Anda di halaman 1dari 23

Undang-undang RI No.

17 Tahun 2003 Tentang


Keuangan Negara
A. Pendahuluan
1. Dasar Pemikiran
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara selama ini masih digunakan
ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial
Hindia Belanda yaitu :
a) Indische Comftabiliteitswet (ICW) stbl. 1925 no. 448
b) Indische Bedrijevnwet (IBW) stbl. 1927 no 419 jo stbl 1936 no 445
c) Reglement voorhet Administratief Beheer (RAB) stbl. 1933 no 381
sementara itu dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggung jawaban keuangan
negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene
Rekonkamer (IAR) stbl 1933 No. 320 Peraturan perundang-undangan tersebut
tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem
kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik
Indonesia. Oleh karena itu meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal
masih tetap berlaku, akan tetapi secara material sebagian dari ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan kelemahan
perundang-undangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa
bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya
menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan
fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang
telah ditetapkan Undang-undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara
universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undangundang yang mengatur pengeloalan keuangan negara yaitu Undang-undang No.
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-undang No. 17 tahun 2003 merupakan reformasi sistem keuangan
negara yang meliputi :
a) Reformasi penyusunan dan penetapan anggaran

b) Reformasi pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran


c) Reformasi pengawasan anggaran (audit)
3. Peraturan Terkait
a) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
b) UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
c) UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
jawab Keuangan Negara
d) PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah
e) PP No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga
B. Pokok-pokok Isi
a)
b)
c)
d)
e)

Umum
Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara
Penyusunan dan Penetapan APBN
Penyusunan dan Penetapan APBD
Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,

Pemerintah Daerah/Lembaga Asing


f) Hubungan
Keuangan
Antara
g)
h)
i)
j)
k)

Pemerintah

dan

Perusahaan

Negara/Daerah/Swasta Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat


Pelaksanaan APBN dan APBD
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD
Ketentuan Pidana, Sanksi Administrasi dan Ganti Rugi
Ketentuan Peralihan
Ketentuan penutup

C. Ringkasan
A Umum
1. Keuangan Negara
1) Pengertian Keuangan Negara, Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai denga uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan 3 milik negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (pasal 1
butir 1)
2) Pendekatan dalam perumusan pengertian Keuangan Negara, Pendekatan
yang dipakai dalam merumuskan keuangan adalah dari sisi objek, subjek,
proses dan tujuan.
3) Pengertian Keuangan dari sesi :

Objek : semua hak, kewajiban, negara yang dapat dinilai dengan


uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut.
Subjek : seluruh objek keuangan diatas yang dimiliki negara
dan/atau dikuasai Pemerintah Negara/Daerah, dan badan lain yang

ada kaitannya dengan keuangan negara


Proses : seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan

dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban


Tujuan : seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam

rangka. (Penjelasan UU No. 17 tahun 2003 butir 3)


2. Lingkup Keuangan Negara (Pasal 2):
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada butir a diatas meliputi :
Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan

mengedarkan uang dan melakukan pinjaman


Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga


Penerimaan Negara
Pengeluaran Negara 4
Penerimaan Daerah
Pengeluaran Daerah
Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh
pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hakhak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang

dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah


Kekayaan lain yang dikuasai pemerintah dengan

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum


Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas

rangka

yang diberikan pemerintah


3. Bidang Keuangan Negara
Bidang pengelolaa Keuangan Negara yang demikian luas dapat
dikelompokkan dalam :

Sub Biang Pengelolaan Fiskal


Sub Bidang Pengelolaan Moneter
Sub Bidang Pengelolaan Keuangan Negara yang Disahkan (Penjelasan UU
No. 17 tahun 2003 butir 3)
B Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara (Pasal 6)
1. Pengaturan Kekuasaan Atas Keuangan Negara
1) Presiden : selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan.

