan

dimethyltryptamine (DMT). Halusinogen sintetik klasik lysergic acid diethylamide


(LSD), yang disintesis taun 1938 oleh Albert Hoffman, yang selanjutnya secara tidak
sengaja mengingesti sejumlah obat dan mengalami episode halusnogenik akibat LSD
yang pertama.13

Gangguan Mood akibat Halusinogen.

DSM-IV memberikan suatu kriteria diagnostik untuk gangguan mood akibat


halusinogen. Tidak seperti gangguan mood akibat kokain dan gangguan mood akibat
amfetamin, dimana gejala agak dapat diperkirakan, gejala gangguan mood yang
menyertai penyalahgunaan halusinogen dapat bervariasi. Penyalahgunaan mungkin

mengalami gejala mirip manik berupa waham kebesaran atau perasaan dan ide mirip
depresi atau gejala campuran. Seperti pada gejala gangguan psikotik akibat halusinogen,
gejala gangguan mood akibat halusinogen hampir selalu menghilang jika obat telah
dihilangkan dari tubuh pasien.13

Gangguan Kecemasan akibat Halusinogen


Gangguan kecemasan akibat halusinogen juga bervariasi dalam pola gejalanya,

dan tersedia sedikit data tentang pola gejala. Dokter sering mengobat pasien yang
datang dengan gangguan berhubungan dengan halusinogen sering kali melaporkan
gangguan panik dengan agorafobia.13

Gangguan Berhubungan dengan Halusinogen yang Ditentukan


Jika seorang pasien dengan gangguan berhubungan dengan halusinogen tidak

memenuhi kriteria diagnostik untuk salah satu gangguan berhubungan dengan


halusinogen standar , pasien dapat diklasifikasikan menderita gangguan berhubungan
dengan halusinogen yang tidak ditentukan (NOS). DSM-IV tidak mempunyai kategori
diagnostik untuk putus halusinogen, tetapi beberapa klinisi secara anekdot melaporkan
suatu sindrom dengan depresi dan kecemasan yang mengikuti penghentian pemakaian
halusinogen yang sering. Sindrom tersebut mungkin paling memenuhi diagnosis
gangguan berhubungan dengan halusinogen yang tidak ditentukan.13
Gambaran klinis
Onset kerja LSD terjadi dalam satu jam, memuncak dalam dua sampai empat
jam , dan berlangsung selama 8 sampai 12 jam. Efek simatomimetik dari LSD adalah
tremor, takikardia, hipertensi, hiperterimia, berkeringat, pandangan kabur, dan
midriasis. Kematian dapat disebabkan oleh pemakaian halusinogen. Penyebab kematian
mungkin berhubungan dengan patologi kardiovaskular dan serebrovaskular yang

berhubungan dengan hipertensi atau hipertimia. Suatu sindrom yang mirip dengan
sindrom neuroliptik malignan telah dilaporkan berhubungan dengan pemakaian LSD.
Pada pemakaian halusinogen persepsi menjadi cerah dan kuat secara tidak
biasanya. Warna dan tekstur menjadi lebih kaya dari sebelumnya, kontur dipertajam,
musik lebih menonjol secara emosional dan pembauandan pengecapan meningkat.
Sinestia sering terjadi, warna mungkin terdengar atau suara terlihat. Perubahan dalam
citra tubuh dan perubahan persepsi waktu dan ruang juga terjadi. Halusinasi biasanya
adalah visual, seringkali bentuk dan gambar geometrik tetapi halusinasi dengar dan raba
kadang dialami. Emosi dapat menjadi kuat secara tidak biasanya dan dapat berubah
secara mendadak dan serin; dua perasaan yang tampaknya tidak sesuai mungkin dialami
pada saat yang sama. Sugestibilitas sangat meninggi dan kepekaan atau pelepasan dari
orang lain mungkin terjadi. Ciri lain yang sering tampak adalah kesadaran terhadap
organ internal, pemulihan daya ingat awal yang hilang, pelepasan material bawah sadar
dalam bentuk simboli, dan regresi dan tampaknya menghidupkan kembali peristiwa
masalalu, termasuk kelahiran. Refleksi introspektif dan perasaan religius dan tilikan
filosofi adalah sering terjadi. Perasaan terhadap diri sendiri sangat berubah seringkali
sampai titik depersonalisasi, penggabungan dunia luar , perpisahan diri dari tubuh, atau
dissolusi total ego dalam kegembiraan mistik. 13

BAB III
PENUTUP
Kesehatan mental adalah lebih dari sekadar ketiadaan gangguan jiwa.
Masalah gangguan dalam kesehatan mental dapat memperngaruhi individu secara
fungsional dan kapasitas keja dalam berbagai cara. Ilimu kesehatan mental adalah
ilmu yang mngembangkan dan menerapkan seperangkat perinsip yang praktis dan
bertujuan untuk mencapai dan memelihara psikoloigis organisme manusia dan
mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hawaidah, Rinvil. R, Theodorus.S,. Pengaruh Motivational Interviewing
Terhadap

Peningkatan Motivasi

Dan Berkurangnya Gejala Putus

Opioid

Peserta Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).2010[cited 2105 august 15].


Available
from:file:///C:/Users/Ramba/Downloads/Documents/1f7edcd2eb1535a349ae52c
68c678708_2.pdf.
2. Raharjo S. Keefektifan konseling untuk menurunkan Skor Penggunaan NAPZA
di Klinik Rumatan Metadon.2011[cited 2015 august 15]. Aviable From:
file:///C:/Users/Ramba/Downloads/Documents/10-11-1-PB_4.pdf
3. Sujudi Ahmad, Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan. Menteri Kesehatan
Rebuplik Indonesia.2002
4. Rosita H.C. Puasa dan Pengendalian Diri Perspektif Kesehatan Mental [Skripsi].
Yogyakarta. Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga;2009
5. Hidayat Dan, Pelayanan Kesehatan Jiwa dalam Praktik Umum, Penyegar Ilmu
Kedokteran.2010
6. Kemitraan UNFP dan Angsamerah Institution. Modul Pelatihan Layanan
Kesehatan Seksual dan Reproduksi Ramah Remaja untuk Dokter praktik Swasta
di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2013.[cited 2015 august 15]. Aviable from:
file:///C:/Users/Ramba/Downloads/Angsamerah-Handout_Kriteria_SUD_4.pdf
7. Snyder B. Revisiting Old friends: uptake on opioid pharmacology.Australian
Presciber.VOLUME 37 : NUMBER 2 : APRIL 2014
8. Kaplan H, Sadock B, Grebb J.Sinopsis Psikiatri: Gangguan Berhubungan
Dengan Zat Jilid II.Binarupa Aksara.2010
9. Shri R. Anxiety: Causes and Management. Department of Pharmaceutical
Science. Punjabi University, Patiala. India

10. Masri,CS,Sutyarso. Correlation Of Stress According to The Scale Of Social


Readjustment Rating Scale and The Incident of Sexual Dysfunction in Women
Of Productive Age Couples in Puskesmas Kota Karang Teluk Betung Bandar
Lampung.2013.p46-53
11. Joewana S. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
Edisi 2. EGC: Jakarta. 2004
12. Howard MO, Bowen SE, Garland EL, Perron BE, Vaughn MG. Inhalant use and
inhalant use disorders in the united states. Addiction science&clinical practice.
July 2011. 18-31.
13. Kaplan H, Sadock B, Grebb J.Sinopsis Psikiatri: Gangguan Berhubungan
Dengan Zat Jilid I.Binarupa Aksara.2010
14.

Anda mungkin juga menyukai