Anda di halaman 1dari 3

Penyebab tidak Terlaksananya Nilai-Nilai Moral dari

Pancasila dan UUD 1945


Oleh Shovy Suha Naulia

Menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas
sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik
memang berharga. Menurut Suyitno (1984 : 11-13), nilai merupakan sesuatu yang kita alami
sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi. Nilai mau dilaksanakan dan mendorong kita
untuk bertindak. Nilai mengarahkan perhatian serta minat kita, menarik kita keluar dari kita
sendiri ke arah apa yang bernilai.nilai berseru kepada tingkah laku dan membangkitkan
keaktifan kita.
Nilai memiliki tingkatan tertentu, yaitu :
1.

Nilai dasar adalah nilai yang mendasari nilai instrumental, mendasari semua

aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tercermin di dalam


Pancasila yang secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945. Nilai dasar sifatnya sangat
fundamental.
2.
Nilai instrumental merupakan manivestasi dari nilai dasar, berupa pasal-pasal
UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya yang
berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada masyarakat untuk mentaatinya.
3.
Nilai praksis merupakan penjabaran dari nilai instrumental dan berkaitan
langsung dengan kehidupan nyata, yaitu suatu kehidupan yang penuh diwarnai oleh
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sifatnya cenderung pada hal yang bermanfaat dan
menguntungkan.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai
adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai hal yang
dianggap sebagai sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat. Dalam
pembelajaran Pendidikan Pancasila di mahasiswa Unnes, nilai sangat penting untuk
ditanamkan karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan hidup.
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya seseorang,
baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan
pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan
manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk

yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri
individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas
memiliki sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas
merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna
moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun
menjalankan aturan.
Sejak jaman demokrasi parlementer, era demokrasi terpimpin, era demokrasi
pancasila, hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini, pancasila telah mengalami
berbagai dinamika sejarah sistem politik Indonesia. Di setiap jaman, pancasila harus
melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar
filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik
terminal sejarah.
Di jaman sekarang ini Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi, mengapa?
Karena di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik, pancasila seolah lenyap dari kehidupan kita. Situasi
dan lingkungan kehidupan bangsa telah berubah pada saat ini baik di tingkat domestik,
regional maupun global. Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang pancasila
dengan lima belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda. Saat ini sebagian masyarakat
cenderung menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol negara dan mulai melupakan
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi dasar
negara dan sumber dari segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas bagi eksistensi
bangsa Indonesia. Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan perbuatan para
pemimpin bangsa. Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai
tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik
dari para pemimpin bangsa dalam pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilainilai Pancasila di masyarakat. Saat ini pun korupsi marak terjadi di Indonesia dan
kebanyakaan dari pelaku korupsi adalah para pemimpin bangsa.
Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa melaksanakan
nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan baru yang tidak melihat
Pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah
kekacauan dalam tatanan kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap
nilai-nilainya yang paling bagus. Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat
dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa

kita saksikan dengan mulai terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam
bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang
dangkal, wawasan yang sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan
mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta
sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung mengundang tindak anarkhis.

Anda mungkin juga menyukai