Sebagian

dari

kekuasaan

tersebut

dikuasakan/diserahkan:
2) Menteri Keuangan : selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
3) Menteri/pimpinan lembaga : Pengguna anggaran/pengguna barang
kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya
4) Gubernur/bupati/walikota : selaku kepala pemerintahan di daerah
dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan
5) Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter yang meliputi
antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur
dengan undang-undang.
2. Tugas Fiskal Menteri Keuangan (Pasal 8), Dalam rangka pelaksanaan
kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Meteri Keuangan mempunyai tugas :
1) Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
2) Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN
3) Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
4) Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan
5) Melaksanakan pemungutan pendapatan yang ditetapkan dengan
undang-undang
6) Melaksanakan fungsi bendahara umum negara
7) Menyusun laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN
8) Melaksanakan tugas lain-lain di bidang pengelolaan fiskal
berdasarkan ketentuan undang-undang
3. Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
:

1) Menyusun rancangan anggaran kementrian negara/lembaga yang


dipimpinnya
2) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
3) Melaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga

yang

dipimpinnya
4) Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan
menyetorkannya ke Kas Negara
5) Mengelola piutang, dan utang negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya
6) Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya
7) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya
8) Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya
berdasarkan ketentuan undang-undang
4. Pengaturan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (Pasal 10 ayat (1)
1) Pengelolaan keuangan ditingkat daerah diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.
2) Selanjutnya, dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD.
3) Dan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku
pejabat pengguna anggaran/barang daerah
5. Tugas Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (Pasal 10 ayat (2))
1) Menyusun an melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD
2) Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD
3) Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
4) Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.
5) Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggung
jawaban pelaksanaan APBD.
6.
1)
2)
3)
4)
5)

Tugas Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (Pasal 10 ayat (3))


menyusun anggaran SKPD yang dipimpinnya
Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya
Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak
Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tangung jawaban SKPD
yang dipimpinnya

6) Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab


SKPD yang dipimpinnya
7) Menyusun dan menyampaikan

laporan

keuangan

SKPD

yang

dipimpinnya.
C Penyesuaian Dan Penetapan APBN/APBD
1. Penyusunan APBN
a) Penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro. Pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro disampaikan Pemerintah Pusat kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) paling lambat pertengahan Mei tahun berjalan.
b) Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN Pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro dibahas oleh
Pemerintah Pusat adn DPR dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
c) Pembahasan Kebijakan Umum dan Prioritas

Anggaran

Pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran (berdasarkan


kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal) oleh
Pemerintah Pusat dan DPR untuk dijadikan acuan penyusunan
usulan anggaran oleh kementerian negara/lembaga (Pasal 13)
d) Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) (Pasal 14).
Penyusunan RKA-KL tahun berikutnya oleh menteri/
lembaga yang : Berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai, Disertai prakiraan belanja tahun berikutnya setelah
tahun anggaran yang disusun
Pembahasan pendahuluan rancangan APBN RKA-KL
disampaikan ke DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
rancangan APBN
Hasil Pembahasan RKA-KL, Hasil pembahasan RKA-KL
disampaikan

ke

Menteri

Keuangan

untuk

bahan

penyusunan rancangan undangundang tentang APBN tahun


berikutnya
Ketentuan tentang penyusunan RKA-KL diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004
2. Penetapan APBN

Rancangan Undang-udang tentang APBD disertai nota keuangan


dan

dokumen-dokumen

pendukungnya

disampaikan

oleh

Pemerintah Pusat kepada DPR


Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN, dimana
DPR dapat mengajukan usulan perubahan atas Rancangan Undang-

undang tentang APBN


Penetapan Undang-undang oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua)

bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan


APBN dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,

kegiatan dan jenis belanja


Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang APBN,
Pemerintah

Pusat

melakukan

pengeluaran

setinggitingginya

sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.


D Hubungan dan Penetapan APBD
1. Penyusunan APBN
Perubahan kebijakan umum APBD (pasal 18) Pemerintah Daerah
menyampaikan dan membahas kebijakan umum APBD dengan
DPR (Juni) termasuk prioritas dan plafon anggaran sementara
untuk dijadikan acuan tiap SKPD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan


2013 (APBN-P 2013)

Inilah Pokok-Pokok APBN-P 2013

Menteri Keuangan Chatib Basri didampingi Wakil Menteri Keuangan Any


Ratnawati dan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyampaikan
penjelasan terkait APBN-P 2013 itu dalam konperensi pers di kantor Kementerian
Keuangan,

Jakarta,

Selasa

(18/6).

Berikut disampaikan pokok-pokok yang tertuang dalam APBN-P 2013


sebagaimana

disampaikan

Menteri

Keuangan

Chatib

Basri:

I. Asumsi dasar makro ekonomi 2013:


Pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; 2. Inflasi 7,2 persen; 3. Nilai tukar Rp
9.600/dollar AS; 4. Tingkat suku bungan SPN 3 bulan 5,0 persen; 5. Harga minya
Indonesia 108,0 dollar AS per barel; dan 6. Lifting gas 1.240 barel per hari.
Disamping asumsi-asumsi tersebut telah disepakati parameter-parameter dalam
penyusunan APBN-P 2013, yaitu: konsumsi BBM sebesar 48,0 juta kiloliter;
Rumah Tangga Sasaran (RTS) Raskin dan Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) sebanyak 15,5 juta
II. Postur APBN-P 2013:

1. Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 1.502 triliun, atau turun Rp 27,7


triliun dari target APBN 2013 sebesar Rp 1.629,7 triliun. Penerimaan ini terdiri
dari PNBP Rp 349,2 triliun, penerimaan pajak Rp 1.148 triliun, dan penerimaan
hibah Rp 4,5 triliun.
2. Belanja Negara RP 1.762,2 triliun, terdiri dari Belanja Pusat Rp 1.196 triliun
atau naik Rp 42,4 triliun dari pagi APBN 2013 sebesar Rp 1.154,4 triliun, dan
transfer ke daerah Rp 529,4 triliun.
3. Dengan demikian, terjadi defisit anggaran sebesar 224,2 triliun (2,38 persen)
lebih besar dari APBN 2013 sebesar Rp 153,3 triliun (1,65 persen).
4. Pembiayaan anggaran diperkirakan mencapai Rp 224,2 triliun, yang bersumber
dari dari antara lain tambahan pemanfaatan SAL Rp 20,0 triliun, SBN Neto Rp
51,4 triliun, dan penarikan pinjaman program Rp 4,6 triliun.
5. Kenaikan belanja pemerintah pusat dipengaruhi antara lain:
a. Kenaikan subsidi BBM dan subsidi listrik akibat perubahan asumsi makro dan
peningkatan subsidi menjadi 48 juta kiloliter;
b. Pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S)
sebesar Rp 12,5 triliun, yang meliputi Program Bantuan Siswa Miskin (BSM),
Program Keluarga Harapan (PKH), dan program tambahan penyaluran beras
untuk masyarakat miskin (Raskin);
c. Pelaksanaan Program Khusus, yang terdiri atas: 1. Pemberiian BLSM Rp 9,3
triliun

untuk

15,5

juta

RTS

selama

bul,

Rp

150.000,

serta safeguarding BLSM Rp 360,0 miliar; dan 2. Program Infrastruktur Dasar Rp


7.250 miliar; dan
d. Pemotongan anggaran belanja K/L sebesar Rp 13.202,6 miliar; dan d.
Penyesuaian anggaran pendidikan sehingga menjadi Rp 345,3 triliun (20,01
persen).(Humas Kementerian Keuangan/ES), 7

Sumber :Sekretariat Negara


Tags :Berita Nasional

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan


2014 (APBN-P 2014)
Perkembangan Ekonomi Makro Dan Realisasi APBNP Tahun 2014
APBNP Tahun 2014 memiliki makna dan peran strategis tersendiri bagi
perekonomian Indonesia, khususnya sebagai tahun terakhir pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2 periode 2010-2014.
Dalam tahun 2014 tersebut, Indonesia sukses menyelenggarakan pemilihan umum
secara demokratis yang menjadi landasan penting dalam tahapan pembangunan
selanjutnya.
Upaya pengelolaan kondisi ekonomi makro dan langkah-langkah kebijakan fiskal
yang penuh kehati-hatian (prudent) sebagaimana telah disepakati Pemerintah
bersama DPR pada bulan Juni 2014 dalam proses penetapan APBNP Tahun 2014,
berhasil dilaksanakan oleh Pemerintah secara konsisten sepanjang tahun 2014.
Secara umum, realisasi APBNP Tahun 2014 menunjukkan kinerja yang apik.
Kondisi ekonomi makro selama tahun 2014 menunjukkan perkembangan yang
cukup baik sebagaimana ditunjukkan pada perkembangan indikator ekonomi
makro sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen;
2. Tingkat inflasi sebesar 8,36 persen;
3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat rata-rata Rp11.878/US$;
4. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,8 persen;
5. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata US$97/barel;
6. Lifting minyak rata-rata 794 Ribu barel/hari; dan
7. Lifting gas rata-rata 1.224 Ribu barel setara minyak/hari.
Capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen tersebut lebih rendah dari
asumsi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dalam APBNP Tahun 2014

sebesar 5,5 persen. Hal tersebut terutama disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor
sejalan dengan masih lemahnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas
di pasar Internasional sepanjang tahun 2014. Sementara itu, kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada November 2014 beserta dampak ikutannya
terhadap harga komoditas di dalam negeri dan peningkatan harga barang impor
akibat pelemahan nilai tukar Rupiah menyebabkan tingkat inflasi sepanjang tahun
2014 mencapai sebesar 8,36 persen, atau lebih tinggi dari target inflasi dalam
APBNP Tahun 2014 sebesar 5,3 persen.
Realisasi rata-rata Suku Bunga SPN 3 bulan 5,8 persen di bawah asumsi dalam
APBNP Tahun 2014 sebesar 6,0 persen. Hal ini utamanya dipengaruhi masih
tingginya permintaan akan surat berharga negara meskipun likuiditas global relatif
ketat. Selanjutnya, realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2014 mencapai
Rp11.878/US$, atau mengalami pelemahan dibandingkan dengan targetnya dalam
APBNP Tahun 2014 sebesar rata-rata Rp11.600/US$. Depresiasi nilai tukar rupiah
antara lain dipengaruhi oleh faktor internal seperti tingginya defisit neraca
pembayaran dan faktor eksternal khususnya rencana kenaikan suku bunga
Amerika Serikat.
Realisasi harga minyak mentah Indonesia sebesar US$97/barel juga lebih rendah
dari asumsinya dalam APBNP Tahun 2014 sebesar US$105/barel. Hal ini terutama
dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dunia karena tingginya pasokan
minyak mentah dunia. Sementara realisasi rata-rata lifting minyak mentah
Indonesia dalam periode Desember 2013 sampai dengan November 2014
mencapai 794 Ribu barel per hari atau di bawah targetnya dalam APBNP Tahun
2014 sebesar 818 Ribu barel per hari. Sedangkan realisasi lifting gas mencapai
1.224 ribu barel setara minyak per hari, sesuai dengan targetnya dalam APBNP
Tahun 2014.
Berdasarkan perkembangan indikator ekonomi makro tahun 2014 tersebut di atas,
serta langkah-langkah kebijakan fiskal yang ditempuh selama tahun 2014, kinerja
realisasi APBNP Tahun 2014 dapat tetap dijaga pada tingkat yang aman.

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.537,2 Triliun, atau mencapai 94,0


persen dari rencana dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp1.635,4 Triliun. Dari
jumlah realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan
mencapai Rp1.143,3 Triliun, atau 91,7 persen dari target yang ditetapkan sebesar
Rp1.246,1 Triliun. Pencapaian penerimaan perpajakan tersebut dipengaruhi oleh
melambatnya pertumbuhan ekonomi pada sektor industri pengolahan dan sektor
pertambangan, pelemahan impor, dan penurunan harga CPO di pasar
internasional. Di sisi lain, kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
menunjukkan capaian yang baik dengan realisasi Rp390,7 Triliun, atau 101,0
persen dari target dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp386,9 Triliun. Lebih
tingginya realisasi tersebut terutama bersumber dari penerimaan PNBP
sumberdaya alam (SDA) minyak dan gas. Seluruh target PNBP dalam APBNP
Tahun 2014 terlampaui kecuali penerimaan SDA non migas yang berasal dari
mineral dan batubara (minerba) serta kehutanan.
Realisasi belanja negara tahun 2014 mencapai Rp1.764,6 Triliun, atau 94,0 persen
dari pagu belanja negara dalam APBNP 2014 sebesar Rp1.876,9 Triliun. Realisasi
belanja negara tersebut terdiri dari realisasi belanja pemerintah pusat dan transfer
ke daerah. Realisasi belanja Pemerintah pusat mencapai Rp1.190,8 Triliun, atau
93,0 persen dari pagu belanja Pemerintah pusat dalam APBNP 2014 sebesar
Rp1.280,4 Triliun. Penyerapan realisasi belanja Pemerintah pusat tersebut antara
lain dipengaruhi oleh upaya peningkatan efisiensi belanja kementerian
negara/lembaga (K/L), termasuk kebijakan penghematan anggaran perjalanan
dinas dan paket rapat di akhir tahun 2014, serta pengendalian belanja non K/L.
Kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi pada November 2014 juga dapat
mengendalikan realisasi subsidi BBM sehingga tidak melebihi pagu subsidi yang
ditetapkan dalam APBNP Tahun 2014, realisasi subsidi BBM mencapai Rp240,0
Triliun atau 97,4 persen dari pagunya sebesar Rp246,5 Triliun dalam APBNP
Tahun 2014.
Sedangkan realisasi anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2014 mencapai
Rp573,8 Triliun, atau 96,2 persen dari pagunya dalam APBNP Tahun 2014
sebesar

Rp596,5 Triliun. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor rendahnya

realisasi dana bagi hasil (DBH) sebagai konsekuensi turunnya penerimaan negara
yang dibagihasilkan.
Dengan realisasi pendapatan negara sebesar Rp1.537,2 Triliun dan realisasi
belanja negara sebesar Rp1.764,6 Triliun, maka realisasi defisit anggaran dalam
pelaksanaan APBNP Tahun 2014 mencapai Rp227,4 Triliun (2,26 persen dari
PDB). Realisasi defisit anggaran ini lebih rendah dari target defisit anggaran
dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp241,5 Triliun (2,40 persen dari PDB).
Realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2014 mencapai Rp246,4 Triliun, atau
Rp4,9 Triliun lebih tinggi dari sasaran yang direncanakan dalam APBNP Tahun
2014 sebesar Rp241,5 Triliun. Realisasi pembiayaan anggaran tersebut berasal
dari pembiayaan dalam negeri (neto) sebesar Rp261,7 Triliun, dan pembiayaan
luar negeri (neto) sebesar negatif Rp15,4 Triliun.
Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp227,4 Triliun dan realisasi
pembiayaan anggaran yang mencapai Rp246,4 Triliun, maka dalam pelaksanaan
APBNP Tahun 2014 terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sekitar
Rp19,0 Triliun.
Berdasarkan data (sementara) 31 Desember 2014, rincian realisasi APBNP Tahun
2014 disajikan pada tabel (silahkan download Siaran Pers - format .pdf).
Sumber: http://kemenkeu.go.id/SP/perkembangan-ekonomi-makro-dan-realisasiapbnp-tahun-2014

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan


2015 (APBN-P 2015)

Urgensi APBN-P 2015


Sebagaimana kita ketahui bersama telah dilaksanakan pembicaraan tingkat II atau
sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan
Pemerintah

membahas

mengenai

Rancangan

Undang-Undang

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBNP) tahun 2015 atau
disingkat APBN-P 2015 pada Jumat (13/02) lalu.
Sidang paripurna tersebut merupakan rapat pengambilan keputusan sebagai hasil
akhir pembahasan yang sangat padat antara Pemerintah bersama DPR RI yang
telah dilakukan sebelumnya.
Dalam pidatonya, yang bersumber dari laman Direktorat Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menggarisbawahi bahwa pengajuan
RUU APBNP Tahun 2015 merupakan wujud dari itikad Pemerintah untuk
mempercepat agenda pembangunan nasional sebagai penjabaran atas visi dan misi
Pemerintahan baru.
Selain itu perkembangan realisasi indikator ekonomi makro 2014 yang
berpengaruh terhadap APBN 2015 (antara lain pertumbuhan ekonomi, inflasi,
nilai tukar, ICP, dan lifting migas) dan terakhir sebagai upaya meningkatkan
efektifitas APBN sebagai instrumen pendorong pertumbuhan dan percepatan
pencapaian tujuan pembangunan, serta upaya untuk meningkatkan efisiensi
APBN.
Adapun asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN-P 2015 yang telah disepakati
DPR dan Pemerintah, sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7
2. Inflasi (%, yoy) 5,0

3. Tingkat bunga SPN 3 bulan (%) 6,2


4. Nilai tukar (Rp/US$) 12.500
5. Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) 60
6. Lifting Minyak (ribu barel per hari) 825
7. Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.221

Asumsi Makro Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009 2015. Sumber:


Kementerian Keuangan
Perlu diketahui, bahwa untuk pertama kalinya, pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sepakat untuk memasukkan target pembangunan yang lebih terukur
dalam APBN-P 2015. Target tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kemiskinan dipatok pada angka 10,3 persen;
2. Tingkat pengangguran ditargetkan sebesar 5,6 persen;
3. Rasio ketimpangan pendapatan (Gini ratio) ditargetkan turun menjadi
0,40, dari yang saat ini sebesar 0,41;
4. Indeks Pembangunan Manusia sebesar 69,4
Postur APBN-P 2015

Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro tersebut, telah disepakati postur APBNP 2015 antara Pemerintah dan DPR sebagai berikut:

Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp1.761,6 triliun, atau lebih rendah
Rp7,3 triliun dari usulan Pemerintah dalam RAPBN-P 2015;

Belanja Negara sebesar Rp1.984,1 triliun, lebih rendah Rp10,7 triliun dari
usulan Pemerintah dalam RAPBN-P 2015; yang terdiri atas Belanja
Pemerintah Pusat sebesar Rp1.319,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan
Dana Desa sebesar Rp664,6 triliun;

Defisit APBNP 2015 sebesar Rp222,5 triliun atau sekitar 1,90% terhadap
PDB, sesuai poin persentase yang diusulkan dalam RAPBN-P 2015.

Asumsi dasar ekonomi makro beserta besaran target pendapatan negara yang telah
disepakati tersebut menuntut extra effort dari segenap jajaran pemerintah untuk
mengawal dan mencapainya. Dan peran kita bersama sebagai Warga Negara
Indonesia adalah untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaanya.
Beberapa kebijakan fiskal yang akan ditempuh oleh pemerintahan Presiden Joko
Widodo (Jokowi), diantaranya adalah realokasi belanja kurang produktif kepada
program-program yang lebih produktif, dan dukungan kepada BUMN dalam
pembangunan infrastruktur, dan defisit anggaran yang tetap terjaga pada level
yang sehat.

Postur APBN-P 2015. Sumber: Kementerian Keuangan

Pembiayaan APBN-P 2015


Dari sisi pembiayaan, target defisit anggaran dalam APBN-P 2015 ditetapkan
sebesar Rp222,5 triliun, atau setara 1,90 persen terhadap Produk Domestik Brutto
(PDB). Target Defisit tersebut berarti mengalami penurunan Rp23,4 triliun dari
APBN 2015, atau turun 0,31 poin dari defisit APBN 2015 yang telah ditetapkan
sebesar 2,21 persen.
Apabila dibandingkan dengan RAPBN-P tahun 2015, poin persentase defisit tidak
mengalami perubahan, namun secara nominal turun Rp3,4 triliun dari RAPBNP
tahun 2015 dengan menggunakan perhitungan PDB nominal baru, berdasarkan
realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2014.

Pendapatan Negara APBN-P 2015. Sumber: Kementerian Keuangan

Pendapatan Negara APBN-P 2015


Dari sisi pendapatan negara, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah
strategis dalam pencapaian target perpajakan yang semakin meningkat. Antara
lain reformasi organisasi dan pemberian vitamin dan punishment kepada
petugas pajak, sehingga dapat menjadi dorongan dan insentif dalam mengejar
target yang telah ditetapkan.
Pemerintah meyakini bahwa hal tersebut sangat penting, mengingat penerimaan
perpajakan menjadi backbone utama dari penerimaan negara. Sebagai informasi
dalam APBN-P 2015 2015, penerimaan perpajakan memiliki porsi 84,5 persen
dari total pendapatan negara dan hibah.

Postur Pendapatan Negara APBN-P 2015. Sumber: Kementerian Keuangan


Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam APBN-P 2015 ditargetkan sebesar
Rp269,1 triliun, mengalami penurunan Rp141,3 triliun dari APBN 2015. Hal ini
disebabkan turunnya penerimaan di sektor minyak dan gas bumi, sebagai akibat
rendahnya harga minyak dunia baru-baru ini. Di sisi lain, penerimaan
pertambangan mineral dan batubara ditargetkan meningkat Rp11,5 triliun dari
APBN 2015, atau naik Rp1,2 triliun dari RAPBNP tahun 2015 yang diusulkan
Pemerintah.

Belanja Negara
Dalam APBN-P 2015, alokasi belanja infrastruktur telah melampaui alokasi
belanja subsidi energi. Beberapa kebijakan Pemerintah dalam belanja negara
APBN-P tahun 2015, antara lain:

Realokasi anggaran kurang produktif (subsidi BBM, belanja perjalanan


dinas, rapat dan konsinyering) kepada sektor-sektor yang lebih produktif

seperti dukungan sektor pendorong pertumbuhan (pangan, energi, maritim,


pariwisata, dan industri), pemenuhan kewajiban dasar (pendidikan,
kesehatan, dan perumahan), pengurangan kesenjangan antar kelas
pendapatan

masyarakat

dan

antar

wilayah,

serta

pembangunan

infrastruktur konektifitas;

Mengakomodir perubahan nomenklatur kementerian negara/lembaga


sesuai struktur Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Jokowi dalam
mencapai visi dan misi-nya;

Peningkatan alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa dalam


mendorong percepatan pembangunan nasional, sejalan dengan konsep
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Perlu diketahui dana Transfer
ke Daerah dan Dana Desa mengalami peningkatan menjadi Rp664,6 triliun
atau meningkat Rp17,6 triliun dari APBN 2015;

Dukungan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diharapkan


dapat meningkatkan kapasitas BUMN sebagai agent of development
sekaligus mempercepat pembangunan bidang infrastruktur serta bidang
prioritas pemerintah lainnya.

Belanja Negara APBN-P 2015. Sumber: Kementerian Keuangan

Pemerintah dan DPR telah melakukan tugasnya dalam menyusun APBN-P 2015
yang prudent dan antisipatif terhadap kebijakan fiskal ke depan, Hal ini
diharapkan

dapat

menumbuhkan

optimisme

masyarakat

akan

kinerja

perekonomian nasional yang lebih baik.


Tentu saja penganggaran belanja Negara tersebut harus diikuti dengan
implementasi, dan pelaksanaan anggaran yang lebih baik lagi daripada tahun
sebelumnya. Pelaksanaan belanja negara yang tepat waktu, tepat sasaran, dan
dengan tetap menjaga akuntabilitas dan governance dalam pencairan dan
pertanggung jawabannya menjadi kunci dalam mencapai target yang telah
ditetapkan untuk pertama kalinya dalam APBN.
Mari kita kawal pelaksanannya, jadilah masyarakat yang kritis dengan
memahaminya terlebih dahulu. Ataukah Anda memilih untuk skeptis?, memilih
untuk jadi golput dan tidak lagi percaya terhadapa apa-apa yang dibuat pejabat
publik dan pemerintah?.

Sebenarnya bisa jadi hal ini bersumber pada kurangnya pengetahuan serta
pemahaman kita sendiri. Mari kita pahami dan kawal pelaksanaanya, mulai dari
diri sendiri, kemudian bersama, kita wujudkan Indonesia yang lebih baik.
Sumber: http://apbnnews.com/artikel-opini/tentang-postur-apbn-p2015/#ixzz4LdhSu2Uh

Anda mungkin juga menyukai